Monday, June 1, 2015

Keujudan Abdullah Ibn Saba’ Dari Sumber Syiah

Sahabat Syiah saya , Saudara Abu Hasan mengatakan Abdullah Ibn Saba’ adalah tokoh ciptaan orang orang Suni bagi memburukkan Syiah , beliau berhujah tokoh ini sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah. Senubungan dengan itu saya petik tulisan oleh : Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi  dari Buku gen syiah . Ikuti tulisan beliau :
Keujudan Abdullah Ibn Saba’  Dari Sumber Syiah
Abdullah Ibn Saba’ adalah Yahudi dari San’a (Yaman) ibunya adalah wanita berkulit hitam, ia dikenal dengan “Ibnu as-Sawda’”. Dia masuk Islam pada zaman Utsman ra. Dia dan para pengikutnya dari Yahudi Jazirah Arab berpindah-pindah tempat antara Hijaz, Bashrah, Kufah dan Syam. Dia berusaha dengan keras untuk mempengaruhi kelompok orang-orang bodoh, orang yang berjiwa lemah dan orang-orang yang menyimpan dendam terhadap Islam (dan atau orang-orangnya). Ternyata ia tidak berhasil (dengan gemilang), kemudian ia pindah ke Mesir dan diikuti oleh pengikutnya. Di sana ia tinggal menetap dan hidup di tengah-tengah penduduk Mesir. Dia mulai mempengaruhi mereka, ternyata bumi Mesir subur untuk dakwahnya. Dia berkata kepada mereka: “Aku sangat heran kenapa kalian mempercayai bahwa Isa putra Maryam akan kembali ke dunia sementara kalian tidak percaya bahwa Muhammad akan kembali kepadanya ?!” Dia berdalil dengan firman Allah yang artinya:
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”.(Al-Qashash : 85).”
Dia telah jauh menyimpang dari kebenaran dalam menafsiri ayat, karena yang dimaksud dengan “ma’ad” di sini adalah sebagaimana yang dikatakan para ahli tafsir adalah kematian atau surga atau kembalinya Rasul Saw kepada Rabb-nya pada hari kiamat.
Dengan begitu dia telah mempengaruhi akal mereka. Maka mereka meyakini adanyaRaj’ah ini. Jadi Ibnu Saba’ adalah orang pertama yamg menyuarakan tentangRaj’ah”. Dia sangat berlebihan dalam perkara ini sampai menetapkan wilayah”, ia berkata:
“Sesungguhnya setiap Nabi memiliki seorang “washi” dan Ali ibn Abi Thalib adalah washi bagi Muhammad.Saw! Maka tidak ada orang yang paling Zalim selain orang yang tidak melaksanakan wasiat Rasulullah Saw (maksudnya ia menuduh Utsman merampas hak Ali dan menzaliminya). Maka bangkitlah kalian untuk memperjuangkan perkara ini, dan hendaklah cara kalian dalam mengembalikan hak kepada pemiliknya dengan mencela para umara dan menampakkan “amar ma’ruf dan nahi munkar”, dengan begitu kalian akan menarik simpati orang”.
Akhirnya sampailah ajaran Ibnu Saba’ kepada puncaknya ketika mengklaim ketuhanan Ali, dan bahwasanya Ali tidak dibunuh melainkan naik ke langit, dan sesungguhnya yang terbunuh adalah setan yang menjelma dengan rupa Ali. Gledek adalah suara Ali dan kilat adalah cemetinya atau senyumannya………
Padahal gledek dan kilat sudah ada sejak zaman dulu (sebelum meninggalnya Ali)!!
Demikianlah ia menyebarkan kebatilan dan khurafat ini di tengah-tengah orang yang lemah jiwanya. Maka ia dan orang-orangnya berhasil membentuk kelompok-kelompok di Mesir, Bashrah dan Kufah, dan di setiap wilayah ada amirnya. Kelompok Mesir dipimpin oleh al-Ghafiqi ibn Harb al-‘Akki al-Misri, yang menjadi ujung tombak dan alat untuk melaksanakan rencana-rencana selanjutnya. Al-Ghafiqi memiliki banyak pembantu dan orang dekatnya semisal: Sudan ibn Hamran, Khalid ibn Muljam, Kinanah ibn Bisyr at-Tujibi, Abdullah ibn Badil ibn Warqa’, Hakim ibn Jabillah dan Malik ibn al-Harits al-Asytar.
Tatkala tiba waktunya kelompok Saba’iyah berangkat dari Mesir, Bashrah dan Kufah secara serentak menuju Madinah pada tahun 35 H. Mereka memecah diri dalam 12 kelompok, masing-masing wilayah 4 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 150 orang. Mereka menampakkan diri seperti rombongan haji, memanfaatkan momentum keberangkatan jama’ah haji yang sesungguhnya. Ketika mereka telah mengepung Madinah, dan fitnah telah mencapai puncaknya mereka melarang khalifah Utsman ra shalat di masjid Nabawi, kemudian mereka mengepung rumah khalifah ar-Rasyid. Lalu mereka masuk rumah (dari belakang) secara paksa, al-Ghafiqi memukul khalifah dengan besi. At-Tujibi memutuskan jari-jari Nailah istri khalifah. Kemudian mereka menancapkan pedang di dada khalifah dan menindihnya, maka terbunuhlah khalifah Utsman asy-Syahid. Ruhnya terbang menemui Rabb-nya dan di hadapannya tergeletak Kitabullah. Kemudian Sudan ibn Hamran keluar dari rumah khalifah dan berteriak “Kami telah membunuh Utsman ibn Affan”.
Sukseslah Ibnu Saba’ dalam rencana jahatnya dan khalifah Utsman ibn Affan ra menjadi korban dari konspirasi ini.
Kini, setelah lebih dari seribu tahun sebagian Hakham (pemimpin, ulama) Syi’ah mengingkari keberadaan sosok Ibnu Saba’ dengan tujuan supaya tidak terbongkar kebusukkan mereka dan agar tidak membenarkan pendapat kaum muslimin tentang mereka. Maka mereka mengingkari keberadaan Ibnu Saba’ “sang mu’allim pertama” dalam kesesatan mereka. Di antara yang mengingkarinya adalah Muhammad al-Husain Ali Kasyif al-Ghitha’ di dalam kitabnya “Ashl asy-Syi’ah wa Ushuluha”. Dia menulis dengan keji : “Sesungguhnya Abdullah ibn Saba’, Majnun ibn Amir, Abu Hilal dan yang semisal dengan orang-orang atau pahlawan-pahlawan ini, semuanya adalah khurafatyang dikarang oleh para “tukang cerita” atau “oarang-orang yang senang begadang danngobrol tidak karuan”.
Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah ketika membantah orang-orang seperti mereka mengatakan:
“Mengingkari keberadaan Abdullah ibn Saba’ sama artinya dengan mengingkari matahari yang bersinar terang di siang hari. Tidak ada satupun penulis klasik yang mengingkari keberadaannya. Saya tidak habis pikir siapakah yang lebih dalam ilmu dan penguasaannya terhadap realitas-realitas (sejarah)? Orang-orang terdahulu ataukah orang-orang belakangan yang pengecut dan takut dari cucunya sendiri?! Kita meminta dan menantang mereka untuk membuktikan satu orang yang terdahulu, dari mereka sendiri, bukan dari kita, yang mengingkari sosok Ibnu Saba’ dan menganggapnya sebagai khayalan dan khurafat….. Yang perlu diingat, kita tidak menyebut Ibnu Saba’, ketika menyebutnya dalam kitab kami “Asy-Syi’ah wa asSunnah”, sebagai nukilan dari Ibnu Hajar al-Asqalani atau adz-Dzahabi atau Ibnu Hibban, Ibnu Makula, al-Bukhari atau Fulan dan Fulan…Tetapi kami menyebutnya berdasarkan nukilan dari al-Kasy-syi imam mereka sendiri dalam bidang rijal, an-Nubakhti, imam mereka dalam hal firaqatau sekte-sekte. Dan seorang sejarawan Syi’ah dalam “ar-Rawdhah ash-Shofa”. Ketiga kitab tersebut adalah kitab mereka, ditulis oleh pemuka mereka kemudian daritahqiq atau editing mereka, supaya tidak ada sangkaan bahwa ada yang sengaja menyisipkan, editor atau komentator. Sesungguhnya an-Nubakhti secara pasti tidak menukil dari ath-Thabari dan tidak satupun orang yang menuduhnya demikian. Dia jika tidak mendahului ath-Thabari, juga tidak setelahnya, karena dia sejaman dengan Tsabit ibn Qurrah yang meninggal 288 H, dan dialah poros dan pusat dari orang Syi’ah yang terkenal dengan kefanatikan dan caciannya terhadap orang-orang yang tidak sejalan, yang dikenal dengan sebutan al-Kasy-syi, yang ahli di bidang rijal (para tokoh danrawi). Yang hidup sejaman dengan Ibnu Fuldaih yang meninggal pada 369 H. Dan kitabnya adalah kitab yang paling utama dan pertama tentang rijal, juga (mengambil) dari “al-Ushul al-Arba’ah” yang menjadi tumpuan mereka dalam bab ini”.
Sesungguhnya banyak sekali kitab-kitab Syi’ah yang menegaskan dan mengukuhkan apa yang sudah kita sebut di atas tentang Ibn Saba’. Inilah al-Huli asy-Syi’i dalam kitabnya menulis`: “Sesungguhnya Abdullah ibn Saba’ kembali menjadi kafir dan menampakkan sikap ghuluw, ia mengaku menjadi Nabi dan Ali as adalah Allah. Maka Ali memintanya untuk bertaubat dalam tiga hari. Ternyata ia tidak mau taubat maka Ali membakarnya dengan api dalam kelompok 70 orang yang mengklaim hal yang sama”.
Begitu pula pembesar mereka Sa’ad ibn Abdillah al-Qummi yang meninggal pada 229 H, yang sejaman dan bertemu dengan Imam Syi’ah kesebelas al-Hasan al-Askari dan mengambil ilmu dari padanya, telah mengakui keberadaan sosok Ibn Saba’. Bahkan ia menyebutkan nama orang-orang pembantu dan sahabatnya yang ikut melakukan makar dan menjuluki mereka dengan “ Firqah Saba’iyah”. Dia berkata tentang Ibn Saba’: “Dia adalah orang pertama yang menampakkan penghinaan terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat serta menyatakan “Bara’” (lepas diri) dari mereka. Dia mengklaim bahwa Ali yang memerintahkannya untuk itu”. Sebagaimana ia meriwayatkan bahwa ketika Ali mendengar kabarnya ia memerintahkan untuk membunuhnya, kemudian diurungkan dan merasa cukup dengan mengusirnya ke Madain.
Mirip dengan yang tadi para ulama dan sejarawan Syi’ah lainnya juga telah mengatakan seperti : al-Astarabadzi, ath-Thusi, at-Tustari, Abbas al-Qummi, al-Khawansari, al-Ashfahani dan pengarang kitab Rawdhah as-Shafa dalam sejarahnya.
Sebagaimana Ulama dan sejarawan Sunni juga telah menetapkan Ibn Saba’ dan akidah-akidahnya seperti ath-Thabari, Ibn Katsir dan Ibn al-Atsir, Ibn Khaldun, al-Hafizh Ibn Hajar dan al-Isfiraini.
Begitu pula al-Baghdadi, ar-Razi dan asy-Syaharastani.
Tidak diragukan lagi bahwa sumber-sumber dan bukti-bukti ini telah mengukuhkan keberadaan Ibn Saba’ dan kelompoknya yang terdiri dari orang Yahudi dan kaum munafik yang menyebut diri mereka dengan sebutan “Syi’ah Ahlul Bait”.
Sebagian ulama Syi’ah kontemporer telah merubah pola mereka dan mulai mengakui adanya tokoh Ibn Saba’, setelah bukti-bukti keberadaannya tampak di mata mereka dan tidak bisa lagi mengelak. Mengelak harganya sangat mahal bagi mereka sebab konsekuensinya adalah menganggap cacat sumber-sumber agama mereka. Karena itu Muhammad Husain az-Zen seorang Syi’ah kontemporer mengatakan: “Bagaimanapun juga Ibn Saba’ memang ada dan dia telah menampakkan sikap ghuluw, sekalipun ada orang yang meragukannya dan menjadikannya sebagai tokoh dalam khayalan…..Adapun kami sesuai dengan penelitian akhir maka kami tidak meragukan keberadaannya dan ghuluwnya”.
Dari paparan di atas menjadi jelaslah bahwa Ibn Saba’ adalah orang yang pertama menyuarakan tenatng “wasiat”, “raj’ah”, “mencela sahabat” dan “mencela Khulafa’ Rasyidin”.
Dia dan kelompoknya mengemas dengan kemasan-kemasan tertentu lalu menjadikannya sebagai riwayat dan hadits-hadits, kemudian secara dusta mereka mengaitkan pada ahlul bait yang baik-baik. Dan hasilnya sangat laku dikalangan orang-orang bodoh dan lugu.
Rencana makar Ibn Saba’ memiliki banyak tujuan antara lain bisa kita sebutkan:
1. Menaburkan fitnah di tengah-tengah umat Islam dengan memprovokasi massa untuk bangkit menentang dan membunuh khalifah Utsman ra agar ekspansi Islam menjadi terhenti
2. Menanam akar kebencian di hati umat Islam terhadap Abu Bakar, Umar dan Utsman. Dan ini telah terjadi, mereka sukses dalam hal ini dengan mempengaruhi orang-orang Islam yang bodoh dan orang-orang yang memiliki niat jahat kepada Islam.
3. Mensosialisasikan Akidah Yahudi di tengah-tengah kaum muslimin, yaitu : akidah wishayah (wasiat oleh Nabi) dan wilayah (Imamah) yang tidak ada kekurangannya sedikitpun dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi justru di rekayasa oleh yahudi dari wasiat musa kepada Yusya’ ibn Nun, lalu mereka sebarkan di tengah komunitas muslim dengan nama wasiat Muhammad Saw, untuk Ali ra dan ternyata sangat menarik hati orang-orang Majusi, kini mereka menjadi propagandis yang paling besar.
4. Mengkafirkan semua sahabat Nabi Saw kecuali beberapa orang. Sasarannya adalah untuk meragukan semua hadits-hadits Nabi dan ayat-ayat al-Qur’an yang diriwayatkan melalui mereka. Ini juga berhasil karena anak cucu Majusi tidak mau menerima hadits yang diriwayatkan melalui jalur para sahabat yang mulia tersebut
5. Menyebar pemikiran-pemikiran Yahudi seperti “raj’ah” (kembali setelah mati), “tidak mati”, “menguasai bumi”, “mengetahui yang ghaib”, “kuasa” dan hal-hal lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Semua keyakinan tadi telah diambil oleh Syi’ah bahkan mereka membubuhi dan melengkapi.
Demikianlah Abdullah ibn Saba’ dan pemikiran-pemikirannya yang merusak yang dia kaitkan dengan syariat yang suci ini, mulai dengan kembalinya Rasul Saw ke muka bumi ini, setelah beliau wafat, keyakinan Ali tidak mati sampai menguasai bumi, hak wilayah dan uluhiyah bagi Ali sampai akhirnya mengaku menjadi Nabi. Pemikiran-pemikiran semacam ini tidak lain hanyalah racun yang dia sebarkan setelah mempelajari dan merancang demi mewujudkan tujuan dan cita-citanya yang kotor.
 (12 Ramadhan 1430)
Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Ath-Thabari V/98-99.
‘Ashl asy-Syi’ah wa Ushuluha. Hal 106-107.
Asy-Syi’ah wa Ahlul Bait. Hal 124.
Kitab ar-Rijal. Hal 469. Cet Tehran. 1383 H.
Al-Maqalat wa al-Firaq. Hal 20.
Ibid.
Manhaj al-Maqal. Hal 203.
Rijal ath-Thusi. Hal 51. Cet Najef. 1961 M.
Qamus ar-Rijal. Jilid V. Hal 98-99.
Tuhfah al-Ahbab. Hal 184.
Rawdhat al-Jannat.
Jilid V. Hal 393. Cet Tehran.
Tarikh ath-Thabari. Jilid V. Hal 98-99.
Al-Bidayah wa an-Nihayah. Jilid VII. Hal 167.
Tarikh Ibn Khaldun. Jilid II. Hal 139
Lisan al-Mizan. Jilid III. Hal 289.
At-Tabshir fi ad-Din. Hal 108-109.
Al-Farq Bayna al-Firaq. Hal 233-235. Cet Mesir.
I’tiqadat Firaq al-Musyrikin. Hal 108-109.
Al-Milal wa an-Nihal. Jilid II. Hal 11.
Asy-Syi’ah wa at-Tarikh. Hal 213.

Abdullah Bin Saba’ Dari Sumber Syiah


Rata-rata tersebar dan diketahui umum pengikut Syiah bahawasanya Abdullah bin Saba’ ialah suatu identiti khayalan yang tidak wujud pada hakikatnya. Golongan Ahli Sunnah di tuduh sengaja mereka-reka identiti ini untuk menghentam kepercayaan Syiah. Mereka menggelarnya sebagai pengasas Syiah untuk menjauhkan orang ramai daripada Syiah dan Mazhab Ahli Bait. Apakah orang Syiah tidak sedar atau tidak membaca pengakuan ulama kanan Syiah sendiri mengakui keujudannya ?
Berikut saya petik sebahagian tulisan Al- Syeikh Al-Allamah Dr. Sayid Husain Al-Musawi Al-Husaini dari Buku Terjemahan Mengapa Aku Tinggalkan Syiah.
Berkata al-Naubakhti [1] Mengenai Abdullah bin Saba :
(Golongan al-Saba’iyyah mengatakan Ali a.s. berhak menjadi Imam selepas Nabis.a.w dan ia merupakan satu kewajipan daripada Allah . Mereka itu merupakan puak Abdullah bin Saba’. Dialah antara orang yang memfitnah dan memburukkan nama Abu Bakar, Umar, Usman dan para Sahabat. Beliau berlepas diri daripada mereka dan berkata: “Sesungguhnya Ali a.s yang menyuruhnya berbuat begitu”.Maka Ali menangkap dan bertanyakan tentang kata-katanya. Dia mengakui perkara tersebut lalu Ali a mengarahkan supaya dia dibunuh, maka orang ramai berteriak: “Wahai Amirul Mukminin! Adakah kamu mahu membunuh orang yang menyeru kepada mencintai mu, Ahli Bait, penguasaan mu dan berlepas diri daripada musuh-musuh mu?” Maka beliau membuang Ibnu Saba’ ke luar negeri.
Sebahagian Ahli Ilmu meriwayatkan bahawa Abdullah bin Saba’ dahulunya ialah seorang Yahudi dan memeluk Islam. Dia menjadi pengikut dan penyokong Ali a. Semasa di dalam Agama Yahudi dia berkata pada Yusya’ bin Nun selepas Nabi Musa a.s dengan ucapan sebegini. Maka di dalam Islam dia mengatakan pada Ali bin Abu Talib. Dia merupakan orang
berlepas diri daripada musuh-musuhnya, sebab itulah orang yang bertentangan dengan Syiah mengatakan: Sesungguhnya asal al-rafdhu[2] itu diambil daripada Yahudi.”)
}فرق الشيعة{ m/s 32-44
Catitan Hujung Aburedza  :
1.      Kenyataan al-Naubakhti ini menunjukkan ulama Syiah sendiri mengakui keujudan Abdullah Bin Saba. Ulama Syiah yang lain yang mengakui keujudan Abdullah bin Saba  seperti Al-Kisyi , al-Mamqani[3], Sa’ad bin Abdullah al-‘Asy’ari al-Qummy[4],  al-Saduq[5], al-Hadid[6] dan al-Sayid Ni’matullah al-Jazairi[7]. Semua sumber-sumber ini mengukuhkan kewujudan identiti Abdullah bin Saba’.
2.      Maka dengan itu kita tidak lagi boleh selepas ini menafikan keujudannya apatah lagi Ali r.a sendiri telah mengenakan hukuman ke atas Ibnu Saba’ terhadap katanya bahawa Amirul Mukminin Ali r.a itu Tuhan.  Ini bermakna Amirul Mukminin r.a pernah bertemu dengan Abdullah bin Saba’. Cukuplah dengan Amirul Mukminin r.a sebagai hujah maka tidak boleh selepas ini untuk mengingkari kewujudannya.
3.      Candiki Repantu  (Seorang Syiah ) dalam bedah buku Mengapa Aku Tinggalkan Syiah menulis:
(Keberadaan Abdullah bin Saba’ disebutkan baik oleh buku2 syiah maupun buku2 sunni. Jika ditelusuri sumber buku2 syiah ttg Abdulah bin Saba’ terdapat pada karya An-Naubakhti, Firaq al-Syiah dan al-Asyari al-Qumi, al-Maqqalat wal Firaq. Dan setelah kita periksa maka ternyatakarya an-Naubakhti dan al-Qummi ini tidak menyebutkan sanadnya dan sumber pengambilannya...shg dianggap bahwa mereka hanya menuliskan cerita populer tersebut yg beredar dikalangan sunni.)
Demikian sikap orang Syiah bila menolak sesuatu yang tidak disukai. Penolakkan tersebut  juga sekaligus mendedahkan apakah demikian sikap ulama besar Syiah, yang sungguh tidak cermat didalam penulisan kitab mereka .
Kita mengambil contoh , An-Naubakhti menyebut bahawa Ja’far bin Muhammad Al-Baqir telah menentukan anaknya Ismail sebagai imam secara nas semasa hidupnya lagi. Tetapi ternyata kemudiannya Ismail meninggal dunia, sedangkan bapanya Ja’far bin Muhammad al-Baqir masih hidup, katanya:
Terjemahannya:
“An-Naubakti menyebut bahawa Jafar bin Muhammad al-Baqir telah menentukan anaknya Ismail sebagai imam semasa beliau masih hidup. Tiba-tiba Ismail mati Iebih dahulu daripadanya, maka Jafar berkata, “Tidak ternyata kepada Allah mengenai sesuatu perkara sebagaimana tersembunyi kepada-Nya mengenaiperistiwa anakku Ismail”.
(Kenyataan ini dipetik daripada kitab Fatawa Min Aqaid al-Syiah oleh Muhamad Umar Ba Abdillah hal. 15)
Ringkasnya An Naubakhti menyebut Allah tidak tahu Imam akan mati dahulu atau anak imam akan mati dahulu!
Ini lah konsep al Bada’ yang di percayai Syiah. Mengapa orang Syiah tidak periksa konsep al bada’ sanadnya sampai kepada nabi atau tidak ? Adalah mustahil dan tak masuk akal Nabi s.a.w akan mengatakan Allah tidak berpengetahuan apa yang akan berlaku!
Maksud firman Allah:
“Dan pada sisi Allah jualah anak kunci perbendaharaan segala yang ghaib, tiada sesiapa yang mengetahuinya melainkan Dialah sahaja dan Ia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut dan tidak gugur sehelai daunpun melainkan In mengetahuinya dan tidak gugur sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak gugur yang basah dan yang kering melainkan (semuanya) ada tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz) yang terang nyata.”
(Surah al-An’am ayat 59)
4.  Pekara 3 di atas adalah sekali gus menjawap komen pembaca ( Oleh May )padahttps://aburedza.wordpress.com/2009/11/11/nikah-mut%E2%80%99ah-pengalaman-bersama-imam-khomeini/

[1] Al-Syeikh Abu Muhammad al-Hasan bin Musa bin al-Hasan al-Naubakhti (kurun ke 3-ke 4 Hijrah). Seorang ulama ilmu kalam, ahli falsafah yang merupakan antara ulama ilmu kalam Syiah yang besar.
[2] Jolokan yang diberikan kepada golongan Syiah bermaksud tolak atau penolakan.
Dikatakan sebab penamaan dengan gelaran ini bahawa mereka mendatangi Zaid bin Ali bin Hussain dan berkata kepadanya: “Kamu hendaklah berlepas diri daripada Abu Bakar dan Umar agar kami boleh mengikut kamu!!” Beliau menjawab: “Mereka berdua merupakan sahabat Datuk ku Rasulullah. Aku malah mentaati dan mengikut mereka.” Mereka berkata: “Jadi kami akan menolak kamu.” Maka dengan sebab itulah mereka dinamakan rafidhah.
Adapun mereka yang bersetuju dengan Zaid bin Ali dan membai’ahnya pula dipanggil Zaidiyyah.
Dikatakan juga kerana mereka menolak peletakan sandaran Imam kepada Abu Bakar dan Umar.
Dikatakan juga kerana mereka menolak agama. Tetapi pendapat ketiga ini jelas tersasar.
Sebaiknya gelaran seperti ini dijauhkan kerana ia hanya akan mengeruhkan keadaan khususnya dalam dialog Sunnah-Syiah.
[3] Al-Syeikh Abdullah bin al-Syeikh Muhammad Hasan bin al-Syeikh Abdullah al-Mamqani. (1290-1351H)
[4] Abu al-Qasim; Saad bin Abdullah bin Abi Khalaf al-Asy’ari al-Qummi (kurun ke 3 – 299H). Sezaman dengan Imam Hasan al-‘Askari. Berkata al-Tusi: “Saad bin Abdullah al-Qummi digelar Abu al-Qasim; tinggi kedudukannya, terkenal, banyak tulisannya,thiqah. Antara karangannya Kitab al-Rahmah.”
[5] Muhammad bin Ali bin al-Hussain bin Musa bin Babawaih; Abu Ja’far yang dikenali sebagai al-Saduq (305-381H). Dilahirkan semasa awal tempoh wakil Imam ke-12 (al-Mahdi) iaitu al-Husain bin Ruh di Kota Qumm al-Muqaddasah. Membesar dalam keluarga yang terkenal dengan ilmu. Antara tulisannya kitab Man La Yahdhuruhu al-Faqih bagi menhimpunkan hukumhakam Syariah. Kata-kata al-Syeikh al-Tusi memujinya: “Al-Syeikh al-Saduq seorang yang tinggi kedudukannya; beliau hafal dan ingat hadis-hadis, celik terhadap sanadnya dan seorang pengkritik riwayat. Tiada antara ulama Qumm yang kuat ingatan dan banyak ilmu sepertinya.” Beliau celik dalam bidang fekah, riwayat dan rijal (perawi-perawi).
[6] Abdul Hamid bin Hibatullah bin Muhammad bin al-Husain bin Abi al-Hadid; Abu Hamid; Izzuddin (meninggal 656H)
[7] Al-Sayyid Ni’matullah bin al-Sayyid Abdullah bin al-Sayyid Muhammad al-Musawi al-Jazairi (1050-1112H). Dilahirkan di sebuah kampung di Basrah, Iraq. Antara gurunya Husain al-Khunsari yang digelar al-Muhaqqiq al-Khunsari dan al-Syeikh Muhammad Baqir al-Majlisi dikenal sebagai al-‘Allamah al-Majlisi.


Ternyata Abdullah bin Saba’ bukan Tokoh Rekaan
Bismillah
Para ‘ulama terdahulu, baik dari kalangan ahli hadits, ahli sejarah, ataupun yang lainnya telah sepakat akan keberadaan tokoh besar syi’ah sekaligus pendirinya yang bernama Abdullah bin Saba’, tidak ada yang mengingkarinya kecuali sebagian syi’ah rafidhah
Abdullah bin Saba’ yang juga dikenal dengan sebutan Ibnu Sauda’ adalah seorang Yahudi yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya dari daerah Shan’a (Ibu kota Yaman). Ia berpura-pura masuk islam pada masa pemerintahan Utsman bin ‘Affan untuk menghancurkan islam dari dalam.
Berbagai macam fitnah ia timbulkan. Ia terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman bin ‘Affan, juga terlibat mengobarkan fitnah pada perang Jamal antara Ali dan ‘Aisyah, dan perang Shiffin antara Ali dan Mu’awiyyah radhiallahu ‘anhum. Kemudian pada pemerintahan ‘Ali ia kembali membuat ulah dengan memunculkan satu fitnah besar yaitu mengajak manusia untuk meyakini Khalifah Ali sebagai Tuhan. Dengan sebab ulahnya itulah para Saba’iyyah ketika itu harus rela dibakar oleh seorang yang mereka anggap sebagai Tuhan.[1]
Abdullah bin Saba’ atau yang juga disebut dengan Ibnu Sauda’ bukanlah tokoh fikti sebagaimana sangkaan sebagian orang-orang syi’ah sekarang. Diantara alasan mereka yang tidak mengakui keberadaan Abdullah bin Saba’ adalah, kata mereka, riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang hakekat Abdullah bin Saba’ adalah lemah karena melewati jalur seorang perawi bernama Saif bin Umar At-Tamimi, ia telah dilemahkan oleh beberapa pakar hadits Ahlus Sunnah terkemuka.
Alasan mereka yang sangat lemah ini dapat kita jawab dari beberapa sisi:
Pertama: pernyataan mereka bahwa para ulama pakar hadits telah melemahkan Saif bin ‘Umar At-Tamimi adalah benar. Akan tetapi yang perlu diperhatikan bahwa yang mereka lemahkan adalah periwayatan haditsnya (maksudnya jika ia meriwayatkan hadits maka haditsnya lemah) adapun dalam masalah sejarah maka beliau dapat dijadikan sandaran dan rujukan, hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar (beliau termasuk ulama yang mereka jadikan rujukan untuk melemahkan Saif bin Umar At-Tamimi) dalam kitabnya Tahdzibut Tahdzib 1/408 dan Taqribut Tahdzib 1/408 :
Saif bin Umar At-Tamimi pengarang kitab Ar-Riddah, ada yang mengatakan dia Adh-Dhabi ada yang mengatakan selainnya, Al-Kufi Dha’if haditsnya, (akan tetapi) Umdah (bisa dijadikan sandaran) dalam bidang tarikh/sejarah.”
Imam Adz-Dzahabi (juga ‘ulama yang mereka jadikan rujukan untuk melemahkan Saif bin Umar At-Tamimi) berkata dalam kitabnya Mizanul I’tidal 2/ 255, “Ia adalah pakar sejarah yang paham.”
Demikian pula Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi 10/249 menyebutkan seperti ucapan Ibnu Hajar diatas.
Umar Kahalah dalam kitabnya Mu’jamul Muallifin 4/288 mengatakan, “Saif bin Umar At-Tamimi Al Burjumi, Ahli sejarah berasal dari Kufah.”
Maka jelaslah bahwa yang dilemahkan oleh para muhaditsin adalah riwayat haditsnya, adapun dalam permasalahan sejarah maka beliau termasuk ahlinya yang dapat dijadikan sandaran.
Kedua: perlu diketahui bahwa riwayat-riwayat yang menjelaskan keberadaan Abdullah bin Saba’ baik yang terdapat dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir, Tarikh Thabari, atau selain keduanya tidak hanya datang dari jalur Saif bin Umar At-Tamimi, akan tetapi juga diriwayatkan dari beberapa jalur yang sebagiannya shahih. Diantaranya adalah:
* Diriwayatkan dari jalur Abu Khaitsamah ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abbad ia berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Ammar ad-Duhani katanya, saya mendengar Abu Thufail berkata …..”
* Diriwayatkan melalui jalur ‘Amr bin Marzuk ia berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Salamah bin Kuhail dari Zain bin Wahb ia berkata, “Ali radhiallahu ‘anhu berkata, ‘ada apa denganku dan dengan orang jahat yang hitam ini (maksudnya Abdullah bin Saba’) ia telah mencela Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhu.”
* Diriwayatkan pula melalui jalur Muhammad bin ‘Utsman bin Abi Syaibah ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ala ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin ‘Ayyas dari Mujalid dari Sya’bi ia berkata, “Pertama kali yang berdusta adalah Abdullah bin Saba’.”
* Ibnu Ya’la Al-Mushili berkata dalam kitab Musnadnya, “Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hasan Al-Asadi ia berkata, telah menceritakan kepada kami Harun bin Shalih dari Harits bin Abdurrahman dari Abul Jallas katanya, ‘aku mendengar Ali berkata kepada Abdullah bin Saba’, ‘….”
* Berkata Abu Ishaq al-Fazzari dari Syu’bah dari Salamah bin Kuhail dari Abu Za’ra’ dari Zaid bin Wahb …………. (lihat semuanya di Lisanul Mizan 2/40)

Ketiga: juga terdapat dalam kitab rujukan Syi’ah baik itu kitab tentang firqah, hadits, atau rijal riwayat yang cukup banyak yang sama sekali tidak melewati jalur Saif bin Umar At-Tamimi. Sebagaimana yang akan kita jelaskan insya Allah
Abdullah bin Saba’ di Kitab-kitab Ahlus Sunnah
Tentunya sangat banyak sekali penyebutan Abdullah bin Saba’ dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah yang kesemuanya tidak lain menunjukkan keyakinan mereka akan keberadaannya:
* Ibnu Taimiyyah berkata, “Sesungguhnya permulaan rafidhah berasal dari seorang Zindiq, yaitu Abdullah bin Saba’.” (Majmu’ Fatawa 28/483)
* Imam Adz-Dzahabi berkata, “Abdullah (bin Saba’) termasuk zindiq yang ekstrim, ia sesat dan menyesatkan.” (Mizanul I’tidal 2/426)
* Ibnu Hajar berkata, “Abdullah bin Saba’ termasuk zindiq yang paling ekstrim…. Ia memiliki pengikut yang disebut Sabaiyyah, mereka (kaum Sabaiyyah) memiliki keyakinan sifat ketuhanan pada diri Ali bin Abi Thalib. Beliau telah membakar mereka dengan api pada masa kekhilafaannya.” (Lisanul Mizan 3/360)
* Abul Muzhaffar Al Isfarayini dalam Al Milal wan Nihal ketika menceritakan tentang As-Sabaiyyah berkata, “Dan bahwasanya yang membakar mereka adalah Ali, yaitu kelompok dari rafidhah yang meyakini padanya (pada Ali) ada sifat ketuhanan, merekalah yang disebut kelompok Sabaiyyah pendirinya adalah Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang menampakkan keislaman…” (lihat Fathul Bari 12/270)
* Abdullah bin Muslim bin Qutaibah dalam kitabnya Ta’wilu Mukhtalafil Hadits 1/21 berkata, “Kami tidak pernah mengetahui ada pada ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu yang meyakini adanya sifat ketuhanan pada manusia selain mereka (yaitu rafidhah ekstrim). Sesungguhnya Abdullah bin Saba’ meyakini adanya sifat ketuhanan pada diri Ali.”
* Az Zarkali berkata, “Abdullah bin Saba’ pendiri kelompok Sabaiyyah.” (Al-A’lam 4/88)

Demikian pula, para ulama’ Ahlus Sunnah sering sekali menjuluki seorang rawi yang beraqidah Rafidhah ekstrim sebagai Sabaiyyah (pengikut Abdullah bin Saba’), kalau seandainya Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif mana mungkin mereka memakai istilah tersebut.
* Ash-Shafadi berkata, “As-Sabaiyyah dinisbahkan kepada Abdullah bin Saba’.’ (Al-Wafil Wafayat 5/30)
* Beliau juga berkata, “Pendiri As-Sabaiyyah adalah Abdullah bin Saba’, dialah pendiri kelompok Sabaiyyah, dia pula yang berkata kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ‘Kamu adalah Tuhan.” (5/393)
* Ibnu Hibban berkata, “Dan adalah al-Kalbi seorang Sabaiyyah termasuk yang berkeyakinan Sesungguhnya Ali belum mati, dia akan kembali ke dunia sebelum hari kiamat…” (Al-Majruhin 2/253)
* Ibnu Makula berkata dalam kitab Rijalnya, “Faraj bin Sa’id bin ‘Alqamah bin Abyadh bin Hamal As Sabay… dan Sabayyah termasuk rafidhah yang paling ekstrim nisbah kepada Abdullah bin Saba’. (lihat Ikmalul Kamal 4/536)
* As Sam’ani dalam kitabnya Al Ansab 3/209 berkata, “Dan Abdullah bin Wahb as Saba’i, gembong khawarij, menurutku bahwa Abdullah bin Wahb ini dinisbahkan kepada Abdullah bin Saba’, dia dari rafidhah, dan jama’ah dari mereka yang dinisbahkan kepadanya disebut, as Sabaiyyah.”
* As Suyuthi dalam kitabnya Lubbul Lubab fi Tahriril Ansab 1/42 berkata, “…Dan (dinisbahkan juga) kepada Abdullah bin Saba’ pendiri Sabaiyyah dari rafidhah.”
* Dan selain mereka banyak sekali.

Abdullah bin Saba’ di Kitab-kitab Syi’ah
* Al Kisysyi dalam kitabnya Ar-Rijal 1/324 meriwayatkan dari Muhammad bin Qauluwiyah ia berkata, telah menceritakan kepadaku Sa’d bin Abdillah ia berkata, telah menceritakan kepadaku Ya’qub bin Yazid dan Muhammad bin ‘Isa dari Ali bin Mihziyar dari Fudhalah bin Ayyub al-Azdi dari Aban bin Utsman ia berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah berkata, ‘La’nat Allah atas Abdullah bin Saba’, sesungguhnya ia meyakini adanya sifat ketuhanan pada diri Amirul Mukminiin (Ali), padahal demi Allah! Amirul Mukminin hanyalah seorang hamba yang taat.”
* Demikian pula Al Qummi dalam kitabnya Al Khishal meriwayatkan seperti diatas dengan sanad yang berbeda.
* Dan selain keduanya.

Maka dari uraian diatas kita mengetahui bahwa Abdullah bin Saba’ bukanlah tokoh fiktif/khayalan/rekaan/dongeng. Ini telah menjadi kesepakatan para ‘ulama sejarah, hadits, dan pengarang kitab tentang firqah, thabaqat, Rijal, adab, dan Ansab. Maka kaum syi’ah tidak memiliki celah untuk mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba’.
Jadi pembahasan tentang Abdullah bin Saba’ tidak sebatas ada dalam kitab Tarikh Ath-Thabari saja dan tidak hanya melalui jalur periwayatan Saif bin ‘Umar At-Tamimi, walaupun beliau adalah seorang yang dapat dijadikan sandaran dalam bidang sejarah sebagaimana yang kami jelaskan diatas.
Setelah ini semua, masihkah kita mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba’ si Yahudi yang berpura-pura masuk islam?
Inilah yang dapat kami suguhkan pada kesempatan kali ini. Wallahu a’lam bish shawwab.
[1] Lihat biografi Abdullah bin Saba’ selengkapnya di Tarikh Dimasyq 3/29, Tarikh Thabari, Al Kamil karya Ibnul Atsir, Al Ma’arif hal.622 karya Ibnu Qutaibah, Mizanul I’tidal 2/426, Al Milal wan Nihal hal.365 karya Asy-Syihristani, Al Wafi bil Wafayat 17/189.