Sunday, March 29, 2015

Kewajiban Menolak Kalangan Rafidhah Dan Nawashib

Ketahuilah bahwa Ahlussunnah wal Jamaah mencintai, memuji, dan ridha para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, sebagaimana Allah memuji dan ridha kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا لْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

[٩:١٠٠]

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal didalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah [9] : 100).
لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

[٤٨:١٨]

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan member balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (Al-Fath [48] : 18).
Firman Allah Ta’ala, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadi tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya: tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang kafir (dengan kekuatan-kekuatan orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengejerkan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.

(Al-Fath 9 [48]:29). Firmannya, “Bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampong halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (Al-Hasyr [59]:8).

Ayat tersebut di atas dan ayat-ayat lainnya menunjukkan sanjungan Allah terhadap para sahabat dan anjurannya bagi orang-orang yang beriman agar mencintai mereka (karena Allah), mendoakan mereka dengan baik.
Mereka berbeda-beda, sebagian lebih tinggi derajatnya daripada yang lain. Orang-orang yang paling tinggi derajatnya di antara mereka adalah orang-orang yang mengikuti  Bai’atur Ridwan dan semua orang yang beriman sebelum penaklukan Mekah. Mereka telah menginfakkan harta di jalan Allah dan berperang untuk menegakkan agamanya-nya Allah Ta’ala berfirman, “Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Al-Hadid [57] : 10).
Abu said Al-Khudri Rodiallah Huanhu meriwayatkan bahwa ada perseteruan antara Abdurrahman bin Auf dan Khalid bin Al-Walid, lalu Abdurrahman dicela oleh Khalid. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَه
“Janganlah kalian mencelah seorang pun dari sahabatku. Sesungguhnya, andai salah seorang di antara kalian berinfak emas seberat gunug Uhud, itu tidak akan menyamai satu mud (infak) seorang dari mereka ataupun setengahnya”. (HR. Muslim).
Dalam Hadits tersebut teradapat petunjuk bahwa orang yang masuk Islam sebelum penakhlukan Mekah dan sebelum perjanjian Hudaibiyah, seperti Abdurrahman bun Auf, lebih utama daripada orang yang masuk Islam setelah perjanjiannya Hudaibiyah dan penaklukkan Mekah, seperti Khalid bin Al-Walid.
Bila kondisi Khalid Al-Walid dan sahabat lain yang masuk Islam semasa dengannya atau setelahnya dibandingkan dengan Abdurrahman bin Auf dan orang-orang yang lebih dulu masuk Islam adalah seperti yang disebutkan dalam hadits tadi, lantas bagaimana kondisi orang yang hidup setelah masa sahabat dibandingkan dengan sahabat? Dalam Shahih Muslim, disebutkan sebuah riwayat dari jabir Rodiallah Huanhu. Ia berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda
لا يد خل النار أحد بايع تحت الشجرة
“Tidak seorang pun yang berbaiat di bawah pohon (Baiatur Ridwan) akan Masuk Neraka”.

Dalam hadits Imran bin Hushain, disebutkan bahwa nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

خير الناس قرنى شم الذين يلو نهم
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian orang-orang setelah mereka”.
Imran berkata, “Saya tidak tahu, beliau menyebut dua ataukah tiga generasi setelah generasi beliau”.
Ahlussunnah berpendapat bahwa mencintai sahabat merupakan sebagian dari agama, iman, dan ihsan. Karena, sikap ini sebagai kepatuhan kepada nash-nash yang menunjukkan keistimewaaan mereka; bahwa membenci mereka merupakan kemunafikan dan kesesatan lantaran ini bertentangan dengan nash-nash tersebut.
Meskipun demikian, orang-orang mencintai sahabat tidak melampaui batas dalam mencintai mereka atau pun salah seorang di antara mereka. Karena, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu”. (An-Nisa’ [4]:171).
Ahlussunnah tidak menyalakan salah seorang dari sahabat dan tidak terlepas dari dirinya. Untuk itu, ada statemen dari sejumlah salaf seperti Abu Said Al-Khudri, Hasan Al-Basri, dan Ibrahim An-Nakhah’o bahwa mereka mengataskan, “Persaksian (syahadat) adalah bid’ah dan belepas diri (bara’ah) adalah bid’ah”. Maknanya, bersaksi atas seorang muslim tertentu bahwa ia kafir atau termasuk penghuni neraka tanpa ada dalil yang mengarah pada vonis tersebut, maka ini adalah bid’ah. Dan, berlepas dari sebagian sahabat juga bid’ah.
http://aliransyiah.com/kewajiban-menolak-kalangan-rafidhah-dan-nawashib/

HUKUM MENGIKUTI MADZHAB SYIAH

Soal:
Sebagian orang memandang bahwa agar ibadah dan muamalah seorang muslim benar, ia harus mengikuti salah satu madzhab dari empat madzhab yang sudah populer. Dan tidak termasuk madzhab Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah. Apakah anda yang mulia setuju dengan pendapat ini secara mutlak, sehingga anda melarang orang mengikuti madzhab Syiah Imamiyah dan 12 imam mereka, Misalnya?

Jawab:
Seorang muslim wajib mengikuti apa yang datang dari Allah dan Rasulnya bila ia mampu mengambil hukum sendiri. Jika ia tidak mampu melakukan itu, ia mesti bertanya kepada ulama tentang persoalan agama yang sulit bagia, serta memastikan ulama yang paling mengetahui kesimpulan masalah tersebut untuk bertanya kepadanya secara lisan maupun tulisan.

Seorang muslim tidak boleh mengikuti madzhab Syiah Imamiyah, Syiah Zaidiyah ataupun ahli bid’ah semisal mereka, seperti Khawarij, Mu’tazilah, Jahmiyah dan selain mereka.
Adapun afiliasi seorang muslim kepada sebagian dari empat madzhab yang telah dikenal, tidak adalah masalah dalam hal ini selama ia tidak fanatic kepada madzhab yang ia ikuti, serta tidak menyelisihi dalil demi kefanatikannya.
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Dimah lil Buhuts wal Ifta’, I : 153)