Wednesday, August 6, 2014

Penerbit Mizan Terbitkan Karya Ulama Penghujat Para Sahabat

Rabu, 18 Rabiul Awwal 1434 H / 30 Januari 2013 16:01
 (an-najah.net) – Mendengar nama Ahmad bin Farhan Al-Maliki, barangkali Anda akan langsung teringat Mubahalah antara Husein Alatas Vs Haidar Bawazier, Juni 2012 lalu. Pendapatnya memang dijadikan rujukan Husein Alatas untuk mencela Mu’awiyah.[1]
Buku karyanya yang diterjemahkan menjadi setebal 352 halaman yang diterbitkan oleh Noura Book (grup Mizan ini, akan menunjukkan kepada kita bagaimana sejatinya pemikiran Hasan Al-Maliki.
Secara keseluruhan, buku tersebut sarat dengan prasangka buruk dan hujatan yang tidak berdasar, terutama kepada para sahabat. Meskipun penulis mengaku bermazbah salafi sunni hambali, tampak bahwa tulisannya sendiri membantah pengakuannya.
Siapa pun memang boleh mengaku apa saja tetapi fakta akan membuktikan siapa dia sebenarnya. Kalau pengakuan tidak sesuai dengan kenyataan, maka itu tidak beda dengan maling yang mengaku kucing ketika ditanya oleh tuan rumah, siapa yang menjatuhkan gelas di ruang makan.
Pemikiran Al-Maliki semakin tampak jelas dalam tulisannya yang berjudul Ash-Shahabah baina Ash-Shuhbah Al-Lughawiyah wa Ash-Shuhbah Asy-Syar’iyyah. Di tulisan tersebut, ia mendefinisikan sahabat yang syar’i dalam arti memiliki hak dan keutamaan seperti disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an hanyalah Muhajirin dan Anshar sampai pada masa Perjanjian Hudaibiyyah saja.
Dari definisi itu, ia tidak memasukkan semua anak-anak Muhajirin dan Anshar yang hidup bersama Nabi saw, orang-orang yang masuk Islam setelah perjanjian itu dan Fathu Mekkah dalam kelompok sahabat Nabi saw, termasuk Khalid bin Walid. Berangkat dari tesis ini maka wajar bila Al-Maliki menghujat para sahabat, terutama Muawiyah dan keluarga bani Umayyah.
Dengan demikian, pernyataan bahwa dirinya adalah Hambali Sunni hanyalah akal licik dan ilusi orang yang menyerukan keadilan dan persatuan.
Di awal bahasan, Al-Maliki menyatakan penggunaan akidah adalah istilah bid’ah yang tidak ada dalam Qu’ran, Sunah maupun perkataan para sahabat. (hal. 49-53).Tetapi, ia sendiri membuat istilah baru, yakni sahabat syar’iyah dan lughawiyah. Apakah ini bukan bid’ah yang sesat?
Pernyataannya bahwa istilah akidah tidak ada dalam hadits sahih, hasan atau bahkan maudhu’ adalah pernyataan yang kurang teliti. Sebab Rasulullah menyatakan itu dalam hadis hasan riwayat Ad-Darimi:
لاَ يَعْتَقِدُ قَلْبُ مُسْلِمٍ عَلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ  قَالَ قُلْتُ : مَا هُنَّ؟  قَالَ : إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ ، وَالنَّصِيحَةُ لِوُلاَةِ الأَمْرِ ، وَلُزُومُ الْجَمَاعَةِ
“Tidaklah hati seorang muslim meyakini (memiliki akidah) tiga hal kecuali akan masuk ke surga.” Aku bertanya, “Apa saja itu?” Beliau menjawab, “Ikhlas dalam beramal hanya untuk Allah, memberi nasihat kepada para pemimpin, dan senantiasa bersama dengan jamaah.”
Tampaknya, hasil akhir yang diinginkan oleh Al-Maliki dengan tulisannya itu ialah mengajak umat Islam lebih toleran terhadap aliran sesat, tidak membid’ahkan maupun mengafirkan. Salah satu indikatornya tampak pada persembahan bukunya yang ditujukan kepada segenap penganut mazhab, baik ahli sunah, syiah, ibadhiyah, salafiyah, asy’ariyah, maupun shufiyah.
Tidak sebatas itu, penganut sekularisme, sosialisme, modernisme, dan liberalisme juga disebutnya agar semua menemukan koreksi terhadap Mazhab Hambali, menurut Al-Maliki.

Bagaimana seseorang dianggap mengajak kepada persatuan Islam, bila terhadap para sahabat ia mencela, sedangkan terhadap kelompok Murji’ah, Qadariyah, Jahmiyah, dan Mu’tazilah, justru membela? (hal. 160-182).
Tidak ada ahli sunah yang meragukan hak Abu Bakar dengan jabatan khalifahnya. Tetapi Al-Maliki meragukannya. Di halaman 80 Al-Maliki mengatakan, “Akan tetapi, mereka membaiat Abu Bakar dan meninggalkan Ali karena Ali tidak berada di Tsaqifah ketika terjadi diskusi dan perdebatan dengan Kaum Muhajirin. Barangkali jika Ali r.a. berada di sana, ia akan menjadi khalifah ….”
Al-Maliki menganggap Ali lebih berhak atas kekhilafahan daripada Abu Bakar. Baiatnya bagi kaum Muhajirin dan Anshar, menurut Al-Maliki, lebih mirip pemaksaan dan kesewenang-wenangan.
Bagaimana hak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar diragukan, sedangkan Rasulullah saw bersabda, “Berpeganglah kepada sunahku dan sunah Khulafaur Rasyidin setelahku?” Apakah ada ahli sunnah yang meragukan bahwa Khulafaur Rasyidin itu ada empat, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali? Bagaimana kita akan melaksanakan wasiat Rasul saw tersebut bila mereka justru diragukan keadilannya?
Al-Maliki Berburuk Sangka kepada Utsman
Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut ini:
“Akhirnya, Utsman dan Ali mendapatkan suara yang sama. Oleh karena itu, Abdurrahman bin Auf berinisiatif meminta pendapat kepada orang banyak setelah hasil votum menunjukkan suara imbang untuk Ali dan Utsman. Namun, kondisi saat itu berpihak kepada Utsman daripada Ali. Opsi pemilihan secara terbuka itu dilakukan di Madinah yang bertepatan dengan kedatangan tentara dari beberapa daerah dan pimpinannya menunaikan ibadah haji. Di antara mereka terdapat orang-orang yang menjadi empat konsultasi Abdurrahman bin Auf. Tentu saja, banyak dari mereka lebih suka gaya politik Utsman yang toleran daripada Ali yang tegas. Akibatnya, mayoritas memilih Utsman.” (hal. 90-91)
“Dengan demikian, pengangkatan kerabat oleh Utsman untuk membawahi wilayah-wilayah Islam sedang ia tidak mampu melakukan pengawasan terhadap mereka, padahal mayoritas mereka dari kalangan Thulaqa’ [2] atau keturunan Tulaqa’, atau setidaknya mereka baru masuk Islam, dan mereka pun masih rakus pada materi duniawi, mereka bukanlah orang-orang terbaik.” (hal. 97).
Bagaimana seorang ulama yang katanya menyeru kepada persatuan bisa menduga-duga seburuk itu terhadap Utsman bin Affan yang menginfakkan hartanya untuk Jaisyu Usrah[3]  dan banyak mendapatkan pujian dari Rasulullah?
Persoalan pengangkatan pejabat yang dianggap masih muda dan bukan yang terbaik, ia telah mencontoh Rasulullah. Bukanlah beliau mengangkat Usamah bin Zaid menjadi pemimpin pada saat Abu Bakar, Umar dan juga Ali ra ada di antara mereka?
Menuduh Imam Ahmad dan Ulama Terkemuka Lainnya Sebagai Nawashib
Setelah Al-Maliki berprasangka buruk kepada Abu Bakar, Umar, Utsman dan banyak lagi sahabat Nabi lainnya, ia beralih kepada tuduhan terhadap para ulama yang membela semua sahabat sesuai hak mereka, tidak berlebih-lebihan maupun meremehkan.
Al-Maliki berpendapat, hegemoni Dinasti Umayyah berimplikasi pada ketidakadilan sikap kaum muslimin, terhadap ahli bait. Daulah Umayyah disinyalir telah meninggalkan pengaruh menguatnya aliran Nawashib[4] di Syam. (hal. 148).
Menurutnya, sejarah mazhab Hanbali erat kaitannya dengan revolusi yang mereka lakukan untuk membela kaum Nawashib, akidah tasbih dan tajsim, serta penggunaan kekerasan dan fitnah. (hal. 191)
Al-Maliki menilai setiap aliran hanya fokus mengkritik aliran lain, dan melupakan diri sendiri. Karena itulah, ia yang mengaku bermazhab Sunni Hambali mengobok-obok Mazhab Hambali, termasuk Imam Ahmad sendiri, sebagai wujud autokritik terhadap mazhabnya sendiri, menurut pengakuannya. Dalam hal ini, ia membela kelompok-kelompok sesat yang telah dianggap sebagai ahli bid’ah oleh Imam Ahmad.
Pada akhirnya tuduhan Nawashib ini juga disematkan kepada Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Adz-Dzahabi, dan Ibnu Katsir. Padahal, Ibnu Taimiyah, di kitab Akidah Wasithiyah, mengatakan, “Mereka (ahli sunah wal jamaah) mencintai ahli bait Rasulullah. Mereka berwali dan menjaga wasiat beliau tentang ahli bait …. Mereka berlepas diri dari cara rafidhah yang membenci dan mencela sahabat. Mereka juga jauh dari cara kaum Nawashib yang menyakiti ahli bait dengan perkataan dan perbuatan.”
Di Minhajus Sunnah (VI/18), Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun Ali, maka ahli sunnah mencintai dan berwali kepadanya. Mereka mengakui bahwa ia adalah salah salah satu Khulafaur Rasyidin dan imam (kaum muslimin) yang mendapatkan petunjuk.”
Barang kali yang diinginkan Al-Maliki agar ulama jajaran Ibnu Taimiyyah tidak dikatakan Nawashib, mereka harus berlebih-lebihan mencintai Ali, Fahimah, Hasan, dan Husain, dan sebaliknya membenci sahabat selain ahli bait kecuali beberapa orang saja, seperti Ammar, Miqdad, Abu Dzar, dan Salman.
Walhasil, keberanian Noura Book (PT Mizan Publika)  menerbitkan buku Hasan bin Farhan Al-Maliki ini justru semakin memperjelas siapa sebenarnya Hasan Al-Maliki.
Editor: Agus
_________________________
[1] http://arrahmah.com/read/2012/06/28/21263-husein-bin-hamid-alattas-nyatakan-muawiyah-ra-bukan-sahabat-nabi-dalam-mubahalah.html#
[2] Istilah bagi orang-orang yang masuk Islam saat Fathu Mekkah.
[3] Pasukan pada perang Tabuk.
[4] Kelompok yang mencela Ali dan ahli bait.




Kafirkah Kedua Orang Tua Nabi ? (sebuah ringkasan bagian II )

Tidak dipungkiri bahwa kedudukan para Nabi dan Rasul itu tinggi di mata Allah. Namun hal itu bukanlah sebagai jaminan bahwa seluruh keluarga Nabi dan Rasul mendapatkan petunjuk dan keselamatan serta aman dari ancaman siksa neraka karena keterkaitan hubungan keluarga dan nasab. Allah telah berfirman tentang kekafiran anak Nabi Nuh ‘alaihis-salaam yang akhirnya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan Allah bersama orang-orang kafir :
وَقِيلَ يَأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيّ وَقِيلَ بُعْداً لّلْقَوْمِ الظّالِمِينَ * وَنَادَى نُوحٌ رّبّهُ فَقَالَ رَبّ إِنّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنّ وَعْدَكَ الْحَقّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ *  قَالَ يَنُوحُ إِنّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِـي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنّيَ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim “. Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." [QS. Huud : 44-46].




Allah juga berfirman tentang keingkaran Azar ayah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam :
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلاّ عَن مّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيّاهُ فَلَمّا تَبَيّنَ لَهُ أَنّهُ عَدُوّ للّهِ تَبَرّأَ مِنْهُ إِنّ إِبْرَاهِيمَ لأوّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [QS. At-Taubah : 114].
Dan Allah pun berfirman tentang istri Nabi Luth sebagai orang yang dibinasakan oleh adzab Allah :
فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ
Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). [QS. Al-A’raf : 83].
Tidak terkecuali hal itu terjadi pada kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Mereka berdua – sesuai dengan kehendak kauni Allah ta’ala – mati dalam keadaan kafir. Hal itu ditegaskan oleh beberapa nash di antaranya :
1.     Al-Qur’an Al-Kariim
مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
Sababun-Nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah berkaitan dengan permohonan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam kepada Allah ta’ala untuk memintakan ampun ibunya (namun kemudian Allah tidak mengijinkannya) [Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir QS. At-Taubah : 113].
2.     As-Sunnah Ash-Shahiihah
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Di dalam hadits tersebut [yaitu hadits : إن أبي وأباك في النار – ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”] terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lainshalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya” [HR. Muslim no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 2034, Ibnu Majah no. 1572, dan Ahmad no. 9686].
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata :
وأبواه كانا مشركين, بدليل ما أخبرنا
”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan....”. Kemudian beliau membawakan dalil hadits dalam Shahih Muslim di atas (no. 203 dan 976) di atas [Lihat As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim].[1]
Al-’Allamah Syamsul-Haq ’Adhim ’Abadi berkata :
فلم يأذن لي :‏‏ لأنها كافرة والاستغفار للكافرين لا يجوز
”Sabda beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Dan Ia (Allah) tidak mengijinkanku”  adalah disebabkan Aminah adalah seorang yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak diperbolehkan” [’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul-Janaaiz, Baab Fii Ziyaaratil-Qubuur].[2]
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال "جاء ابنا مليكة - وهما من الأنصار - فقالا: يَا رَسولَ الله إنَ أمَنَا كَانَت تحفظ عَلَى البَعل وَتكرم الضَيف، وَقَد وئدت في الجَاهليَة فَأَينَ أمنَا؟ فَقَالَ: أمكمَا في النَار. فَقَامَا وَقَد شَق ذَلكَ عَلَيهمَا، فَدَعَاهمَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَرَجَعَا، فَقَالَ: أَلا أَنَ أمي مَعَ أمكمَا
Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Datang dua orang anak laki-laki Mulaikah – mereka berdua dari kalangan Anshar – lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami semasa hidupnya memelihara onta dan memuliakan tamu. Dia dibunuh di jaman Jahiliyyah. Dimana ibu kami sekarang berada ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Di neraka”. Lalu mereka berdiri dan merasa berat mendengar perkataan beliau. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil keduanya lalu berkata : “Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka) ?” [Lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur juz 4 halaman 298 – Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3787, Thabarani dalam Al-Kabiir 10/98-99 no. 10017, Al-Bazzar 4/175 no. 3478, dan yang lainnya; shahih].
3.     Ijma’
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata :
وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallammasih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
Al-’Allamah ’Ali bin Muhammad Sulthan Al-Qaari telah menukil adanya ijma’ tentang kafirnya kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dengan perkataannya :
وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7 - download dari www.alsoufia.com].
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata :
ووالدا رسول الله مات على الكفر
”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” [Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1 – download dari www.alsoufia.com].
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah berkata dalam Tafsirnya ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119 :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم
”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata ketika berhujjah dengan hadits ” Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku” ; yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah bukanlah seorang wanita mukminah” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284].
Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam. Misalnya, Al-Imam Muslim memasukkannya dalam Bab [بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين] “Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan ia tidak akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan”. Al-Imam Ibnu Majah memasukkannya dalam Bab [ما جاء في زيارة قبور المشركين] ”Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik”. Al-Imam An-Nasa’i memasukkannya dalam Bab [زيارة قبر المشرك] ”Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik. Dan yang lainnya.
Keterangan di atas adalah hujjah yang sangat jelas yang menunjukkan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam. Namun, sebagian orang-orang yang datang belakangan menolak ’aqidah ini dimana mereka membuat khilaf setelah adanya ijma’ (tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam). Mereka mengklaim bahwa kedua orang tua beliau termasuk ahli surga. Yang paling menonjol dalam membela pendapat ini adalah Al-Haafidh As-Suyuthi. Ia telah menulis beberapa judul khusus yang membahas tentang status kedua orang tua Nabi seperti : Masaalikul-Hunafaa fii Waalidayal-MusthafaaAt-Ta’dhiim wal-Minnah fii Anna Abawai Rasuulillah fil-JannahAs-Subulul-Jaliyyah fil-Aabaail-’’Aliyyah, dan lain-lain.
Bantahan terhadap Syubuhaat
1.     Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan.
Kita Jawab :
Definisi fatrah menurut bahasa kelemahan dan penurunan [Lisaanul-’Arab oleh Ibnul-Mandhur 5/43]. Adapun secara istilah, maka fatrah bermakna tenggang waktu antara dua orang Rasul, dimana ia tidak mendapati Rasul pertama dan tidak pula menjumpai Rasul kedua” [Jam’ul-Jawaami’ 1/63]. Hal ini seperti selang waktu antara Nabi Nuh dan Idris ’alaihimas-salaam serta seperti selang waktu antara Nabi ’Isa ’alaihis-salaam dan Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam. Definisi ini dikuatkan oleh firman Allah ta’ala :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan" [QS. Al-Maaidah : 19]. 
Ahli fatrah terbagi menjadi dua macam : 
a.      Yang telah sampai kepadanya ajaran Nabi.
b.      Yang tidak sampai kepadanya ajaran/dakwah Nabi dan dia dalam keadaan lalai.
Golongan pertama di atas dibagi menjadi dua, yaitu : Pertama, Yang sampai kepadanya dakwah dan dia bertauhid serta tidak berbuat syirik. Maka mereka dihukumi seperti ahlul-islam/ahlul-iman. Contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin Naufal, dan yang lainnya. Kedua, Yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman. Tidak ada perselisihan di antara ulama bahwa mereka merupakan ahli neraka. Contohnya adalah ’Amr bin Luhay[3], Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan, kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, Abu Thalib, dan yang lainnya. 
Golongan kedua, maka mereka akan diuji oleh Allah kelak di hari kiamat. 
Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.
2.     Hadits-hadits yang menceritakan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ke dunia, lalu mereka beriman kepada ajaran beliau.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah :
عن عائشة رضي الله عنها قالت: حج بنا رسول الله حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم فنزل فمكث عني طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي فسألت الله أن يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله
Dari ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melakukan haji bersama kami dalam haji wada’. Beliau melewati satu tempat yang bernama Hajun dalam keadaan menangis dan sedih. Lalu beliau shallallaahu ’alaihi wasallam turun dan menjauh lama dariku kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Maka akupun bertanya kepada beliau (tentang apa yang terjadi), dan beliau pun menjawab : ”Aku pergi ke kuburan ibuku untuk berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali. Maka Allah pun menghidupkannya dan mengembalikan ke dunia dan beriman kepadaku” [Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam An-Nasikh wal-Mansukh no. 656, Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222, dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283-284].
Hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Muhammad bin Yahya Az-Zuhri dan Abu Zinaad. Tentang Abu Zinaad, maka telah berkata Yahya bin Ma’in : Ia bukanlah orang yang dijadikan hujjah oleh Ashhaabul-Hadiits, tidak ada apapanya”. Ahmad berkata : ”Orang yang goncang haditsnya (mudltharibul-hadiits)”. Berkata Ibnul-Madiinii : ”Menurut para shahabat kami ia adalah seorang yang dla’if”. Ia juga berkata pula : ”Aku melihat Abdurrahman bin Mahdi menulis haditsnya”. An-Nasa’i berkata : ”Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah”. Ibnu ’Adi berkata : ”Ia termasuk orang yang ditulis haditsnya” [silakan lihat selengkapnya dalam Tahdzibut-Tahdzib]. Ringkasnya, maka ia termasuk perawi yang ditulis haditsnya namun riwayatnya sangat lemah jika ia bersendirian.
Adapun Muhammad bin Yahya Az-Zuhri, maka Ad-Daruquthni berkata : ”Matruk”. Ia juga berkata : ”Munkarul-Hadits, ia dituduh memalsukan hadits” [lihat selengkapnya dalam Lisaanul-Miizaan 4/234].
Dengan melihat kelemahan itu, maka para ahli hadits menyimpulkan sebagai berikut : Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/284) berkata : ”Palsu tanpa ragu lagi”. Ad-Daruquthni dalam Lisaanul Mizan (biografi ’Ali bin Ahmad Al-Ka’by) : ”Munkar lagi bathil”. Ibnu ’Asakir dalam Lisanul-Mizan (4/111) : ”Hadits munkar”. Adz-Dzahabi berkata (dalam biografi ’Abdul-Wahhab bin Musa) : ”Hadits ini adalah dusta”.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا كان يوم القيامة شفعت لأبي وأمي وعمي أبي طالب وأخ لي كان في الجاهلية
Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Pada hari kiamat nanti aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu Thalib, dan saudaraku di waktu Jahiliyyah”[Diriwayatkan oleh Tamam Ar-Razi dalam Al-Fawaaid 2/45].
Hadits ini adalah palsu karena rawi yang bernama Al-Waliid bin Salamah. Ia adalahpemalsu lagi ditinggalkan haditsnya [lihat Al-Majruhiin oleh Ibnu Hibban 3/80 danMizaanul-I’tidaal oleh Adz-Dzahabi 4/339]. Pembahasan selengkapnya hadits ini dapat dibaca dalam Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah wal-Ma’udluu’ah oleh Asy-Syaikh Al-Albani no. 322.
عن علي مرفوعاً : « هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلبٍ أنزلك وبطنٍ حملك وحجرٍ كفلك
Dari ’Ali radliyallaahu ’anhu secara marfu’ : ”Jibril turun kepadaku dan berkata : ’Sesungguhnya Allah mengucapkan salaam dan berfirman : Sesungguhnya Aku haramkan neraka bagi tulang rusuk yang telah mengeluarkanmu (yaitu Abdullah), perut yang mengandungmu (yaitu Aminah), dan pangkuan yang merawatmu (yaitu Abu Thalib)” [Diriwayatkan oleh Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222-223 dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283].
Hadits ini adalah palsu (maudlu’) tanpa ada keraguan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/283) dan Adz-Dzahabi dalam Ahaadiitsul-Mukhtarah no. 67. 
Dan hadits lain yang senada yang tidak lepas dari status sangat lemah, munkar, atau palsu.
3.     Hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam dinasakh (dihapus) oleh hadits-hadits yang menjelaskan tentang berimannya kedua orang tua beliau. 
Kita jawab :
Klaim nasakh hanyalah diterima bila nash naasikh (penghapus) berderajat shahih. Namun, kedudukan haditsnya yang dianggap naasikh adalah sebagaimana yang kita lihat (sangat lemah, munkar, atau palsu). Maka bagaimana bisa diterima hadits shahih di-nasakh oleh hadits yang kedudukannya sangat jauh di bawahnya ? Itu yang pertama. Adapun yang kedua, nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah.
Pada akhirnya, orang-orang yang menolak hal ini berhujjah dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Penyelisihan dalam perkara ini bukan termasuk khilaf yang diterima dalam Islam (karena tidak didasari oleh hujjahyang kuat). Orang-orang Syi’ah berada pada barisan terdepan dalam memperjuangkan pendapat bathil ini. Di susul kemudian sebagian habaaib (orang yang mengaku keturunan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam) dimana mereka menginginkan atas pendapat itu agar orang berkeyakinan tentang kemuliaan kedudukan mereka sebagai keturunan Rasulullah. Hakekatnya, motif dua golongan ini adalah sama. Kultus individu.
Keturunan Nabi adalah nasab yang mulia dalam Islam. Akan tetapi hal itu bukanlah jaminan – sekali lagi – bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah hanya akan menilai seseorang – termasuk mereka yang mengaku memiliki nasab mulia – dari amalnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
وَمَنْ بَطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya”  [HR. Muslim – Arba’un Nawawiyyah  no. 36].
Kesimpulan : Kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah meninggal dalam keadaan kafir. Wallaahu a’lam.
[direvisi dan diperbaiki tanggal 11-5-2011].




[1]        Perkataan Imam Al-Baihaqi tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga dapat ditemui dalam kitab Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192, Daarul-Kutub, Cet. I, 1405 H, tahqiq : Dr. Abdul-Mu’thi Al-Qal’aji].
[2]        Karena ibu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk orang-orang kafir. Allah telah melarang Nabi shallallaahu ‘alaihi was allam dan kaum mukminin secara umum untuk memintakan ampun orang-orang yang meninggal dalam keadaan kafir sebagaimana firman-Nya :
      مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
      “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
[3]        Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
قال النبي صلى الله عليه وسلم رأيت عمرو بن عامر بن لحي الخزاعي يجر قصبه في النار وكان أول من سيب السوائب
Telah berkata Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku melihat ‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuzaa’i menarik-narik ususnya di neraka. Dia adalah orang pertama yang melepaskan onta-onta (untuk dipersembahkan kepada berhala)” [HR. Bukhari no. 3333 – tartib maktabah sahab, Muslim no. 2856].
Nisbah Al-Khuzaa’i merupakan nisbah kepada sebuah suku besar Arab, yaitu Bani Khuza’ah. Ibnu Katsir menjelaskan sebagai berikut :
عمرو هذا هو ابن لحي بن قمعة, أحد رؤساء خزاعة الذين ولوا البيت بعد جرهم وكان أول من غير دين إبراهيم الخليل, فأدخل الأصنام إلى الحجاز, ودعا الرعاع من الناس إلى عبادتها والتقرب بها, وشرع لهم هذه الشرائع الجاهلية في الأنعام وغيرها
“‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuza’i merupakan salah satu pemimpin Khuza’ah yang memegang kekuasaan atas Ka’bah setelah Kabilah Jurhum. Ia adalah orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim (atas bangsa Arab). Ia memasukkan berhala-berhala ke Hijaz, lalu menyeru kepada beberapa orang jahil untuk menyembahnya dan bertaqarrub dengannya, dan ia membuat beberapa ketentuan jahiliyyah ini bagi mereka yang berkenaan dengan binatang ternak dan lain-lain……” [lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/148 QS. Al-Maidah ayat 103].


COMMENTS
Anonim mengatakan...

Afwan ustadz, mau tanya. Setelah baca penjelasan ustadz, saya membuat kesimpulan sbb (tolong dikoreksi jika salah):

1. Aminah & Abdulloh bukanlah golongan fatrah. Mereka musyrik sejati krn merubah ajaran & berbuat syirik.
2. Dgn demikian, pernikahan mereka yg dilakukan scr syirik juga tidak sah menurut agama Ibrohim & Nabi2 terdahulu.
Jd, mereka hakekatnya tdk pernah menikah alias melakukan perzinahan. Begitu juga Abdul Muttolib dst. ke atas jg berzina, kecuali generasi yg masih mengikuti agama Ibrohim.
Nah, dr perzinahan turun-temurun inilah lahir Rosululloh. Tp, Rosul tetap suci krn setiap bayi dilahirkan suci.
Apakah spt itu kesimpulannya, ustadz...? bahwa Rosululloh bisa dikatakan hasil zina krn Abdulloh & Aminah syirik/merubah ajaran Ibrohim.
Thx before.
Mamad
Anonim mengatakan...

Afwan ustadz, menurut saya, ada kontradiksi pd tulisan ustadz...

ustadz menulis :
"nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah." 
sementara ustadz jg menulis:
"Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam." 
berarti, imam ahli hadits bukan menganggap itu khabar, melainkan fiqh... apa bukan begitu, ustadz...?
Thx before
Mamad
Anonim mengatakan...

Kalo diperbolehkan, saya ingin tanya lagi:

“Apakah orang tua Rosul di neraka selama2nya?”
Saya baca di buku “Sirah Nabawiyah” oleh Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury (juara I lomba penulisan sejarah Nabi oleh Rabithah Al-Alam al-Islamy) disebutkan Bani Al-Khuzaa’i berkuasa sekitar pertengahan abad II M. Itu berarti ratusan tahun sebelum Rosululloh lahir (sekitar 300-350 tahun).
Jd, penyembahan berhala yg dimulai oleh ‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuzaa’i dimulai oleh generasi jauh di atas Rosul.

Nah, Abdul Muttolib, Abdulloh & Aminah tentu tidak tahu bahwa itu sebuah kesalahan fatal. Di Al-Qur’an sendiri orang2 Jahiliyah mengatakan bhw berhala itu utk mendekatkan diri kpd Alloh. Jd, mereka tdk tahu bhw itu salah besar.
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” [Az-Zumar : 3)
Syaikh Shafiyyur Rahman juga menulis di Bab AGAMA BANGSA ARAB hal. 50:
“Mereka jg mempunyai beberapa tradisi & upacara penyembahan berhala, yg mayoritas diciptakan amr bin Luhay. Sementara orang2 mengira apa yg diciptakan Amr itu adalah sesuatu yg baru & baik serta TDK MERUBAH AGAMA IBRAHIM."
Nah, jelas bhw Abdul Muttolib dst tdk tahu itu kesalahn fatal. 
Di samping itu, saya tdk menemukan dlm sirah bhw para pendeta semisal Waraqah bin Naufal, Buhaira dll melakukan dakwah utk memurnikan ajaran Ibrohim/Musa/Isa.
Itu berarti tdk ada peringatan ttg kesalahan menyembah berhala kpd Abdul Muttolib, Abdulloh dan Aminah. Mereka melakukan itu krn kondisi masyarakat ya spt itu sejak dulu & mereka ga tahu itu salah.
Bgmn kita menghukumi mereka masuk neraka selamanya kalau tdk ada peringatan thd mereka? 
Mengapa pendeta2 spt Waraqah, Buhaira tdk berdakwah memurnikan tauhid? Bukankah mendiamkan penyimpangan aqidah itu sebuah kesalahan? Ataukah memang tdk ada perintah u/ itu krn para Nabi/Rosul sebelum Rosululloh diutus terbatas tempat & waktunya?
Jika tdk ada peringatan datang, apa mereka tidak termasuk golongan fatrah? Kalaupun masuk neraka juga tidak selama2nya atau walaupun diperintahkan masuk neraka tdk akan kepanasan spt yg dimaksud dlm hadits yg terjemahnya:
“Dan orang yg mati di masa fatrah berkata: Wahai Rabbku, belum pernah seorang rosul datang pdku. Kemudian Alloh mengambil perjanjian dg mereka utk taat pd perintah-Nya lalu Allah mengutus seorang utusan (menyerukan): ‘Masuklah ke Neraka.’ Nabi bersabda: Demi Dzat yg jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya mereka memasuki Neraka, niscaya mereka akan mendapati rasa dingin dan keselamatan” (HR Thabrani dlm Mu’jam Kabir (1/287), Ahmad (4/24), Ibnu Hibban (1828), Bazzar (2174), Baihaqi dlm Al-I’tiqad(92). Dishahihkan Abdul Haq, Baihaqi, Ibnul Qayyim & Syaikh Albani dlm As-Shahihah no. 1434).
“dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isro’ : 15)
Dari hal2 tsb., saya berkesimpulan bhw orang tua Rosul termasuk golongan fatrah, jd kalaupun masuk neraka tdk selamanya atau bahkan tdk kepanasan.
Lalu, Kenapa kok ayah Rosul bernama Abdulloh? Tidakkah itu berarti hamba Alloh? Itu berarti Abdul Muttolib meyakini Alloh sbg Robb. Hanya sj, ia tdk tahu bhw berhala itu merusak ajaran Ibrohim.
(bersambung)
Anonim mengatakan...

(sambungan)

Selain itu juga, Imam Baihaqi menulis di Dalailun Nubuwah ttg Mengapa Abdul Muttolib memberi nama “Muhammad”. Dia ingin agar bayi tsb. Allah memujinya di langit & di dunia.
فلما كان اليوم السابع ذبح عنه ، ودعا له قريشا ، فلما أكلوا قالوا : يا عبد المطلب ، أرأيت ابنك هذا الذي أكرمتنا على وجهه ، ما سميته ؟ قال : سميته محمدا . قالوا : فلم رغبت به عن أسماء أهل بيته ؟ قال : أردت أن يحمده الله تعالى في السماء ، وخلقه في الأرض
Selain itu, Abdul Muttolib & Aminah (setahu saya) jg mengerti akan kelahiran seorang Nabi dr keturunan mereka. Dan beliau berdua bangga akan hal itu, tdk spt Fir’aun yg memerintahkan membunuh semua bayi yg baru lahir.
Kebangaan & Kebahagiaan beliau berdua sdh menjadi isyarat bhw mereka berdua mengimani Nabi2 terdahulu & Rosul, termasuk Rosululloh yg akan lahir, serta tak tahu kesalahan selama ini ttg berhala.
Imam Baihaqi menulis lagi:
فقال لي رجل من أهل الزبور : يا عبد المطلب : أتأذن لي أن أنظر إلى بدنك ؟ فقلت : انظر ما لم يكن عورة . قال : ففتح إحدى منخري (2) فنظر فيه ، ثم نظر في الآخر ، فقال : أشهد أن في إحدى يديك ملكا ، وفي الأخرى نبوة ، وأرى ذلك في بني زهرة ، فكيف ذلك ؟ فقلت : لا أدري . قال : هل لك من شاعة ؟ قال : قلت : وما الشاعة ؟ قال : زوجة . قلت : أما اليوم فلا . قال : إذا قدمت فتزوج فيهن . فرجع عبد المطلب إلى مكة ، فتزوج هالة بنت وهب بن عبد مناف ، فولدت له : حمزة ، وصفية . وتزوج عبد الله بن عبد المطلب ، آمنة بنت وهب ، فولدت رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقالت قريش حين تزوج عبد الله آمنة : فلج (3) عبد الله على أبيه . وقد قيل : إنها كانت امرأة من خثعم »
Menurut saya, ustadz , dg hal2 tsb. semakin yakinlah saya bhw beliau berdua termasuk fatrah. Jika pun masuk neraka tak kekal atau mendapati rasa dingin dan nyaman.
Bgmn menurut ustadz?
NB : Buku Sirah Nabawiyah yg saya maksud terjemahan Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar, Cet. kelima, Des 1998

Thx before.
Mamad
Anonim mengatakan...

Afwan, ustadz...

pertanyaan saya ttg pernikahan orang tua Rosul, saya sdh tahu jawabannya sekarang...
Ternyata sah, sebagaimana penjelasan Imam Baihaqi di Dalailun Nubuwah.
وأمرهم لا يقدح في نسب رسول الله صلى الله عليه وسلم ؛ لأن أنكحة الكفار صحيحة ، ألا تراهم يسلمون مع زوجاتهم فلا يلزمهم تجديد العقد ، ولا مفارقتهن إذا كان مثله يجوز في الإسلام؟ . وبالله التوفيق
Thx.
Mamad
Anonim mengatakan...
LOHHH AKANG YANG PUNYA MANA KOK GAK DI KOMENT, UNTUNG GAK DI HAPUS
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Maaf kalau ada komentar yang terlewat.

1. Pernikahan yang dilakukan di jaman Jahiliyyah adalah sah dan tidak perlu diulang. Oleh karena itu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bukan anak yang terlahir dari hubungan zina.
2. Maksud fiqh dalam kalimat : Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam
adalah pemahaman, bukan ilmu fiqh sebagaimana yang Anda maksudkan. Dan itu sudah saya berikan penjelasan pada kata yang diberi tanda kurung.
3. Orang tua Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir. Dan itu sangat jelas ada dalam nash, ijma', dan penjelasan ulama sebagaimana telah saya tuliskan pada artikel di atas. Tidak boleh kita ragu akan hal itu, karena nashnya shahih dan dilalahnya pun sharih (jelas). Tidak boleh kita menolaknya dengan mengandalkan logika-logika semata. Anda bisa cermati bahwa Allah melarang Nabi memintakan ampun kepada ibu beliau yang telah meninggal. Orang yang dilarang dimintakan ampun dalam syari'at Islam hanyalah orang yang meninggal dalam keadaan kafir. Konsekuensinya, kedua orang tua Nabi kekal di dalam neraka.
Wallaahu a'lam bish-shawwaab.
Anonim mengatakan...

mohon tanggapan, dengan para ulama' besar dibawah ini ustad. pendapat sebagian besar para imam bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tidak ada pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara mereka adalah :

Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii,
Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda Nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya,
APAKAH KAPASITAS ILMU DARI ULAMA' DIATAS PERLU DIRAGUKAN 
2. MENGENAI HADIST : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
APA BENAR BERMAKNA AYAH KANDUNG, APA ADA ARTI LAINYA, SEMISAL KAKEK, PAMAN DAN LAINNYA. MOHON PENJELASAN
Anonim mengatakan...

DIATAS ARTIKEL USTAD DITULIS SEBAGAI BERIKUT :

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
TOLONG YANG DIMAKSUT DENGA PERKATAAN 
" WALAUPUN ORANG ORANG MUSYRIK ITU ADALAH KAUM KERABATNYA, SESUDAH JELAS BAGI MEREKA ........".
YANG SAYA TANYAKAN, KALIMAT YANG SUDAH JELAS BAGI MEREKA ITU APA.

APA RISALAH SUDAH DITERIMA ( SETELAH MENDAPAT PENYAMPAIAN DARI PARA NABI ATAU UTUSAN )TAPI TETAP DALAM KEKUFURAN. APA ITU YANG DIMAKSUT DENGA KATA KATA " YANG SUDAH JELAS BAGI MEREKA "
JADI JELAS BAGI MEREKA ITU KALAU MENURUT PENDAPAT SAYA ADALAH, JELAS LARANGAN, JELAS AQIDAH, JELAS SESEMBAHAN DLL, YANG DISAMPAIKAN OLES SEORANG NABI DAN ROSUL.
APAKAN BEGITU.
Anonim mengatakan...

Afwan ana coba jawab Anonim di atas.

pendapat sebagian besar para imam bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tidak ada pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara mereka adalah:
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii,
Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda Nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya
Perkataan antum masih perlu pembuktian referensi. Kecuali, Imam asSuyuthi memang pernah membuat risalah khusus sebagaimana antum tulis di atas. Mengenai Imam atThobariy dan Imam alQurthubiy, ana pernah membaca tafsirnya dan tidak seperti yang antum kira, mereka malah termasuk golongan yang menyatakan kafirnya orang tua Nabi shollallaahu`alaihiwasallam. Sebaiknya antum baca lagi lebih teliti uraian alAkh AbulJauzaa di atas.
APAKAH KAPASITAS ILMU DARI ULAMA' DIATAS PERLU DIRAGUKAN
Tidak perlu diragukan lagi. Akan tetapi, setiap manusia perkataannya bisa benar bisa juga salah, kecuali Baginda Nabi shollallahu`alaihiwasallam. Imam alBaihaqi, Imam Muslim, Imam athThobari, Imam Ibnu Katsir dan lain-lain yang menyatakan kafirnya orang tua Nabi shollallaahu`alaihiwasallam apakah keilmuwan mereka pun diragukan?
Tentu tidak!
Parameter benar tidaknya suatu pendapat adalah dengan melihat kepada dalil yang menjadi pegangan pendapat tersebut.
MENGENAI HADIST : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
APA BENAR BERMAKNA AYAH KANDUNG, APA ADA ARTI LAINYA, SEMISAL KAKEK, PAMAN DAN LAINNYA. MOHON PENJELASAN
Kaidahnya telah dijelaskan oleh alAkh AbulJauzaa bahwa setiap perkataan PADA DASARNYA dimaknai secara harfiah bukan kiasan. Pemaknaan secara kiasan bisa dilakukan bilamana tidak mungkin dimaknai secara harfiah kecuali dengan kiasan dan memang ada indikasi jelas yang mengharuskannya dimaknai secara kiasan.
TOLONG YANG DIMAKSUT DENGA PERKATAAN 
" WALAUPUN ORANG ORANG MUSYRIK ITU ADALAH KAUM KERABATNYA, SESUDAH JELAS BAGI MEREKA ........".
YANG SAYA TANYAKAN, KALIMAT YANG SUDAH JELAS BAGI MEREKA ITU APA.
Kalimat "sesudah jelas bagi mereka" adalah ketika kematian telah menjemput sementara orang yang bersangkutan masih tetap dalam kekafiran. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibroohim `alaihissalam terhadap bapaknya yang kafir yang terus-menerus mendo`akannya hingga wafat. Ketika wafat, Ibroohim `alaihissalaam berhenti mendo`kan bapaknya. Begitu pula dilakukan oleh para sahabat Rosulullaah shollalaahu`alaihiwasallam, mereka terus mendo`akan orang tua mereka yang masih kafir, sehingga "JELAS BAHWA MEREKA ADALAH PENGHUNI JAHANNAM", yakni wafat dalam keadaan kafir. Silahkan, baca Tafsir Ibnu Katsir untuk penjelasan lebih detail mengenai ayat tersebut (atTaubah:113).
Wallaahu `alam.
-- Abu `Abdullaah --
Anonim mengatakan...

anda curang, komen saya anda sengaja tidka tampilkan biar kebohongan tetap terjaga. Allah maha tahu.

atau akal anda buntuk setelah dalil mengalir dan membantah testimo anda
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Komen Anda bahkan sudah saya hapus karena tidak layak ditampilkan. Kalaupun ditampilkan, sebenarnya artikel di atas telah menjawabnya. Anda terlalu bermain pada logika, bukan pada nash ataupun kaidah yang ma'ruf dari ulama. Dalil2 di atas adalah begitu jelas dan gamblang, namun nampaknya mata dan pikiran Anda tertutup karena ta'ashub yang telah kronis Anda derita.

Saya tidak berpikir untuk melakukan kebohongan publik, padahal yang saya tulis adalah fakta yang sangat mudah ditemukan di kitab2 ulama. Sebaliknya, tulisan yang berseberangan dengan di atas banyak bersandar pada kitab As-Suyuthiy yang banyak bersandar pada hadits lemah (bahkan palsu) dan hadits2 yang tidak sharih dilalahnya.
Kalau Anda merasa tidak puas, silakan buat blog sendiri. 
Blog ini bukan blog sampah yang mewajibkan saya menampilkan semua komentar berkualitas apkiran. Sayangnya, komentar Anda salah satu di antaranya. Maaf.
Dani mengatakan...

kenapa sih jadi pada berantem sesama muslim hanya karena berbeda pendapat.

Toh nanti kalau kita mati kita nggak ditanya siapa ayah ibu nabi muhammad.
Udah deh nambah nambahin dosa aja.
dajjal mengatakan...

iya nich pada berantem segala ... 

sejarah lebih baik kita ambil saja kebaikannya ...
kok seakan-akan pernah hidup di jamannya ... 
segala sesuatu yang berlebihan itu jelek mah ... yang serba kekurangan juga jelek .. dan yang bisa membatasi untuk cukup cuma diri kita sendiri ...
sadar... musuh kalau tahu malah tertawa ... 
memang sudah pernah di alam baka yaaa.. terus hidup lagi ... ??
manusia-manusia... 
Mudah-mudahan hati manusia yang tertutup oleh kesombongan di bukakan oleh Allah ..
Asyrop Bunder mengatakan...

Gampangnya gini sih.

Ahlul fatrah ada banyak. Nah, kita nggak tahu nih nasib mereka, mungkin ada yang masuk neraka, mungkin ada yang masuk surga, mungkin ada tahap lain, pokoknya terserah Allah karena Allah mengetahui keadaan mereka semuanya saat hidup, kita yakin Allah adil. 
Nah, dari sekian banyak ahlul fatrah itu, Allah memberi bocoran ke kita bahwa kedua orangtua Nabi termasuk dari apa yang ditulis Ustad Abul Jauzaa di atas. 
Jadi kita nggak ngejudge, bukan begitu Ustad? kita hanya nge-relay informasi saja, bocoran itu tadi. Simple. don't sweat it. Dan kita tidak gembira atas hal ini. Tapi ini di luar kekuasaan kita (dan Nabi sekalipun)
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya juga berpikir gampang. Telah ada hadits shahih yang menjelaskan bahwa kedua orang tua Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam termasuk orang kafir. Jadi, mereka pun dihukumi kafir. Sederhana sebenarnya..... Namun saya tidak habis pikir dengan logika sebagian orang yang muter-muter yang ujungnya ingin menolak hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di atas. Mereka pikir, mereka lebih tahu tentang hal itu dibandingkan beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Anonim mengatakan...

Dalam buku siri Ensiklopedia akidah ahlusunah berjodol ENERGI ZIKIR & SALAWAT oleh Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani telah menyatakan perbahasan bertajuk "orangtua Nabi Berada di dalam syurga" Perbahasan mulai ms 159-177.

Apakah hujah dalam buku ini boleh diterima??? Apakah manhaj pengarang buku ini ?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Perkataan itu tidak benar. Kabbaaniy adalah penganut thariqah sufi.
Anonim mengatakan...
weleh.. weleh..
Anonim mengatakan...
Nyimak..nambah ilmu
Anonim mengatakan...

Mohon komentar bahan berkaitan ibubapa Nabi bukan ahli Neraka difb ini

http://www.facebook.com/note.php?note_id=210433215648544
Adakah benar ?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Tulisan itu tidak benar.

Baca juga :
Aqil mengatakan...
wah yg tukang dhoifkan hadits kok albany semua serta al jauzi, apakah mereka berdua muhadits dan hidup zaman ulama salaf serta disepakati jumhur ulama?qiqiqiqiqiq.... ini permasalhannya
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Al-Albaaniy adalah muhaddits di masa sekarang, terlepas Anda setuju ataukah tidak. Dan ini mendapat pengakuan dari kawan ataupun lawan. Permasalahannya adalah, ada orang yang punya sedikit modal, tapi maunya bicara banyak. Naasnya, itu adalah Anda. Maaf.

Tentang Al-Jauzi, apakah yang Anda maksud Ibnul-Jauziy ?. Kalau memang beliau yang Anda maksud, maka beliau adalah seorang ulama hadits yang besar.
Anonim mengatakan...

assalamu 'alaikum ustadz. 

pembahasan ttg kafirnya abu thalib ada ga ??
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anonim mengatakan...

ustadz mohon jangan ada komen di blognya. sakit telinga mendengarnya. bahkan yang ga pernah ngaji ikut2 an komen dengan logikanya. lama lama sholat bisa cuma sekali setahun dengan alasan kesibukan dan dunia modern. 

yang penting sudah disampaikan sunnahnya. mereka (yang tidak setuju) selalu berlandaskan logika pikiran masing masing.
Anonim mengatakan...

1. hadits abiy wa abuuka fi an naari itu ditulis oleh Imam Muslim HANYA berdasarkan ar ruwah fi al ma'na.

2. hadits tersebut diriwayatkan oleh Hammad yang hafalannya masih sering dipersoalkan. padahal ada hadits yang sama matannya, akan tetapi tidak mengatakan "abiyy wa abuuka fi an naari", akan tetapi mengatakan :
حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ مُشْرِكٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّا
anda dapat melihat haditsnya di sini :
Abdu ar Razaq as Shan’aniy, al Mushannif, Juz 10, hal 454, hadits ke 19687 ; Thabrani, Mu’jamu al Kabir, Juz 1, hal 143, hadits yang ke 330 ; Baihaqi, Dalailu an Nubuwwah, Juz 1, hal 121, hadits ke 105 ; Abu Nu’aim al Ashbahani, Ma’rifatu as shahabah, Juz 2, hal 79, hadits ke 522
dan lain-lain
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Perkataan Anda keliru. Saya telah menuliskannya di sini :


Semoga ada manfaatnya.
NB : Riwayat Muslim di atas lebih shahih daripada hadits yang Anda sebut.
Anwar mengatakan...

mau tanya dunk ustadz2,,,

nama dari ibu nabi Ibrahim as siapa ya?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya belum tahu. Wallaahu a'lam.
Ade Malsasa Akbar mengatakan...

Ustadz, honestly, saya ingin komentari komentar ustadz yang ini: 

"Al-Albaaniy adalah muhaddits di masa sekarang, terlepas Anda setuju ataukah tidak. Dan ini mendapat pengakuan dari kawan ataupun lawan. Permasalahannya adalah, ada orang yang punya sedikit modal, tapi maunya bicara banyak. Naasnya, itu adalah Anda. Maaf.
Tentang Al-Jauzi, apakah yang Anda maksud Ibnul-Jauziy ?. Kalau memang beliau yang Anda maksud, maka beliau adalah seorang ulama hadits yang besar."
Ustadz, honestly, indah sekali. Keren banget. Tak terpikirkan buat saya cara menjawab seperti itu. Saya cinta Syaikh Al-Albani karena Allah dan aku akan lebih tidak peduli kalangan sufi ngomong apa... Komentar ustadz jadi pelajaran berharga buat saya. 
Semoga Allah selalu merahmati ustadz.
Anonim mengatakan...

Akhy Abu Jauza,

ada orang yang membantah pemahaman tentang kafirnya orang tua Rosululloh dengan mengartikan kata "aby" dan "ummy" dengan "paman" dan "bibi"-nya Nabi Muhammad. Penerapannya seperti: Si Fulan punya paman 'Abu Alan', nah Si Fulan memanggil pamannya dengan Aby?!?!?!
memang orang arab memanggil yang punya kun-yah "abu"/"ummu" dengan "aby"/"ummy", kok JANGGAL banget.
Oh ya, makanya saya tanyakan di sini karena dia beralasan bukan berdasarkan pemikirannya saja tapi dengan tameng Imam Suyuthi. 
Ini alamatnya:
http://warkopmbahlalar.com/kesalahpahaman-terhadap-sabda-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-bapakku-dan-bapakmu-di-dalam-neraka-hadits-muslim/
Anonim mengatakan...

Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka (Bag I) :

http://ibnu-alkatibiy.blogspot.tw/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan.html
Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka (Bag II) :
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.tw/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan_12.html
Wahhabi-salafi mendahului Allah dan Rasul-Nya dengan memvonis kedua orangtua Rasul Saw dalam neraka (Bag III). 
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.tw/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dan.html
Segeralah Taubat dari Aqidah Wahabi, sebelum terlambat masuk neraka :)
Anonim mengatakan...

tidak ada dalil shorih akan kekafiran Abdullah dan Aminah, namun tidak ada dalil shorih pula akan keimanan keduanya. kita sama-sama buta akan hal tersebut.

akan tetapi telah ada dalil shorih tentang masuk nerakanya kedua orang tua Nabi. dalil tentang masuk neraka ini lebih kuat daripada dalil tentang kekafiran. sepengetahuan saya, para ulama banyak yang memvonis takfir mu'ayyan terhadap seseorang, namun tidak ada satu pun ulama yang memvonis seseorang masuk neraka (kecuali berdasarkan Al Qur'an atau Al Hadits). banyak ulama yang berkata "Fulan kafir", tapi tidak ada satu pun yang berkata "Fulan masuk neraka".
mengapa demikian? hal ini karena kita bisa memastikan kekafirannya, namun tidak bisa memastikan akhir hidupnya. boleh jadi, tanpa kita ketahui, orang tersebut telah bertaubat dari kekafirannya dan mati dalam keislaman.
orang yang divonis kafir oleh Nabi, belum tentu dia masuk neraka, karena boleh jadi dia bertaubat setelah itu dan mati dalam islam.
sedangkan orang yang divonis masuk neraka oleh Nabi, maka jelas dia benar-benar masuk neraka, sekalipun ketika kita bersamanya, dia masih dalam keadaan islam.
orang awam mengatakan...

Assalamu'alaykum

[quote Anonim @ 6 Juli 2012 15:53]
"ada orang yang membantah pemahaman tentang kafirnya orang tua Rosululloh dengan mengartikan kata "aby" dan "ummy" dengan "paman" dan "bibi"-nya Nabi Muhammad."..
justeru saya malah bingung, apabila ada seseorang yang memanggil paman-nya dengan sebutan "ayah", sementara ayahnya masih ada, dan orang itu bukan anak asuh / anak angkat pamannya 
kemudian seorang bibi dipanggil dengan sebutan "ibu", padahal orang tersebut mengetahui dengan persis siapa ibunya. 
apakah itu semua termasuk kebiasaan2 bangsa arab ?
karena terus terang saya sendiri tidak tahu kebiasaan2 bangsa arab.
yang saya pahami, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
إن من أعظم الفرى أن يدَّعي الرجل إلى غير أبيه
[ رواه البخاري 3509]
"..salah satu kebohongan terbesar adalah menisbahkan diri kepada selain ayahnya.."
[riwayat al-Bukhariy 3509]
riwayat yang senada..
ليس من رجل ادعى لغير أبيه وهو يعلمه إلا كفر بالله
[ رواه البخاري 3508]
Lantas, bagaimana dengan orang yang ngaku-ngaku sebagai keturunan Rasulullah Shallallahu 'alihi wasallam, ngaku-ngaku Rasulullah sebagai bapaknya (nasab-nya sampai pada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam) ?
Wallohu ta'alaa a'lam
orang awam mengatakan...

To ; Anonim, 8 Juli 2012 20:45

Assalamu'alaykum.
[quote]
"Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka"
Segeralah Taubat dari Aqidah Wahabi, sebelum terlambat masuk neraka :)..
he he he ..lucunya antum, lalu bagaimana dengan Habib Mundzir al-Musawa yang mendahului Allah 'Azza wa Jalla di dalam menentukan takdir seseorang ? 
nih, saya nukilkan dari fans berat Habib Mundzir ~Semoga Allah memberkahinya, dan menunjuki beliau jalan yang lurus~
[quote]
ketika orang ramai minta agar Hb Umar maulakhela didoakan karena sakit, maka beliau tenagn tenang saja, dan berkata : Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat (??!), dan Hb Umar Maulakhela masih panjang usianya.. (???) benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat, dan Hb Umar maulakhela sembuh dan keluar dari opname.., itu beberapa tahun yg lalu.. [selesai kutipan]
eniwei, untuk lebih jelasnya, silahkan simak kisah-kisah ajaib lainnya di ;
#terus terang saya bingung, lantas apa bedanya Habaib dengan dukun "sakti" yang bisa meramal nasib seseorang .. (o_0' )?
وَٱللَّهُ ٱلْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Anonim 8 Juli 2012 20:45, 8 Juli 2012 20:45, dan 9 Juli 2012 09:39.......

Dalil akan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah sangat jelas. Dan saya sendiri bingung mengenai statement orang yang menganggapnya tidak jelas. 
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].
Apakah hadits ini tidak jelas ?. Bahkan sangat jelas, kecuali dilihat oleh orang yang buta. Ketika orang tersebut bertanya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang ayahnya (bukan pamannya), maka Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab bahwa ayah orang tersebut dan ayah beliau ada di neraka. Adalah logika aneh menganggap jawaban Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam itu terkait dengan status pamannya (Abu Thaalib), bukan ayahnya ('Abdullah). Mengapa ?. Karena jawaban beliau itu dikaitkan dengan status ayah orang yang bertanya. 
Oleh karenanya An-Nawawiy rahimahullah berkata :
فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء
“Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi “ [selesai].
Siapakah orang yang meninggal di atas kekafiran yang dimaksudkan oleh An-Nawawiy ?. Tentu saja ayah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan ayah orang yang bertanya kepada beliau. Jelas sekali, karena haditsnya memang berbicara tentang itu.
Anehnya, ada orang yang mendatangkan pemahaman bahasa alien dan mengatakan :
"Beliau berkomentar demikian bukan berarti berpendapat kedua orangtua nabi Saw di neraka. Jika beliau mengatakan demikian maka beliau akan mengatakannya secara jelas karena beliau juga pensyarah hadits Muslim.
Mereka terlalu memaksakan hujjah dengan mengatakan bahwa beliau juga berpendapat orangtua nabi Saw di neraka. Seandainya beliau berpendapat seperti itu, niscaya beliau akan memperjelas komentarnya, semisal :
فيه دليل على ان ابويه ماتا على الكفر فهما في النار
“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa kedua orangtua nabi Saw wafat dalam keadaan kafir dan masuk neraka “.
Namun beliau tidak mengatakannya. Maka komentar beliau sebenarnya ditujukan kepada ayah orang yang bertanya bukan pada ayah nabi Saw sendiri. Sedangkan beliau diam dan tidak berkomentar tentang ayah nabi Saw karena beliau paham bahwa menyakiti hati nabi Saw hukumnya haram dan tak ada perkara yang lebih menyakitkan hati Nabi Saw selain mengatakan kedua orantuanya di neraka" [selesai].
Saya yakin, seandainya ada orang yang sudah mengenal peradaban budaya bahasa manusia, akan mudah memahami perkataan An-Nawawiy. Tapi entahlah, mengapa perkataan An-Nawawiy itu dibuat sulit oleh orang-orang berpemahaman aneh ini.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Apalagi mengkais-kais pelemahan dari sisi sanad hadits dengan mengatakan :

Namun permasalahannya ada ketika Hammad menginjak usia lanjut. Dan para ulama ahli hadits sepakat bahwa ketika usia lanjut, hafalan Hammad mengalami gangguan. Bahkan dicurigai anak angkatnya melakukan penyisipan teks pada hadits-hadits Hammad. Beliau memang orang shalih yang ahli ibadah, namun dalam ilmu hadits untuk menjaga kemurniaan hadits-hadits Nabi Saw yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-Quran, haruslah benar-benar diperketat, sehingga para ulama membagi hadits-hadits dengan berbagai macam jenis dan hukumnya.
Oleh sebab itulah imam Baihaqi berkata :
حماد ساء حفظه في آخر عمره، فالحفاظ لا يحتجون بما يخالف فيه 
“ Hammad buruk hafalannya di akhir usianya, maka para ulama hadits tidak menjadikan hujjah dengan hadits Hammad yang terdapat kontradiksi di dalamnya“. (Syarh al-‘Ilal : 2/783)
Imam Abu Hathim berkata :
حماد ساء حفظه فى آخر عمره
“ Hammad buruk hafalannya di usia lanjutnya “ (Al-Jarh wa At-Ta’dil : 9/66)
Imam Az-Zaila’i berkata : 

لما طعن فى السن ساء حفظه. فالاحتياط أن لا يُحتج به فيما يخالف الثقات
“ Ketika Hammad berusia lanjut, hafalannya menjadi buruk, maka untuk lebih hati-hatinya hendaknya tidak menjadikannya sebagai hujjah pad hadits-haditsnya yang menyelisihi periwayat-periwayat tsiqah lainnya “ (Nashbu Ar-Rayah : 1/285)
Dan hadits riwayat Hammad ini mengenai ayahanda Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam menyelisihi dan kontradiksi dengan ayat-ayat al-quran dan hadits-hadits shahih lainnya. Karena tidak mungkin menolak nash-nash al-Quran yang lebih pasti ketsubutan dan dalalahnya dengan nash-nash hadits yang masih belum pasti kestubutan dan dalalahnya" [selesai].
Ulasan ini tidaklah bermanfaat sama sekali untuk menolong melemahkan sanad riwayat Al-Imaam Muslim di atas. Saya telah membuat sedikit perincian jawabannya di sini :
Syubuhaat tentang Perkataan Abu Haniifah
Adalah terlalu mengada-ada metode orang yang menafikkan teks perkataan Abu Haniifah dalam Al-Fiqhul-Akbar yang menyatakan :
ووالدا رسول الله مات على الكفر”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” [selesai].
Perkataan ini diklaim telah dimanipulasi. Dan biasa, orang-orang bingung ini melemparkan kekesalannya kepada 'Wahabiy' :
"Benarkah imam Abu Hanifah berkata demikian ? setelah dilakukan pengecekan, ternyata lagi-lagi mereka berbuat curang untuk memperkuat asumsi mereka dengan mendistorsi kalam imam Abu Hanifah tersebut"[selesai].
Perlu Anda ketahui, perkataan itu ada dalam kitab Al-Fiqhul-Akbar yang tersimpan dalam banyak perpustakaan orang-orang Hanafiyyah. Mulla 'Aliy Al-Qaariy pun menukilnya dalam kitab Adillatul-Mu'taqad Abi Haniifah. Juga dalam kitab fiqh madzhab Hanafiy yang berjudul Raddul-Mukhtaar juga dituliskan :
وَلَا يُنَافِي أَيْضًا مَا قَالَهُ الْإِمَامُ فِي الْفِقْهِ الْأَكْبَرِ مِنْ أَنَّ وَالِدَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاتَا عَلَى الْكُفْرِ
"Dan tidak pula pemanfikkan apa yang yang dikatakan Al-Imaam (Abu Haniifah) dalam Al-Fiqhul-Akbar yang menyatakan bahwa kedua orang tua beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kufur" [Raddul-Mukhtaar, 10/273].
Apakah 'mereka' yang telah melakukan kecurangan ini termasuk Al-Qaariy dan Ibnu 'Aabidiin yang keduanya termasuk ulama dan fuqahaa terkemuka madzhab Hanafiyyah ?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Syubhat Rujuknya Mullaa 'Aliy Al-Qaariy

Ini adalah alasan lain yang dipakai oleh orang-orang bingung tersebut untuk menguatkan alasannya :
"Memang pada awalnya beliau berpendapat seperti itu namun tiga tahun sebelum kewafatannya, beliau menarik kembali pendapatnya tersebut ketika menulis kitab Syarh Syifa’ Qadhi ‘Iyadh. Imam Ali Al-Qaari menegaskan bahwa pendapat mengenai keislaman kedua orang tua Nabi Muhammad Saw merupakan pendapat yang lebih kuat. Berikut teksnya :
وأبو طالب لم يصح إسلامه وأما إسلام أبويه ففيه أقوال، والأصح إسلامهما على ما اتفق عليه الأجلّة من الأمة، كما بيّنه السيوطي في رسائله الثلاث المؤلفة.أهـ
“ Dan Abu Thalib tidak sah keislamannya adapaun keislaman kedua orangtua Nabi Saw maka ada tiga pendapat dan yang palin shahih adalah bahwa kedua orangtua Nabi Saw muslim menurut kesepakatan para ulama besar sebagaimana dijelaskan As-Suyuthi dalam tiga risalah karyanya “. (Syarh Asy-Syifa, Ali Al-Qaari : 1/648)" [selesai].
Sikap kritisnya terhadap perkataan Abu Haniifah sebagaimana sebelumnya, mendadak menjadi melempem dalam menyikapi perkataan Mullaa ‘Aliy Al-Qaariy di atas. Apakah Anda tidak menyimak kejanggalan dalam perkataan di atas ?. Pertama, Al-Qaariy mengatakan bahwa permasalahan keislaman kedua orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ada tiga pendapat, namun kemudian di bagian kesimpulannya menukil kesepakatan ulama besar. Ini jelas bertentangan dengan logika perkataan, dan juga perkataan Al-Qaariy dalam kitab Adillatul-Mu’taqad :

وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق

”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihiijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7].
Saya merasa kesulitan untuk memahami ambigu klaim ijma’ ini. Awal dikatakan secara tegas bahwa ijma’ kalangan salaf adalah kekafiran kedua orang tua Nabi, namun di akhir hayatnya ijma’ ini dinisbatkan akan ketidakkafirannya.
Kedua,... justru ada perbedaan teks antara cetakan lama dengan cetakan baru Syarhusy-Syifaa’. Dalam edisi terbitan Al-Mathba’ah Al-Azhar Kairo, tahun 1327 H tertuliskan begini :
أبو طالب لم يصح إسلامه، وأما قول التلمساني وروى إسلام أمه بإسناد صحيح وروى إسلام أبوه فمردود عليه كما بينت هذه المسألة في رسالة مستقلة ردا على السيوطي في رسالته الثلاث
“...Abu Thaalib, maka tidak benar tentang pernyataan keislamannya. Adapun perkataan At-Tilmisaaniy, telah diriwayatkan tentang keislaman ibunya (Aminah) dengan sanad shahih, dan telah diriwayatkan tentang keislaman ayahnya (‘Abdullah); maka hal itu tertolak sebagaimana telah aku jelaskan permasalahan ini dalam satu risalah tersendiri sebagai bantahan terhadap As-Suyuuthiy dalam tiga risalahnya” [selesai].
Lihat :
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Dan kemudian dalam kitab Syarhusy-Syifaa’ terbitan Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, tertulis sebagaimana yang disebutkan oleh orang tersebut di atas. Saya pribadi tidak akan terburu-buru menyebutkan adanya perbedaan dua teks tadi merupakan buah karya pentahrifan orang-orang Shuufiy dan orang-orang yang ghulluw terhadap para habaaib. Namun perbedaan tersebut dapat ditarjih dengan melihat kecondongan-kecondongan yang ada. Dan yang benar – wallaahu a’lam - , perkataan Al-Qaariy dalam Syarhusy-Syifaa’ itu adalah yang ada pada terbitan Al-Azhar Mesir karena sesuai dengan perkataannya yang lain dalam Adillatul-Mu’taqad.

Syubhat Kedua Orang Tua Nabi Termasuk Ahlul-Fatrah
Di atas pun telah dijelaskan, tidak perlu diulang. An-Nawawiy rahimahullah pun telah menjelaskan :
فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء
“Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi “ [selesai].
Syubhat bahwa Hadits Ahad Tidak Dapat Dipergunakan Sebagai Hujjah dalam Masalah ‘Aqidah
Ini adalah syubhat usang kaum Mu’tazilah yang kemudian diwarisi sebagai Asyaa’irah. Dan inilah jurus simpanan terakhir jika alasan dan analisa ilmiah sudah tidak lagi dipunya. Al-Imam Asy-Syafi’i berkata :
ولو جاز لأحد من الناس أن يقول في علم الخاصة أحمع المسلمون قديما وحديثا على تثبيت خبر الواحد والانتهاء إليه بأنه لم يعلم من فقهاء المسلمين أحد إلا وقد ثبته جاز لي ولكن أقول لم أحفظ عن فقهاء المسلمين اختلفوا في تثبيت خبر الواحد.....
“Seandainya diperbolehkan bagi seseorang awam untuk mengatakan sesuatu dalam pembahasan ilmu khusus : ‘Kaum muslimin telah bersepakat dulu dan sekarang atas tetapnya khabar wahid (hadits ahad) dan berhenti di atasnya (yaitu menjadikannya hujjah)’; dimana ia tidak mengetahui seorangpun dari fuqahaa kaum muslimin yang menetapkannya, maka hal itu diperbolehkan menurutku. Akan tetapi aku katakan : “Tidaklah aku menghafal dari fuqahaa kaum muslimin bahwa mereka telah berselisih pendapat dalam penetapan khabar ahad…….” [Ar-Risalah oleh Imam Asy-Syafi’i, hal. 154; Maktabah Sahab].
فلا يجوز عندي عن عالم أن يثبت خبر واحد كثيرا ويحل به ويحرم ويرد مثله إلا من جهة أن يكون عنده حديث يخالفه أو يكون ما سمع من سمع منه أوثق عنده ممن حدثه خلافه أو يكون من حدثه ليس بحافظ أو يكون متهما عنده أو يتهم من فوقه ممن حدثه أو يكون الحديث محتملا معنيين فيتأول فيذهب إلى أحدهما دون الآخر
“Menurut pandanganku, tidak boleh bagi seorang ulama untuk menetapkan banyak hadits ahad, kemudian ia menghalalkan dan mengharamkan sesuai dengannya, akan tetapi ia juga menolak hadits sepertinya (dalam beberapa hal) kecuali jika ia memiliki hadits yang bertolak belakang dengannya akan lebih kuat atau orang yang riwayatnya diambil lebihtsiqah (terpercaya) baginya dari orang yang meriwayatkan kepadanya dengan riwayat yang berbeda, atau orang yang meriwayatkannya bukan hafidh (orang yang hafal hadits). Atau orang itu dicurigai/dituduh berdusta atau perawi yang di atasnya tertuduh (berdusta) atau karena hadits itu mengandung kemungkinan dua makna sehingga di-ta’wildan salah satu maknanya diambil”. [idem].
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ibnu ‘Abdil-Barr Al-Andalusy telah mengisyaratkan ijma’ tentang penerimaan dan pengamalan khabar/hadits ahad dalam semua permasalahan agama (termasuk aqidah dan hukum), dimana beliau berkata :

وكلهم يدين بخبر الواحد العدل في الاعتقادات ، ويعادي ويوالي عليها ، ويجعلها شرعاً وديناً في معتقده ، على ذلك جميع أهل السنة
“….Dan semuanya berpegang kepada satu riwayat satu orang yang adil dalam hal ‘aqidah; membela, mempertahankannya, serta menjadikannya sebagai syari’at dan agama. Seperti itu pula pendapat jama’ah Ahlus-Sunnah” [At-Tamhiid oleh Ibnu ‘Abdil-Barr 1/8].
وأجمع أهل العلم من أهل الفقه والأثر في جميع الأمصار فيما علمت على قبول خبر الواحد العدل وايجاب العمل به إذا ثبت ولم ينسخه غيره من أثر أو أجماع على هذا جميع الفقهاء في كل عصر من لدن الصحابة الى يومنا هذا الا الخوارج وطوائف من أهل البدع شرذمة لا تعد خلافا
“Telah ijma’ ahli ilmu dari ahli fiqh dan atsar di seluruh penjuru (negeri-negeri Islam) – sepanjang saya ketahui – untuk menerima hadits ahad (hadits riwayat satu orang) yang adil (shalih dan terpercaya). Begitu pula (telah ijma’) untuk wajib mengamalkannya, jika ia telah shahih dan tidak dinasakh (dihapus) oleh yang lainnya, baik dari atsar atau ijma’. Inilah prinsip seluruh fuqahaa di setiap negeri, sejak jaman shahabat hingga hari ini, kecuali Khawarij dan Ahli Bid’ah, yaitu sekelompok kecil yang (ketidaksepakatannya) tidak sebagai perbedaan pendapat” [idem 1/11].
Wallaahu a’lam.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

O iya, ada satu lagi hal penting yang terlewat. Orang yang anti Wahabiy ini juga mengkritik sanad riwayat Al-Imaam Muslim sebagai berikut :

"Setelah saya komparasikan ternyata para Imam Hadis seperti Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan al-Bayhaqi memang hanya melalui jalur Hammad dari Tsabit dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu. Hadis ini tidak diriwayatkan dengan jalur selain mereka.
Dalam periwayatan yang lebih tsiqah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ma’mar, tidak terdapat lafadz yang mengindikasikan bahwa orang tua Nabi Saw. termasuk ahli neraka. Adapun redaksinya adalah sebagai berikut.
إذا مررت بقبر كافر فبشره بالنار
“ Apabila kamu melewati kuburan orang kafir maka kabarkanlah dengan neraka.”
Dalam periwayatan ini, lebih dipercaya karena diriwyatakan dari Ma’mar. Oleh karena itulah imam Bukhari hanya mentakhrij hadits dari Ma’mar dan tidak mentakhrijnya dari Hammad. Dan tak ada satu pun para ulama ahli hadits yang mempermasalahkan Ma’mar. Maka seharusnya hadits periwayatan dari jalur Ma’mar lebih didahulukan ketimbang hadits periwayatan imam Muslim dari jalur Hammad"
Dan dikuatkan lagi dengan hadits yang telah ditakhrij oleh imam Baihaqi, Al-Bazzar dan At-Thabrani dari jalur Sa’ad bin Abi Waqqash, beliau berkata :
أنّ أعرابيًا أتى النبى صلّى الله عليه و سلّم فقال " يا رسول الله أين أبى .. ؟ " قال " فى النار " قال " فأين أبوك .. ؟ " قال " حيثما مررت بقبر كافر فبشّره بالنار " .
“ Bahwasanya ada seorang dusun arab dating kepada Nabi Saw dan bertanya “ Wahai Rasulullah di mana ayahku ? Rasulullah menjawab “ Di neraka “, Lalu orang dusun arab itu bertanya lagi “ Lalu di mana pula ayahmu ?, Maka Nabi Saw menjawab “ Sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “.
Dari riwayat-riwayat yang lebih tsiqah (terpercaya) ini, tidak menyebutkan ayah Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam di neraka. Tapi langsung menyebutkan “ Jika kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “. Maka seharusnya lebih dipegang dan diambil hadits-hadits ini ketimbang hadits riwayat imam Muslim dari jalur Hammad. Karena tidak mungkin menggabungkan (thariqah al-jam’i) di antara hadits jika salah satu haditsnya kontradiksi dengan nash-nash al-Quran. Maka dalam hal ini, hadits riwayat Ma'mar lebih kuat dan harus didahulukan. [selesai].
Saya pribadi tidak begitu paham apa yang ia komparasikan dan periksa. Dari yang saya ketahui, orang ini hanyalah taqlid terhadap perkataan As-Suyuuthiy. Bahkan kekeliruan orang ini hampir persis dengan kekeliruan As-Suyuuthiy. 
Banyak kekeliruan fatal yang terkandung dalam kalimat-kalimat di atas.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ma'mar secara umum memang perawi tsiqah. Namun memutlakkan bahwa ia lebih tsiqah dari Hammaad bin Salamah dalam semua riwayat adalah kekeliruan. Hammaad bin Salamah ini orang yang paling tsabt dalam riwayat Tsaabit Al-Bunaaniy. Ahmad bin Hanbal menegaskan riwayat Hammaad dari Tsaabit ini lebih kuat daripada Ma’mar :

حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر
“Hammaad bin Salamah lebih tsabt (kokoh) dalam hadits Tsaabit daripada Ma’mar” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/141; dan Tahdziibul-Kamaal, 7/259].
Itu yang pertama.
Yang kedua,.... jika dikatakan bahwa Hammaad bin Salamah telah diselisihi Ma'mar dalam periwayatan hadits ini, maka ini tidak benar. Sebab, riwayat Ma'mar yang ia maksud itu adalah riwayat dari Az-Zuhriy secara mursal sebagaimana diriwayatkan oleh 'Abdurrazzaaq dalam Mushannaf-nya no. 1968, sedangkan riwayat Hammaad itu berasal dari Tsaabit dari Anas. jadi bagaimana dikatakan ada penyelisihan ?.
Kalau ia ingin menguatkan riwayat Ma'mar, maka ia sebenarnya menguatkan riwayat yang lemah (karena mursal). Inikah yang disebut 'kuat' ?. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibraahiim bin Sa'd Al-Madaniy secara maushul. Akan tetapi riwayat Ma'mar dari Az-Zuhriy secara mursal ini lebih kuat daripada riwayat Ibraahiim dari Az-Zuhriy secara maushul (melalui perantaraan 'Aamir bin Sa'd, dari ayahnya, Sa'd bin Abi Waqqaash). Itulah yang dikatakan Ad-Daaruquthniy dalam Al-'Ilal. 
Kalau ia mengatakan bahwa riwayat Ma'mar itu dikuatkan oleh riwayat Al-Baihaqi, Al-Bazzar dan At-Thabrani dari jalur Sa’ad bin Abi Waqqash; ini tidak benar, karena riwayat ini porosnya ada pada Az-Zuhriy. Dan inilah letak perselisihannya (antara riwayat mursal dan maushul).
Intinya,... klaim penyelisihan di atas - yang mentaqlidi As-Suyuthiy tanpa kros cek - adalah tidak benar.
wallaahu a'lam.
Anonim mengatakan...

afwan ustadz, saya anonim 9 Juli 2012 09:39. maksud saya berkata tidak ada dalil shorih akan kekafiran Abdullah dan Aminah adalah karena hadits-hadits yang ada tidak menyebutkan lafadh "KAFIR" atau "MUSYRIK". hadits-hadits yang ada menyebutkan keduanya "MASUK NERAKA" tanpa ada keterangan apa sebab mereka masuk neraka.

bagi saya, dalil tentang MASUK NERAKA adalah lebih kuat daripada dalil tentang KEKAFIRAN untuk menetapkan bahwa orang tua Nabi masuk neraka atau mati dalam kekafiran. karena seandainya musuh wahabi itu menuntut hadits vonis KAFIR terhadap ayah dan ibu Nabi untuk menetapkan keduanya masuk neraka, maka hadits KEKAFIRAN ayah dan ibu Nabi itu tidak bisa dipakai untuk memvonis keduanya masuk neraka.
seseorang yang telah divonis kafir belum tentu bisa dan boleh divonis masuk neraka, karena boleh jadi dia bertaubat setelah itu dan mati dalam keadaan islam.
ini adalah untuk menjawab syubhat musuh wahabi, dimana mereka berkata bahwa harus dipastikan kekafirannya dulu sebelum dipastikan masuk neraka, sedangkan hadits-hadits yang ada tidak menyebut lafadh "KAFIR". sehingga menurut mereka, karena ketidakadaan vonis KAFIR terhadap Abdullah dan Aminah, maka tidak boleh memvonis mereka berdua masuk neraka
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ketika dimutlakkan dengan perkataan 'di neraka', maka pada asalnya ini kembalinya kepada orang kafir. Antum bisa lihat sendiri bagaimana pemahaman para ulama mengenai hal ini. Dan oleh karena itu, banyak orang-orang anti-Wahabiy yang memberikan bantahan bahwa ayah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam selamat dari neraka. Mengapa ? karena mereka tahu bahwa dhahir hadits menunjukkan bahwa ayah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir berdasarkan hadits Anas. Dan mengenai ibu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, telah jelas mengenai kekafirannya berdasarkan hadits Abu Hurairah yang disebutkan dalam artikel di atas.

Perkataan antum :
"seseorang yang telah divonis kafir belum tentu bisa dan boleh divonis masuk neraka, karena boleh jadi dia bertaubat setelah itu dan mati dalam keadaan islam" [selesai].
Ini adalah filsafat aneh. Ketika dikatakan seseorang itu kafir, tentu saja konsekuensinya tempat kembalinya adalah neraka. Kecuali jika ada qarinah kuat yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan bertaubat memeluk Islam. Pertanyaannya adalah : Adakah dalil yang menunjukkan demikian ? (dalam kasus hadits Anas tentu saja).
Menjawab syubhat bukanlah asal menjawab tanpa didasarkan kaedah-kaedah syar'iy dan penjelasan ulama.
wallaahul-musta'aan.
Anonim mengatakan...

oh...begitu yah?

apabila telah divonis masuk neraka, maka sudah bisa dipastikan kekafirannya.
adapun yang saya sangkakan sebelumnya adalah apabila telah divonis kekafirannya, maka belum bisa dipastikan masuk neraka.
karena sejauh ini saya sering membaca buku dan artikel, banyak ulama memvonis "fulan kafir", misalnya kepada Mirza Ghulam Ahmad, akan tetapi tidak/belum menemukan ada vonis ulama "fulan masuk neraka", sekalipun pada orang kafir.
untuk menambah wawasan, bolehkah saya ditunjukkan contohnya ustadz. syukron sebelumnya atas penjelasannya.
Rahmat - Malang
Anonim mengatakan...

oiya, ada tambahan pertanyaan.

ada sahabat Nabi yang ikut berperang. orang-orang mengira dia berhak masuk surga. akan tetapi Nabi memvonisnya sebagai penghuni neraka. akhirnya benarlah, sahabat itu bunuh diri karena tidak tahan menderita luka akibat berperang.
jika Nabi telah memutlakkan sahabat itu masuk neraka, apakah ini bisa dijadikan dalil bahwa dia KAFIR?
syukron sebelumnya ustadz
rahmat - malang
Anonim mengatakan...
jazakallah ustadz sudah menulis Rad 'alal majhuliin wal muqallidiin.. :)
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Mas Rahmat, coba anda perhatikan apa yang saya tulis : "Ketika dimutlakkan dengan perkataan 'di neraka', maka pada asalnya ini kembalinya kepada orang kafir". 

Antum paham dengan makna 'pada asalnya' ?. Ya, jika tidak terdapat qaarinah bahwa orang tersebut adalah orang Islam yang melakukan dosa-dosa yang tidak mengkafirkan, maka perkataan ' fin-naar' itu kembali pada orang kafir. Adapun beberapa nash yang menyebutkan pelaku kemaksiatan dari kalangan muslimin disebutkan tempatnya di neraka, maka itu keluar dari makna asal karena adanya qarinah yang kuat yang memalingkan dari makna asal. 
Saya tanya saja pada antum : Ada nggak qarinah yang menyatakan tentang keislaman kedua orang tua Nabi ?. Jika tidak ada, maka perkataan fin-naar itu kembali pada penunjukkan asalnya, yaitu ditujukan pada orang kafir.
Dan coba Anda sedikit pikirkan. Jika memang orang tua Nabi itu muslim atau minimal termasuk ahlul-fatrah yang diampuni kesalahannya, apa faedahnya mengatakan bahwa tempat kembali kedua orang tua beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam di neraka ? (jika maksudnya hanya 'sementara' saja, yang akhirnya dimasukkan ke surga). Coba pahami konteks haditsnya. 
Adapun perkataan ulama bahwa Fulan kafir, maka jika si Fulan itu masih hidup, maka benar perkataan antum bahwa ada kemungkinan bahwa Fulan itu bertaubat sehingga tidak dipastikan masuk neraka. Namun jika telah diketahui si Fulan itu mati dalam kekafiran, maka sudah barang tentu konsekuensinya masuk ke dalama neraka. Ini adalah dasar-dasar 'aqidah yang harus diketahui oleh setiap muslim. Jika antum belum mengetahuinya, maka ada baiknya antum pelajari ilmu 'aqidah secara lebih serius.
wallaahu a'lam.
Anonim mengatakan...

wah, mantap sekali...syukron ustadz atas penjelasannya. menambah ilmu dan wawasan saya.

namun saya bukannya mengingkari bahwa apabila orang kafir telah meninggal dan meninggalnya telah dipastikan dalam kekafiran, maka bisa dipastikan tempatnya adalah neraka.
namun yang saya maksud adalah, apabila kita telah memastikan kekafirannya, namun tidak mengetahui bagaimana akhir hidupnya. jadi kita tidak tahu apakah dia sudah bertaubat atau belum sebelum dia meninggal.
misalnya tahun 2010 lalu kita bertemu dengan dia dalam keadaan kafir. kemudian lama tak bertemu dan tak terdengar kabarnya, tahu-tahu sekarang kita mendengar kabar bahwa dia telah meninggal.
anyway, syukron sekali lagi atas penjelasannya yang akurat
rahmat - malang
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Antum katakan :

"namun saya bukannya mengingkari bahwa apabila orang kafir telah meninggal dan meninggalnya telah dipastikan dalam kekafiran, maka bisa dipastikan tempatnya adalah neraka.
namun yang saya maksud adalah, apabila kita telah memastikan kekafirannya, namun tidak mengetahui bagaimana akhir hidupnya. jadi kita tidak tahu apakah dia sudah bertaubat atau belum sebelum dia meninggal" [selesai].
Nah,... itu di atas kok mencontohkan Mirza Ghulam Ahmad ?. Padahal sudah diketahui dia itu mati di atas 'aqidah kafirnya. Tentu saja, neraka adalah tempat kembalinya. Ini hukum dunia yang wajib kita katakan kepada setiap orang kafir yang meninggal di atas kekafirannya.
Sekarang antum mengatakan dengan contoh kasus orang kafir yang ditemui tahun 2010. Saya kira antum pun sudah tahu jawabannya - jika antum sudah paham basic pemahaman 'aqidah tentang iman dan kufur.
Jika sudah lama gak ketemu, ya tinggal ditanyakan saja kepada rekan dan handai taulannya : apakah ia mati dalam keadaan memeluk Islam atau kafir. Kalau kafir, tempat kembalinya neraka, kalau muslim tempat kembalinya adalah surga (walau mungkin akan mampir dulu ke neraka). Mudah sebenarnya.
Kalau misalnya gak ada yang tahu keadaan bagaimana ia meninggal, ya antum boleh menghukumi sejauh pengetahuan antum saja, yaitu terakhir bertemu ia memeluk keyakinan kafir. Itu saja sudah cukup.
Anonim mengatakan...

ustadz, ana terkena syubhat dari blognya al-katibi, dan antum sudah menjawabnya.

karena mengutip perkataan ulama seperti abu hanifah, dll.
syukron ustadz, ane dapat kesimpulan penting "Intinya harus banyak menuntut ilmu"
Syukron,
Semoga Allah menambah ilmu antum, menjaga antum di dunia dan di akhirat.
Amiin
Ibnu Abi Irfan mengatakan...

benar-benar mengherankan mereka itu...

dengan alasan agar tidak menyakiti hati Nabi dan tidak membuat Nabi bersedih, mereka mengingkari kafirnya kedua orang tua Nabi.
bukankah Nabi juga sangat bersedih ketika mengetahui paman beliau, Abu Thalib meninggal dalam keadaan kafir? lantas, apakah dengan alasan agar tidak menyakiti hati Nabi dan tidak membuat Nabi bersedih, mereka juga akan mengingkari kafirnya Abu Thalib?
begitu pula hadits di atas. orang yang bertanya kepada Nabi tentang keadaan ayahnya, kemudian dijawab oleh Nabi bahwa ayahnya di neraka, orang itu pun sangat sedih. akan tetapi untuk menghibur kesedihan orang itu, Nabi tidak meralat sabdanya.
Irfan mengatakan...

Ustadz,

Tentang bagian ini:
Misalnya, Al-Imam Muslim memasukkannya dalam Bab [بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين] “Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan ia akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan”
Apakah Imam Muslim yang membuat judul bab dalam shahih muslim atau pensyarahnya (imam nawawi)?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Imam Muslim.
Irfan mengatakan...

Saya baca di sini:

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=222684
13. التبويبات التي على صحيح مسلم ليست من مسلم ، وإنما من الشراح لذا نجدها مختلفة .
Tapi memang tidak dijelaskan dengan rinci sumber perkataannya. Karenanya saya mau konfirmasi kebenaran perihal ini.

Irfan
Irfan mengatakan...

Kalau lihat diskusi di sini, sepertinya judul bab dalam shahih Muslim bukan berasal dari Imam Muslim.

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=5915
wallahu a'lam.
Anonim mengatakan...

Salam ustaz, ada yang berpendapat Abu Talib adalah muslim dan asbab an-Nuzul surah at-Taubah itu keliru kerna Abu Talib wafat sebelum hijrah dan surah itu surah madaniyah

Mohon komentar ustaz
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Tentang kafirnya Abu Thaalib adalah sudah pasti. Tidak perlu digubris pendapat yang lainnya. Baca :

Sis Wanto mengatakan...

maksud antum apa

membuat resah umat
rvstam mengatakan...

Pendapat ulama selaiun Al Albani dan Al Jauzi ada gak stadz.. ??

Oiya.. masalah sufi.. bukannya Imam Syafi'i rohimahullah mengatakan jadilah Ahli Fiqh dan Ahli Sufi, jangan jadi salah satu diantaranya..
Kok redaksi jadilah ahli sufinya bisa simsalabim hilang ya stadz.. 
Syukron.. :)
Anonim mengatakan...

Setidaknya ada 6 ulama lain yang disebutkan dalam artikel diatas selain Imam Al Albani dan Ibnul Jauzi rahimakumullah.. apakah segitu sulitnya membaca dan menghitung ??

Dan juga dijelaskan ada nukilan ijma.. Tapi memang buat sebagian muslim jaman sekarang ijma hampir tidak berarti apa2..
Dijaman sekarang sangat penting sekali membahas dan mendiseminasi ilmu2 yang "sensitif" seperti ini dan yang lain.. Karena maraknya shubuhat dari kalangan non-muslim yang selalu menyerang islam dari berbagai sisi.. Satu2nya alat perang kita adalah ilmu, sehingga kita tahu dalil, kenapa begini-kenapa begitu tidak sedikit2 kaget sedikit2 resah..
Apakah kekafiran kedua orang tua Nabi 'alayhi sholatu was salam berdampak pada Islam ?? Bahkan Istri dan salah seorang anak Nabi Nuh 'alayhis salam adalah orang kafir, Ayah Nabi Ibrahim juga orang kafir.. Kenapa ga resah juga ??
rvstam mengatakan...

Apakah ulama Ahlussunnah wal jama'ah hanya sebatas 6 orang itu..?? :)

Nabi-nabi sebelumnya diturunkan untuk kaumnya masing-masing.. berbeda dengan Sayyidina Rosulillah Sholallahu'alaihi wasalam yang sebagai Nabi penutup bagi semua manusia diseluruh bumi ini hingga kiamat.
anda mengqiyaskan Orang Tua Rosulullah dengan anak Nabi Nuh alaihi salam, ayah Nabi Ibrohim alaihi salam.. apa anda tidak bisa membedakan..??
Orang tua Sayyidina Rosulillah meninggal apakah sudah sampai risalah kepada mereka..? Apakah sudah sampai dakwah Rosulullah kepada mereka..?? :)
Jika menggunakan kerangka berpikir anda adalah aka terbentuk analogi bahwa ummat sebelum Rosulullah itu adalah Kafir.. :)
Dan satu lagi.. Jikalau.. walaupun.. seandainya.. Orang Tua anda yang bukan seorang Muslim atau belum sampai risalah dari Rosulullah Sholallhu'alaihi wasalam.. apakah akan dengan LANTANG anda akan mengatakan mereka sedang disiksa dalam kubur dan neraka kelak.. tanpa sedikitpun berdoa memohon ampunan untuk mereka..??
عن أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قال يا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أبي قال في النَّارِ فلما قفي دَعَاهُ فقال إِنَّ أبي وَأَبَاكَ في النَّارِ

Jika anda menafsirkan hadits tersebut secara serampangan maka anda akan terjerumus dan bertentangan dengan mayoritas ulama. Lalu bagaimana dengan kaidahnya..??
ومتى خالف خبر الاحاد نص القران او اجماعا وجب ترك ظاهره
lalu ini juga
قال الكرماني : ليعلم انما هو اي – خبر الاحاد – في العمليات لا في الاعتقاد
dan ini Syaikhul Ibn Taimiyah
ان هذا من خبر الاحاد فكيف يثبت به اصل الدين اللذي لا يصح لايمان الا به
Lalu bertentangan dengan Al Qur'an
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
dan
وما ارسلنا اليهم قبلك من نذير
Juga bertentangan dengan Hadits
الهالك في الفترة يقول : ربي لم يأتني كتاب ولا رسول. ثم قرأ هذه الاية ” ربنا لولا ارسلت الينا رسولا فنتبع اياتك ونكون من المؤمنين
(Isnadnya Jayyid)
hadits ini juga
لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات
Ini aja dulu.. :)
Ibnu Abi Irfan mengatakan...

sabda Rosululloh itu pada dasarnya bukan dari logika dan hawa nafsu Rosululloh sendiri, melainkan wahyu dari Alloh. ketika beliau mengabarkan seseorang masuk surga atau masuk neraka, apakah antum tidak berfikir bahwa tidak mungkin Rosululloh akan mengatakannya kecuali telah ada wahyu turun dari Alloh?

seandainya ana mempunyai orang tua yang kafir, ana memang tidak LANTANG meneriakkan kekafiran orang tua ana. akan tetapi bukan berarti karena tidak berani LANTANG meneriakkan kekafiran mereka terus lantas ana tidak melakukan TAKFIR mereka sama sekali. sama juga seperti Rosululloh. beliau juga tidak meneriakkan kekafiran orang tuanya dengan LANTANG. beliau mengatakan kekafiran kedua orang tuanya hanya dalam rangka menghibur sahabat yang mempunyai nasib yang sama dengan beliau.
Ibnu Abi Irfan mengatakan...

jangan jadikan KETIDAK-ADAAN hadits tentang keadaan orang tua Nabi semasa hidupnya (apakah beriman pada Alloh atau menyembah berhala) sebagai dalil untuk menolak hadits masuk neraka orang tua Nabi.

justru sebaliknya, jadikanlah hadits tentang masuk neraka orang tua Nabi itu sebagai dalil yang menjelaskan keadaan mereka semasa hidupnya, yaitu kafir kepada Alloh.
rvstam mengatakan...

Sudah ana jelaskan kaidahnya diatas..

Itu aja dulu.. :)
Anonim mengatakan...

@rvstam

antum ini bgaimana.. Jangan asal nulis kaidah tapi ga baca artikel.. diatas kan ada ijma'.. ada banyak hadistnya dan aqwal ulama pula.. Antum runtuhkan dulu ini semua baru kita bahas.. Minimal ijma' salaf, monggo diruntuhkan dulu klaim itu.. percuma juga kalo 1000 ulama kholaf bilang B tetapi ijma' bilang A.. 1000 atau 10000 tidak ada artinya..
Yang kedua, antum ini bagaimana (lagi).. kan Rasul salallahu'alayhi wasallam sudah memohon ijin utk mendoakan ibunya tapi ditolak.. kok antum malah mau mendoakan mereka ?? Dapet ijin dari siapa antum ??
Sebenarnya komentar antum sudah dibahas di komentar2 sebelumnya.. jadi baca dulu sebelum komen.. Itu aja dulu.. malas soalnya cyclic saja.. hehe
Ibnu Abi Irfan mengatakan...

afwan yaa akhi rvstam...

kaidah yang mana yang antum maksud?
kaidah itu buatan siapa?
buatan antum sendiri atau buatan ulama ahlus sunnah?

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Izinkan share artikel-artikel di blog ini, terima kasih.
A.JML mengatakan...

Ust. Pada tulisan penjelasan imam muslim dalam bab kitabnya, pd kata syafa'at kurang kata TIDAK. Harusnya ia TIDAK memperoleh syafaat. 

Maaf jk keliru.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
terima kasih atas masukannya. Telah saya tambahkan kata 'tidak'. Jazaakallaahu khairan.
Anonim mengatakan...

Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu cukup banyak, antara lain berdasarkan Firman Allah subahanahu wa ta’ala :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬ (١٥)
Artinya : Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul
(Surah al Isra’ ayat 15)
ذَٲلِكَ أَن لَّمۡ يَكُن رَّبُّكَ مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٍ۬ وَأَهۡلُهَا غَـٰفِلُونَ (
١٣١)
Artinya : Yang demikian itu adalah kerana Tuhanmu tidaklah
membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan
yang lengah (maksudnya : penduduk suatu kota tidak akan diazab sebelum
diutuskan seorang Rasul yang akan memberikan peringatan kepada mereka.)
(Surah al An’am ayat 131)
وَمَآ أَهۡلَكۡنَا مِن قَرۡيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنذِرُونَ (٢٠٨)
Artinya : Dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.
(Surah Asy Syu’ara ayat 208)
Al-Qunduzi juga meriwayatkan dalam bab-2 kitab abkaru al afkar,
karya syeihk salahudin bin zainuddin yg terkenal dengan sebutan ibnu
shalah, dan juga lihat pada al-kibritu al-ahmar karya sheikh Abdul kadir
dengan riwayat yg sama dari jabir. ( dalam hadist yg panjang ) yaitu
berbunyi:
dari jabir bin Abdullah al-anshori. saya bertanya kepada Rasulullah tentang yg pertama sekali diciptakan Allah.Rasulullah bersabda : ia adalah cahaya nabimu wahai jabir……..Beginilah Allah memindahkan cahayakudari orang baik-baik keorang baik-baik lainnya. dan dari orang yg suci
keorang suci lainnya, Sehingga sampailah kepada ABDUL MUTHALIB.Dan dari
dialah Allah memindahkan pada ibuku AMINAH kemudian dia mengeluarkanku
kedunia dan menjadikan aku orang yg paling muliadiantara para rasul yg
diutus kepada seluruh alam dan menjadi pempinan yg berwibawa serta
kharismatik. begitulah awal penciptaan nabimu wahai jabir
aldy ansyah mengatakan...

pokoknya yang simple aja dan gk usah neko2 imani sj rosulullah itu dri keturan suci mulai dari nabi adam sampai padanya bahkan 

ada pendapat nabi itu 'ainu dzat , sirrudzdzat,dan sirrul maujudzaat
kalo masih mau debat moggo ane tunggu di facebook : ni alamatnya :saya.8os atau twitter : twiterMadura
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Saya pun berpikir jauh lebih simpel daripada Anda, yaitu : mengimani apa yang terdapat dalam nash. Gampang bukan ?. 

Keimanan itu didasarkan oleh dalil, bukan pepesan kosong.
younedi edi mengatakan...

abu jauza (semoga Allah melaknatmu):

Saya tidak berpikir untuk melakukan kebohongan publik, 
jawab
saya mau tanya sejak kapan orang salafi-wahabi jujur dalam berdalil 
sejak kapan orang salafi-wahabi itu pintar dan dapat mengunakan akalnya dengan baik ? 
sejak kapan orang salafi-wahabi memahami Al-quran dan hadist dengan benar ?
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
padahal yang saya tulis adalah fakta yang sangat mudah ditemukan di kitab2 ulama. Sebaliknya, tulisan yang berseberangan dengan di atas banyak bersandar pada kitab As-Suyuthiy yang banyak 
bersandar pada hadits lemah (bahkan palsu) dan hadits2 yang tidak sharih dilalahnya.
jawab
anda bisa membedakan mana FAKTA MANA TULISAN ? KALO INI SAJA ANDA TIDAK BISA MEMBEDAKAN BAGAIMANA ANDA BISA MENGAMBIL DALIL SGN BENAR !!!
saya mau tanya mana fakta yg menyebut ibu nabi saw menyembah berhala ? sehingga dia termasuk org kafir atau musryik ? MEMANG PARAH LOGIKA NASHIBI YG SATU INI...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Kalau Anda merasa tidak puas, silakan buat blog sendiri.
JAWAB :
apa hubungannya ketidak puasan orang dengan buat bloq ? etika dan kejujuran antum yg harus diperbaiki dalam berdialoq dengan menampilkan coment orang apa adanya. 
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Blog ini bukan blog sampah yang mewajibkan saya menampilkan semua komentar berkualitas apkiran. Sayangnya, komentar Anda salah satu di antaranya. Maaf.
jawab
kalo bukan ini adalah bloq SAMPAH lalu apa namanya ? anda disini membuka bloq diskusi bukan pemungutan suara. Dimana kalo ada hujjah org yg berlawanan/ mematahkan argumentasimu maka tidak dimuat tp yg mendukungmu sekalipun nyata2 orang bodoh, jahil bahkan mungkin org gila sekalipun antum muat.
younedi edi mengatakan...

24 Mei 2013 15.45

Abu Al-Jauzaa'
Tentang kafirnya Abu Thaalib adalah sudah pasti. Tidak perlu digubris pendapat yang lainnya. Baca :
Beberapa Riwayat tentang Kafirnya Abu Thaalib dan Pastinya Ia Masuk Neraka Jahannam.
jawab
astaqfirullah al azim
berani betul antum ini kalo ngomong. pake kata memastikan lagi. memang kau ini murni 100% nashibi. Apa kapasitasmu dalam ilmu hadist, sudah kau kuasai 15 cabang ilmu syarat seseorang bisa menfsirkan Al-Quran atau hadist. (semoga laknat Allah menimpamu). 
memang betul2 goblok dan dunggu antum ini. sudah BODOH, JAHIL lagi 
kau itu jangan terlalu banyak kombur, menyebar fitnah. nanti kalo ditantang berdiskusi sembunyi seperti perempuan tak berani menghadapi orang yg berilmu. LEBIH BAIK KAU PAKE ROK SAJA MULAI SEKARANG. 
saya tantang antum berdiskusi dibloq salafi-wahabi sendiri, tentang kafirnya paman nabi saw abu thalib dan ortu nabi saw. disini 
http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/27/benarkah-abu-thalib-muslim-koreksi-atas-ketergelinciran-dewa-gilang-473577.html
atau disini 
http://blumewahabi.wordpress.com/2007/05/05/islamkah-abu-thalib/
kedua sinashibi ini (penulis bloq) sudah kehabisan hujjah siapa tahu antum bisa membantu mereka.
Demi Allah yg jiwaku dalam genggamanNYA jika antum bisa membuktikan dengan dalil yg qothi bahwa abu thalib dan ortu nabi saw adalah manusia kafir/musryik maka saya beri antum hadiah 40 juta rupiah. Dan jika ana melangarnya maka ana ikhlas laknat Allah menimpa saya baik didunia maupun diakhirat kelak.
jangan lupa pangil syeikh2 antum yg berilmu tsb kebloq salafi-wahabi yg ana referensikan. 
karena melihat tulisanmu itu dan dalil yg kau gunakan, maka dengan berat hati ana katakan : "ANTUM BUKAN LAWAN YG SEBANDING BUAT ANA. PAHAM"
ANA TUNGGU MULUTMU YG BESAR ITU DIBLOQ TERSEBUT. 

SALAM
Younedi
younedi edi mengatakan...

“ cukuplah seseorang dianggap PENDUSTA jika dia berkata berdasarkan apa yg dia dengar dari telinganya”

Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]

semoga menjadi renungan bagi orang yg berakal.....tp ana sangsikan buat pengikut salafi-wahabi yg taqlid dgn ibnu taimiyah, abdul wahab dan syeikh2 disaudi yg nashibi ini
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ngomong apa si Anda ini ?. Kok gak jelas, dan sepertinya masih asing dengan budaya manusia dan intelektualitas. Kalau Anda membawa paham Yahudi (Syi'ah Raafidlah), ngaku saja..... Kok pake membonceng kata 'Nashibiy' segala terhadap pendapat kafirnya Abu Thaalib. Trik Anda sudah terlalu usang.

Yang mengatakan kafirnya Abu Thaalib adalah Ahlus-Sunnah dan yang mengatakan Islamnya Abu Thaalib itu Syi'ah Raafidlah. Pemisahan pendapat itu sudah sejak lama, sebelum Anda, bapak ibu Anda, kakek nenek Anda, atau bahkan Ibnu Taimiyyah dilahirkan.
Harap diketahui saja, saya tidak butuh menang debat dengan Anda atau rekan-rekan Anda. Dan saya pun - alhamdulillah - sudah terlalu cukup untuk menerima hadiah recehan 40 juta Anda jika menang debat dengan Anda. 
Jangan berceramah soal dusta di blog ini, karena spesies Syi'ah Raafidlah justru kesohor di kolong langit karena dustanya (baca ini dan ini). Saya merasa cukup berakal dengan mengikuti sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang shahihah, sesuatu yang oleh kaum Syi'ah Raafidlah ini diinjak-injak. Saya merasa terpuji dengan celaan Anda karena mengikuti sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Jadi, jangan pernah berpikir saya terserang migrain karena omong kosong Anda di atas. OK ?.
Tommi Marsetio mengatakan...
Sungguh kasihan yang diatasnya Abul Jauzaa'
Anonim mengatakan...
Semoga Allah menjaga dan merahmati yg diatasnya Tommi Marsetio.
younedi edi mengatakan...

abu jauza (semoga Allah melaknatmu):

Ngomong apa si Anda ini ?
jawab
ngomong ttg orang2 yg penakut, pendusta dan penyebar fitnah seperti antum. PAHAM
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
. Kok gak jelas,
jawab
ahhhh....masa...jgn pura2 bego ah...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
dan sepertinya masih asing dengan budaya manusia dan intelektualitas. 
jawab.
emang antum punya intelektualiats. ana ngak peracya.
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Kalau Anda membawa paham Yahudi (Syi'ah Raafidlah), ngaku saja..... 
jawab
bagaimana sy mau ngaku wong...ketemu sama org syiah atau yahudi walaupun cuma 1 org sy belum pernah...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Kok pake membonceng kata 'Nashibiy' segala terhadap pendapat kafirnya Abu Thaalib. 
jawab
emang kenapa...? MASALAH BUAT LO...HEHEHEH
itu memang fakta bro bahwa org yg mengembar gemborkan abu thalib dan ortu nabi saw mati dalam keadaan kafir memang orang2 nashibi (pembenci keluarga nabi saw)
makanya anda sy undang keboq tsb.
younedi edi mengatakan...

hadist ttg ortu nabi yg mati dlm keadaan kafir bertentangan dengan hadist shahih dan kitab pedoman umat islam yaitu Al-Quran. banyak ayat yg menulis ttg keutamaan ortu nabi saw (ahlulbit). anda saja yg jarang buka Al-quran.

khusus hadist bukhari dan muslim yg menyatakan abu thalib mati dalam keadaan kafir, itu adalah HADIST PALSU ALIAS BATHIL bro. (baca: MITOS salafi-wahabi menyatakan "kitab bukhari muslim adalah kitab tershahih setelah Al-Quran dan semua sahabat nabi saw adil, jujur dan paling taat pada Allah dan RasulNYA adalah pepesan kosong) 
kalo mau jelasnya silahkan antum kebloq salafi-wahabi yg saya referensikan
kan...itu bloq konco...konco ente yg nashibi...kenapa mesti takut bro ? TAKUT KETAHUAN YA....KEBODOHAN DAN boongnya.....AYO...NGAKU...AYO...NGAKU..HEHEHEHEHEH
younedi edi mengatakan...

abu al-jauza (semoga Allah melaknatmu):

Trik Anda sudah terlalu usang.
jawab.
bukan trik ana yg sudah usang tapi KAPASITAS ILMUMU YG MASIH RENDAH + KENASHIBIANMU + KETAQLIDAN BUTAMU PD SYEIKH2MU DISAUDI. 
kalo memang antum benar dan berada dalam kebenaran kenapa antum takut membantah hujjah ana tsb. 
kebenaran model apa yg antum pake. memberi jawaban yg relefan, mengatakan yahudi, syiah rafudhah dll.
kalo cuma berani dikandang itu bukan seorang muslim yg baik. kalo cuma menumpahkan pikiran sesat dan dangkal dengan membuat suatu bloq semua org juga bisa. bahkan anak yg baru lulus SD saja mampu bro. 
apa susahnya buat bloq lalu masukan pikiran2mu yg sesat dan dangkal itu.tingal comot ayat ini dan itu hadist ini dn itu. GAMPANGKAN
ketika ada org yg membantah dgn dalil kuat tidak usah ditampilkan komentnya (delete). lalu tampilkan yg bisa dijawab DENGAN MUDAH. seperti yg kau lakukan sehari-hari. MUDAHKAN..
itulah kalo akal dan pikiran sdh teracuni dgn taqlid buta sheikh2mu tsb. mau berapa puluh nasehat tdk akan mempan belasan ayat akan mental dan tak berguna. antum sdh buta dgn ayat2 Allah
younedi edi mengatakan...

Apakah antum tdk berfikir dengan menyebut ortu nabi saw mati dlm keadaan kafir atau musryik berarti antum bodoh dan sombong !! tahu kenapa ? 

Al-Quran mengatakan org muslim kedudukannya jauh lebih baik dari org kafir/musryik
artinya Dengan berkata seperti itu antum menganggap orang tuamu atau ibu dan ayahmu jauh lebih baik kedudukannya disisi Allah ketimbang ortu nabi saw. nasab antum jauh lebih baik dari nasab nabi saw, karena ortu antum adalah seorang muslim sedangkan ortu nabi saw adalah kafir atau musryik.
MASUK DIOTAKMU LOGIKA SEPERTI ITU. COBALAH KAU PIKIRKAN DALAM2. JGN ASBUN SAJA. parah....parah.....parah logika sinashibi ini....
note; itulah kalo akal antum sudah dinon aktifkan atau lama sudah tak terpake kalo antum tak pnya ilmu jgn malu kasih tahu ustad2 dan syeikh2 antum. daripada antum bakal malu dibloq tersebut.SEKALI LAGI ANA TUNGGU COMENT ANTUM DAN JANGAN PAKE NAMA SAMARAN. 
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Saya sudah punya banyak jam terbang berdebat dengan orang. Dari pengalaman tersebut, saya jadi punya kesimpulan bahwa sepintar apapun orang, saya masih punya kans untuk menang debat. Hanya satu jenis orang saja yang tidak pernah mampu saya tundukkan, yaitu orang bodoh. Puluhan referensi saya gunakan, tetap saja tidak berguna. Tumpul. Berkaca dari pengalaman itu, mohon maaf jika saya tidak menerima undangan debat Anda. Saya minder dan keder, karena saya sudah pasti cepat mengibarkan bendera putih kepada Anda dan Pemirsa. Jadi simpanlah, uang hadiah Anda, barangkali nanti ada orang semisal Anda yang dapat meladeni debat Anda dan mendapatkan recehan 40 juta itu.

[Atau barangkali Anda memang tidak punya uang receh 40 juta itu sehingga sudah yakin saya tidak mampu menang debat dengan Anda ?].
'Terima kasih' pula atas doa laknatnya. 
Saya punya pengalaman yang semisal ketika disumpah-serapahi oleh seorang wanita penderita schizophrenia ketika masih duduk di bangku kuliah dulu. Dan memang, hampir semua orang, mulai mahasiswa hingga guru besar yang berinteraksi dengannya, pernah mengalami hal yang serupa dengan saya. Mau marah bagaimana, lha wong sarafnya sedang mengalami kerusakan. Ia hanya akan diam jika dibawakan pentungan atau disiram air panas. Tapi memperlakukannya demikian bukanlah budaya manusia bermartabat.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh" [QS. Al-A'raaf : 199].
NB : Komentar Anda cukup menghibur kejenuhan saya. Terima kasih atas lawakannya (atau jangan-jangan Anda salah satu anggota Srimulat yang sedang menyamar ?).
Anonim mengatakan...

Alhamdulillah, 

Saya bersyukur bahwasanya ustadz abul jauzaa tidak terpancing emosi dan berjiwa besar memaafkan kekasaran saudara younedi edi.
Dari koment2 beliau yang emosional & kurang ilmiah saya kurang tau apakah beliau muslim, yang saya khawatirkan beliau hanya menyamar sbagai muslim dan berusaha merusak dari dalam. 
Smoga Allah ta'ala memberi petunjuk jalan yang haq kpd kita smua.
Baarokallhu Fiykum.
Abdur ro'uf.
Anonim mengatakan...
younedi: sesama muslim kok melaknat, oh iya mungkin dia syiah yang lagi taqiyyah.
eM Y D mengatakan...

Jikalau ada komentar selevel Younedi mohon abaikan saja tadz, bukan level antum untuk meladeni orang-orang semodel itu.

Kalimat gemar melaknat dan gemar melontarkan syubhat mengenai keshahihan Bukhori-Muslim sudah menjadi ciri Khas Nashibi Syi'i Rafidhi yang masih satu ordo dengan Yahudi.
Pendusta/Taqiyers di mana-mana memang tidak punya rasa malu!
Anonim mengatakan...

sy sih org awam, cuma mau ngungkapin pendapat ane aja.

koq si juned nyalahin Ulama Saudi, Jujur sy lenih percaya ama Ulama Saudi, karena ISLAM turunnya di SAUDI siapa yg lebih paham dengan perkataan dan bahasa Arab selain orang Arab itu sendiri (sekaum dengan Rasulullah).
ntar Imam Mahdi keluar dari madinah, dan akan diikuti oleh pemuda pemuda terbaik, yg berasal dari Madinah. 
so, what ever you say juned, gw sih tetap ikutin rujukan Ulama Saudi dan murid-muridnya serta yang mengambil ilmu dari pada mereka.
Anonim mengatakan...

Barakallahu fiikum ustadz

Nampak benar siapa yang berpikiran menyimpang, kasar dalam bertutur dan tak beradab.
Mereka menuduh kita menghinakan Nabi, padahal kita hanya meninggikan sabda beliau dan membenarkan perkataannya. Sementara mereka dengan dalih memuliakan orang tua Rasulullah, kemudian mencampakkan khabar dari beliau.
Jazaakumullah ustadz, tulisan ini sangat bermanfaat.
Iyan junho mengatakan...
younedi itu adalah tentara iblis yang menyamar sebagai orang islam,,,dari perkataannya saja sudah kebaca bahwa si iblis ini lagi merusak agama dan menghasut sesama orang islam ditambah sombong lagi memamerkan kecerdasan pengetahuan dan menawarkan hadiah 40 juta...perlu anda ketahui bahwa iblis di laknat ALLAH karena kesombongannya...solusi saya adalah younedi itu perlu di ruqyah deh supaya iblis iblis yang ada didalam tubuhnya pada keluar.
Wajah Baroe mengatakan...

ko Aneh mengapa Riwayat Imam Muslim ini ngga di munculin... tadz...

إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak2 Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak2 Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada Bani Hasyim. Rowahu Muslim
Coba tadz di pikir, jangan pakai dengkul, apakah mungkin Allah mensucikan mereka, dari generasi ke generasi, sementara mereka adalah orang2 kafir--termasuk orang tua nabi???
Trus Ayat ini juga ngga di munculin juga
إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً
trus pernyataan ustadz..yg katanya 
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah berkata dalam Tafsirnya ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119 :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم
”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
saya cek ternyata kopas dari sini فإن ظن ظان أن الخبر الذي روي عن محمد بن كعب صحيح ، فإن في استحالة الشك من الرسول عليه السلام - في أن أهل الشرك من أهل الجحيم ، وأن أبويه كانا منهم ، ما يدفع صحة ما قاله محمد بن كعب 
ko ngga liat keteranga/catatan kaki tafsir ...kan ada
- هما حديثان مرسلان . فإن محمد بن كعب بن سليم القرظي : تابعي . والمرسل لا تقوم به حجة ، ثم هما إسنادان ضعيفان أيضًا ، بضعف راويهما : موسى بن عبيدة بن نشيط الربذي : ضعيف جدا ، مترجم في التهذيب ، والكبير للبخاري 4 /1/ 291
Riwayat Mursal ...
Katanya pemakai hadis shohih lah ko mursal; di embat juga....
buat menguatkan hawa nafsunya
Naudzubillah tsumma na'udzubillah
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sejak kapan kata اصطفاني dipahami sebagai 'mensucikan' sehingga menafikkan kemungkinan keturunan Ibraahiim masuk neraka ?. Bukankah Abu Thaalib juga termasuk dalam keumuman hadits itu.

Tentang QS. Al-Ahzaab ayat 33, sama dengan di atas. Intinya, tak ada korelasinya.
Tentang perkataan Ath-Thabariy :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
Ini bukan hadits, akan tetapi pemahaman Ath-Thabariy. 
Bisa dicek :
Zulkarnain El-Madury mengatakan...

وقال بن أبي حاتم في تفسيره حدثنا أبي حدثنا خالد بن خداش حدثنا عبد الله بن وهب عن بن جريج عن أيوب بن هانئ عن مسروق عن عبد الله بن مسعود قال خرج رسول الله يوما إلى المقابر فاتبعناه فجاء حتى جلس إلى قبر منها فناجاه طويلا ثم بكى فبكينا لبكائه ثم قام فقام إليه عمر بن الخطاب فدعاه ثم دعانا فقال ما أبكاكم فقلنا بكينا لبكائك قال إن القبر الذي جلست عنده قبر آمنة وإني استأذنت ربي في زيارتها فأذن لي ثم أورده من وجه آخر ثم ذكر من حديث بن مسعود قريبا منه وفيه وإني استأذنت ربي في الدعاء لها فلم يأذن لي وأنزل علي ( ما كان للنبي والذين آمنوا ) الآية فأخذني ما يأخذ الولد للوالد وكنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنها تذكر الآخرة 

hadist ini menjelaskan, menyebut nama orang tua nabi langsung, bahwa memang benar Aminah dan suaminya tidak diampuni dosanya atas permohonan nabi...perhatikan kata kata "Aminah"
Anonim mengatakan...

Yang dimaksud oleh saudara Younedi Edi adalah sebagai berikut:

"Kamu sadar ataukah tidak bahwa jika kita mengkafirkan orangtua Nabi, berarti kita sudah menempatkan diri kita diatas orangtua Nabi!
Orangtua Nabi kan suci, sama seperti nabi, mereka tak pernah berbuat salah dan tak mungkin masuk neraka!"
Pendapat saudara Juneidi Edi diatas termasuk asal muasal ilmu hadits kaum Syi'ah & Suffi Habibiyyun.
~> Semua yang dikatakan oleh Sayyid/Habib dan orang-orang yang telah diakui oleh mereka ADALAH BENAR DAN WAJIB DIIKUTI!
~> Semua hadits yang diucapkan oleh Sayyid/Habib dan orang-orang yang telah diakui mereka ADALAH SHAHIH!
Berbeda dengan hadits Ahlussunnah yang tak memandang dia Habib/Sayyid atau bukan, asalkan Islam, jujur, amanah, tidak pelupa, tidak lalai, dan memiliki tetangga yang baik DAN semuanya itu diakui oleh saksi-saksi yang berderajat Ulama dan sangat terpercaya, maka barulah perkataannya bisa diterima.
30 Juni 2014 13.26
Anonim mengatakan...
Mana Akhlak Kalian terhadap Rosul kalian?
Anonim mengatakan...
Mohon maaf semuanya, tegakkan hukum tanpa kepentingan pribadi atau golongan untuk mencapai ridho Allah. Raih kemaslahatan hidup dengan tetap berpegang teguh pada kaidah yang haq.Ingat apa yang difirmankan Allah dan sabda rosul adalah kebenaran yang haqiqi dan janganlah ditumpangi dengan nafsu atau kecintaan akan sesuatu yang berlebihan. Sudah cukup bagi kita bahwa Rosulullah SAW sebagai contoh dan tauladan !!!!
Azzam mengatakan...

@Anonim 29 Desember 2014 11.31 :
Rasul sendiri yang mengatakan dalam rangka meninggikan ke-Maha Adil-an Allah.

Menjelaskan hal ini penting, karena banyak orang Islam jadi murtad gara-gara salah memaknai kaidah suci.

Dikira Nabi suci, maka semua keluarganya jadi ikut suci, termasuk keturunannya meskipun banyak yang nakal pun juga dianggap suci, meskipun kafir akan diampuni.
Sangkakala Zaman mengatakan...
truskan prjuangan akhi,duri ranjau yg mghalangi jalan nash alquran assunnah itu umpama rerumput liar yg ngak ada nilai haq hokum(dalil),hanya prsangka logika kmanusiaan semata2 tnpa batasan alquran assunah..brsifat parasit..kondisinya hanya di bwh telapak kaki mnusia sifatnya.. sunnatullah..smoga Illahi menebarkan redha sabar,teguh pda kalian..cinta kalian.peace
Sangkakala Zaman mengatakan...

jalan alquran assunnah itu sifatnya ngak brcampur brsifat kmanusiaan,emosi,snsitif n dll.hnya mnilai dari prasaan semata2..
stiap nash dalil (sahih) brwujud mthlak krna datangnya brsumber dari Illahi mlalui prutusanNYA(MUHAMMAD saw).apa hanya dsbbkan unsur2 sifat2 mnusia sdemikian kita layak menolak,memutarnya mgikut akal logic (prsaan) kita smata2?..syubhat loo..asalan prkara yg jelas terang sifatnya masih mahu dibengkokkan,dicabangkan,diputar.,sunnatullah akhir zaman..ayuh ikhlas ikhlaskan..skadar prkgsian..peace
Sangkakala Zaman mengatakan...
teman AZZAM;;benar bro,,bukti kebutaan,kelencongan SYIAH n the gang..maaf..haq!..peace


http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/05/shahih-hadits-ayahku-dan-ayahmu-di.html
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 22.26 

Label: Hadits

Al-Imaam Muslim rahimahullah berkata :
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النَّارِ، فَلَمَّا قَفَّى، دَعَاهُ، فَقَالَ: " إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ "
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit, dari Anas : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [Diriwayatkan oleh Muslim no. 203].

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Ahmad 3/268, Abu Ya’laa no. 3516, Abu ‘Awaanah no. 289, Ibnu Hibbaan no. 578, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 503, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan 2/871 no. 926, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 7/190 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/191, Ibnu Masykuwaal dalam Ghawaamidlul-Asmaa’ Al-Mubhamah 1/400; semuanya dari jalan ‘Affaan, dari Hammaad bin Salamah dan selanjutnya seperti riwayat di atas.
‘Affaan dalam periwayatan dari Hammaad bin Salamah mempunyai mutaba’ah dari :
1.    Muusaa bin Ismaa’iil At-Tabuudzakiy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4718, Abu ‘Awaanah no. 289, Al-Baihaqiy dalamAl-Kubraa 7/190 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/191, serta Al-Jurqaaniy dalamAl-Abaathiil wal-Manaakiir no. 212.
2.    Wakii’ bin Al-Jarraah; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi imam.
Diriwayatkan oleh Ahmad 3/119 dan Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 502.
3.    Rauh bin ‘Ubaadah Al-Qaisiy; seorang yang tsiqah.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 6806.
Hadits ini telah dilemahkan sebagian orang, yang kebanyakan di antara mereka mengikuti pelemahan Al-Imaam As-Suyuuthiy rahimahullah, dan beliau telah keliru dalam hal ini. Pelemahan ini ada dua segi, dari segi sanad dan segi matan.
1.    Segi sanad.
Hammaad bin Salamah, meskipun tsiqah, tapi ia berubah hapalannya di akhir hayatnya.
Dijawab :
Benar, bahwasannya Hammaad disifati dengan apa yang dikatakan dalam kritik tersebut.
Haammaad ini selengkapnya bernama Hammaad bin Salamah bin Diinaar Al-Bashriy, Abu Salamah bin Abi Sakhrah maulaa Rabii’ah bin Maalik bin Handhalah bin Bani Tamiim. Ia perawi yang dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya (muallaq), Muslim, Abu Daawud, Ar-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk generasi pertengahan atbaa’ut-taabi’iin (thabaqah 8), wafat tahun 167 H. Ibnu Hajar berkata tentangnya : “Tsiqah, lagi ‘aabid, orang yang paling tsabt dalam periwayatan hadits Tsaabit (Al-Bunaaniy). Berubah hapalannya di akhir usianya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268-269 no. 1507].
Al-Baihaqiy rahimahullah berkata :
هو أحد أئمة المسلمين إلا أنه لما كبر ساء حفظه فلذا تركه البخاري وأما مسلم فاجتهد وأخرج من حديثه عن ثابت ما سمع منه قبل تغيره وما سوى حديثه عن ثابت لا يبلغ اثني عشر
“Ia adalah salah seorang imam di antara para imam kaum muslimin. Akan tetapi ketika lanjut usia, hapalannya menjadi buruk. Oleh karena itu Al-Bukhaariy meninggalkannya. Adapun Muslim, maka ia berijtihad dan meriwayatkan haditsnya dari Tsaabit yang didengarnya sebelum berubah hapalannya. Adapun selain haditsnya dari Tsaabit, tidak sampai berjumlah 12 buah yang ia riwayatkan dalamsyawaahid” [Tahdziibut-Tahdziib, 3/14].
Lebih penting dari pernyataan ini, ada empat orang yang meriwayatkan darinya, yaitu ‘Affaan, Muusaa bin Ismaa’iil, Wakii’ bin Al-Jarrah, dan Rauh bin ‘Ubaadah yang kesemuanya merupakan para perawi tsiqaat. Khusus tentang riwayat Hammaad yang berasal dari ‘Affaan, Ibnu Rajab rahimahumullah berkata :
قال عبد الله بن أحمد : سمعتُ يحيى بن معين يقول : من أراد أن يكتب حديث حماد بن سلمة، فعليه بعفان بن مسلم
“Telah berkata ‘Abdullah bin Ahmad : Aku mendengar Yahyaa bin Ma’iin berkata : ‘Barangsiapa yang ingin menulis hadits Hammaad, maka wajib baginya berpegang pada ‘Affaan bin Muslim” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, 2/707].
Artinya, menurut Ibnu Ma’iin, ‘Affaan bin Muslim termasuk orang yang kokoh dan diterima periwayatannya dari Hammaad. Faedahnya, ‘Affaan mendengarkan hadits Hammaad bin Salamah sebelum berubah hapalannya. ‘Affaan bin Muslim sendiri adalah seorang yang tsiqah lagi tsabat, hanya kadang ia keliru/ragu [Taqriibut-Tahdziib, hal. 681-682 no. 4659].
Akurasi hadits ‘Affaan dari Hammaad ini dipersaksikan oleh tiga perawi tsiqaatlainnya. Tidak ada ruang (atau sangat kecil kemungkinannya) untuk mengatakan bahwa hadits Hammaad ini keliru karena faktor berubah hapalannya.
Hammaad bin Salamah, meskpiun ia tsiqah, namun beberapa imam mengatakan bahwa ia banyak kelirunya. Ahmad bin Hanbal berkata : “Hammad bin Salamah sering keliru (yukhthi’)” [Bahrud-Damm, no. 227]. Begitu juga dengan Ibnu Hibbaan.
As-Suyuthiy menambahkan bahwa Hammaad ini menyelisihi Ma’mar dalam periwayatan dari Tsaabit, dimana Ma’mar tidak menyertakan lafadh : ‘ayahku dan ayahmu di neraka’, namun dengan lafadh : ‘jika engkau melewati kubur orang kafir, berikanlah khabar gembira tentang neraka’. Ma’mar lebih tsabt daripada Hammaad [lihat : Al-Haawiy, 2/273].
Dijawab :
Perkataan ini jika ditujukan untuk melemahkan hadits dalam bahasan, maka sangat jauh dari kebenaran.
Hammaad, sebagaimana telah lalu penjelasannya, dicela sebagian ulama karena berubahnya hapalannya di akhir usianya sehingga ia keliru meriwayatkan beberapa hadits. Ahmad bin Hanbal memang benar diriwayatkan mengatakan demikian.
Akan tetapi Ahmad sendiri menetapkan Hammaad adalah seorang yang tsiqah [Al-Kaamil fidl-Dlu’afaa’ oleh Ibnu ‘Adiy, 3/39 no. 431]. Dan Ahmad pun menetapkan Hammaad bin Salamah adalah orang yang paling tsabt dalam hadits Tsaabit Al-Bunaaniy.
وقال عبد الله : سمعتُ أَبي يقول : حماد بن سلمة , أثبت الناس في ثابت البناني.
‘Abdullah berkata : Aku mendengar ayahku berkata : “Hammaad bin Salamah, orang yang paling tsabt periwayatannya dalam hadits Tsaabit Al-Bunaaniy” [Al-‘Ilal, no. 1783 & 5189].
وقال ابن هانىء : وسَمِعتُهُ يقول : كان حماد بن سلمة من أثبت أصحاب ثابت .
Ibnu Haani’ berkata : Aku mendengarnya (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hammaad bin Salamah termasuk orang yang paling tsabt di antara ashhaab Tsaabit” [Suaalaat Ibni Haani’, 2/197 no. 2063].
Banyak riwayat lain dari Ahmad yang menunjukkan penegasan serupa. Apa yang dikatakan oleh Ahmad itu juga dikatakan oleh ulama lain.
Ibnu Ma’iin berkata :
من خالف حماد بن سلمة في ثابت فالقول قول حماد، قيل : فسليمان بن المغيرة عن ثابت ؟. قال : سليمان ثبت، وحماد أعلم الناس بثابت
“Barangsiapa menyelisihi Hammaad dalam periwayatan dari Tsaabit, maka perkataan yang dipegang adalah perkataan Hammaad”. Dikatakan : “Riwayat Sulaimaan bin Al-Mughiirah dari Tsaabit ?”. Ibnu Ma’iin berkata : “Sulaimaan itutsabt (kokoh), namun Hammaad orang yang paling mengetahui tentang riwayat Tsaabit” [Tahdziibul-Kamaal, 7/262].
Abu Haatim berkata :
حماد بن سلمة في ثابت، وعلي بن زيد أحب إليَّ من همام، وهو أضبط الناس وأعلمهم بحديثهما
“Hammaad bin Salamah dalam riwayat Tsaabit dan ‘Aliy bin Zaid, lebih aku sukai daripada Hammaam. Dan ia (Hammaad) adalah orang yang paling dlabth (akurat) dan yang paling mengetahui tentang hadits keduanya” [idem, 7/264].
Dan, Ahmad bin Hanbal menegaskan riwayat Hammaad dari Tsaabit ini lebih kuat daripada Ma’mar :
حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر
“Hammaad bin Salamah lebih tsabt (kokoh) dalam hadits Tsaabit daripada Ma’mar” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/141; dan Tahdziibul-Kamaal, 7/259].
Adapun perkataan Ibnu Hibbaan, maka itu sama sekali tidak menjatuhkan kedudukan riwayat Hammaad dari Tsaabit.
Maka, di sini nampak ketidakakuratan jarh yang dialamatkan As-Suyuthiyrahimahullah dan orang yang sepakat dengannya.
Tsaabit (bin Aslam) Al-Bunaaniy sendiri adalah seorang yang tsiqah lagi ‘aabid[Taqriibut-Tahdziib, hal. 185 no. 818].
Kesimpulannya, sanad riwayat ini sangat shahih.
2.    Segi Matan.
Sebagian ulama menganggap bahwa matan hadits ini ma’lul karena bertentangan dengan ayat :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” [QS. Al-Israa’ : 15].
Dijawab :
Tidak akan pernah satupun hadits shahih bertentangan dengan hadits shahih lain ataupun ayat, karena apa yang dikatakan Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan wahyu dari Allah ta’ala :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” [QS. An-Najm : 3-4].
Termasuk hadits di atas.
Ta’lil terhadap matan hadits ini berangkat dari pemahaman bahwa kedua orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk ahlul-fatrah yang akan dimaafkan, karena belum sampai kepada mereka berdua risaalah (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, sebab ada beberapa yang disebutkan para ulama sebagai ahlul-fatrah, namun masuk neraka. Seperti misal : ‘Amru bin ‘Aamir bin Luhay Al-Khuzaa’iy :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، قَالَ الْبَحِيرَةُ: الَّتِي يُمْنَعُ دَرُّهَا لِلطَّوَاغِيتِ وَلَا يَحْلُبُهَا أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ، وَالسَّائِبَةُ: الَّتِي كَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِآلِهَتِهِمْ فَلَا يُحْمَلُ عَلَيْهَا شَيْءٌ، قَالَ: وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرِ بْنِ لُحَيٍّ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ "
Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Az-Zuhriy, ia berkata : Aku mendengar Sa’iid bin Al-Musayyib, ia berkata : “Al-Bahiirah adalah onta yang tidak boleh ditunggangi dan diambil susunya oleh seorang pun, yang dipersembahkan kepada berhala. Adapun As-Saaibah adalah onta yang tidak bunting lagi yang akan mereka persembahkan kepada tuhan-tuhan mereka”. Ibnul-Musayyib berkata : Telah berkata Abu Hurairah : “Telah bersabda Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku melihat ‘Amru bin ‘Aamir bin Luhay Al-Khuzaa’i menarik-narik ususnya di neraka. Dia adalah orang pertama yang melepaskan onta-onta (untuk dipersembahkan kepada berhala)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3521].
‘Amru bin ‘Aamir bin Luhay Al-Khuzaa’iy adalah orang yang hidup di masa fatrah, namun ia mengubah ajaran Nabi Ibraahiim bagi bangsa ‘Arab sehingga mereka menyembah berhala. ‘Amru bin Luhay tidak diberikan ‘udzur karena masa fatrah, karena telah sampai kepadanya ajaran Nabi Ibraahiim ‘alaihis-salaam.
Begitu pula dengan shaahibul-mihjan (si pemilik tongkat) :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ. ح وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، وَتَقَارَبَا فِي اللَّفْظِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ...... لَقَدْ جِيءَ بِالنَّارِ وَذَلِكُمْ حِينَ رَأَيْتُمُونِي تَأَخَّرْتُ مَخَافَةَ أَنْ يُصِيبَنِي مِنْ لَفْحِهَا، وَحَتَّى رَأَيْتُ فِيهَا صَاحِبَ الْمِحْجَنِ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ، كَانَ يَسْرِقُ الْحَاجَّ بِمِحْجَنِهِ، فَإِنْ فُطِنَ لَهُ، قَالَ: إِنَّمَا تَعَلَّقَ بِمِحْجَنِي، وَإِنْ غُفِلَ عَنْهُ ذَهَبَ بِهِ....."
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Numair (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair – dan lafadh keduanya mirip - , ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Malik, dari ‘Athaa’, dari Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “……….Dan sungguh telah diperlihatkan neraka kepadaku, yaitu ketika kalian melihat aku mundur, karena aku takut hangus (oleh jilatannya). Hingga aku melihat di dalamnya shaahibul-mihjan (pemilik tongkat yang bengkok kepalanya.) menyeret ususnya dalam neraka. Dahulunya, ia mencuri (barang milik) orang yang haji. Jika ketahuan, ia berkilah : ‘Barang itu tersangkut di mihjanku”. Tetapi jika orang itu lengah dari barangnya, maka si pencuri membawanya (pergi)….” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 903].
Jika kita bisa menghukumi bahwa dua orang di atas masuk neraka berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lantas apa halangannya kita mengatakan bahwa orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga masuk neraka berdasarkan sabda beliau pula ?.
Bisa juga hal itu dijamak dengan riwayat :
أَخْبَرَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ صَاحِبُ الدَّسْتُوَائِيِّ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الأحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ سَرِيعٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " أَرْبَعَةٌ يَحْتَجُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرِمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَأَمَّا الأَصَمُّ فَيَقُولُ: رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَلَمْ أَسْمَعْ شَيْئًا، وَأَمَّا الأَحْمَقُ، فَيَقُولُ: رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ، وَأَمَّا الْهَرِمُ، فَيَقُولُ: رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَمَا أَعْقِلُ، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَيَقُولُ: رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ، فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعَنَّهُ، فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ رَسُولا أَنِ ادْخُلُوا النَّارَ، قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا كَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلامًا ".
Telah mengkhabarkan kepada kami Mu’aadz bin Hisyaam shaahibu Ad-Dastuwaaiy : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari Al-Ahnaf bin Qais, dari Al-Aswad bin Sarii’, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda :“Ada empat orang yang akan berhujjah (beralasan) kelak di hari kiamat : (1) orang tuli, (2) orang idiot, (3) orang pikun, dan (4) orang yang mati dalam masa fatrah. Orang yang tuli akan berkata : ‘Wahai Rabbku, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak mendengarnya sama sekali’. Orang yang idiot akan berkata : ‘Wahai Rabbku, sungguh Islam telah datang, namun anak-anak melempariku dengan kotoran hewan’. Orang yang pikun akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak dapat memahaminya’. Adapun orang yang mati dalam masa fatrah akan berkata : ‘Wahai Rabb, tidak ada satu pun utusan-Mu yang datang kepadaku’. Maka diambillah perjanjian mereka untuk mentaati-Nya. Diutuslah kepada mereka seorang Rasul yang memerintahkan mereka agar masuk ke dalam api/neraka”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kembali bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Seandainya mereka masuk ke dalamnya, niscaya mereka akan merasakan dingin dan selamat” [Diriwayatkan oleh Ishaaq bin Rahawaih dalamAl-Musnad no. 41; shahih].
Yaitu, orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk neraka setelah diuji oleh Allah ta’ala di hari kiamat, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsiir rahimahullah[Al-Aayaatu wal-Ahaadiitsu wal-Aatsaar Al-Waaridah fii Ahlil-Fatrah oleh Marwaan bin Ahmad Al-Hamdaan, hal. 251; thesis Univ. Ummul-Qurraa’, tahun 1411].
Oleh karena itu, hadits Anas tetap dapat dijamak dengan ayat yang dipertentangkan bersamaan dengan hadits Al-Aswad bin Sarii’ radliyallaahu ‘anhumaa ini.
Tidak ada satu hal pun yang menyebabkan hadits Anas ini cacat lagi dla’iif sebagaimana Pembaca dapat lihat.
Kesimpulannya : Riwayat ini shahih, para perawinya tsiqaat, sanadnya bersambung, dan tidak ada syudzuudz ataupun ‘ilat.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – ngaglik, sele-man, yogyakarta, 1432, malam hari nan sunyi].
COMMENTS
Anonim mengatakan...

Abu Haatim berkata :

حماد بن سلمة في ثابت، وعلي بن زيد أحب إليَّ من همام، وهو أضبط الناس وأعلمهم بحديثهما
“Hammaad bin Salamah dalam riwayat Tsaabit dan ‘Aliy bin Zaid, lebih aku sukai daripada Hammaad. Dan ia (Hammaad) adalah orang yang paling dlabth (akurat) dan yang paling mengetahui tentang hadits keduanya” [idem, 7/264]
Maksudnya mungkin:
"Hammad bin Salamah dalam riwyat Tsaabit dan 'Aliy bin Zaid, lebih aku sukai dari pada HAMMAAM(?)..."
-- Abu Yahya ---
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Benar, salah ketik. Seharusnya Hammaa(M), malah tertulis Hammaa(D).

Syukran wa jazaakallaahu khairan. Segera saya perbaiki.
harqi mengatakan...
ana minta ya mas