Tuesday, August 19, 2014

Pemerintah Malaysia Melarang Syiah, Indonesia Kapan?



Kuala Lumpur (voa-islam.com) Akhirnya,  Pemerintah Malaysia melarang kelompok Islam Syiah, yang disebut sebagai sekte "sesat". Pemerintah Malaysia juga melarang menyebarkan ajarannya, namun diberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinannya itu, Rabu lalu.

Sementara itu, sekitar 200 orang pemeluk ajaran Syiah ditangkap pada Desember lalu oleh otoritas keagamaan atas tuduhan bahwa mereka mengancam keamanan nasional di Malaysia yang multikultural, tempat 16,5 juta pemeluk Islam Sunni.


"Kami tidak melarang pemeluk ajaran Syiah untuk melakukan peribadatan. Namun ada hukum yang tidak membolehkan mereka berdakwah terhadap jemaah Sunni," kata Menteri Urusan Agama Islam Jamir Khir Baharom kepada parlemen, seperti dikutip media pemerintah.


Jamil Khir mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna menghentikan penyebaran ajaran tersebut di Malaysia, termasuk mengeluarkan sejumlah fatwa yang mengharamkan aliran itu dan memantau serta mengendalikan materi yang menyebarkan ajaran Syiah.


Mohammed Khusrin Munawi, mantan kepala departemen agama di negara bagian Selangor, mengatakan bahwa Islam Syiah adalah ancaman karena pengikut fanatiknya menganggap pemeluk Islam lainnya sebagai kafir.


Pemimpin komunitas Syiah, Kamil Zuhairi Abdul Aziz, pada Rabu mengatakan bahwa pemeluk Syiah di Malaysia tidak mengajarkan ajarannya kepada kaum Muslim lainnya.


"Walaupun kami tidak menonjolkan diri dan hidup harmonis dengan kelompok Sunni serta non-Muslim dengan menjalankan ibadah di lingkup komunitas kami sendiri, kami terus dianiaya oleh pemerintah selama beberapa dekade," katanya kepada AFP.


"Dalam kenyataannya, kami bukanlah kelompok yang menyebarkan ajaran kami. Dengan menangkap serta menjadikan hal itu sebagai masalah, otoritas keagamaan negara justru memberikan publikasi serta menyebarkan ajaran kami dengan sendirinya," katanya.


Perpecahaan antara Sunni dan Syiah terjadi karena sengketa terkait pergantian kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632.


Diperkirakan 40.000 warga Syiah di Malaysia merupakan salah satu dari berbagai sekte Islam yang berada di bawah pengawasan ketat pemerintah, sebagai tindakan keras atas kelompok yang dipandang menyimpang.


Hukum Islam 1989 dan fatwa 1996 oleh sekelompok imam Islam terkemuka menyebutkan pelarangan terhadap ajaran Syiah, yang mengatakan ajaran itu sebagai ideologi menyimpang.


Malaysia memiliki dualisme sistem hukum, dengan pengadilan sipil yang berjalan secara paralel dengan pengadilan syariat Islam yang mengadili warga Malaysia atas tuduhan moral dan keagamaan.
Dibagian lain, di Indonesia faham Syiah berkembang biak dengan bebas, dan masuk ke berbagai lembaga negara, termasuk ke berbagai partai politik. Tokoh Syiah di Indonesia Jalaluddin Rahmat,bahkan menjadi calon legislatif PDIP dari dapil Jawa Barat III, dan ini akan menimbulkan potensi konflik di masa depan.
Kelompok Syiah secara sistematis mengembangkan ajaran Syiah di Indonesia, dan ribuan mahasiswa Indonesia yang belajar di berbagai kota di Iran, termasuk di pusat kota Qom yang menjadi pusat gerakan Syiah di Iran.
Di Suriah mayoritas penduduknya Sunni, dikuasai kelompok Syiah Alawiyyin yang dipimpin Bashar al-Assad, dan sekarang berlangsung pembantaian yang sangat  dahsyat, dan sudah menewaskan ribuan penduduk Sunni. af/dsb.


Published on Friday, 02 May 2014 16:08
Kesultanan Brunei Darussalam akhirnya mulai menerapkan hukum pidana Syariah pada Kamis, 1 Mei 2014. Penerapan hukum Islam ini patut diapresiasi karena Brunei negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkannya sekalipun mendapatkan banyakan penentangan dari aktivis HAM.
"Alhamdulillah, dengan ini kita mengulangi lagi sejarah perundangan Islam yang pernah diamalkan dulu di negara ini. Hukum ini diterapkan untuk menolong agama Allah di bumi yang bertuah ini. Allah telah berjanji untuk menolong kita jika kita menolong agamanya. Seperti yang tertuang dalam Al-Quran Surat Muhammad:7," kata Sultan yang menurut para diplomat asing semakin religius di usianya yang menginjak 67 tahun.
Sultan membantah laporan media bahwa pemerintah Brunei menunda penerapan hukum Syariah. Menurutnya, penetapan 1 Mei sebagai hari pertama diberlakukannya hukum Syariah masih dalam rentang enam bulan sejak UU penetapan hukum syariah pada 22 Oktober 2013 diumumkan.  Waktu enam bulan adalah tempo pemberlakuan UU setelah ditetapkan di Brunei seperti dilansir vivanews.
"Dengan bertawakal kepada Allah serta bersyukur, Kamis, akan mulai perintah hukuman syariah tahap pertama," kata Sultan.
Tahapan pertama akan dilakukan bagi pelanggaran dengan hukuman denda atau penjara, seperti hamil di luar nikah, tidak shalat Jumat bagi pria, dan menyebarkan agama lain. Sementara tahapan kedua yang akan dimulai 12 bulan mendatang akan berlaku hukuman cambuk atau potong tangan bagi pencuri atau meminum minuman keras (khamr).
Sedangkan tahap terakhir, hukuman rajam dan pancung, akan diberlakukan pada tahun berikutnya yang meliputi kejahatan seperti perzinaan, sodomi, penistaan Islam, menghina Al-Quran dan Nabi Muhammad shallalahu alaihi wasallam.
Ini juga sekaligus menepis perdebatan yang tidak pernah berakhir bahwa Hukum Syariah kejam. "Dalam aturannya menyebut bahwa Hukum Allah itu kejam dan tidak adil. Tetapi, Allah sendiri mengatakan bahwa hukumnya selalu adil," ujar Hassanal.
Sebelumnya pernah diberitakan bahwa seorang pejabat senior dari Departemen Mufti Negeri mengatakan Kesultanan sedang memantau pengaruh keyakinan Syiah di negara tetangga Malaysia untuk memastikan bahwa ajaran tersebut tidak masuk dan menyebar ke Brunei Darussalam, seperti dilansir koran harian Melayu pada tanggal 19/11/2013.
Surat kabar itu melaporkan bahwa Mas Reduan Jumat, pegawai senior kantor riset agama dari Departemen Mufti Negeri, Kantor Perdana Menteri mengatakan kepada wartawan bahwa mereka sadar dan waspada dari pengaruh Syiah di Malaysia yang massif, karena fakta tersebut Kesultanan Brunei merasa cemas akan menyebar dan meluasnya ajaran sesat tersebut sampai ke Brunei.
Terletak di Pulau Borneo, yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Indonesia, Brunei mempraktekkan bentuk Islam yang konservatif dibandingkan dengan Indonesia yang jumlah penduduk muslimnya lebih banyak. Mereka melarang peredaran alkohol dan membatasi serta melarang penganut agama lain seperti Syiah. 
Alhasil, sebanyak 70 persen populasi Brunei yang terdiri dari kaum Muslim Melayu, mendukung secara luas langkah pengenalan UU Hukum Syariah.(iz)