Sukses Lumpuhkan
Milisi Syiah Houthi Yaman, Raja Salman Banjir Pujian
Keputusan yang diambil Raja Arab
Saudi, Salman bin Abdulaziz yang memimpin Koalisi Teluk dalam membombardir
Yaman untuk memerangi milisi Syiah Houthi
dianggap sukses setelah serangan ke Yaman diakhiri. Raja Salman banjir pujian
dari para pejabat tinggi Kerajaaan Arab Saudi.
Gubernur daerah, menteri dan tokoh-tokoh penting
di Kerajaan Arab Saudi ramai-ramai mengucapkan selamat kepada Raja Salman yang
dijuluki sebagai “Penjaga Dua Masjid Suci” itu. Menurut mereka, agresi militer
dengan nama “Operation Decisive Storm” sukses dan Raja Salman dianggap berhasil
membela perbatasan Saudi dari agresi asing.
”Operasi anti-Houthi sukses besar,” kata Gubernur Makkah, Pangeran Khaled Al-Faisal dalam pesan ucapan selamat kepada Raja Salman.”Keputusan yang diambil oleh Raja untuk meluncurkan ‘Operation Decisive Storm’ telah mengejutkan dunia dan mencerminkan kemampuan dan keberanian Kerajaan (Saudi) untuk membela kebenaran,” katanya lagi, seperti dilansir Arab News, Kamis (23/4/2015).
”Operasi anti-Houthi sukses besar,” kata Gubernur Makkah, Pangeran Khaled Al-Faisal dalam pesan ucapan selamat kepada Raja Salman.”Keputusan yang diambil oleh Raja untuk meluncurkan ‘Operation Decisive Storm’ telah mengejutkan dunia dan mencerminkan kemampuan dan keberanian Kerajaan (Saudi) untuk membela kebenaran,” katanya lagi, seperti dilansir Arab News, Kamis (23/4/2015).
Agresi militer Koalisi Teluk yang dipimpin Arab
Saudi diakhiri pada Selasa lalu. Agresi itu diklaim atas permintaan presiden
sah Yaman, Abed Rabbo Mansour Hadi.
Menteri Garda Nasional Saudi, Pangeran Miteb bin
Abdullah juga mengucapkan selamat kepada Raja Salman dan para pemimpin Koalisi
Teluk atas keberhasilannya dalam memerangi Houthi di Yaman.
Pangeran Miteb mengatakan, Garda Nasional akan
terus berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan dan Menteri Dalam Negeri dalam
segala situasi. ”Koordinasi ini tidak akan terbatas pada ‘Operation Decisive
Storm’m” imbuh dia.
Washington Post:
Rezim Assad Diambang Kehancuran
[ Insya Allah ]
Surat kabar
kenamaan Amerika Serikat, Washington Post, menyatakan bahwa rezim Bashar
al-Assad berada dalam posisi mengkhawatirkan setelah serangkaian kemenangan
besar faksi-faksi perjuangan revolusi Suriah dalam beberapa waktu terakhir.
Dalam analisisnya, Washington Post menyebut dua faktor utama
yang menyebabkan rezim Bashar Al Assad kini diambang kehancuran setelah
meletusnya revolusi Suriah pada tahun 2011 lalu, selain fokus Iran dalam
membantu pemerintah Irak menghadapi Negara Islam.
Yang pertama adalah; Kerjasama diagonal Saudi-Turki menjadi
sebab kemenangan besar pejuang revolusi Suriah
Sejak mewarisi tahta pada bulan Januari lalu, Raja Salman terus
bergerak agresif untuk mencegah hegmoni Iran yang terus berkembang di kawasan
Timur Tengah, salah satunya dengan menjalin kerjasama dengan Qatar dan Turki.
Kita dapat melihat kerjasama Saudi-Qatar-Turki dalam mendukung
faksi-faksi kecil perjuangan Suriah yang sebagian besar berideologi Islam, dan
menjadikannya satu dibawah nama “Pasukan Pembebasan.”
Dalam prestasinya, faksi pejuangan Suriah yang didukung oleh
Trio Timur Tengah ini telah menyebabkan hilangnya sejumlah provinsi penting
seperti Idlib dari kekuasaan pasukan Bahsar Al Assad sejak awal tahun 2015.
Menurut Washington Post alasan Raja Salman mendekat ke Turki
yang notabenya adalah negara kuat di ujung Eropa dengan kemandirian ekonomi dan
militernya, adalah kebutuhan Arab Saudi terhadap mitra kuat lainnya selain
Amerika Serikat yang tengah sibuk dalam perang mereka di Irak.
Yang kedua adalah dukungan Iran yang semakin berkurang
Di saat rezim Suriah sangat bergantung pada pemerintah Iran yang
telah mengirimkan pasukan, senjata, dana yang tidak terhenti kepada rezim
Bashar Al Assad, kini negara Syiah tersebut harus berjuang menghadapi krisis
ekonomi akibat sanksi internasional, serta pendanaan yang tidak terhenti dalam
menghadapi milisi Negara Islam di Irak dan mendukung pemberontakan Syiah Houthi
di Yaman.
Seperti dikutip surat kabar dari mantan utusan AS di Suriah,
Robert Ford, mengatakan, “Kita tidak bisa mengesampingkan tanda-tanda runtuhnya
rezim Suriah saat ini. Kemunduran tentara rezim di medan perang, kekurangan
pasukan, tidak fokus dalam pertempuran yang dijalani menjadi tanda awal dari
akhir kekuasaan mereka.”
Tidak bisa dikesampingkan bahwa bergabungnya 3 negara kuat di
Timteng, Saudi-Qatar-Turki, telah memaksa pemerintah Teheran harus berfokus
menghadapi sejumlah pilihan mendukung sekutu-sekutunya dikawasan. (Rassd/Ram)
http://www.eramuslim.com/berita/washington-post-rezim-assad-di-ambang-kehancuran.htm#.VT9aYCGqqko
Mulai Terdesak,
Menhan Suriah Ngemis Bantuan Ke Iran
Selasa 28
April 2015 Menteri Pertahanan Suriah, Fahd Jassem al-Freij, memulai kunjungan 2
hariny ke Iran untuk membahas kerjasama militer kedua negara dalam menghadapi
pejuang revolusi Suriah.
Seperti dilansir kantor berita SANA menyatakan bahwa dalam
kunjungannya Menhan Fahd Jassem akan bertemu dengan rekan sejawat Menhan Iran
Brigadir Jenderal Hossein Dehghan, membahas upaya koordinasi dan kerja sama
antara kedua negara dalam menghadapi terorisme dan tantangan umum di wilayah
Ini adalah kunjungan intensif pertama pejabat penting Damaskus
di tahun 2015, setelah sebelumnya pemerintah Teheran dikabarkan mengurangi
bantuan ke Suriah akibat berfokus pada perang melawan mujahidin Negara Islam di
Irak.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sepanjang tahun 2014 pasukan
Garda Revolusi Iran berperan penting dalam membantu pasukan pemerintah
mempertahankan sejumlah wilayah strategis di Suriah.
Tercatat Komandan Korps pasukan khusus Garda Revolusi Iran,
Jenderal Qassem Soleimani, beberapa kali terekam tengah memberikan pengarahan
kepada tentara iran di Suriah.
http://www.eramuslim.com/berita/mulai-terdesak-menhan-suriah-ngemis-bantuan-ke-iran.htm#.VUDk_yGqqkp