Friday, July 8, 2016

Tentang Ahmad Zaini Dahlan Dan Sikap Ulama Ahlu Sunnah Terhadapnya

• Yang memusuhi Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab yang paling masyhur
Syaikh Muhammad Rosyid Ridho rohimahulloh dalam muqoddimahnya terhadap kitab Shiyanah Al Insan, Beliau berkata : “Orang yang paling masyhur dari pencela-pencela (Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahulloh) adalah mufti Makkah Al Mukarromah, Ahmad Zaini Dahlan yang wafat tahun 1304 H. Ia telah mengarang sebuah risalah tentang itu yang seluruh permasalahannya berporos pada dua poros, yaitu : 1. Poros kebohongan dan kedusta’an atas Syaikh (Muhammad). 2. Kebodohan yang mana ia menyalahkan yang sebenarnya benar.”
Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdulloh Al Fauzan hafizhohulloh, “Di antara orang-orang yang mencegah dari dakwah tauhid adalah seorang laki-laki dari penduduk Makkah yang disebut Ahmad Zaini Dahlan. Ia telah menulis sebuah buku yang dimuati kesesatan dan kedustaan-kedustaan terhadap pendakwah-pendakwah tauhid, terlebih imam mereka, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahulloh.” [Sekapur sirih kitab Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 5)].

• Tentang karangan-karangannya

Ia juga seorang ulama yang banyak menulis kitab-kitab yang dikatakan Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan Al Fauzan hafizhohulloh di dalam kitabnya, Al Bayan wa Al Isyhar, “Berkata sebagian orang-orang mulia dari kalangan ‘ulama Makkah, ‘Karangan-karangan Dahlan laksana bangkai yang tidak akan memakannya kecuali orang yang terpaksa. Ulama-ulama India, ‘Iraq, Nejed, dan selainnya telah membantahnya dan ‘menelanjanginya’ dan menjelaskan kesesatannya’” [Sebagaimana dalam catatan kaki Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 23-24)].

Di antara karangan-karangan Ahmad bin Zaini Dahlan ini adalah :

1. Ad Duror As Saniyyah fi Rodd ‘ala Al Wahhabiyyah

Buku ini masuk ke dalam muatan dua bukunya yang lain, yaitu (1) Khulashoh Al Kalam fi Bayan Umaro’ Al Balad Al Harom dan (2) Al Futuhat Al Islamiyyah ba’da Madho Al Futuhat An Nabawiyyah

1. Fitnah Al Wahhabiyyah
2. Asna Al Matholib fi Najah Abi Tholib

Tentang bukunya yang pertama, Ad Duror As Saniyyah (Mutiara Berharga), berkata Syaikh Sholih bin Muhammad bin Hamd Asy Syatsri, “Telah sampai kepada kami di tahun pertama abad XIV sebuah risalah keji dan perkataan-perkataan lemah nun mengerikan karangan Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang mufti tanah haram yang mulia (Makkah), yang diberinya judul Ad Duror As Saniyyah fi Ar Rodd ‘ala Al Wahhabiyyah. Ia pantas diberi judul Adh Dhoror As Samiyyah fi Ihlak Al Ummah Al Muhammadiyyah (Racun Berbahaya Untuk Membinasakan Umat Muhammad).

Buku ini memuat kedustaan, kepalsuan, pengkaburan dakwahnya, dan bersandar kepada penghuni-penghuni kuburan (mayat-mayat). Di dalam bukunya itu ia telah bertindak lalim kepada ahli tauhid dengan fitnah dan kejelakan.” [Muqoddimah Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 23-24)].

Di antara kedustaan dan kepalsuan yang menghiasi bukunya ini adalah pernyata’annya di halaman 46, “Zhahir dari Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah ia mengklaim bahwa ia seorang nabi akan tetapi ia tidak mampu menampakkannya secara tegas tetang itu.” Maka kita katakana, “Maha suci Engkau ya Allah. Sesungguhnya ini adalah kedustaan besar !”.

Syaikh Muhammad Rosyid Ridho rohimahulloh mengatakan : “Kami menduga bahwa Syaikh Ahmad Dahlan belum melihat kitab-kitab & risalah-risalah (karangan Syaikh Muhammad)… Setiap apa yang ia tulis dalam risalahnya (sesuai) apa yang ia dengar dari orang-orang yang dibenarkannya. Bukankah tatsabbut (mencari kebenaran berita) di dalamnya termasuk kewajibannya, dan mencari dan bertanya tentang kitab-kitab & risalah-risalahnya Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan menjadikan bantahannya atasnya. . Di dalamnya ia mengatakan (membawakan) kabar-kabar bibir (kabar burung). Ia berkata, “Si Fulan telah berkata kepada kami.” Atau, “Konon dia (Syaikh Muhammad) itu begini. Jika benar, maka hukumnya begini.” [Shiyanah Al Insan (hal. 14)].

Tentang bukunya yang kedua, Fitnah Al Wahhabiyyah, berkata Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhohulloh, “Di dalamnya ia berbicara dengan sesuatu yang tidak dikenal. Di dalamnya ia mengatakan (membawakan) kabar-kabar bibir (kabar burung). Ia berkata, “Si Fulan telah berkata kepada kami.” Atau, “Konon dia (Syaikh Muhammad) itu begini. Jika benar, maka hukumnya begini.” [Kutub Hadzdzaro minha Al ‘Ulama (I/251)]

Adapun tentang bukunya yang ketiga, Asna Al Matholib fi Najah Abi Tholib, telah berkata Syaikh Rosyid Ahmad Al Kankuni Al Hindi rohimahulloh, penulis Badzlul Majhud syarh Sunan Abi Dawud yang dinisbatkan kepada salah seorang muridnya, Ahmad Kholil, padahal yang benar kitab itu merupakan dekteannya yang ia dektekan kepada muridnya itu- dalam kitabnya, Al Barohin Al Qothi’ah ‘ala Zholam Al Anwar As Sathi’ah yang dicetak di India, “Sesungguhnya syaikhnya para ulama Makkah di zaman kami (dekat-dekat tahun 1303 H) telah menghukumi berfatwa berimannya Abu Tholib dan telah menyelisihi hadits-hadits shohih karena ia mengambil sogokan riba yang sedikit dari seorang rofidhoh Baghdad.”

• Seorang rofidhoh

Betapa bagusnya pernyata’an Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohulloh dalam Al Bayan wa Al Isytihar, “Dan aku telah mendengar lebih dari satu dari kalangan ahli ilmu yang terpercaya berkata, ‘Sesungguhnya Dahlan ini adalah seorang Rofidhoh akan tetapi ia menyembunyikan madzhabnya dan menamakannya (bersembunyi di balik nama) taklid kepada salah satu dari imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) dengan tujuan agar tujuan-tujuan kejinya tertutupi dan agar memperoleh jabatan-jabatan yang darinya ia mencari makan. Yang paling membuktikan kerofidhohannya yang jelek adalah karangannya sebuah buku yang berjudul Asna Al Matholib fi Najdah Abi Tholib. Di dalamnya ia membantah nash-nash Al Quran dan hadits-hadits shohih mutawatir dengan nafsunya.’” [Dinukil dari catatan kaki Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 24)].

Celakanya, fatwanya yang keji ini diikuti oleh seorang ulama yang cukup berpengaruh di Indonesia, terutama di Jawa, Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al Bantani Al Jawi dalam kitab tafsirnya yang banyak dipelajari di pesantren-pesantren tradisional, Muroh Labid li Kasyf Ma’na Quran Majid(II/201-202) ketika menafsirkan Surat Al Qoshosh ayat ke-56, “Sesungguhnya kamu tidak akan bisa memberi hidayah kepada orang yang kamu cintai. Akan tetapi Allah memberi hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki. Dia lebih tahu orang-orang yang mendapat petunjuk.”

• Kaidah-kaidah bathilnya

Syaikh Muhammad Rosyid Ridho rohimahulloh mengatakan bahwa kaidah-kaidah kebodohan yang di atasnya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan membangun bantahannya terhadap Wahhabiyyah, membolehkan berdoa kepada selain Allah Ta’ala dari kalangan para nabi dan orang-orang sholih yang telah wafat, beristighotsah (meminta tolong ketika dalam kesulitan) kepada mereka, dan mengadakan perjalan menuju kuburan-kuburan mereka untuk berdoa kepada mereka di sisinya, serta meminta dari mereka (penghuni kubur) agar dipenuhi hajat mereka, ada tiga (3), yaitu :

1. Riwayat-riwayat bathil dan semaknanya berupa dengeng-dongeng, buah tidur, dan syair-syair yang tidak memiliki nilai di sisi ulama agama yang hanya laku di pasar orang-orang ‘awwam.

2. Berdalil dengan nash-nash yang tidak menunjukkan dalil permasalahan yang ia bawakan secara syariat, seperti firman Allah, “

3. Membolak-balikkan realita dan permasalahan dorongan mengikuti jama’ah kaum muslimin dan peringatan dari berpecah dari jama’ah. Menurutnya dan konsekuensi kebodohannya, jama’ah adalah mereka yang paling banyak jumlahnya. Klaim semacam ini bersebrangan dengan nash-nash Al Quran, hadits-hadits shahih, dan atsar-atsar Salafu Sholih.

• Para Ulama membantah doktrin-doktrinnya

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Isro’ ayat ke-81 :

وَ قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَ زَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا

“Dan katakanlah, ‘Telah datang kebenaran dan kebathilan telah lenyab. Sungguh, kebathilan itu pasti lenyap.”

Karena bahanya pemikiran Ahmad Dahlan ini, maka para ulama di seluruh penjuru dunia Islam beramai-ramai membantah, mematahkan, menyingkap, dan menelanjangi kesesatannya itu.

Di antara mereka adalah :

1. Al ‘Allamah Al Muhhaddits Asy Syaikh Muhammad Basyir As Sahsuani Al Hindi rohimahulloh dalam kitabnya yang berjudul Shiyanah Al Insan ‘an Waswas Asy Syaikh Dahlan. Kitab ini sudah dicetak berulang kali, di antaranya adalah sebuah cetakan kelima tahun 1395 H/1875 M atas nafkah ‘Abdul ‘Aziz dan Muhammad Al ‘Abdulloh Al Jamih. Dalam cetakan ini disertakan catatan kaki dari Syaikh Isma’il Al Anshori dan lainnya, tashhih dari Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Abdurrohman bin Jibrin, dan muqoddimah cet. ke-2 dari Syaikh Muhammad Rosyid Ridho.

Tentang sejarah penulis kitab ini, Syaikh Muhammad Rosyid Ridho menjelaskan bahwa Syaikh As Sahsuani pernah berkumpul dan berdebat dengan Ahmad Dahlan di Makkah tentang maslah tauhid yang merupakan asas dan pondasi dakwah Wahhabi dan menegakkan hujjah atasnya. Ketika kembali ke India, As Sahsuani pun menulis kitab ini. Akan tetapi kitab ini dicetak di zamannya dengan disisbatakan kepada Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Abdurrohman bin ‘Abdurrohim As Sindi, sebagaimana yang terjadi pada kitab Badzlul Majhud. Dan para ulama banyak melakukan hal semacam ini di masa-masa mereka. Ini dia kitab Nail Al Amani fi Ar Rodd ‘ala (Yusuf) An Nabhani karya ‘Allamatul ‘Iroq Syaikh Mahmud Syukri Al Alusi rohimahulloh yang dinisbatkan kepada Syaikh Abul Ma’ali Asy Syafi’i As Sulami [Priksa muqoddimah Syaikh Muh. Rosyid Ridho cet. ke-2 kitab Shiyanah Al Insan].

2. Syaikh ‘Abdul Karim bin Fakhruddin rohimahulloh dalam kitabnya yang dicetak di Al Mathba’ah Al Anshoriyyah Dehli, Al Haqq Al Mubin fi Ar Rodd ‘ala Al Wahhabiyyah Al Mubtadi’in.

3. Syaikh Sholih bin Muhammad Asy Syatsri rohimahulloh dalam kitabnya, Ta’yid Al Malik Al Mannan fi Naqdh Dholalat Dahlan, dicet. Darul Habib KSA dengan muqaddimah Syaikh Sholih Al Fauzan.

4. Syaikh Ahmad bin Ibrohim bin ‘Isa dalam kitabnya, Ar Rodd ‘ala Ma Ja-a Kitab Khulashoh Al Kalam fi Ath Tho’n ‘ala Al Wahhabiyyah wa Al Iftiro’ li Dahlan.

• Pengaruhnya di Indonesia

Dia termasuk guru dari guru-gurunya orang Indonesia masa silam. Seperti yang dikhabarkan sendiri oleh Muhammad Ma’shum As Samaroni As Safathuni dalam Tasywiq Al Khollan ‘ala Syarh Al Ajurumiyyah li Dahlan. Ia mengatakan, ‘Guru dari guru-guru kami…”

Dia juga yang telah memberikan rekomendasi kepada orientalis, zindiq munafik, dan pembantu penjajah Belanda Dr. Snouck Hurgronje untuk bisa masuk ke Indonesia. Pasalnya, ia juga bekerja sama dengan mufti Batavia yang bernama Syaikh ‘Utsman Al Batawi. Dengan keberada’annya di Indonesia, Belanda semakin jaya dan kuat berkat pemikiran-pemikirannya yang licik. Contohnya adalah perang yang terjadi di Aceh-Belanda juga di balik pemikirannya. [Priksa Api Sejarah Jilid I karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara] Ia juga termasuk penggerak Kristenisasi di Indonesia, meski ia telah mengikrarkan Islamnya (secara dusta) di Makkah yang disaksikan beberapa ulama di sana dan namanya menjelma menjadi ‘Abdul Ghoffar.
Sumber :

Memahami para 
pembenci wahabi

Sumpah serapah, hujatan, fitnah dan cacian dari orang-orang yang sangat membenci Wahabi, sebetulnya kita bisa memahaminya.

Sumpah serapah mereka siang malam yang tanpa bosannya dan selalu di ulang-ulang sebenarnya bentuk dari kegalauan jiwa, lazimnya orang sakit jiwa memang seperti itu, nalar dan akal sehat sudah hilang dikalahkan amarahnya yang meluap-luap memuncak sampai melebihi tingkat batas kewajaran. Galau stadium 5.

Bagaimana tidak sakit hati, iri dan dengki, Wahabi sebagai kelompok yang dianggap mengobrak-abrik kepercaya’an-kepercaya’an menyimpang mereka tapi Wahabi yang mereka musuhi malah yang Allah pilih dan percaya menjaga dan mengurus dua kota suci umat Islam Makkah dan Madinah kiblatnya umat Islam sedunia.

Wahabi yang mereka musuhi punya negri sendiri yang keada’annya jauh lebih aman dan makmur, syari’at Islam bisa di tegakkan dibanding negri-negri tempat mereka (para galau) tinggal, yang keada’annya terbelakang dan penuh konflik seperti Yaman negri leluhurnya para habib, negri pusatnya orang-orang sufi.

Wahabi punya negri yang berdaulat, dengan kedaulatannya bisa mengatur siapapun yang mengunjungi negrinya. Para pembenci Wahabi sadar betul hal ini, sedikitpun mereka tidak punya keberanian bertingkah atau membuat ulah ketika berkunjung ke negri Wahabi.

Walaupun mereka dengki dan sakit hati tapi mereka tidak punya kemampuan untuk menghadapi kekuatan yang dimiliki Wahabi. Hanya fitnah dan sumpah serapah yang bisa mereka lakukan.

SETAN NEJD, DAJJAL itulah sumpah serapah dan hujatan mereka.

Benarkah Wahabi adalah dajjal ?

Kepada siapapun sebutan itu bisa di sematkan. Bukankah Rasulullah juga dahulu di katakan tukang sihir oleh mereka yang memusuhinya.

Kalau memang Wahabi dajjal kenapa mereka para pembenci Wahabi mau shalat di imami Wahabi ?

Apakah sah shalat mereka yang bermakmum kepada Wahabi yang mereka sebut dajjal ?

Dalam hadits Fatimah binti Qais Radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan, “Maka saya akan keluar dan mengembara di bumi, dan tiada satu pun tempat kecuali saya masuki selama empat puluh malam kecuali Makkah dan Thaibah (Madinah), karena kedua kota itu diharamkan bagi saya untuk memasukinya. Apabila saya hendak memasuki salah satu dari kedua kota tersebut. saya dihadapi oleh malaikat yang menghunus pedang untuk menghardik saya, dan pada tiap-tiap lorongnya ada malaikat yang menjaganya.” [Shahih muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyrotis Sa’ah, Bab Qishshotil Jasasah 18: 83].

Allah Ta’ala berfirman :

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ

”Atau apakah orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka”. (Q.S Muhammad: 29).
Wasallam
Agus Santosa Somantri

Syubhat Syaikh Sulaiman Bin Abdul Wahhab Menjawab Syubhat Seputar Al Mujaddid Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab *