Monday, May 25, 2015

Pembagian Syi’ah Menurut Ulama Ahlu Sunnah

Faidah Kajian Ustadz Aris Munandar di UMY

Bertempat di Masjid KH. Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ustadz Aris Munandar MPd.I, yang hadir sebagai pembicara dalam tabligh akbar bertajuk “Mengenal Syi’ah dan ISIS”, Minggu (24/5/2015), menyampaikan pembagian Syi’ah menurut ulama ahlu sunnah.
Di awal, staff pengajar Ponpes Hamalatul Qur’an ini memaparkan definisi Syi’ah dari sudut pandang bahasa dan istilah para ulama.
“Syi’ah secara bahasa artinya kelompok, golongan atau orang-orang yang mecintai. Oleh karena itu Syi’ah menamai diri mereka dengan Syi’atu Ali yang artinya pengikut Ali, pecinta Ali dan kelompoknya Ali. Ini makna Syi’ah secara bahasa. Namun klaim Syi’ah sebagai pengikut dan pecinta Ali ini tidak tepat. Mereka bukan pengikut Ali, bukan pecinta Ali bahkan mereka justru merendahkan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu anhu,” jelas Ustadz Aris Munandar
Kaidah dalam bahasa, terang Ustadz Aris Munandar, menyebutkan bahwa memuji sesuatu secara berlebihan hingga tidak sesuai dengan kenyataan yang dipuji pada hakikatnya adalah pelecehan. Maka tindakan dan keyakinan Syi’ah yang memuji Ali secara berlebihan, mengeluarkan Ali dari sifat-sifat kemanusiaan dan meletakkan Ali pada derajat ketuhanan pada hakikatnya adalah penghinaan terhadap Ali bin Abi Thalib.
Lebih dalam Ustadz Aris Munandar merinci kelompok Syi’ah berdasarkan tingkat ekstrimisme mereka.
“Al Hafidz ibnu hajar al asqolani as syafi’i dalam Fathul Bari membagi Syi’ah menjadi 4 kategori. Syi’ah, Ghulatu Syi’ah (Syi’ah ekstrim), Rofidoh dan Rofidoh ekstrim,” katanya.
Dimulai dengan mendefinisikan yang pertama, Ustadz Aris Munandar mengatakan bahwa tindakan dan keyakinan orang yang berpaham Syi’ah disebut Tasayu’. Mereka adalah orang yang mendahulukan Ali daripada Utsman dalam keutamaan atau kemuliaan. Dalam pandangan sekte ini, Ali lebih mulia daripada Utsman, tanpa diiringi tindakan mencela Utsman. Mereka juga tidak memiliki keraguan terhadap keabsahan pemerintahan Utsman. Jika seseorang disebut Syi’i dalam hal ini, maka yang jadi perbedaan adalah tentang keutamaan tidak berkaitan dengan masalah kekhalifahan.
Kelompok yang kedua adalah Ghulatu Syiah atau Syiah yang ekstrim. Mereka adalah orang-orang yang mengatakan Ali lebih mulia daripada Utsman. Disebut Syi’ah ekstrim, karena aqidah mereka diikuti dengan perbuatan mencela Utsman. Mereka sebut Utsman zalim, karena dalam perspektif mereka sahabat yang pernah menikahi dua anak Nabi ini merebut kekhalifahan dari Ali.
Selanjutnya adalah Rofidoh. Lebih nekat dari Ghulatu Syi’ah, mereka adalah golongan yang meyakini dan mengatakan Ali lebih mulia daripada Abu bakar dan Umar radhiallahu anhum. Sama seperti kelompok yang pertama, keyakinan mereka tidak diserta cacian kepada Syaikhoni (dua pembesar yang dalam pandangan ilmu sejarah maksudnya adalah Abu bakar dan Umar)
Keempat dan terakhir sekaligus yang paling ekstrim adalah Ghulatu Rofidoh. Mereka adalah orang yang lebih memuliakan Ali daripada Abu bakar dan Umar kemudian mencela Syaikhoni. Rofidoh ekstrim berpandangan bahwa bahwa dua sahabat terdekat Rasulullah telah berlaku zalim dengan merampas hak Ali sebagai khalifah. Abu Bakar dan Umar dianggap sebagai orang yang fasiq, murtad bahkan disebut sebagai berhala Qurays.
Sebelum mengakhiri pembahasan tentang pembagian Syi’ah menurut Imam Ibnu Hajar, Ustadz Aris Munandar menyampaikan sebuah catatan.
Berkaitan tentang mana yang lebih utama antara Ali dan Utsman, menurut guru ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, hal tersebut merupakan perbedaan yang bisa dimaklumi dan terjadi diantara sesama ulama ahlu sunnah sejak masa silam.
“Seperti yang disampaikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Mana yang lebih mulia antara Ali dan Utsman ada perbedaan pendapat diantara ahlu sunnah. Mayoritas berpendapat bahwa Utsman lebih mulia, sedangkan minoritas meyakini bahwa suami Fatimah binti Muhammad lebih mulia,” rinci alumni Sastra Arab UIN Yogyakarta ini.
Saat ditanya tentang kelompok Syi’ah yang ada di Indonesia dan bagaimana cara menyekat perkembangannya, Ustadz Aris Munandar mengatakan bahwa berdasarkan pernyataan-pernyatan tokoh-tokoh Syi’ah yang di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa mereka adalah kelompok Ghulatu Rofidoh.
Master Ushul Fiqih yang menyelesaikan studinya di UMS Surakarta ini menambahkan, cara yang paling ampuh untuk menghentikan Syi’ah adalah dengan menyebarkan ilmu
“Tidaklah kesesatan tersebar kecuali karena banyak kebodohan di tengah-tengah umat. Oleh karena itu masyarakat perlu mendapat penjelasan tentang mana Aqidah yang benar dan mana pemahaman yang keliru. Jika umat tahu tentang kebenaran, maka Syi’ah tidak akan menemukan tempat untuk berkembang,” tutup staff pengajar Ma’had Ilmu Yogyakarta ini.

Menjawab Syubuhat Syiah ''Tidak Semua Syiah Sesat, Tidak Semua Sunni Benar''

Syi’ah sering memunculkan syubuhat-syubuhat untuk mengelabuhi umat Islam. Salah satunya, jargon bahwa tidak semua syi’ah sesat sebagaimana tidak semua Ahlussunnah benar.
“Ini bahaya sekali, yang menyampaikan ini ustadz besar,” tutur Ustadz Eman Badru Tamam, Lc, Mudir Ma’had Tahfidzul Qur’an Isy Karima, pada acara Silaturahmi dan Sarasehan Pimpinan Yayasan dan Mudir Ma’had Aly Bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Propinsi Jawa Tengah, Surakarta, Jawa Tengah, Ahad (24/05/2015) kemarin.
Ustadz Badru menilai perkataan tersebut sebagai muqadimah untuk menyatakan bahwa dirinya sebagai Syiah. “Lihat saja suatu saat, dia akan mengatakan saya Syi’ah. Tapi bukankah tidak semua Syi'ah sesat,” tuturnya.
Orang yang menyatakan ada Syi'ah yang tidak sesat akan menyatakan adanya Syi’ah mu’tadilah (lurus). “Kalau saya langsung tanya, di mana Syi’ah Mu’tadilah, Sukoharjo, Karang Anyar, tunjukkan tempatnya, atau ente,” tegas Ustadz yang sedang diuji dengan penyakit komplikasi ini menjawab Syubhat tersebut.
Ustadz muda yang penuh kharisma ini mengingatkan umat Islam Solo bahwa Syi’ah Solo itu sangat cerdik sembunyikan jati dirinya. “Syiah Solo bekerjanya sangat rapi. Mereka tidak banyak bicara, tapi mereka banyak bekerja keras dan cerdas,” tuturnya.
Sementara umat Islam Solo, menurut Ustadz berkunyah Abu Harits ini, cenderung mengedepankan cara-cara provokasi untuk menghadapinya.
“Kurang cerdas, jadi lebih banyak memprovokasi kaum muslimin untuk membenci suatu lembaga, suatu kelompok, daripada melakukan kerja-kerja cerdas mengimbangi apa yang mereka lakukan,” tuturnya.
Beliau memberikan pesan kepada umat Islam Solo dalam menghadapi Syi’ah di kota Surakarta ini. “Kita harus bekerja keras dan berpikir cerdas,”tutur beliau menirukan nasehat Ustad Syuhada' Bahri, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pusat