• Yang memusuhi
Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab yang paling masyhur
Syaikh Muhammad
Rosyid Ridho rohimahulloh dalam muqoddimahnya terhadap kitab Shiyanah Al Insan,
Beliau berkata : “Orang yang paling masyhur dari pencela-pencela (Syaikh
Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahulloh) adalah mufti Makkah Al Mukarromah,
Ahmad Zaini Dahlan yang wafat tahun 1304 H. Ia telah mengarang sebuah risalah
tentang itu yang seluruh permasalahannya berporos pada dua poros, yaitu : 1.
Poros kebohongan dan kedusta’an atas Syaikh (Muhammad). 2. Kebodohan yang mana
ia menyalahkan yang sebenarnya benar.”
Syaikh Dr. Sholih
bin Fauzan bin ‘Abdulloh Al Fauzan hafizhohulloh, “Di antara orang-orang yang
mencegah dari dakwah tauhid adalah seorang laki-laki dari penduduk Makkah yang
disebut Ahmad Zaini Dahlan. Ia telah menulis sebuah buku yang dimuati kesesatan
dan kedustaan-kedustaan terhadap pendakwah-pendakwah tauhid, terlebih imam
mereka, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahulloh.” [Sekapur sirih kitab
Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 5)].
• Tentang
karangan-karangannya
Ia juga seorang
ulama yang banyak menulis kitab-kitab yang dikatakan Syaikh Dr. Sholih bin
Fauzan Al Fauzan hafizhohulloh di dalam kitabnya, Al Bayan wa Al Isyhar,
“Berkata sebagian orang-orang mulia dari kalangan ‘ulama Makkah,
‘Karangan-karangan Dahlan laksana bangkai yang tidak akan memakannya kecuali
orang yang terpaksa. Ulama-ulama India, ‘Iraq, Nejed, dan selainnya telah
membantahnya dan ‘menelanjanginya’ dan menjelaskan kesesatannya’” [Sebagaimana
dalam catatan kaki Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 23-24)].
Di antara
karangan-karangan Ahmad bin Zaini Dahlan ini adalah :
1. Ad Duror As
Saniyyah fi Rodd ‘ala Al Wahhabiyyah
Buku ini masuk ke
dalam muatan dua bukunya yang lain, yaitu (1) Khulashoh Al Kalam fi Bayan
Umaro’ Al Balad Al Harom dan (2) Al Futuhat Al Islamiyyah ba’da Madho Al
Futuhat An Nabawiyyah
1. Fitnah Al
Wahhabiyyah
2. Asna Al Matholib
fi Najah Abi Tholib
Tentang bukunya yang
pertama, Ad Duror As Saniyyah (Mutiara Berharga), berkata Syaikh Sholih bin
Muhammad bin Hamd Asy Syatsri, “Telah sampai kepada kami di tahun pertama abad
XIV sebuah risalah keji dan perkataan-perkataan lemah nun mengerikan karangan
Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang mufti tanah haram yang mulia (Makkah), yang
diberinya judul Ad Duror As Saniyyah fi Ar Rodd ‘ala Al Wahhabiyyah. Ia pantas
diberi judul Adh Dhoror As Samiyyah fi Ihlak Al Ummah Al Muhammadiyyah (Racun
Berbahaya Untuk Membinasakan Umat Muhammad).
Buku ini memuat
kedustaan, kepalsuan, pengkaburan dakwahnya, dan bersandar kepada
penghuni-penghuni kuburan (mayat-mayat). Di dalam bukunya itu ia telah
bertindak lalim kepada ahli tauhid dengan fitnah dan kejelakan.” [Muqoddimah
Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 23-24)].
Di antara kedustaan
dan kepalsuan yang menghiasi bukunya ini adalah pernyata’annya di halaman 46,
“Zhahir dari Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah ia mengklaim bahwa ia seorang
nabi akan tetapi ia tidak mampu menampakkannya secara tegas tetang itu.” Maka
kita katakana, “Maha suci Engkau ya Allah. Sesungguhnya ini adalah kedustaan
besar !”.
Syaikh Muhammad
Rosyid Ridho rohimahulloh mengatakan : “Kami menduga bahwa Syaikh Ahmad Dahlan
belum melihat kitab-kitab & risalah-risalah (karangan Syaikh Muhammad)…
Setiap apa yang ia tulis dalam risalahnya (sesuai) apa yang ia dengar dari
orang-orang yang dibenarkannya. Bukankah tatsabbut (mencari kebenaran berita)
di dalamnya termasuk kewajibannya, dan mencari dan bertanya tentang kitab-kitab
& risalah-risalahnya Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan menjadikan
bantahannya atasnya. . Di dalamnya ia mengatakan (membawakan) kabar-kabar bibir
(kabar burung). Ia berkata, “Si Fulan telah berkata kepada kami.” Atau, “Konon
dia (Syaikh Muhammad) itu begini. Jika benar, maka hukumnya begini.” [Shiyanah
Al Insan (hal. 14)].
Tentang bukunya yang
kedua, Fitnah Al Wahhabiyyah, berkata Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman
hafizhohulloh, “Di dalamnya ia berbicara dengan sesuatu yang tidak dikenal. Di
dalamnya ia mengatakan (membawakan) kabar-kabar bibir (kabar burung). Ia
berkata, “Si Fulan telah berkata kepada kami.” Atau, “Konon dia (Syaikh
Muhammad) itu begini. Jika benar, maka hukumnya begini.” [Kutub Hadzdzaro minha
Al ‘Ulama (I/251)]
Adapun tentang
bukunya yang ketiga, Asna Al Matholib fi Najah Abi Tholib, telah berkata Syaikh
Rosyid Ahmad Al Kankuni Al Hindi rohimahulloh, penulis Badzlul Majhud syarh
Sunan Abi Dawud yang dinisbatkan kepada salah seorang muridnya, Ahmad Kholil,
padahal yang benar kitab itu merupakan dekteannya yang ia dektekan kepada
muridnya itu- dalam kitabnya, Al Barohin Al Qothi’ah ‘ala Zholam Al Anwar As
Sathi’ah yang dicetak di India, “Sesungguhnya syaikhnya para ulama Makkah di
zaman kami (dekat-dekat tahun 1303 H) telah menghukumi berfatwa berimannya Abu
Tholib dan telah menyelisihi hadits-hadits shohih karena ia mengambil sogokan
riba yang sedikit dari seorang rofidhoh Baghdad.”
• Seorang rofidhoh
Betapa bagusnya
pernyata’an Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohulloh dalam Al Bayan wa Al
Isytihar, “Dan aku telah mendengar lebih dari satu dari kalangan ahli ilmu yang
terpercaya berkata, ‘Sesungguhnya Dahlan ini adalah seorang Rofidhoh akan
tetapi ia menyembunyikan madzhabnya dan menamakannya (bersembunyi di balik
nama) taklid kepada salah satu dari imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy
Syafi’i, dan Ahmad) dengan tujuan agar tujuan-tujuan kejinya tertutupi dan agar
memperoleh jabatan-jabatan yang darinya ia mencari makan. Yang paling
membuktikan kerofidhohannya yang jelek adalah karangannya sebuah buku yang
berjudul Asna Al Matholib fi Najdah Abi Tholib. Di dalamnya ia membantah
nash-nash Al Quran dan hadits-hadits shohih mutawatir dengan nafsunya.’”
[Dinukil dari catatan kaki Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 24)].
Celakanya, fatwanya
yang keji ini diikuti oleh seorang ulama yang cukup berpengaruh di Indonesia,
terutama di Jawa, Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al Bantani Al Jawi dalam
kitab tafsirnya yang banyak dipelajari di pesantren-pesantren tradisional,
Muroh Labid li Kasyf Ma’na Quran Majid(II/201-202) ketika menafsirkan Surat Al
Qoshosh ayat ke-56, “Sesungguhnya kamu tidak akan bisa memberi hidayah kepada
orang yang kamu cintai. Akan tetapi Allah memberi hidayah kepada siapa yang Ia
kehendaki. Dia lebih tahu orang-orang yang mendapat petunjuk.”
• Kaidah-kaidah
bathilnya
Syaikh Muhammad
Rosyid Ridho rohimahulloh mengatakan bahwa kaidah-kaidah kebodohan yang di
atasnya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan membangun bantahannya terhadap Wahhabiyyah,
membolehkan berdoa kepada selain Allah Ta’ala dari kalangan para nabi dan
orang-orang sholih yang telah wafat, beristighotsah (meminta tolong ketika
dalam kesulitan) kepada mereka, dan mengadakan perjalan menuju kuburan-kuburan
mereka untuk berdoa kepada mereka di sisinya, serta meminta dari mereka
(penghuni kubur) agar dipenuhi hajat mereka, ada tiga (3), yaitu :
1. Riwayat-riwayat
bathil dan semaknanya berupa dengeng-dongeng, buah tidur, dan syair-syair yang
tidak memiliki nilai di sisi ulama agama yang hanya laku di pasar orang-orang
‘awwam.
2. Berdalil dengan
nash-nash yang tidak menunjukkan dalil permasalahan yang ia bawakan secara
syariat, seperti firman Allah, “
3. Membolak-balikkan
realita dan permasalahan dorongan mengikuti jama’ah kaum muslimin dan
peringatan dari berpecah dari jama’ah. Menurutnya dan konsekuensi kebodohannya,
jama’ah adalah mereka yang paling banyak jumlahnya. Klaim semacam ini
bersebrangan dengan nash-nash Al Quran, hadits-hadits shahih, dan atsar-atsar
Salafu Sholih.
• Para Ulama
membantah doktrin-doktrinnya
Alloh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman dalam surat Al Isro’ ayat ke-81 :
وَ قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَ زَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ
زَهُوْقًا
“Dan katakanlah, ‘Telah
datang kebenaran dan kebathilan telah lenyab. Sungguh, kebathilan itu pasti
lenyap.”
Karena bahanya
pemikiran Ahmad Dahlan ini, maka para ulama di seluruh penjuru dunia Islam
beramai-ramai membantah, mematahkan, menyingkap, dan menelanjangi kesesatannya
itu.
Di antara mereka
adalah :
1. Al ‘Allamah Al
Muhhaddits Asy Syaikh Muhammad Basyir As Sahsuani Al Hindi rohimahulloh dalam
kitabnya yang berjudul Shiyanah Al Insan ‘an Waswas Asy Syaikh Dahlan. Kitab
ini sudah dicetak berulang kali, di antaranya adalah sebuah cetakan kelima
tahun 1395 H/1875 M atas nafkah ‘Abdul ‘Aziz dan Muhammad Al ‘Abdulloh Al
Jamih. Dalam cetakan ini disertakan catatan kaki dari Syaikh Isma’il Al Anshori
dan lainnya, tashhih dari Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Abdurrohman bin Jibrin, dan
muqoddimah cet. ke-2 dari Syaikh Muhammad Rosyid Ridho.
Tentang sejarah
penulis kitab ini, Syaikh Muhammad Rosyid Ridho menjelaskan bahwa Syaikh As
Sahsuani pernah berkumpul dan berdebat dengan Ahmad Dahlan di Makkah tentang
maslah tauhid yang merupakan asas dan pondasi dakwah Wahhabi dan menegakkan
hujjah atasnya. Ketika kembali ke India, As Sahsuani pun menulis kitab ini.
Akan tetapi kitab ini dicetak di zamannya dengan disisbatakan kepada Syaikh
‘Abdulloh bin ‘Abdurrohman bin ‘Abdurrohim As Sindi, sebagaimana yang terjadi
pada kitab Badzlul Majhud. Dan para ulama banyak melakukan hal semacam ini di
masa-masa mereka. Ini dia kitab Nail Al Amani fi Ar Rodd ‘ala (Yusuf) An
Nabhani karya ‘Allamatul ‘Iroq Syaikh Mahmud Syukri Al Alusi rohimahulloh yang dinisbatkan
kepada Syaikh Abul Ma’ali Asy Syafi’i As Sulami [Priksa muqoddimah Syaikh Muh.
Rosyid Ridho cet. ke-2 kitab Shiyanah Al Insan].
2. Syaikh ‘Abdul
Karim bin Fakhruddin rohimahulloh dalam kitabnya yang dicetak di Al Mathba’ah
Al Anshoriyyah Dehli, Al Haqq Al Mubin fi Ar Rodd ‘ala Al Wahhabiyyah Al
Mubtadi’in.
3. Syaikh Sholih bin
Muhammad Asy Syatsri rohimahulloh dalam kitabnya, Ta’yid Al Malik Al Mannan fi
Naqdh Dholalat Dahlan, dicet. Darul Habib KSA dengan muqaddimah Syaikh Sholih
Al Fauzan.
4. Syaikh Ahmad bin
Ibrohim bin ‘Isa dalam kitabnya, Ar Rodd ‘ala Ma Ja-a Kitab Khulashoh Al Kalam
fi Ath Tho’n ‘ala Al Wahhabiyyah wa Al Iftiro’ li Dahlan.
• Pengaruhnya di
Indonesia
Dia termasuk guru
dari guru-gurunya orang Indonesia masa silam. Seperti yang dikhabarkan sendiri
oleh Muhammad Ma’shum As Samaroni As Safathuni dalam Tasywiq Al Khollan ‘ala
Syarh Al Ajurumiyyah li Dahlan. Ia mengatakan, ‘Guru dari guru-guru kami…”
Dia juga yang telah
memberikan rekomendasi kepada orientalis, zindiq munafik, dan pembantu penjajah
Belanda Dr. Snouck Hurgronje untuk bisa masuk ke Indonesia. Pasalnya, ia juga
bekerja sama dengan mufti Batavia yang bernama Syaikh ‘Utsman Al Batawi. Dengan
keberada’annya di Indonesia, Belanda semakin jaya dan kuat berkat pemikiran-pemikirannya
yang licik. Contohnya adalah perang yang terjadi di Aceh-Belanda juga di balik
pemikirannya. [Priksa Api Sejarah Jilid I karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara]
Ia juga termasuk penggerak Kristenisasi di Indonesia, meski ia telah
mengikrarkan Islamnya (secara dusta) di Makkah yang disaksikan beberapa ulama
di sana dan namanya menjelma menjadi ‘Abdul Ghoffar.
Sumber :
Memahami para
pembenci wahabi
Sumpah serapah, hujatan, fitnah
dan cacian dari orang-orang yang sangat membenci Wahabi, sebetulnya kita bisa
memahaminya.
Sumpah serapah mereka siang malam
yang tanpa bosannya dan selalu di ulang-ulang sebenarnya bentuk dari kegalauan
jiwa, lazimnya orang sakit jiwa memang seperti itu, nalar dan akal sehat sudah
hilang dikalahkan amarahnya yang meluap-luap memuncak sampai melebihi tingkat
batas kewajaran. Galau stadium 5.
Bagaimana tidak sakit hati, iri
dan dengki, Wahabi sebagai kelompok yang dianggap mengobrak-abrik
kepercaya’an-kepercaya’an menyimpang mereka tapi Wahabi yang mereka musuhi
malah yang Allah pilih dan percaya menjaga dan mengurus dua kota suci umat
Islam Makkah dan Madinah kiblatnya umat Islam sedunia.
Wahabi yang mereka musuhi punya
negri sendiri yang keada’annya jauh lebih aman dan makmur, syari’at Islam bisa
di tegakkan dibanding negri-negri tempat mereka (para galau) tinggal, yang
keada’annya terbelakang dan penuh konflik seperti Yaman negri leluhurnya para
habib, negri pusatnya orang-orang sufi.
Wahabi punya negri yang
berdaulat, dengan kedaulatannya bisa mengatur siapapun yang mengunjungi
negrinya. Para pembenci Wahabi sadar betul hal ini, sedikitpun mereka tidak
punya keberanian bertingkah atau membuat ulah ketika berkunjung ke negri
Wahabi.
Walaupun mereka dengki dan sakit
hati tapi mereka tidak punya kemampuan untuk menghadapi kekuatan yang dimiliki
Wahabi. Hanya fitnah dan sumpah serapah yang bisa mereka lakukan.
SETAN NEJD, DAJJAL itulah sumpah
serapah dan hujatan mereka.
Benarkah Wahabi adalah dajjal ?
Kepada siapapun sebutan itu bisa
di sematkan. Bukankah Rasulullah juga dahulu di katakan tukang sihir oleh
mereka yang memusuhinya.
Kalau memang Wahabi dajjal kenapa
mereka para pembenci Wahabi mau shalat di imami Wahabi ?
Apakah sah shalat mereka yang
bermakmum kepada Wahabi yang mereka sebut dajjal ?
Dalam hadits Fatimah binti Qais
Radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan, “Maka saya akan keluar
dan mengembara di bumi, dan tiada satu pun tempat kecuali saya masuki selama empat
puluh malam kecuali Makkah dan Thaibah (Madinah), karena kedua kota itu
diharamkan bagi saya untuk memasukinya. Apabila saya hendak memasuki salah satu
dari kedua kota tersebut. saya dihadapi oleh malaikat yang menghunus pedang
untuk menghardik saya, dan pada tiap-tiap lorongnya ada malaikat yang
menjaganya.” [Shahih muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyrotis Sa’ah, Bab Qishshotil
Jasasah 18: 83].
Allah Ta’ala berfirman :
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ
أَضْغَانَهُمْ
”Atau apakah
orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengira bahwa Allah tidak akan
menampakkan kedengkian mereka”. (Q.S Muhammad: 29).
Wasallam
Agus Santosa Somantri
Syubhat Syaikh Sulaiman Bin Abdul Wahhab Menjawab
Syubhat Seputar Al Mujaddid Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab *