-Pernah menghina Al-Qur’an,
dalam acara bersama tokoh JIL Masdar Farid Mas'udi ( mau merubah
syariat haji, mengatakan “Ilah” sama dengan Sang Dwiwasa, ditanah sunda dan
jawa pernah turun nabi ).
-Perayaan asyura dianggap
tradisi syiah walaupun menghujat/mengkafirkan sahabat/aisyah RA, kontradiksi (
munafik ) dengan pernyataannya "Keyakinan
apapun, asal tidak merugikan orang lain harus dilindungi"
-Pembela iran dan menampakan
kebencian terhadap bangsa Arab, penggiringan opini perbedaan aqidah ( ushul ) Sunni-Syiah
dieliminir kemasalah konflik ( politik ) Saudi – Iran ( dia perlu banyak baca
buku dienul islam )
-Bagian dari propaganda konspirasi besar yang gemar
promosikan “ islam nusantara/agama leluhur
“ manisfestasi kebencian terhadap bangsa arab untuk menyingkirkan “ islam
kaffah “ juga gencar mempromosikan “
kepercayaan/adat/agama leluhur/aliran
asli Indonesia pra-islam “ bukan mustahil berujung pada tercantumnya identitas tersebut
di KTP.
Terkait “ Islam
nusantara/leluhur/adat “ silahkan buka beberapa artikel paling bawah.
-Minta masyarakan memandang
Sunni-syiah secara obyektif ? Para ulama salaf ( juga 4 Imam Mazhab menyatakan
syiah bukan islam !, lamurkha banyak membahas masalah ini ) Obyektifitas kesyiahannya sangat kentara.
-Mengeliminir kemuliaan
ulama-ulama sunda dengan menyatakan “ Budaya Sunda harus menerima sepak terjang perilaku syiah yang dikafirkan
para ulama salaf “
-Supaya belajar/mengagungkan kepemimpinan Prabu Siliwangi yang kafir di
padjadjaran yang berpusat Bogor melebihi kemuliaan/kepemimpinan Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wassalam.
Berita terbaru :
MUI Ingatkan Bupati Purwakarta
Jangan Bawa Rakyat kepada Kemusyrikan
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Tengku Zulkarnain menyerukan agar setiap pejabat tidak hanya bertugas
mensejahterakan rakyatnya, tetapi juga berupaya menjaga akidah rakyatnya dari
kesesatan.
Pernyataan Tengku Zulkarnain ini menyoroti fenomena
kemusyrikan di Purwakarta, Jawa Barat yang dipelopori oleh Bupati Dedi Mulyadi.
“Akidah tidak bisa dicampur-campur. Akidah ini mesti
murni seratus persen. Jadi sebagai seorang pejabat, hal itu bisa fatal, bisa
merusak rakyatnya yang Islam juga. Kalau begitu pantaslah jika ulama-ulama di
daerah itu memberikan teguran,” jelas Tengku Zulkarnain ketika ditemui voa-islam di
Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi Jakarta, Jumat (27/11/2015) siang.
Sebagai seorang pejabat muslim sudah selayaknya, kata
Tengku Zulkarnain, Dedi Mulyadi mendengar nasehat dari ulama. (baca: Ulama yang Sebut
Buapti Purwakarta 'Raja Syirik' Dilaporkan ke Polisi)
“Sebagai orang Islam awam dia harus mendengar nasehat
ulama,” tegas Tengku Zulkarnain.
Jika pun Dedi memaksa melakukan praktek kemusyrikan,
maka Tengku Zulkarnain menekankan agar itu dilakukan untuk dirinya sendiri.
Jika pun Dedi memaksa melakukan praktek kemusyrikan,
maka Tengku Zulkarnain menekankan agar itu dilakukan untuk dirinya sendiri.
Tidak kemudian Dedi membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membawa rakyat yang
dipimpinnya ke arah kemusyrikan. (baca: Inilah Cerita
Kemusyrikan Bupati Purwakarta)
“Kalau dia merusak agama, maka dia melanggar
Pancasila, sila Ketuhan Yang Maha Esa. Rakyatnya misalnya 90 persen Islam, maka
bisa ketularan rusak jadinya,” demikian Tengku Zulkarnain.
Dedi Mulyadi : Rasulullah Saw Ajarkan
Intisari Ajaran Sunda yang Dibawa ke Tanah Mekah
Kesesatan akidah Dedi Mulyadi terus
terkuak. Melalui media sosial YouTube, terunggah ceramah-ceramah Dedi soal
keyakinan keagamaan yang dapat dinilai sebagai bentuk penyimpangan agama. (lihat youtube paling atas)
Dalam potongan video yang beredar di
YouTube dengan judul, "Dedi Mulyadi: Rasulullah mengajarkan inti ajaran
Sunda yg dibawa ke Tanah Mekah" terekam dengan jelas keinginan Dedi
menjadikan ajaran Sunda sebagai sebuah keyakinan (teologis).
"Jadi saya mengajak kepada semuanya,
Paguyuban Pasundan, utamakan pendidikan. Pendidikan apa yang harus diajarkan?.
Pendidikan Hyang Tunggal. Karena pendidikan Hyang Tunggal, Perkumpulan Pasundan
harus mengajarkan teologinya orang Sunda," ajak Dedi dalam video tersebut.
Tidak dijelaskan dimana dan kapan pidato
Dedi itu disampaikan. Tapi sesekali terdengar tepuk tangan dari hadirin.
Menurut Dedi, jika sudah bisa mengajarkan
teologi Sunda, maka orang Amerika, Inggris dan Prancis pun akan dapat menemukan
jati dirinya di Sunda.
"Kalau sudah bisa mengajarkan
fakultas teologinya orang Sunda, nanti orang Amerika, orang Inggris, orang
Prancis akan menemukan dirinya di Tanah Sunda, di fakultasnya orang Sunda.
Tidak perlu pergi ke bangsa Asing," jelasnya.
Dedi terang menyebutkan target dirinya
adalah menjadikan Sunda sebagai sistem keyakinan, adab, budi pekerti dan
akhlak. Bahkan ia menuduh Rasulullah Saw mengajarkan intisari ajaran Sunda di
Tanah Mekah.
"Ini yang menjadi target. Karena ini
menjadi target, Sunda sistem keyakinan, Sunda adab, Sunda budi pekerti, Sunda
akhlak. Rasulullah Saw mengajarkan keislaman di Tanah Mekah, mengajarkan apa
itu?, yaitu mengajarkan intisari ajaran Sunda yang di bawa ke Tanah Mekah.
Silahkan catat!. ," pungkasnya.
red: abu faza
Dedi Mulyadi berniat pindahkan
Ka'bah ke Purwakarta
A. Z. MuttaqinSelasa, 18 Safar 1437 H / 1 Desember 2015 16:3
Bupati
Purwakarta Dedi Mulyadi dalam satu pernyataannya berniat akan memindahkan
Ka’bah ke Purwakarta, “Supaya orang Indonesia tidak cape ke Mekkah, kalau saya
menjadi presiden mau pinjam itu Kakbah dipindahkan ke Purwakarta,” ucapnya nyeleneh.
Ini
salah satu bukti yang diajukan Ustadz Syahid Joban yang didampingi FPI
melaporkan Dedi dengan pasal penodaan agama Islam.
Ustadz
Syahid usai membuat pelaporan di SPKT Polda Jabar, menunjukan beberapa bukti
jika Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dianggap telah melakukan penistaan agama
Islam dan umat Muslim.
“Bukan
hanya ulama di Purwakarta yang resah. Tapi seluruh ulama di Jawa Barat resah
dengan penodaan agama Islam oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi,” tegas
Syahid, Senin (30/11/2015), lansir Sindonews
Berikut
ini data-data yang dianggap Dedi telah melakukan penistaan agama oleh pelapor
di antaranya seperti dalam buku ‘Kang Dedi Menyapa’ jilid 2.
Lebih
rinci, berikut ini beberapa poin yang intinya menilai Dedi telah menodai Islam.
Didalam Buku ‘Kang Dedi Menyapa’ jilid 2:
1.
Halaman 192: Ketika bicara Pancasila maka kita bicara ketuhanan yang Maha Esa,
keragaman bertuhan.
2.
Halaman 203: Nah inilah prinsip yang di luar alam pendidikan. Allah memahami
Rasullah sebagai kekasihnya tetapi perlakukan Alah terhadap Rasullah justru
mendidiknya dan membiarkan Rasullah sengsara.
Penodaan agama dalam video:
1.
Video Safari Ramadhan 2015 part 1, di menit 06.15-06.32. Dedi mengatakan, “Pemahaman
kita dalam agama selama ini selalu memahami Alah itu dalam aspek yang formal,
solatnya formal, puasanya formal, semuanya hubungan dengan Allah menjadi
formal. Padahal hubungan dengan Allah itu hubungan percumbuan.”
2.
Video Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit
19.00-19.12. Dedi mengatakan “Islam itu bagi saya, saya Sunda,
saya dengan menjadi Sunda yang sebenarnya maka saya menjadi Islam yang
sebenarnya, begitulah menurut saya.”
3.
Masih di Video Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit
19.15-19.33. Dedi mengatakan “Dan kita punya karakter itu dan itu
bisa dibuktikan di dalam sejarah ketika Islam masuk, semuanya menjadi
bersenyawa karena orang Indonesia, orang nusantara sebelum Islam dari sisi
kelembagaan datang sudah Islam dari sisi substantif sejak lama dan jauh lebih
Islam dari orang Arab yang sebelumnya. Di sini saya tegaskan urang Sunda boga
hak asup surga pangheulana.”
4.
Video Dangiang, di menit 04.50-05.00. Dedi mengatakan “Supaya
urang Indonesia teu cape mangkat ka Mekkah, mun kuring jadi Presiden Rek
diinjem eta Kabah dipindahkeun ka Purwakarta. (Supaya orang Indonesia
tidak cape ke Mekkah, kalau saya menjadi presiden mau pinjam itu Kakbah
dipindahkan ke Purwakarta).”
5.
Video Orasi Ilmiah Koordinator Presidium KAHMI Jawa Barat, 19 Desember 2014.
Dedi mengatakan “Ketika sampah mulai bersatu dengan dirinya, maka di situ
sampah menjadi harum. Kenapa? Karena Allah hadir pada sampah-sampah itu.”
6.
Video Ceramah Sunda Kang Dedi Mulyadi, di menit 02.41-02.52. Dedi mengatakan “Kanjeng
Rasulullah SAW ngajarkeun ka-Islam di tanah Mekkah, ngajarkeun naon eta teh?
Ngajarkeun saripati ajaran Sunda nu dibawa ka tanah Mekkah. Pek tulis!
(Rasulullah SAW mengajarkan pada Islam di Mekkah, mengajar apa? Mengajarkan
sari-sari ajaran sunda yang di bawa ke Mekkah. Silahkan tulis!”
Ini
Bukti-bukti Bupati Purwakarta Lakukan Penodaan Agama
Senin (30/11/2015)
siang, sejumlah ulama Purwakarta, Jawa Barat melaporkan Bupati Dedi Mulyadi ke
Polda Jawa Barat dengan aduan penodaan atau penistaan agama.
Pada
kesempatan ini, ulama Purwakarta yang diwakili KH Muhammad Syahid Joban membawa
sejumlah barang bukti yang diberikan kepada pihak kepolisian. Barang bukti itu
berupa buku dan VCD rekaman potongan pidato-pidato Bupati Purwakarta yang
dinilai bermuatan penodaan agama.
Berikut
rincian penodaan agama yang dilakukan Dedi Mulyadi sebagai barang bukti dari
pihak pelapor.
Didalam
Buku ‘Kang Dedi Menyapa’
jilid 2:
Halaman 192: Ketika
bicara Pancasila maka kita bicara ketuhanan yang Maha Esa, keragaman bertuhan.
Halaman 203: Nah
inilah prinsip yang di luar alam pendidikan. Allah memahami Rasulullah sebagai
kekasihnya tetapi perlakukan Allah terhadap Rasulullah justru mendidiknya dan
membiarkan Rasulullah sengsara.
Penodaan
agama dalam video (VCD):
Video Safari Ramadhan
2015 part 1, di menit 06.15-06.32. Dedi mengatakan “pemahaman kita dalam agama
selama ini selalu memahami Allah itu dalam aspek yang formal, solatnya formal,
puasanya formal, semuanya hubungan dengan Allah menjadi formal. Padahal
hubungan dengan Allah itu hubungan percumbuan.”
Video Orasi Ilmiah
KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit 19.00-19.12. Dedi
mengatakan, “Islam itu bagi saya, saya Sunda, saya dengan menjadi Sunda yang
sebenarnya maka saya menjadi Islam yang sebenarnya, begitulah menurut saya.”
Masih di Video
Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit 19.15-19.33.
Dedi mengatakan “Dan kita punya karakter itu dan itu bisa dibuktikan di dalam
sejarah ketika Islam masuk, semuanya menjadi bersenyawa karena orang Indonesia,
orang Nusantara sebelum Islam dari sisi kelembagaan datang sudah Islam dari
sisi substantif sejak lama dan jauh lebih Islam dari orang Arab yang
sebelumnya. Di sini saya tegaskan urang Sunda boga hak asup surga pangheulana.”
Video Dangiang, di
menit 04.50-05.00. Dedi mengatakan, “Supaya urang Indonesia teu cape mangkat ka
Mekkah, mun kuring jadi Presiden Rek diinjem eta Kabah dipindahkeun ka
Purwakarta.”
Video Orasi Ilmiah
Koordinator Presidium KAHMI Jawa Barat, 19 Desember 2014. Dedi mengatakan,
“Ketika sampah mulai bersatu dengan dirinya, maka di situ sampah menjadi harum.
Kenapa? Karena Allah hadir pada sampah-sampah itu.”
Video Ceramah Sunda
Kang Dedi Mulyadi, di menit 02.41-02.52. Dedi mengatakan “Kanjeng Rasulullah
SAW ngajarkeun ka-Islam di tanah Mekkah, ngajarkeun naon eta teh? Ngajarkeun
saripati ajaran Sunda nu dibawa ka tanah Mekkah. Pek tulis!”*
Didin Hafiduddin: Adat Sunda Itu Sesuai
Islam Bukan Kepercayaan Mistik
Sabtu, 28 November 2015 - 06:03 WIB
Kearifan tidak
serta-merta bisa dipakai jika bertentangan dengan akidah maupun syariah
Wakil Ketua Dewan
Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Pusat Prof. Dr. KH. Didin
Hafiduddin mengatakan bahwa Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dinilai telah salah
menafsirkan makna dari kearifan lokal.
“Kearifan
lokal jangan diartikan dengan kebudayaan yang sempit. Artinya jangan segala
macam tradisi yang ada di suatu daerah dimunculkan, padahal tradisi tersebut
bertentangan dengan akidah maupun syariah,” ujar Didin usai konferensi pers di
Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis
(26/11/2015) siang.
Menurut
Didin, kearifan lokal sendiri itu lebih kepada bagaimana kita berbuat, dan
bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bukan masyarakat
yang dipaksakan memiliki keyakinan tertentu yang sudah jelas salah di dalam
pandangan Islam.
“Makanya
kita himbau kepada bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan kearifan lokal
seperti itu,” ujar Didin.
“Saya
kira, yang selama ini kita lihat bukan adat Sunda yah. Adat Sunda itu adat yang
sesuai dengan Islam bukan kepercayaan yang bersifat mistik,” imbuh Ketua Dekan
Paska Sarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini.
Sebagaimana
diketahui, sebelum ini Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi banyak mendapat kritikan
tokoh Islam karena kekeliruan menafsirkan istilah ‘kearifan lokal’ dinilai
kalangan ulama mencampur-adukkan tradisi yang bertentangan dengan akidah.
Didin
mengatakan seharusnya bupati memberikan kebebasan bagi warganya yang
mengkritisi kebijakan tradisi yang mengandung kesyirikan tersebut.
“Ketika
masyarakat mengkritisi kebijakan pemerintahannya, saya pikir itu sebuah
kemajuan yang luar biasa. Tapi ketika masyarakat dibungkam tidak boleh
mengkritisi malah itu awal dari ketidak baikan,” tandas Didin.
Seperti
diketahui, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berupaya menghidupkan budaya ataupun
tradisi yang dinilai publik banyak mengandung kesyirikan dengan alasan kearifan
lokal.
Sejak
menjabat sebagai bupati, Dedi berusaha menghidupkan ajaranSunda Wiwitan yang
dinilai banyak pihak lebih bernuansa klenik. Hal itu terbukti dengan banyaknya
patung-patung pewayangan yang dibangun Dedi. Selain itu, juga pohon-pohon yang
ada di Kota Purwakarta atas kebijakan Dedi dihiasi dengan kain bermotif kotak
hitam putih yang dinilai lebih mirip budaya agama lain.*
Rep: Achmad Fazeri
Editor: Cholis Akbar
K.H. Didin Hafiduddin: Praktik Kemusyrikan Bupati Dedi Mulyadi
Bukan Adat Sunda
Ulama dan tokoh masyarakat Sunda, Prof
Dr KH Didin Hafiduddin membantah klaim yang menyatakan praktik-praktik
kemusyrikan yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi adalah bagian dari
adat Sunda.
"Itu bukan adat Sunda. Adat Sunda sesuai
dengan Islam," kata Prof Dr KH Didin Hafiduddin kepada sejumlah wartawan
di Kantor MUI Pusat, Kamis (26/11) saat dimintai tanggapannya mengenai perilaku
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang penuh dengan kemusyrikan.
Menurut mantan Ketua Umum BAZNAS itu, masyarakat
Sunda adalah masyarakat Muslim yang religius. Sehingga adat kebiasaan yang
terlahir pun sesuai dengan ajaran Islam, bukan kepercayaan yang bersifat
mistik.
Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun
(UIKA) Bogor ini juga meluruskan makna kearifan lokal (local wisdom) yang
disalahartikan dan digunakan sebagai pembenar tindakan kemusyrikan Bupati Dedi.
Menurut Kyai Didin, kearifan lokal bukanlah
melakukan tradisi-tradisi yang bertentangan dengan akidah dan syariah seperti
yang dilakukan Dedi.
"Kearifan lokal itu bagaimana kita bertindak
sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Bukan masyarakat dipaksakan untuk
memiliki keyakinan tertentu yang sudah salah dalam pandangan Islam. Kita
mengimbau pada Pak Bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan kearifan lokal
seperti itu," tandasnya.
Seperti diketahui, Dedi Mulyadi, sejak memimpin
Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan, sehingga
ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan
Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.
Dia pun mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan
mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta Kencana yang konon katanya untuk
dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di
Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari,
lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya,
dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat keberkahan dan
keselamatan Purwakarta.
Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau selamat
lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa
tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu
daripada membaca Alquran.
Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota
Purwakarta diberi kain "Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam putih,
bukan untuk "keindahan", tapi untuk "keberkahan"
sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala
dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.
"Kearifan lokal bukan itu," ujar Kyai
Didin yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu.
Terkait kabar adanya tekanan kepada masyarakat
agar bungkap atas aktivitas Dedi, Kyai Didin sangat menyayangkan. Menurutnya
pemerintah semestinya memberikan perlindungan dan kebebasan kepada
masyarakatnya untuk mengritik pemerintah. Jika dibungkam, itu merupakan awal
ketidakbaikan dan justru akan sangat membahayakan.
Nasehat PERSIS untuk Bupati Purwakarta : Adat
yang Berbau Musyrik Harus Ditinggalkan
Kamis,
26/11/2015 21:39:46
Organisasi
kemasyarakatan (Ormas) Islam yang berbasis di Jawa Barat, Persatuan Islam
(Persis), menyarankan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi supaya memilah dan memilih
budaya mana yang sesuai dengan agamanya sebagai seorang Muslim dan budaya mana
yang tidak sesuai.
"Yang
tidak sesuai ditinggalkan, untuk apa meramaikan hal-hal kayak begitu
(budaya-budaya musyrik, red)," ungkap Ketua Umum Persatuan Islam (Persis)
KH Maman Abdurrahman yang baru saja menyelesaikan masa jabatannya dalam
Muktamar XV kepada wartawan di Kantor MUI Pusat, Jl Proklamasi, Menteng,
Jakarta Pusat, Kamis (26/11).
Maman,
yang kini menjabat sebagai salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
ini menyatakan ketidaksetujuannya terhadap upaya Dedi Mulyadi menghidupkan
budaya-budaya Sunda yang bertentangan dengan syariat.
"Saya
tidak setuju yang dibesar-besarkan kok adat kebiasaan, padahal
di situ berbau syirik," tandasnya.
Maman
juga mengimbau, kepada para ulama di wilayah Purwakarta supaya mengeluarkan
fatwa bila kelakuan Dedi Mulyadi diharamkan dalam Islam.
Sebagai
lembaga penjaga akidah umat, MUI setempat juga diminta untuk menjauhkan
masyarakat dari ajaran-ajaran syirik.
Seperti
diketahui Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus
berusaha menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan, sehingga ia menghiasi
Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca,
bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.
Dia pun
mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat
Kereta Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul.
Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi
kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun
sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro
Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.
Dedi juga
menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut
nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan
bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Alquran.
Selain
itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain
"Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk
"keindahan", tapi untuk "keberkahan" sebagaimana adat Hindu
Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para
pemuka adat dan agama Hindu Bali.
Dedi
tidak bangga dengan Islamnya, tapi ia bangga dengan patung, sesajen dan
takhayulnya, yang dikemas atas nama kearifan lokal (local wisdom).
red: shodiq ramadhan
Bupati Purwakarta Akui Pemimpin Harus
'Nikahi' Ratu Pantai Selatan
Sabtu, 28 November 2015 | 08:32 WIB
BUPATI
Purwakarta Dedi Mulyadi mengungkapkan pemimpin itu sudah seharusnya menikahi Ratu
Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Namun Dedi menegaskan menikah yang dimaksud
bukan bersatunya dua insan, tetapi menghargai laut, merawat dan menjaga tanpa
melakukan eksploitasi, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
ekosistem.
"keyakinan lokal masyarakat Jawa, raja yang hebat itu, yaitu Raja yang
menikah dengan Nyi Ratu. Artinya dia harus menikah dan bersenyawa dengan
lautnya, merawat dan menjaganya tanpa melakukan eksploitasi yang mengakibatkan
kerusakan Lingkungan dan ekosistem," kata Dedi di Purwakarta seperti
dikutip merdeka.com, Jumat (27/11/2015).
Lalu apa yang dimaksud Nyi Roro Kidul dalam pandangan Dedi Mulyadi. Menurut
Dedi, secara filosofi Nyi Roro Kidul adalah simbol kecantikan laut selatan,
sehingga siapa pun pemimpin, atau raja, harus mencintai dan merawat serta
menjaga keutuhan laut selatan.
"Filosofi Nyi Roro kidul, hemat saya adalah simbol dari kecantikan laut
selatan, sehingga raja atau pemimpin harus mencintai, merawat dan menjaga laut
selatan," tutur Dedi.
Endan
Suhendra
"Saya raja syirik kata mereka tapi saya
melaksanakan kewajiban konsitusional saya pada rakyat saya," kata Dedi. Sebagai
pemerintah, selama ini ia berusaha melaksanakan kewajiban konsitusionalnya
sebagai kepala daerah.
Kalangan ulama Purwakarta selama sepuluh tahun
terakhir resah dengan kemusyrikan yang meraja lela di wilayah itu. Ketua
Manhajus Solihin Purwakarta, KH Muhammad Syahid Joban bahkan menilai gagasan
kebudayaan yang diusung Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi selama 10 tahun
memimpin, mengarah pada kemusyrikan.
Bahkan, dalam akun media sosial Facebook miliknya,
Muhammad Syahid Joban pada 5 November menyebut Dedi sebagai raja syirik.
Seperti diberitakan Tribunjabar.co.id,
melalui ponselnya, Ahad (15/11/2015) dua pekan lalu, Joban hendak menyampaikan
pesan bahwa banyak hal yang harus diubah dari Purwakarta.
"Budaya dikembangkan tapi nilai keagamaan
merosot. Sehingga kami menilai keduanya harus berimbang. Islam tidak anti
budaya tapi budaya yang diusung Dedi Mulyadi ini hanya bungkus yang isinya
hanya ritual kemusyrikan," ujar Joban.
Banyak ritus budaya namun dinilainya hanya
mengarah pada kemusyrikan yang dilakukan oleh orang nomor satu di Purwakarta
itu.
"Sakralkan kereta kencana yang dianggap
kendaraan tokoh mistis, Situ Buleud, Gedung Kembar, Gedung Negara dan Pendopo
disakralkan dengan ritus-ritus berindikasi kuat musyrik," ujarnya.
Tidak hanya itu, pernyataan Dedi juga kerap
dinilainya menyesatkan umat Islam. Seperti halnya, menokohkan Raja Padjadjaran,
Sri Baduga Maharaja atau kerap disebut Prabu Siliwangi.
"Pernyataan yang keluar dari mulutnya itu
menganggap Prabu Siliwangi tokoh keselamatan hingga pernyataan pemimpin hebat
itu harus menikahi tokoh mistis dari Pantai Selatan, kan itu menyesatkan,"
ujarnya.
Menanggapi
tudingan itu, belum lama ini ketika disinggung mengenai raja syirik, Dedi tidak
terlalu serius menanggapinya. "Iya, terserah saja, itu penilaian orang,
saya tidak akan ambil pusing," ujar dia.
Hanya
saja, sebagai pemerintah, selama ini ia berusaha melaksanakan kewajiban
konsitusionalnya sebagai kepala daerah. "Saya raja syirik kata mereka tapi
saya melaksanakan kewajiban konsitusional saya pada rakyat saya," ujarnya.
Praktik Kemusyrikan
Bupati Dedi Mulyadi Bukan Adat Sunda
Sementara Ulama dan tokoh masyarakat Sunda,
Prof Dr KH Didin Hafiduddin membantah klaim yang menyatakan praktik-praktik
kemusyrikan yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi adalah bagian dari
adat Sunda.
"Itu bukan adat Sunda. Adat Sunda sesuai
dengan Islam," kata Prof Dr KH Didin Hafiduddin kepada sejumlah wartawan
di Kantor MUI Pusat, Kamis (26/11) saat dimintai tanggapannya mengenai perilaku
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang penuh dengan kemusyrikan.
Menurut mantan Ketua Umum BAZNAS itu,
masyarakat Sunda adalah masyarakat Muslim yang religius. Sehingga adat
kebiasaan yang terlahir pun sesuai dengan ajaran Islam, bukan kepercayaan yang
bersifat mistik.
Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun
(UIKA) Bogor ini juga meluruskan makna kearifan lokal (local wisdom) yang
disalahartikan dan digunakan sebagai pembenar tindakan kemusyrikan Bupati
Dedi.
Menurut Kyai Didin, kearifan lokal bukanlah
melakukan tradisi-tradisi yang bertentangan dengan akidah dan syariah seperti
yang dilakukan Dedi.
"Kearifan lokal itu bagaimana kita
bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Bukan masyarakat
dipaksakan untuk memiliki keyakinan tertentu yang sudah salah dalam pandangan
Islam. Kita mengimbau pada Pak Bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan
kearifan lokal seperti itu," tandasnya.
Seperti diketahui, Dedi Mulyadi, sejak
memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan,
sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung
Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.
Dia pun mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul
dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta Kencana yang konon katanya
untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang
di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari,
lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya,
dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat keberkahan dan
keselamatan Purwakarta.
Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau
selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan
beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu
lebih merdu daripada membaca Alquran.
Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan
kota Purwakarta diberi kain "Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam
putih, bukan untuk "keindahan", tapi untuk "keberkahan"
sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala
dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.
"Kearifan lokal bukan itu," ujar
Kyai Didin yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat
itu.
Terkait kabar adanya tekanan kepada masyarakat
agar bungkap atas aktivitas Dedi, Kyai Didin sangat menyayangkan. Menurutnya
pemerintah semestinya memberikan perlindungan dan kebebasan kepada
masyarakatnya untuk mengritik pemerintah. Jika dibungkam, itu merupakan awal
ketidakbaikan dan justru akan sangat membahayakan. (suaraislam)
Post : lemahirengmedia.com
Agaknya keputusan yang diberikan Pemerintah Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat, bertolak belakang dengan beberapa kota yang sudah
bertindak tegas terkait Aliran Syiah, seperti Bandung dan Bogor.
Menyoal Deklarasi Anti Syiah di Purwakarta, Pemkot setempat justru memberikan jaminan kemanan terhadap pengikut aliran Syiah. Hal ini selaras dengan pernyataan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyani.
Dedi, mengatakan, dengan adanya surat tersebut pihaknya mengeluarkan surat edaran bahwa Pemkab Purwakarta bersama TNI dan Polri menjamin seluruh warga Purwakarta untuk dapat melaksanakan peribadatan sesuai agama dan keyakinanya masing-masing, selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban, sebagaimana dilansir elshinta.com (13/11/2015).
Bahkan Dedi menolak untuk menghadiri undangan ANNAS 15 November mendatang, meski secara resmi Aliansi Anti Syiah Nasional mengundang Bupati Purwkarta untuk hadir dalam acara tersebut.
Keputusan yang diambil oleh Dedi ini mengidentikasikan bahwa Pemkot Purwakarta menginginkan aliran Syiah tetap eksis, dan membiarkannya berkembang di Indonesia.
Lebih dari itu, Dedi mengatakan, sebelum surat edaran dikeluarkan, pihaknya telah berkirim surat terhadap Presiden Joko Widodo atas kolom agama pada KTP untuk tidak dikosongkan apabila tidak termasuk salah satu agama dari 5 agama yang diakui oleh pemerintah. (nisyi/syiahindoesi.com)
Menyoal Deklarasi Anti Syiah di Purwakarta, Pemkot setempat justru memberikan jaminan kemanan terhadap pengikut aliran Syiah. Hal ini selaras dengan pernyataan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyani.
Dedi, mengatakan, dengan adanya surat tersebut pihaknya mengeluarkan surat edaran bahwa Pemkab Purwakarta bersama TNI dan Polri menjamin seluruh warga Purwakarta untuk dapat melaksanakan peribadatan sesuai agama dan keyakinanya masing-masing, selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban, sebagaimana dilansir elshinta.com (13/11/2015).
Bahkan Dedi menolak untuk menghadiri undangan ANNAS 15 November mendatang, meski secara resmi Aliansi Anti Syiah Nasional mengundang Bupati Purwkarta untuk hadir dalam acara tersebut.
Keputusan yang diambil oleh Dedi ini mengidentikasikan bahwa Pemkot Purwakarta menginginkan aliran Syiah tetap eksis, dan membiarkannya berkembang di Indonesia.
Lebih dari itu, Dedi mengatakan, sebelum surat edaran dikeluarkan, pihaknya telah berkirim surat terhadap Presiden Joko Widodo atas kolom agama pada KTP untuk tidak dikosongkan apabila tidak termasuk salah satu agama dari 5 agama yang diakui oleh pemerintah. (nisyi/syiahindoesi.com)
Bantah
Tudingan Anarkis, ANNAS Purwakarta: Justru Kami Jelaskan Bahaya Syiah
Jumat 30 Muharram 1437 / 13 November
2015 11:18
SEKRETARIS Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANNAS)
Purwakarta Awod Abdulkodir menyanggah pernyataan Polres yang menuduh deklarasi
kelompoknya nanti akan menyulut konflik.
“Itu hanya asumsi saja. Buktikan nanti ketika hari
pelaksanaan. Bahkan saya undang saja, baik itu dari Intel atau Kodim. Karena
ANNAS tidak akan membuat kegaduhan,” ujar Awod Abdulkodir kepada Islampos Kamis
(12/11/2015) di Kampus UPI Purwakarta.
Awod mengharapkan, masyarakat dan pemerintah tidak
terprovokasi dengan kata “Anti” dalam nama ANNAS, karena, lanjutnya, kata
‘Anti’ ini merupakan keputusan dari pusat.
“Ini berdasarkan keputusan MENKOPOLHUKAM RI Nomor
AHU-0000090.AH.01.07.Tahun 2015 tentang pengesahan pendirian badan hukum
perkumpulan Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANAS). ANNAS ini berhak menyikapi
permasalahan yang ada kaitannya dengan Syi’ah,” jelas Awod.
Awod juga menegaskan tugas ANNAS justru mengantisipasi
adanya kegiatan Syi’ah di masyarakat, bukan melakukan tindakan anarkis atau
kegaduhan.
“Selain itu, kami juga berkewajiban memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya Syi’ah,” tambah Awod.
Awod menilai, orang-orang Syi’ah tidak akan berani
menunjukan identitas dirinya sebagai Syi’ah. Mereka juga berbaur dengan
kelompok lainnya, sehingga menyamarkan gerak-geriknya.
“Kita pernah berkumpul dengan MUI, FPI, HT, PERSIS,
Muhammadiyah, kami duduk bersama dan menghasilkan kesepakatan bersama,” kata
Awod.
“Selain Syi’ah kita juga mengantisipasi aliran sesat
lainnya seperti Ahmadiyah, dan faham yang bersebrangan dengan NKRI seperti
PKI,” tambahnya.
Saat ditanya perkembangan Syiah di Purwakarta, Awod
membeberkan gerakan mereka sudah tercium di sejumlah gang dan Majelis Ta’lim di
Purwakarta.
Seperti diketahui Polres Purwakarta meminta Aliansi
Nasional Anti Syiah membatalkan rencana deklarasi anti syiah pada
Ahad (15/11/2015) nanti, di Aula Universitas Pendidikan Indonesia Kampus
Purwakarta. [ta/islampos]
Kepolisian dan Dandim Tidak
Keluarkan Pelarangan Sebelum Bupati Mengundang Muspida Purawakarta
Ketua Pembela Ahlus Sunnah (PAS) Jawa
Barat Ustadz Roinul Balad tanggapan terkait adanya isu pelarangan deklarasi
Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) di Purwakarta oleh pihak kepolisian.
“Kepolisian biasanya koordinasi dengan
Bupati, jadi ada kemungkinan pelarangan ini keinginan Bupati, kita tahu juga
Bupati Purwkarta ini senang dengan klenik yang berbau syirik kemusyrikan,”
katanya kepadavoa-islam.com, Kamis (12/11) via whatsapp.
Untuk saudara-saudara kita yang menolak,
menurut Ustadz Roin harus di pahami oleh semua pihak bahwa masalah Syiah ini
adalah masalah pemahaman. Dan pemahaman Syiah ini sudah di fatwakan sesat oleh
MUI pusat semenjak tahun 1984.
“Jadi Konflik Syiah-Sunni bukan hanya di
Timur Tengah. Tapi di seluruh dunia, hanya beda-beda, tergantung kondisinya,
kalau di Timur Tengah kondisi Syiah-nya sudah punya kekuatan baik jumlah
pengikut yang banyak dan punya senjata juga jadi konfliknya dengan senjata,”
ujarnya.
Bupati
harus mengundang semua Muspida untuk membahas masalah ini dengan serius demi
mengawal aqidah dan ukhwah ummat Islam
Adapun di Indonesia, lanjut Ustadz Roin
yang juga Sekretaris DDII Jawa Barat, jumlah Syiah masih sedikit jadi mereka
belum mau konflik secara fisik, tapi konflik akibat pemahaman sesatnya sudah terjadi
di beberapa daerah, contoh kasus Sampang misalnya.
“Tapi kalau mereka (Syiah) itu sudah
banyak pasti seperti di Timur Tengah (konfliknya –red.),” ujarnya.
“Jadi baiknya Kepolisian dan Dandim tidak
mengeluarkan pelarangan sebelum Bupati mengundang semua Muspida Kab. Purwakarta
termasuk MUI dan Kemenag. Bupati harus mengundang semua Muspida untuk membahas
masalah ini dengan serius demi mengawal aqidah dan ukhwah ummat Islam di sana
dan demi keutuhan NKRI,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]
Walikota Bogor Bima Arya
seharusnya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang
berpusat di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling
menghormati secara damai. Demikian disampaikan Bupati Purwakarta yang
tokoh Sunda, Dedi Mulyadi dalam keterangan persnya Selasa (27/10), seperti
dilansir Kantor Berita RMOL.
“Prabu Siliwangi itu menikah
dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di Karawang. Dari situ
bisa diperlihatakan toleransi agama yang tumbuh di tanah sunda. Walikota Bogor
harusnya bisa belajar dari situ,” kata Dedi. Namun Dedi agaknya lupa, di dalam
Hukum Islam, seorang Muslimah yang mau diperisteri oleh Non-Muslim itu
sebenarnya jatuhnya zina, jadi sama sekali tidak bisa dibenarkan. Dan bagi
semua Muslim di seluruh dunia, satu-satunya manusia yang harus dicontoh dan
diteladani hanyalah Rasulullah SAW, bukan malah mencontoh non Muslim seperti
halnya Prabu Siliwangi.
Menurut Dedi, siapapun
tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang
dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme, termasuk
melindungi kelompok dengan keyakinan harus dilaksanakan. “Keyakinan
apapun, asal tidak merugikan orang lain harus dilindungi,” kata Dedi.
Sebagai kepala Daerah
Purwakarta, Dedi Mulyadi berusaha melindungi seluruh ajaran yang hidup di tanah
Sunda dan juga Indonesia.
“Secara pribadi saya minta
Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada agama
formal ada leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen. Mereka adalah warga yang
menghormati leluhurnya, karena mereka tidak bisa menulis nama agama di
identitasnya. Tidak punya akta dan KTP, padahal mereka pengikut agama leluhur
bangsa,” tegas Dedi. ( Cara syiah menghancurkan Islam )
Dia menjelaskan, sebagai
warga negara Indonesia, apalagi memimpin sebuah daerah jangan terjebak pada
konflik dua keyakinan di negara lain.
“Itu konflik Saudi dengan
Iran, jangan bawa konflik ke Indonesia. Kita suka punya kebiasaan, konflik di
Tanah Arab dibawa ke Indonesia. Kita ini bersaudara, pegang mana itu individu
mana itu politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah bawa ke sini. Urusan
Sunni-Syiah itu Saudi-Iran, itu urusan politik,” demikian Dedi. ( personifikasi iran/syiah, pembenci arab )
Sebagaimana diwartakan,
Walikota Bogor, Bima Arya, telah menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol
yang isinya melarang perayaan Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor.
Bima mengeluarkan Surat Edaran tersebut untuk menjaga ketertiban dan keamanan
serta mencegah konflik sosial.
Bupati Purwakarta yang
kinerjanya lumayan baik ini sepertinya harus belajar lebih banyak soal Islam.
Syiah itu sama sekali bukan Islam karena syahadat, kitab suci, dan banyak
ritualnya, termasuk sholat dan berhaji, bea dengan umat Islam. Jadi sebenarnya
tidak ada dikotomi Sunni-Syiah, yang ada adalah Islam – Syiah. Jika saja
orang-orang yang menganut Syiah, agama yang diciptakan tokoh Yahudi bernama
Abdullah bin Saba ini, mengakui jika Syiah adalah satu keyakinan yang berdiri
sendiri dan bukan Islam, maka tidak ada masalah bagi umat Islam.
Namun di dalam kenyataannya,
orang-orang Syiah berusaha menyamar dan mengatakan jika Syiah itu bagian dari
Islam. Ini sama saja dengan pemilik bemo yang membeli lambang Mercedez Benz
lalu menempelkannya pada bemo miliknya dan bersikeras jika mobilnya itu mobil
Mercy. Dia juga menempelkan jok, setirnya, dan banyak bagian bemonya dengan
stiker simbol Mercy, lalu ngotot jika mobilnya Mercedez Bemo, bagian dari
Mercedez Benz. Ini tentu saja konyol bin bahlul, bukan?
Apa yang dilakukan Walikota
Bogor Bima Arya dalam kasus surat edaran melarang Syiah merayakan hari rayanya
di Bogor sudah tepat. KH. Didin Hafidhuddin dan banyak ulama serta
cerdik-pandai di Bogor mendukung penuh langkahnya. (ts)
Bupati Purwakarta: Konflik Sunni-Syiah Antara
Saudi dan Iran Jangan Dibawa ke Bogor ( Dagangan orang syiah )
Selasa, 27 Oktober 2015 ,
21:54:00 WIB
Walikota Bogor Bima Arya
seharusnya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang
berpusat di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling
menghormati secara damai. ???
Demikian disampaikan Bupati
Purwakarta yang tokoh Sunda, Dedi Mulyadi dalam keterangan persnya Selasa
(27/10).
"Prabu Siliwangi itu
menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di Karawang.
Dari situ bisa diperlihatakan toleransi agama yang tumbuh di tanah sunda.
Walikota Bogor harusnya bisa belajar dari situ," kata Dedi.
Menurutnya, siapapun tokoh
Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang
dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme, termasuk
melindungi kelompok dengan keyakinan harus dilaksanakan.
"Keyakinan apapun, asal
tidak merugikan orang lain harus dilindungi," kata Dedi. ( ???? )
Sebagai kepala Daerah
Purwakarta, dia berusaha melindungi seluruh ajaran yang hidup di tanah Sunda
dan juga Indonesia.
"Secara pribadi saya
minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada
agama formal ada leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen. Mereka adalah warga yang
menghormati leluhurnya, karena mereka tidak bisa menulis nama agama di
identitasnya. Tidak punya akta dan KTP, padahal mereka pengikut agama leluhur
bangsa," tegas Dedi. ( kebencian terhadap arab ! )
Dia menjelaskan, sebagai
warga negara Indonesia, apalagi memimpin sebuah daerah jangan terjebak pada
konflik dua keyakinan di negara lain.
"Itu konflik Saudi
dengan Iran, jangan bawa konflik ke Indonesia. Kita suka punya kebiasaan,
konflik di Tanah Arab dibawa ke Indonesia. Kita ini bersaudara, pegang mana itu
individu mana itu politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah bawa ke sini.
Urusan Sunni-Syiah itu Saudi-Iran, itu urusan politik," demikian Dedi. ( urusan agama bung ! )
Sebagaimana diwartakan,
Walikota Bogor, Bima Arya, telah menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol
yang isinya melarang perayaan Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor.
Bima mengeluarkan Surat Edaran tersebut untuk menjaga ketertiban dan keamanan
serta mencegah konflik sosial. [zul]
Maksud Hati Ingin Menasehati Bima Arya, Bupati
Purwakarta Diserang Aktifis Islam
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menasehati Walikota Bogor Bima Arya
terkait larangan bagi aliran syiah di Bogor. Dia menyarankan seharusnya Bima
Arya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang berpusat
di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling menghormati
secara damai.
"Prabu
Siliwangi itu menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di
Karawang. Dari situ bisa diperlihatkan toleransi agama yang tumbuh di tanah
sunda. Walikota Bogor harusnya bisa belajar dari situ," katanya kepada wartawan,
Selasa (27/10).
Nasehat
yang mungkin dianggap baik bagi kang Dedi itu, ternyata malah menuai protes
warganya
sendiri.
Malahan netisen ramai-ramai menyarankan Dedi Mulyadi berkaca dengan kasus
aksi pembakaran sejumlah patung wayang golek di Purwakarta pada September 2011.
“Bupati
jangan banyak omong, itu hanya bikin malu warga Purwakarta saja. Coba dipikirin
bagaimana ihwal pembangunan patung-patung tokoh wayang golek yang menimbulkan
kontroversi sejak 2011 itu,” kata Usep
Sumarna, warga Plered, yang juga aktivis islam di Purwakarta.
Ia
mengimbau Bupati Purwakarta menahan diri untuk tidak berkomentar terlalu jauh
yang bukan menjadi tugasnya di Purwakarta.
Menurut
Ketua Garda Bangsa Purwakarta ini, sebelum Kang Dedi menasehati orang lain,
sebaiknya mengukur diri bahwa potensi konflik di Purwakarta, jauh lebih serius di banding yang
terjadi di Bogor.
Sekedar
mengingatkan, imbuh Usep, aksi masa umat islam Purwakarta merobohkan dan
membakar empat patung, pada Ahad, 18 September 2011 harus dijadikan renungan
bagi Kang Dedi. Aksi itu sebagai protes keras terhadap kebijakan Bupati yang
tetap membangun patung-patung wayang golekyang berbau klenik.
Ia
mengimbau agar bupati lebih baik melakukan pendekatan dialogis dengan para
ulama dan kalangan umat Islam Purwakarta dari pada mencampuri urusan yang bukan
menjadi bagian tugasnya.
"Ajaklah
ulama berdialog dan dengarlah aspirasi rakyat Purwakarta. Sebab, potensi
sara disini pun tak kalah hebat,” katanya. (Heri Mulyana/
Kalampos)
MUI: Semoga Kebijakan Bima Arya Bisa Diikuti
Wali Kota Seluruh Indonesia
Wakil Ketua Dewan
Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin
menyatakan dukungannya terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Wali Kota Bogor.
“Tentu saja saya sangat mendukung terhadap kebijakan yang dilakukan Wali Kota
Bogor dengan mengeluarkan surat edaran pelarangan Asyuro bagi penganut Syiah di
Bogor,” kata Kiai Didin, seperti dilansirhidayatullah.com, Senin (26/10/2015).
Dekan Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor ini berharap apa yang
telah dilakukan Wali Kota Bogor, Bima Arya itu bisa dicontoh oleh setiap Kepala
Daerah di seluruh tanah air.
“Mudah-mudahan kebijakan tersebut bisa diikuti oleh Kepada Daerah di seluruh
Indonesia,” ujar mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional yang
juga ulama Bogor ini.
Seperti diketahui, Wali Kota Bogor mengeluarkan surat edaran yang berisi
larangan perayaan ritual Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor. Surat
bernomor 300/1321- Kesbangpol itu dibuat pada Kamis (22/10/2015) dalam rangka
menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Kota Bogor.
Surat itu dikeluarkan berdasarkan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Bogor dan seluruh ormas Islam Bogor yang menolak segala kegiatan Syiah, serta
adanya keputusan rapat musyawarah dari pimpinan daerah (Muspida) Kota Bogor.
Berbeda dengan pandangan kiai dan ulama, aktivis JIL menentang keras kebijakan
Walikota Bogor.
Apa yang Dilakukan Bima Arya Sejalan dengan
Konstitusi Negara
Kamis, 29 Oktober 2015 - 09:56 WIB
Sebagaimana diketahui,
Pemerintah Kota Bogor, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota tentang peringatan
Asyuro
Anggota Komisi III DPR RI
yang membidangi soal hukum negara, Nasir Djamil, menyatakan dukungannya kepada
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, yang telah menerbitkan Surat Edaran berisi
pelarangan Perayaan Asyuro (Asyura) bagi penganut Syiah di Bogor karena alasan
ketertiban dan keamanan.
“Iya, saya mendukug keputusan
Wali Kota Bogor tersebut,” kata Nasir via pesan singkat kepadahidayatullah.com, Rabu (28/10/2015) siang.
Menurut Nasir, di dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Kepala
Daerah wajib mencegah potesi konflik sosial yang akan terjadi di wilayah hukumnya.
“Jadi, apa yang telah
dilakukan oleh Wali Kota Bogor sudah sejalan dengan konstitusi Republik ini,”
tegas Nasir.
Sebagaimana diketahui,
Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota dengan
Nomor: 300/1321-Kesbangpol yang berisi larangan merayakan Asyuro bagi penganut
Syiah di Bogor.
Surat edaran itu diterbitkan
dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, sikap dan respons dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham
Syiah. Kedua, yakni surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam
di Kota Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah.
Dan ketiga, merupakan hasil rapat dari Pimpinan Daerah.*
Aneh… Daerah Mayoritas Musllim ,tapi Pemkab Purwakarta Mendirikan Patung Hindu
Minggu, 18/09/2011 20:55 WIB
perobohan sejumlah patung di
Purwakarta, Jawa Barat, semakin membuka pandangan umat mengenai maraknya patung
Hindu di Indonesia. Sebelum umat muslim merangsek untuk melucuti maraknya
berhala di Purwakarta, Ustaz Toto Taufik dari Purwakarta, sudah mewanti-wanti
mengenai fenomena ini
Dalam acara istighotsah di
Masjid Agung, Purwakarta itu, Minggu (18/9), ustadz penuh nyali ini sempat
melontarkan kata-kata bersifat ultimatum kepada pemerintah daerah setempat.
Di antaranya, jika dalam
waktu dua pekan, patung berhala tersebut tidak dirobohkan, massa akan merusak
dengan paksa. Hadir dalam acara tersebut Ketua Forum Ulama Umat Indonesia
(FUUI) Ustadz Athian Ali M. Beliau sempat mengatakan kedatangannya karena
mendengar kabar adanya keresahan umat Islam di Purwakarta berkaitan dengan
banyaknya patung.
Pasca Istighotsah, ratusan
umat muslim pun bergerak untuk merobohkan patung-patung tersebut.
Berhala Itu Pun Ambruk
Dalam catatan selama ini,
meski daerahnya bermayoritas muslim, Pemkab Purwakarta tergolong hobi
mendirikan berhala agama Hindu. Kasus ini bukan saja kali ini terjadi. Tahun
lalu, 9 Agustus 2010, Forum Umat Islam sudah meminta Pemkab merobohkan Patung
Bima di tengah Kota. Dan hari ini umat muslim sudah tidak bisa lagi diam.
Diantara berbagai berhala yang diruntuhkan umat muslim hari ini, tercatat
mendera empat patung Hindu, yakni GatotKaca, Semar, Dharma Kusumah, dan Bima.
Dua nama perwayangan yang
begitu terkenal adalah Gatotkaca dan Semar. Kesaktian Gatotkaca sendiri
dikisahkan luar biasa. Ia dikatakan mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan
sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”.
Sedangkan Semar adalah nama
tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini
dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan
kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana.
Nama lain yang juga dibuatkan
patung oleh Pemkab Purwakarta adalah Bima. Seorang tokoh protagonis dalam
wiracarita Mahabharata. Ia dianggap sebagai seorang tokoh heroik. Ia adalah
putra Dewi Kunti dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat. Begitu juga
dengan nama Dharma Kusuma yang malang melintang dalam dunia perwayangan Hindu.
Akan tetapi kedigdayaan
mereka dalam mitologi Hindu, luluhlantak di tangan umat muslim Purwakarta. (pz)
eramuslim.com.
MUI dan Rais Aam PBNU Nilai Tindakan Wali Kota
Bogor Larang Asyuro Syiah untuk Jaga Ketertiban
Selasa, 13 Muharram 1437 H /
27 Oktober 2015 11:24
Surat Edaran yang dikeluarkan
oleh Wali Kota Bogor yang melarang kelompok Syiah untuk merayakan peringatan
Asyuro pekan lalu mendapat respon positif dari Rais Aam PBNU yang juga Ketua
Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin.
“Wali Kota tentu memiliki
alasan mengapa melarang dan mengeluarkan SK tersebut, karena mungkin itu bisa
menimbulkan masalah. Kalau itu tidak dilarang maka akan muncul ketegangan.
Mencegah ketegangan itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan daerah,”ujar KH
Ma’ruf Amin kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/10).
Menurutnya, yang dilakukan
oleh Wali Kota Bogor bukan merupakan tindakan yang berlebihan dan menyalahi
aturan.
“Di dalam UUD, pemerintah itu
wajib menjaga ketertiban, kenapa dipersoalkan. Itu boleh saja dilakukan, sebab
kalau tidak dilarang, dapat menjadi ketegangan,”tambahnya.
Ia menilai apa yang dilakukan
Wali Kota Bogor itu merupakan tindakan tegas, menjalankan UUD untuk
menghindarkan terjadinya kekerasan di tengah masyarakat.
“Itu merupakan hak Pemda
untuk menjaga ketentraman di wilayahnya. Tindakan yang diambilnya merupakan
tindakan tegas,” ungkapnya.
Ma’ruf Amin sendiri
menjelaskan mengenai Syiah yang di beberapa daerah, ujarnya, sudah mengeluarkan
fatwa tentang sesatnya Syiah.
“MUI memang sudah
mengeluarkan fatwa sesat terkait Syiah karena dinilai telah melahirkan pendapat
yang menyimpang,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wali
Kota Bogor Bima Arya mengeluarkan Surat Edaran bernomor 300/1321-Kesbangpol,
yang berisi larangan kegiatan perayaan hari raya dan aktivitas mobilisasi massa
lainnya yang dilakukan jemaat Syiah di Kota Bogor.
Larangan itu termasuk tidak
memobilisir masyarakat, baik internal, antar desa/kelurahan atau mendatangkan
anggota Syiah dari luar Daerah Kota Bogor.
Surat larangan terhadap
kegiatan jemaat Syiah itu, seperti disebut dalam Surat Edaran Wali Kota
bertanggal 22 Oktober 2015 tersebut, diterbitkan dalam rangka menjaga
stabilitas keamanan dan ketertiban di Kota Bogor. (EZ/salam-online)
Demi Keutuhan NKRI,
Keputusan Walkot Bima Arya Larang Kegiatan Syiah Tepat
Langkah Walikota Bogor, Bima Arya, menerbitkan Surat Edaran
No 300/321-Kesbangpol yang melarang perayaan Asyuro bagi penganut Syiah untuk
menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban merupakan tindakan tepat dan sikap
yang terpuji.
Penilaian itu disampaikan Ketua Umum Pengurus
Besar Pemuda Al-Irsyad, Abdullah Hasyim Baraja, dalam siaran persnya.
"Maka oleh karena itu, kami menyatakan sikap
untuk mendukung penuh langkah-langkah Walikota Bogor, Bapak DR. Bima Arya dalam
menghadang seluruh ativitas keagamaan dari golongan aliran sesat seperti
Syiah," ungkapnya, dikutip RMOL, Selasa
(27/10).
Menurutnya, sikap dan tindakan tegas Walikota
Bogor DR. Bima Arya terhadap kegiatan Syiah mencerminkan jiwa kepemimpinan yang
adil dan memahami aspirasi yang berkembang dari masyarakat, para 'alim ulama
dan ormas-ormas Islam, terutama pemahaman mayoritas umat Islam di kota Bogor.
Dia berharap, sikap dan tindakan tegas Walikota
Bogor, DR. Bima Arya, dicontoh dan diikuti kepala daerah di seluruh Indonesia.
"Mengingat Syiah tidak hanya merusak kemurnian ajaran Islam tetapi juga
akan merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),"
tandasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya menyatakan
keputusannya itu ia keluarkan untuk menjaga Bogor yang selama ini sudah
kondusif. Ia tak ingin Bogor dilanda konflik dan berdarah-darah hanya lantaran
adanya penolakan warga atas acara Asyuro Syiah itu.
Rabu, 28
Oktober 2015 , 01:33:00
Bupati
Purwakarta Dedi Mulyadi ikut angkat bicara soal larangan merayakan hari Asyura
di wilayah Bogor, Jawa Barat. Sebagai budayawan Sunda, dia menyangkan kebijakan
Pemerintah Kota Bogor yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 300/1321-Kesbangpol
itu.
Menurutnya,
aneh jika perayaan Asyura yang merupakan tradisi kaum Syiah itu dipermasalahkan
di Indonesia. Pasalnya, konflik Sunni-Syiah tidak ada relevansinya dengan
kehidupan masyarakat Indonesia.
"Saya
sebagai warga Sunda, atau kita sebagai warga Indonesia jangan terjebak pada
konflik dua keyakinan di negara yang bukan konteks kita sebagai Islam di
Indonesia," ujar Dedi saat dihubungi, Selasa (27/10).
Dedi
memandang masalah Sunni-Syiah sebagai pertarungan politik antara dua kubu di
kawasan Timur Tengah. Sayangnya, ada pihak-pihak di Indonesia yang termakan
bahkan terkesan ingin membawa konflik tersebut ke tanah air.
Karenanya,
Dedi menghimbau masyarakat untuk memandang masalah Sunni-Syiah secara objektif.
Sehingga tidak terjebak dalam pertarungan kepentingan asing.
"Harus
paham yang mana konflik keyakinan, mana politik. Urusan Sunni-Syiah, itu Saudi
dengan Iran. Jangan bawa konflik di Timur Tengah ke sini yang tidak ada
kaitannya dengan itu semua," paparnya.
Jika
dilihat dari konteks budaya, lanjutnya, Tanah Sunda seharusnya bebas dari
perilaku diskriminatif dalam bentuk apapun. Apalagi wilayah Bogor yang dulunya
merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda, tempat Prabu Siliwangi bertahta.
"Prabu
Siliwangi itu sangat menjunjung tinggi pluralisme, menghormati untuk hidup
secara damai. Dia sendiri menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang
Syeh di Karawang. Jadi siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya
tidak melanggar aspek adat yang dimiliki," papar Dedi.
Di
Purwakarta sendiri, Dedi tegaskan akan berusaha keras dapat melindungi seluruh
warganya yang memiliki kepercayaan beraneka ragam. Bahkan, dia mengaku pernah
meminta langsung kepada Presiden Joko Widodo agar melindungi seluruh warga negara
Indonesia meski tidak memiliki agama formal yang disepakati di negeri ini.
"Sebelum
ada agama formal, ada kepercayaan leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen, mereka
adalah warga yang menghormati leluhurnya. Karena mereka tidak bisa menulis nama
agama di identitasnya, akhirnya tidak punya akta dan kartu identitas, padahal
mereka pengikut agama leluhur bangsa," tandasnya.
Dilansir
dari situs resmi Pemkot Bogor di kotabogor.go.id, Kepala Bagian Humas
Setdakot Bogor, Encep Moh. Ali Alhamidi, pada hari Jum’at 23 Oktober 2015
menyebutkan surat edaran ini lahir dengan memperhatikan setidaknya tiga hal.
Pertama, sikap dan respon Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor Nomor:
042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang faham syiah. Ke dua, surat pernyataan ormas
Islam di kota Bogor tentang penolakan segala bentuk kegiatan Syiah dan
terakhir, ini hasil rapat musyawarah pimpinan daerah.
Encep pun
menyambung adanya surat edaran ini hasil dari silaturahim unsur muspida kota
Bogor ke tempat-tempat kegiatan ritual Syiah. "Maka Walikota memandang
perlu mengeluarkan surat edaran ini,” jelasnya. (dil/jpnn)
Tokoh Sunda Kecam Larangan Perayaan Asyura dari
Wali Kota Bogor
Rabu, 28
Oktober 2015 | 17:36 WIB
Salah
seorang tokoh Sunda, Dedi Mulyadi mengkritik kebijakan yang dikeluarkan Wali
Kota Bogor Bima Arya terkait larangan perayaan Asyura yang merupakan Hari Raya
Kaum Syiah melalui Surat Edaran Nomor 300/1321-Kesbangpol.
"Saya
sebagai warga Sunda, atau kita sebagai warga Indonesia jangan terjebak pada
konflik dua keyakinan di negara yang bukan konteks kita sebagai Islam di
Indonesia. Itu konflik (Arab) Saudi dengan Iran, jangan bawa konflik itu ke
Indonesia," ujar Dedi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu
(28/10/2015).
Ia
menilai beberapa kalangan di negeri ini memiliki kebiasaan membawa konflik di
Arab ke Indonesia.
"Kita
ini bersaudara, pegang mana itu kepercaayan individu mana itu kepentingan
politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah ke sini yang tidak ada kaitannya
itu semua. Harus paham yang mana konflik keyakinan, mana politik. Urusan
Sunni-Syiah, itu Saudi dengan Iran. Pahamnya masing-masing, itu hak individu
masing-masing. Itu mah urusannya menteri luar negeri," ujar Bupati
Purwakarta ini.
Sebagai
tokoh sunda, kata Dedi, seharusnya juga belajar pada kepemimpinan Prabu
Siliwangi di padjadjaran yang berpusat Bogor.
"Prabu
Siliwangi itu sangat menjunjung tinggi pluralisme, menghormati untuk hidup
secara damai. Dia sendiri menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang
Syekh di Karawang," ujarnya.
Dari
situ, tambah dia, bisa dilihat toleransi agama yang tumbuh di Tanah Sunda.
"Siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar
aspek adat yang dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme,
dengan melindungi kelompok keyakinan apapun asal tidak meruggikan orang lain,"
katanya.
Di
Purwakarta sendiri, Dedi mengaku akan berusaha keras dapat melindungi seluruh
warganya yang memiliki kepercayaan beraneka ragam. Bahkan, dirinya sudah
meminta langsung pada Presiden Joko Widodo agar dapat
melindungi seluruh Warga Negara Indonesia meski tidak memiliki agama formal
yang disepakati di negeri ini.
"Secara pribadi saya minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran
asli Indonesia. Sebelum ada agama formal, ada kepercayaan leluhur di Mentawai,
Sunda, Kejawen, mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya. Karena mereka
tidak bisa menulis nama agama di identitasnya, akhirnya idak punya akta dan
kartu identitas, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa," tuturnya. ( tipikal syiah merusak islam
seperti ini )
Sebelumnya,
Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota Nomor :
300/1321 - Kesbangpol yang merupakan larangan masyarakat untuk melarang
perayaan Asyura.
"Surat
Edaran ini berisi imbauan pelarangan perayaan Asyura," kata Kepala Bagian
Humas Sekretariat Daerah Kota Bogor Encep Moh Ali Alhamidi, di Bogor, Jumat
(23/10).
Encep
mengatakan surat edaran tersebut diterbitkan dengan memperhatikan tiga hal,
yakni pertama sikap dan respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor
dengan Nomor : 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham Syiah.
Kedua
yakni surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bogor
yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah dan yang ketiga
hasil rapat pimpinan daerah.
"Ketiga
pertimbangan ini, maka Pemerintah Kota Bogor merasa perlu untuk mengeluarkan
surat edaran berisi imbauan larangan perayaan Asyura," kata Encep.
Encep
mengatakan surat edaran tersebut diterbitkan berdasarkan hasil silaturahmi
unsur musyawarah pimpinan daerah Kota Bogor ke sejumlah tempat kegiatan ritual
Syiah yang ada di wilayah tersebut.
"Dengan
mempertimbangkan kondusivitas keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Bogor,
maka Wali Kota memandang perlu untuk mengeluarkan surat edaran ini,"
katanya.
Senandung
Buluh Perindu - Cinta Rumi dan Kearifan Siliwangi (Bersama
jalaludin rahmat )
24/7/2013
hsa al-Banduni
Minggu (21/7) sore, di halaman
gedung SMA Plus Muthahhari di Jln. Kampus II No. 15-17,
Babakansari Kiaracondong Bandung, digelar pertunjukan musik dan tari
sufi "Senandung Buluh Perindu, Syair-syair Jalaluddin Rumi". Acara tersebut menampilkan
kelompok seni EMKA 9, Dedi
Mulyadi (Bupati Purwakarta), Iman Soleh, dan K.H. Jalaluddin Rahmat. Suguhan lagu-lagu religi
yang sebagian diciptakan Dedi itu, terasa padu dengan musik EMKA 9 yang
terasa unsur etnik Sundanya. [majulah-ijabi.org]
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan seperti taman
Karena
cinta api yang berkobar-kobar
jadi
cahaya yang menyenangkan
PUISI
"Karena Cinta" karya penyair sufi Jalaluddin Rumi yang
dibacakan seniman Iman Soleh itu, seperti berlomba dengan suara hujan.
Meski sore terasa dingin, tetapi kekuatan cinta Rumi seperti
mampu menghangatkan suasana. Hadirin yang memadati tempat acara, tetap
bertahan di bawah tenda dan tak beranjak hingga acara usai.
Rumi yang
bernama lengkap Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi
al-Bakri adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang
Afghanistan), pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah atau tanggal
30 September 1207 Masehi. Karya-karyanya begitu terkenal dan sudah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Pilihan karya-karya
Rumi untuk dibacakan, bukan tanpa alasan. Sajak-sajak bertema cinta yang
bernilai universal tersebut, menjadi kekayaan yang memang seharusnya
didengung-dengungkan. Seperti kata Dedi
Mulyadi, Bupati Purwakarta, yang juga
ikut tampil kemarin. "Hari ini kita memang sangat membutuhkan cinta
dalam banyak hal. Apa yang disampaikan Rumi lewat sajak-sajaknya patut
kita renungkan," ujarnya.
Dedi yang
tampil dengan gaya khasnya berikat kepala dan baju bernuansa pangsi, dalam
setiap jeda lagu banyak bertutur tentang kearifan dalam budaya Sunda.
Cinta yang bernilai universal, katanya, yaitu sikap welas asih. Nulung ka
nu butuh, nalang ka nu susah (menolong orang yang membutuhkan, membantu
yang kesusahan) adalah manifestasi dari cinta yang bernilai luas. Itulah
tangga penting menuju Tuhan.
"Dalam kultur Sunda,
tema-tema cinta dalam arti universal itu begitu banyak. Nilai-nilai kesundaan yang
diwariskan Siliwangi dan keturunannya, banyak
berbicara tentang hubungan cinta manusia kepada lingkungan, sesama, dan
Maha Pencipta. Jadi sebetulnya, pergelaran hari ini tidak ubahnya sebagai
pertemuan Rumi dengan Siliwangi," tuturnya.
Dia mencontohkan, tutup kepala Rumi atau kaum Darwis-nya
yang nyungcung ke atas adalah simbol menuju ketinggian, penghormatan
kepada Yang Mahatinggi. Dalam kultur Sunda, simbol-simbol seperti itu
juga ada. Ikat kepala khas Sunda (iket) juga memiliki elemen
yang nyungcung. Demikian pula dengan rumah adat Sunda dengan gaya
julang ngapak atau nasi tumpeng.
Dalam pandangan Dedi, jika manusia mendalami benar makna cinta,
tidak akan ada kekerasan di tengah masyarakat. Kekerasan
yang mengatasnamakan agama, sejatinya justru telah menodai kesucian
agama. Sebab seharusnya agama tidak disebarkan dengan hawa nafsu. Dedi
memang punya pengalaman buruk tentang hal itu. Dia pernah
didemo sekelompok massa di Purwakarta, yang menuduhnya telah membangun
berhala dan menistakan agama.
Penjahit Satin
Sementara itu Jalaluddin Rakhmat, membacakan kisah "Penjahit
Satin". Sebuah cerita yang berisi parodi atau sebuah sindiran yang
sangat halus dan nasehit yang harus direnungkan. Kisah tersebut diambil
dari buku Rumi yang terkenal Mathnawi. Di dalamnya memuat tentang
cerita manusia sombong dan merasa mampu mengatasi tipu daya dunia. Namun akhirnya
tanpa sadar, dia menjadi korban karena lalai mengontrol diri.
"Banyal hal di dunia ini yang tanpa kita sadari telah
memperdaya kita. Banyak di antara kita yang merasa mampu untuk
mengendalikan tipu daya itu. Tapi yang terjadi malah kita lengah dan
menjadi korban penipuan. Salah satu yang menyebabkan kita lengah adalah
sifat sombong atau takabur," ujar Jalaluddin Rakhmat.
Dalam acara yang diselenggarakan Pengurus Wilayah
Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jawa Barat dan Yayasan Muthahari tersebut, dilantunkan
pula selawat Nabi yang telah akrab di kalangan kaum muslimin. Namun kali
ini EMKA 9 mengemasnya lewat nada yang syahdu dan menyanyat hati, diiringi
aransemen yang apik. Sementara sejumlah penari di latar depan, memvisualisasikanya
dengan gemulai.
Salah satu bait salawat yang paling dikenal kaum muslimin adalah:
Ya Nabi salam alaika
Ya Rasul salam alaika
Ya Nabi salam alaika
Sholawatulaah alaika...
"Semoga besok tidak ada yang demo, gara-gara lantunan selawat
di sini dilengkapi tarian," ujar Dedi Mulyadi bergurau. Pergelaran
berakhir saat magrib tiba, dilanjutkan dengan buka puasa bersama.
Rumi Ternyata Orang Syi'ah
Diposkan oleh Abdul Husein
Semua pasti tahu siapa Jalalluddin Rumi. dansemua pasti tahu bahwa
ia adalah panutan jutaan umat Islam. Tapi pasti heran jika ternyata
mazhabnya adalah ahlul bait atau syiah.
Disamping itu, Jalaluddin Rumi dalam buku VI, Matsnawi, memberikan penghormatan yang
mendalam kepada Imam Hussayn (as) dan menyebut Imam Hussayn (as) sebagai Ruh
Agung dan Raja dari Agama yang sejati ( Buku IV: 797,798)
Di bawah ini adalah puisi Maulana Jalaluddin Rumi
tentang Hari Asyura:
Tidakkah kau ketahui bahwa hari Asyura, hari dukacita..Buat satu
jiwa yang lebih mulia dari seluruh umat manusia..Bagaimana mungkin mukmin
sejati meremehkan peristiwa lara..Kecintaan kepada anting adalah ukuran cinta
pada telinga..Bagi mukmin sejati berkabung ‘tuk yang tersuci dari segala
ruh..Harus lebih dikenang dari ratusan banjir Nabi Nuh.. ( ini alasan Dedi Mulyadi
sangat agresif bela perayaan Assyura/GK )
CATATAN:Matsnawi dibagi menjadi enam buku dan setiap buku terdiri
dari 12 wacana. Ini bukan kebetulan. Rumi menunjukan bahwa 12 Imam itu adalah
pemimpin ruhaniah dalam perjalanan menuju Allah swt. Di Makamnya di Konya, anda
dapat menyaksikan nama-nama 14 orang suci diukirkan pada tembok-tembok ruang
pusaranya: Nabi Muhammad saw, Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan, Husein,
Ali bin Husein, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin
Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, Muhammad bin Hasan al
Mahdi alayhimus salaam.
Makanya, jika anda kagum sama Rumi, tentu juga akan kagum pada
panutan Rumi.
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan bukti tekstual dalam
mendukung kecenderungan Syiah dalam Tasawuf Rumi yang diambil dari Matsnawi.
Syi’isme, dalam bentuk hakikinya, percaya pada wilayah (otoritas) Imam Ali dan
sebelas imam dari keturunannya, menyusul mangkatnya Nabi Muhammad saw. Allah
telah memilih Ali dan keturunannya, sebagai penerus kerohanian dan keagamaan
yang sejati dari Nabi Muhammad saw, yang setelahnya akan senantiasa ada seorang
wakil dari keluarga Ali untuk membimbing dan memimpin manusia. Tulisan ini
membahas tiga jenis wilayah: matahari, bulan, dan bintang.
Seyed G. Safavi
Interpretasi atas teks Matsnawi melalui teknis riset ‘konseptual,’
‘sinoptis,’ dan ‘lingkaran ‘hermeneutik’ memperjelas bahwa Maulana Jalaluddin
Rumi menghormati kedudukan dan jabatan Imamah yakni otoritas, wilayah Allah,
Nabi Muhammad saw, dan dua belas penerusnya yang ditunjuk oleh Allah. Dalam
konteks ini, Maulana memfokuskan pada wilayah Imam Ali, penerus Nabi Muhammad
saw yang pertama.
Menurut Dr. Shahram Pazouki:
Maulawi (Rumi) adalah seorang Syiah, bukan dalam arti yang dipakai
oleh fukaha atau teolog dialektis sekarang, tetapi dalam makna sebenarnya,
yakni Allah hanya menunjuk wali, percaya pada kesinambungan spiritualitas dan walayah
Nabi Muhammad saw dalam pribadi Imam Ali dan putranya yang ditunjuk oleh Allah.
Allah menunjuk Ali sebagai penerus kerohanian dan wali sepeninggal Nabi
Muhammad saw dan percaya bahwa setelah Nabi senantiasa ada pembimbing
spiritual, wali, dari keluarga Imam Ali dalam kafilah cinta. Maka, di sini ada
perbedaan antara Syiah Spiritual dan Syiah Fikih.
Kaum Sufi percaya bahwa dalam setiap periode akan ada pemandu
ruhani atau wali, dan hanya melaluinya seseorang bisa mendapatkan jalan menuju
Allah. Walayah adalah realitas tasawuf dan aspek batin Islam. Wali adalah citra
Allah di muka bumi. Wali adalah kesempurnaan zaman dan perantara karunia dari
Allah kepada manusia. Walayah berbeda dari kekhalifahan. Adalah mungkin saja
untuk terlibat dalam memilih khalifah dengan memberi kepadanya suara mereka,
namun hanya Allah Yang menunjuk wali. Allah melantik Ali sebagai pelanjut
kerohanian dan wali setelah Nabi Muhammad saw.” (Pazouki, Shahram. (2003)
“Spiritual Walayah” dalam S.G. Safavi (ed), Rumi’s Thoughts. Tehran: Salman
Azadeh Publication)
Ali ditunjuk sebagai wali oleh Allah didasarkan pada sejumlah ayat
al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad saw seperti, Hai Rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (QS. al-Maidah [5]: 67), Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al-Maidah [5]: 3), hadis Ghadir
Khum, dan Tsaqalain. Apa yang penting adalah kepercayaan bahwa setelah Nabi
saw, walayah berlanjut kepada diri Ali, dan setelah Ali, berlanjut melalui para
imam Syiah lainnya yang ditunjuk sebagai wali oleh Allah.
Syi’isme didasarkan pada prinsip Imamah atau wilayah (disebut
dalam literatur irfani sebagai ‘insan kamil’—manusia sempurna) Rujukan-rujukan
al-Quran dan hadis, yang diriwayatkan oleh semua sumber Muslim, membenarkan
bahwa kecintaan kepada keturunan Nabi saw adalah aturan dasar Islam. Matsnawi
membuktikan bahwa Maulana percaya pada wilayah Imam Ali, salah satu prinsip
utama Islam Syiah.
Pembimbing terakhir-wali adalah Allah, disusul, secara berurutan,
oleh: Nabi Muhammad saw dan dua belas imam. Sebagaimana Nabi saw dan 12 Imam
adalah manifestasi ‘Manusia Sempurna’ (Imamah dalam literatur Syiah), dan
‘Manusia Sempurna,’ bersesuaian dengan identitas yang sama. Bahwa esensi
‘Manusia Sempurna’ dalam tasawuf dimaknai dengan ‘Imamah’—prinsip Syi’isme yang
membedakan—mengindikasikan bahwa sufi, tanpa memperhatikan praktik keagamaan
yang mereka ikuti, taklid, dalam hal ini adalah Muslim Syiah.
Dalam pandangan irfani, ada dua aspek yang berbeda dari wilayah:
“Wilayah umum” (wilayah ‘ammah ) dan “wilayah khusus” (wilayah khashshah)
Wilayah pertama, wilayah umum (harfiah: bintang) mengandung dua level:
1. Level pertama dimulai dengan “pengosongan,” takhliyah,” dan
berakhir dengan stasiun “kedekatan (melalui) amal-amal sunah—qurb nawafil.
Ketika Allah menjadi mata, telinga, dan lidah hamba-Nya, pencari kebenaran
(salik) mencapai keadaan (maqam) hakikat keyakinan (haqqul yaqin)
2. Level kedua berhubungan dengan mereka yang fana dalam
al-Haqq—yang tetap dalam eksistensi Raja Keberadaan. Tahapan terakhir dari
keadaan ini disebut sebagai maqam qaba qausayn.
“Wilayah khusus” hanya dipegang oleh Nabi Muhammad saw dan para
penerus Ilahinya dari Ahlulbait (keluarga Nabi saw, secara khusus, putrinya
Fathimah, suaminya, Ali, dan anak-anak mereka, Hasan dan Husain) Wilayah khusus
tersebut berlanjut dari maqam qaba qausayn, sampai pada tercapainya “maqam
manifestasi Tajaliyah Zati” dan maqam aw adna.
Pada tahapan tersebut, mereka yang memegang wilayah ini memahami
level batin ketujuh, bathn haftom kalam Allah, yakni firman Allah, al-Quran.
Tercatat dalam satu hadis, mengenai al-Quran, bahwa “Al-Quran memiliki level
pengertian lahiriah dan level pengertian batiniah yang mencakup tujuh makna
batin yang dalam.” (Allamah Thabathaba’i, Tafsir al-Mizan, jil.3, hal.72)
Para pemangku wilayah khusus, wali, seperti pohon besar yang
darinya abdal, nuqaba, dan awtad semata-mata bayanngan. Karena, setiap zaman
ada satu Manusia Sempurna, quthub, dengan semua makhluk spiritual lainnya di
zaman tersebut di bawah bayangannya (lihat bait-bait 1924-2305 Buku Ketiga
Matsnawi Rumi dan ulasan Mulla Hadi Sabzawari atas bait 2003 Buku Ketiga
Matsnawi) Maulana mengatakan bahwa wilayah khusus memiliki dua aspek, wilayah
Syamsiah (matahari), dan wilayah Qamariah (bulan) (Buku Ketiga, bait 3104-3106)
Manifestasi wilayah Syamsiah adalah wilayah Muhammadiyah, dipegang
oleh Nabi Muhammad Mustafa), sementara wilayah Qamariah, merujuk secara khusus
kepada Ahlulbaitnya, Yang Allah tunjuk untuk mewarisi otoritas Nabi saw dan
melanjutkannya.
Menurut Matsnawi Buku Pertama, bait 2959-2980, wilayah Alawiyah, yakni
wilayah Imam Ali dan para pewaris otoritas, termasuk pada wilayah Muhammadiyah.
Menurut Buku Pertama, bait 3761-3766, wilayah Qamariyah Imam Ali termasuk pada
wilayah Syamsiah Nabi Muhammad saw. Rumi mendasarkan ulasan-ulasan atas wilayah
khususnya Imam Ali pada perkataan Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa yang
menjadikan aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya.”
Dalam cerita pertama di awal Buku Pertama Matsnawi, “Raja dan
Pelayan,” Manusia Sempurna—Pir, atau Hakim Haziq dimunculkan dengan merujuk
pada salah satu gelar Imam Ali Murtadha, kepadanya ia kemudian terus
menjelaskan sebagai “orang yang memegang otoritas atas manusia, Mula al-Qum.”
(Matsnawi Buku Pertama, bait 99-100)
Dalam cerita terakhir Buku Pertama, Sebuah Kisah tentang Imam Ali,
Rumi membahas nafsul muthmainnah (bait 3721-3391) dan mengenalkan Imam Ali
sebagai seorang pemangku wilayah khusus. Dalam Buku Terakhir, ia kembali
memunculkan wilayah Imam Ali didasarkan pada perkataan Nabi saw, “Barangsiapa
yang menjadikan aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya. Jil.6, bait
4538.
Maka itu, Matsnawi Rumi bermula dan berakhir dengan wilayah Imam
Ali. Bukti tekstual selanjutnya dalam Matsnawi mendukung penerimaan Rumi atas
wilayah Imam Ali dan superioritasnya atas para sahabat Nabi saw lainnya.
1. Rumi menyebut Imam Ali as, Amirul Mukminin (Pemimpin
orang-orang beriman), diterjemahkan oleh Nicholson sebagai “Pangeran
orang-orang Mukmin,” dalam cerita yang diberi judul Imam Ali. (Buku Pertama,
pembukaan setelah bait 3720)
2. Rumi menyebut Imam Ali, “Orang yang beramal secara
ikhlas”—“Belajarlah bagaimana beramal secara ikhlas dari Ali.” (Buku Pertama,
bait 3721, penggalan pertama)
3. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “Singa Allah”—“Ketahuilah, bahwa
Singa Allah (Ali) disucikan dari segala tipudaya.” (Buku Pertama, bait 3721,
penggalan kedua)
4. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kebanggaan setiap nabi”—“Ali,
kebanggaan setiap nabi.” (Buku Pertama, bait 3723)
5. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kebanggaan setiap wali”—“Ali,
kebanggaan setiap nabi dan setiap wali.” (Buku Pertama, bait 3723)
6. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “wajah yang di hadapannya bulan
membungkuk perlahan”—“Ia menyiratkan ketenangan yang di hadapan wajah tersebut,
bulan membungkuk perlahan sebagai pengganti ibadah.” (Buku Pertama, bait 3724)
7. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “Singa Tuhan”—“Dalam kegagahan
engkau adalah Singa Tuhan; dalam kedermawanan siapa yang mengetahui sebenarnya
dirimu?” (Buku Pertama, bait 3732)
8. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “seluruh pikiran dan penglihatan”—“Wahai
Ali, engkau adalah seluruh pikiran dan penglihatan, ceritakan sedikit dari apa
yang telah kaulihat.” (Buku Pertama, bait 3745)
9. Rumi menyebut Imam Ali sebagai, “rajawali empyrean”—“Katakan,
wahai rajawali empyrean yang menemukan mangsa baik, apa yang telah kau lihat di
waktu ini dari Pencipta?” (Buku Pertama, bait 3750)
10. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “alim yang melihat yang
gaib”—“Matamu telah belajar melihat yang gaib ketika mata-mata dari para
pengamat tertutup.” (Buku Pertama, bait 3751)
11. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang diridai oleh
Allah”—“Tunjukkan rahasia, wahai Ali, engkaulah orang yang diridai oleh Allah.”
(Buku Pertama, bait 3751, bagian pertama)
12. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kemudahan yang baik”—“Wahai
engkau yang kemudahannya baik, setelah nasib yang buruk.” (Buku Pertama, bait
3752)
13. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “bola rembulan (wilayah
Qamariah)”—“Darimu sinar memancar kepadaku, seperti rembulan, bagaimana bisa
engkau menyembunyikannya? Tanpa lidah, engkau lecutkan berkas-berkas cahaya,
seperti bulan. Namun jika bola-bola rembulan datang untuk berbicara, secara
cepat ia lebih memimpin para pejuang malam jalan (benar) Mereka menjadi aman
dari kesalahan dan ketundukkan: suara bulan menyebar ke atas suara jiwa yang
jahat.” (Buku Pertama, bait 3759-3761)
14. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “cahaya di atas cahaya”— “Dalam
sebanyak bulan (bahkan) tanpa berbicara menunjukkan jalan, ketika ia bicara ia
menjadi cahaya di atas cahaya.” (Buku Pertama, bait 3762)
15. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pintu kota ilmu (Ali pintu
wilayah Muhammadiyah)”—“Karena engkau adalah pintu kota ilmu, karena engkau
adalah sinar mentari rahmat (Nabi Muhammad saw)” (Buku Pertama, bait 3763) Bait
ini merujuk kepada Nabi Muhammad yang berkata, “Aku adalah kota ilmu dan Ali
adalah pintunya, maka siapasaja yang mencari ilmu, hendaknya masuk melalui
pintunya.”
16. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ‘pintu rahmat’—“Teruslah
terbuka selamanya.” (Buku Pertama, bait 3765)
17. Rumi menyebut Imam Ali yang mengatakan, “Jalan masuk aula yang
siapa pun tidak seperti ia.” (Buku Pertama, bait 3765) Ini merujuk pada surah
al-Ikhlash.
18. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ”matahari wilayah”—“Bicaralah,
wahai Pangeran orang beriman, agar jiwaku bisa bersenyawa di dalam tubuhku
seperti sebuah embrio. Bagaimana embrio mempunyai sarana-sarana (untuk
bersenyawa) selama periode ketika ia dikuasai (oleh bintang-bintang)? Ia muncul
(berputaran) dari bintang-bintang menuju matahari. Ketika waktu tiba bagi
embrio untuk menerima ruh (penting) Pada waktu itu, matahari menjadi
penolongnya. (Buku Pertama, bait 3773-5)
Bait-bait ini mengacu pada wilayah Qamariah Ahlulbait dalam
wilayah Syamsiah dari Nabi Muhammad saw. Di sini, Rumi menjelaskan bahwa mereka
yang memangku wilayah umum atau bintang hanyalah bintang-bintang apabila
dibandingan dengan Ali yang, seperti matahari, menggambarkan manusia sempurna
atau Syekh sempurna. Dengan demikian, sementara mereka yang memegang wilayah
umum (wilayah ‘ammah) bisa membantu seorang pencari kebenaran (salik),
bimbingan lengkap hanya dapat diperoleh melalui mereka yang memangku wilayah
Syamsiah—suatu referensi kepada Imam Ali dan para penggantinya. Di sini, Rumi
menyajikan ketiga jenis wilayah yang digambarkan di dalam pengantar: wilayah
Syamsiah, wilayah Qamariah—aspek-aspek wilayah khusus (wilayah khashah), dan
wilayah umum (wilayah ‘ammah), yang juga disebut wilayah bintang (wilayah
najmiyah)
Semua ini bisa dipandang level-level rendah dan tinggi dari
wilayah.
19. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pemangku wilayah matahari”-
“Ketika saatnya bagi embrio untuk menerima ruh (vital), pada saat itu matahari
menjadi penolongnya. Embrio ini dibawa ke dalam gerakan oleh matahari, karena
matahari dengan cepat memberkatinya dengan ‘ruh.” Buku Pertama, bait 3775-3776.
Dalam perjalanan ruhani menuju Allah, embrio, salik, taat kepada
wilayah Alawiyah, sampai pada tujuannya.
20. Rumi menyebut seluruh pesuluk mempunyai kemampuan untuk itu,
jika mereka menyadari bahwa hal itu memiliki suatu hubungan tak terpisahkan
dengan wilayah Alawiyah, yakni, wilayah Syamsiah Imam Ali—“Dengan cara
tersembunyi yakni jauh dari persepsi indrawi kita, matahari di langit mempunyai
banyak cara.” (Buku Pertama, bait 3779)
Adalah melalui hubungan inherenlah, bersama wilayah Syamsiah Ali,
yang ada di balik indra-indra fisik, pesuluk mampu berkembang.
21. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “rute jalan ruhani”
(wilayah)—“Dan cara yang ia menjadikan (permata) rubi merah dan cara yang
dengannya ia memberi cahaya-menerangi ke sepatu kuda (besi) Dan cara yang
dengannya ia menjadikan matang buah, dan cara yang dengannya ia memberikan hati
kepada orang yang bersedih.” (Buku Pertama, bait 3781-82)
Ayat-ayat ini merujuk pada surah al-Adiyat yang diturunkan untuk
menerangi kedudukan Imam Ali.
22. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “seekor rajawali dengan sayap
yang bersinar”—“Katakanlah, wahai rajawali dengan sayap yang bersinar.” (Buku
Pertama, bait 3783, bagian pertama)
23. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang belajar dari dan
menjadi familiar dengan Raja Hakiki alam semesta”—“Yang belajar dari Sang Raja
dan ‘Lengan-Nya.” (Buku Pertama, bait 3783, bagian dua)
24. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ‘rajawali agung yang menangkap
Anga.” —“Katakanlah, wahai rajawali yang menangkap Anga, wahai Engkau Yang
menaklukkan pasukan oleh dirimu sendiri.” (Buku Pertama, bait 3784)
25. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “satu umat”—“Engkau sendiri
adalah (satu masyarakat utuh) engkau yang satu dan seratus ribu. Katakanlah,
wahai engkau pemilik rajawali, budakmu jadi mangsa.” (Buku Pertama, bait 3785)
Ayat ini merujuk pada suatu ayat al-Quran yang di dalamnya Allah
mengatakan kepada kita bahwa semua manusia adalah umat yang satu. Lihat surah
al-Baqarah ayat 213. Sementara, semua manusia memiliki potensi, hanya sebagian
manusia yang benar-benar mengikuti wilayah Ali, orang yang taat kepada Allah.
26. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “hamba Allah”—“Ia berkata, ‘Aku
menggunakan pedangku karena Allah. Aku adalah hamba Allah. Aku tidak di bawah
perintah tubuh.’” (Buku Pertama, bait 3787)
27. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ‘Singa Allah’—“Aku adalah Singa
Allah, bukan singa nafsuku.” (Buku Pertama, bait 3788, bagian pertama)
28. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “ia yang tangannya menyaksikan
agamanya”—“Perbuatanku memberi kesaksian atas agamaku.” (Buku Pertama, bait
3787, bagian kedua)
29. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “manifestasi kehendak
Allah”—“Dalam peperangan, aku adalah manifestasi kebenaran dari, “Bukan engkau
yang melempar batu ketika engkau engkau melempar.’ Tetapi pedang dan pelempar
adalah Matahari (Ilahi)” (Buku Pertama, bait 3789)
Ini merujuk pada surah al-Anfal: 17.
30. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang lebur di dalam Allah”–
‘Aku telah membuang beban ‘diri’ dari jalan itu.” (Buku Pertama, bait 3790,
bagian pertama)
31. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang tauhidnya adalah
tauhid “esensial”—“Aku telah menganggap (sesuatu) selain Allah sebagai
non-eksisten.”’ (Buku Pertama, bait 3790, bagian kedua)
32. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “Bayangan Tuhan”– “Aku adalah
bayangan, Matahari adalah Tuhanku.” (Buku Pertama, bait 3791, bagian pertama)
Wilayah Ali adalah dari Allah.
33. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kepala rumah-tangga Allah”–
“Aku adalah kepala rumah-tangga, bukan tirai (yang menghalangi pendekatan)
kepada-Nya.” (Buku Pertama, bait 3791, bagian kedua)
Fungsi Ali adalah membimbing manusia kepada Allah.
34. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang dipenuhi dengan mutiara
penyatuan dengan Allah”– “Aku dipenuhi dengan mutiara penyatuan seperti pedang
bertatahkan permata.” (Buku Pertama, bait 3792, bagian pertama)
35. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pembaru kehidupan
spiritual”—“Dalam perang, aku menghidupkan kembali, tetapi tidak membunuh
manusia.” (Buku Pertama, bait 3792, bagian dua)
36. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pelaju level-level esensi
spiritual dan moralitas Ilahi”—“Darah tidak menutup cahaya pedangku: Bagaimana
angin harus menyapu jauh awan-awanku?” (Buku Pertama, bait 3793)
Komentator besar Matsnawi-nya Rumi, Akbar Abadi mengatakan bahwa
‘Pedang dan awan-awan di sini merujuk pada level tinggi esensi spiritual Ali.
Angin merujuk pada moralitas negatif (akhlaq nafsani) dan kilauan pedang
merujuk pada moralitas Ilahi. Referensi penting bahwa sifat-sifat negatif tidak
mengganggu kualitas-kualitas sempurna Ali. (Lihat Akbar Abadi, Syarh Mathnawi,
Buku 1, hal. 307)
37. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “gunung ketabahan, kesabaran,
dan keadilan”–“Aku bukan jerami, aku gunung ketabahan, kesabaran dan keadilan:
Bagaimana bisa angin kemarahan mengangkat gunung?” (Buku Pertama, bait 3794)
38. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “bangunan Allah adalah bangunan
Ali”– “Aku adalah gunung dan wujudku adalah bangunan-Nya. Jika aku menjadi
seperti jerami, anginku (yang menggerakkanku) adalah zikir kepada-Nya.” (Buku
Pertama, bait 3797)
39. Dengan merujuk kepada Imam Ali, Rumi menulis, “Pemimpinnya
adalah cinta Allah”—“Kecintaanku tidak digerakkan melainkan dengan tiupan-Nya;
kaptenku adalah kosong melainkan kepada Cinta kepada Yang Tunggal.” (Buku
Pertama, bait 3798)
40. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “penindas
kemarahan”—“Kemarahan, raja diraja bagiku tiada lain adalah budak: Bahkan
kemarahan saya telah ikat di bawah pengekangan.” (Buku Pertama, bait 3799)
41. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang tenggelam dalam cahaya
Allah”–“Aku tenggelam dalam cahaya sekalipun atapku hancur.” (Buku Pertama,
bait 3801, bagian pertama)
42. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “taman surga”– “Saya telah
menjadi sebuah kebun sekalipun saya digelari Bapak Tanah (Abu Turab)” (Buku
Pertama, bait 3801, bagian kedua)
Ayat ini merujuk pada hadis yang di dalamnya Nabi saw menjuluki
Ali sebagai Abu Turab.
43. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pecinta Allah”–“Agar namaku
adalah ‘Dia mencintai karena Allah. Agar keinginanku adalah ‘Dia membenci
karena Allah.” (Buku Pertama, bait 3803)
44. Rumi menyebut manifestasi ‘kemurahhatian’ Ali sebagai “memberi
karena Allah”—“Bahwa kemurahhatianku adalah ‘Dia memberi karena Allah.’” (Buku
Pertama, bait 3804, bagian pertama)
45. Rumi merujuk pada manifestasi penyembunyian Ali sebagai “penyembunyian
karena Allah”—“Bahwa wujudku adalah ‘Dia menyembunyikan karena Allah.’” (Buku
Pertama, bait 3804, bagian kedua)
Bait 3803 dan 3804 merujuk pada sebuah hadis, “Keimanan dari
siapasaja yang memberi karena Allah atau menyembunyikan karena Allah atau
mencintai karena Allah atau membenci karena Allah atau menikah karena Allah,
akan mencapai kesempurnaan.” (Foruzanfar, Ahadith Matsnawi, hal.37, Tehran
1361)
46. Rumi merujuk pada Imam Ali sebagai “kepunyaan Allah
sepenuhnya”—“Aku kepunyaan Allah sepenuhnya, aku bukan milik yang lain.” (Buku
Pertama, bait 3805, bagian kedua)
Kehendak dan wujud Imam Ali dilingkari oleh kehendak dan
eksistensi Allah.
47. Dengan merujuk pada Imam Ali, Rumi menulis, “Perbuatan Ali
adalah karena Allah saja yang bersumber dari makrifat terangnya atas
Allah”—“Dan bahwa yang aku lakukan karena Allah adalah (tidak dilakukan dengan)
selaras, bukan fantasi atau pendapat, ia hampa kecuali intuisi.” (Buku Pertama,
bait 3806)
Ilmu Ali adalah intuitif ketimbang teoretis.
48. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang terpikat kepada Allah
semata”—“Aku telah dibebaskan dari usaha dan pencarian, aku telah mengikat
lengan bajuku pada rok Allah.” (Buku Pertama, bait 3807)
49. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang melihat Ali di
mana-mana”—“Jika aku terbang, aku melihat tempat yang kepadanya aku mendaki;
dan jika aku memutar, aku melihat poros yang padanya aku berputar.” (Buku
Pertama, bait 3808)
50. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pemangku wilayah matahari dan
rembulan, wilayah Qamariah dan Syamsiah”—“Aku adalah rembulan dan matahari di
depanku sebagai pemanduku.” (Buku Pertama, bait 3809, bagian kedua)
51. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pintu ilmu Tuhan”—“Masuklah,
aku akan buka pintu tersebut bagimu.” (Buku Pertama, bait 3841)
52. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang memberikan harta
karun abadi kepada para pengikutnya”—“Apa yang kemudian aku berikan kepada
pelaku kebajikan? Ketahuilah oleh kalian, aku berikan harta karun dan
kerajaan-kerajaan yang abadi.” (Buku Pertama, bait 3843)
53. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “tuan ruh”—“Tetapi, jangan
bersedih: Aku pemberi syafaat kalian; aku adalah pemilik ruh, aku bukan pelayan
tubuh.” (Buku Pertama, bait 3942)
54. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “matahari agung”– “Tubuh ini
tidak punya nilai dalam pandanganku: Tanpa tubuhku, aku adalah agung (dalam
ruh), matahari ruh.” (Buku Pertama, bait 3943)
55. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “petunjuk para raja”—“Secara
lahiriah ia berjuang dengan kekuatan dan otoritas, tetapi (hanya) ia yang bisa
memperlihatkan kekuasaan jalan dan penilaian yang benar. Bahwa dengan ia, ruh
lain bagi kekuasaan; ia bisa menghasilkan buah bagi pohon palem dari
kekhalifahan.” (Buku Pertama, bait 3946-47)
56. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “timbangan Ilahi”—“Engkau
benar-benar timbangan dengan sifat adil dari Yang Tunggal (Allah).” (Buku
Pertama, bait 3981, bagian pertama)
57. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “timbangan yang dengannya para
wali ditimbang”—“Tidak, engkau adalah puncak setiap keseimbangan.” (Buku
Pertama, bait 3981, bagian kedua)
58. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “cahaya wilayahnya adalah
cahaya wilayah Allah”—“Aku adalah pelayan dari mata pencari lampu yang
dengannya lampu menerima keagungannya.” (Buku Pertama, bait 3984)
59. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “mutiara dari samudera cahaya
Allah”—“Aku adalah pelayan dari gelombang samudera cahaya yang membawa mutiara
seperti ini ke dalam pandangan.” (Buku Pertama, bait 3985)
60. Rumi menyebut Imam Husain sebagai “raja agama, kemegahan, dan
ruh murni”—“Suatu ruh megah lari dari penjara; mengapa kita harus merobek
pakaian-pakaian kita dan bagaimana kita harus mengunyah tangan-tangan kita.
Karena mereka (Husain dan keluarganya) adalah raja-raja agama (hakiki), inilah
saat kebahagiaan bagi mereka ketika mereka memutuskan ikatan-ikatan mereka.”
(Buku Keenam, ayat 797-8)
Dalam Buku Keenam Matsnawi Rumi menyebut, dengan penghormatan yang
mendalam, Imam Husain putra Imam Ali sebagai ruh agung dan Raja Agama.
Meskipun sangat kesal karena peristiwa itu, ia memasukkan Hari
kesyahidan Imam Husain (Asyura), sebagai hari duka cita bagi ruhnya.
Rumi menganggap kecintaan kepada Imam Husain sebagai kelanjutan
dari kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, dengan cara yang sama sebuah telinga
mencintai mutiara.
Ia menggambarkan Nabi Muhammad saw sebagai wujud telinga dan Imam
Husain adalah mutiara, “Tidakkah engkau tahu bahwa hari Asyura adalah hari duka
cita bagi satu jiwa yang lebih utama ketimbang seluruh abad?
Bagaimana bisa tragedi ini dianggap ringan oleh seorang Mukmin
hakiki? Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga
(Nabi Muhammad saw). Dalam pandangan Mukmin sejati, duka cita kepada ruh murni
lebih agung ketimbang ratusan banjir pada (zaman) Nuh.” (Buku Keenam, bait
790-92.) Bait 776-805 secara khusus merujuk pada umat Syiah di Kota Halab, yang
kepada mereka Maulana mengritik karena memiliki ruh-ruh yang tertidur. Ia
menyuruh mereka untuk meratap demi ruh-ruh mereka yang sama halnya dengan orang
yang mati. Kemudian ia menyebut Ruh Agung Imam Husain yang lari dari penjara
dan tetap hidup. Sebagian komentator telah menyalahpahami ini dengan mengatakan
bahwa Rumi menentang Syiah yang darinya referensi-referensi di atas ia sama
sekali tidak begitu (tidak menentang Syiah).
Dari pemahaman sinoptis atas Matsnawi, setiap dari enam buku
Matsnawi mengandung dua belas wacana. Jadi, total ada 72 wacana. Repetisi dua
belas wacana bukanlah kebetulan melainkan sebaliknya suatu penghormatan kepada
masing-masing Dua Belas Imam Ahlulbait, pewaris dan penerus wilayah keruhanian
Nabi Muhammad saw. Tujuh puluh dua wacana sama dengan jumlah tujuh puluh dua
sahabat Imam Husain yang syahid bersamanya di Karbala.
Sejak kelahiran mereka, sama’ dalam Tarekat Maulawiah menghormati
para syahid Karbala. Di makam Maulana Rumi yang terletak di Konya, nama-nama
empat belas maksum, dari Nabi saw hingga Imam Keduabelas (yakni, Muhammad, Ali,
Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad,
Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin
Ali, Muhammad bin Hasan al-Mahdi) ditatahkan pada dinding-dinding ruang
pemakamannya.
Bukti tekstual ini mengilustrasikan bahwa Maulawi Rumi adalah
Syiah hakiki dari kebenaran Syi’isme, tasyayyu’ haqqiqi, dan pengikut Imam Ali.
Mengenai hal ini, Dr. Shahram Pazouki mengatakan:
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari ini adalah bahwa prinsip
paling penting yang dimiliki oleh Syi’isme dan tasawuf adalah persoalan Imamah
atau Walayah. Wali adalah mediator dan pembimbing Tuhan yang melalui mereka
Allah menyelamatkan manusia. Poin yang harus dicatat di sini adalah bahwa,
berkebalikan dengan apa yang secara umum ditegaskan, Syi’isme pada mulanya
bukanlah gerakan politik melawan para khalifah atau mazhab fikih, yang sejajar
dengan mazhab fikih Suni, atau mazhab kalam (teologi) yang dekat Muktazilah.
Syi’isme adalah sebuah jalan keikhlasan yang didasarkan pada konsep walayah,
sementara perbedaan-perbedaan dalam fikih, politik, dan teologi adalah isu-isu
sekunder di luar dari inti utama ini. Dengan demikian, dalam Syiah hakiki,
orang percaya bahwa Allah dimakrifati bukan dengan penalarannya dan
spekulasinya sendiri, atau pun melalui hadis-hadis yang diturunkan kepada yang
lainnya, namun melalui penyerahan dan ketundukan total kepada wali dan berjalan
di atas Jalan Cinta.
Maka itu, kita melihat bahwa dalam Matsnawi-nya, Maulawi
membicarakan seluruh empat khalifah pertama, namun nada pembicaraannya berbeda
sepenuhnya ketika ia sampai kepada Ali, karena ia mengetahuinya sebagai wujud
sang wali sepeninggal Nabi saw.” (Pazouki, Shahram. (2003) “Spiritual Walayah”
dalam S.G. Safavi(ed), Rumi’s Thoughts. Tehran: Salman Azadeh Publication)
1. Lihat Kehidupan Rumi:
Aflaki, Ahmad, Manaqeb al-‘Arefin, Tehran, 1983.
Alavi, Mahvash, Maulana, Khodawandegar-e Tariqat-e Ishq, Tehran,
1998.
Chittick, William, Me & Rumi, Kentucky, 2004.
Foruzanfar, Badi’a al- Zaman, Mawlavi, Tehran, 1971/1354.
Golpinarli, Abdulbaki, translated into Farsi by Sobhani, Tofiq,
Mowlana, Tehran, 1996.
Iqbal, Afzal, Rumi, Lahore, 1991.
Lewis, Franklin, Rumi: Past and Present. East and West, Oxford,
2,000.
Sepahsalar, Faridun, Mowlavi, Tehran, 1983.
Syamsuddin Syirazi, Maqalat-e Shams Tabrizi. ed. Mohamad ‘Ali
Movahed, Tehran, 1990.
Zarrinkub, Abdul Hosayn, Pele-pele Molaqat ta Khoda, Tehran, 1994.
Chittick, William.C, The Sufi Path of Love. SUNY, New York, 1983.
Chittick, William C, Me & Rumi, Kentucky, 2004.
Este’lami, Muhammad, diedit dengan komentar, Masnavi-ye Jalal
al-Din Mohammad-e Balkhi, 7 jilid, (edisi keenam), Tehran, 2000/1379.
Schimmel, A, The Triumphal Sun. Fine Books, London, 1978.
Homaei, Jalal al-Din, Mowlawi Nameh, Tehran, 1996/1374.
Ja’fari, Mohammad Taqi, Mowlawi wa Jahanbinih dar Maktabhay-e
Sharq wa Gharb, Tehran, 1992/1370.
Safavi, Seyed G, Rumi’s Thought, Tehran, 2003.
Safavi, Seyed Ghahreman, The Structure of Rumi’s Mathnawi, London,
2006.
Turkmen, Erkan, The Essence of Rumi’s Mathnavi Including his Life
and Works, Konya, 2004.
Arberry, A J, Classical Persian Literature. George Allen and
Unwin, London, 1958.
Baldick, J, “Persian Sufi Poetry up to the Fifteenth Century”
dalam Morrison, G. (ed) History of Persian Literature, Brill, Leiden, 1981.
De Bruijn, JT P, Persian Sufi Poetry, Curzon, Richmond, 1997.
Ashtiani, Seyed, Jalal al-Din, Sharh-e Moqadameh Qaysari, Masyhad.
Homaei, Jalaluddin, Mowlawi nameh, Tehran, 1995/1374.
Khowrazmi, Kamal al-Din Hossein bin Hassan, Jawaher al-Asrar wa
Zawaher al-Anwar, Sharh-e Mathnawi. Ed, Shariat, M.J., Isfahan.
Khowrazmi, Taj al-Din Hossein, Sharh-e Fosos al-Hekam, ed. Najib
Mail Harawi, Tehran, 1985/1364.
Safavi, Seyed, G, Rumi’s Thoughts, Tehran, 2003.
—————–, The Structure of The Rumi’s Mathnawi. London, 2006.
Hanin
MazayaSabtu, 12 Ramadhan 1429 H / 13 September 2008 04:44
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Susno Duadji mengaku, pihaknya masih
terus melakukan penyelidikan mengenai perkara penistaan agama Islam yang diduga
dilakukan oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, dalam acara pengajian Bale
Paseban, di Pendopo Pemkab Purwakarta, 7 Agustus 2008.
“Kami masih melakukan penyelidikan dan melihat data-data, fakta
dan bukti rekaman. Dalam penyelidikan itu juga membutuhkan waktu lama, karena
perlu memintai keterangan saksi ahli agama dan saksi bahasa,” katanya disela
kunjungan ke Polres Purwakarta, Jumat.
Saat pengajian itu, Dedi Mulyadi menyampaikan pernyataan yang
kontroversial dengan menyejajarkan
eksistensi Alquran dengan alat musik suling.
Hal tersebut dinilai sejumlah kalangan, termasuk Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Purwakarta, bagian dari penistaan agama.
Kapolda mengatakan, dalam melakukan penyelidikan mengenai perkara
itu harus melalui prosedur yang berlaku.
Karena itu, pihaknya tidak bisa memastikan kapan selesainya penyelidikan
tentang perkara tersebut. “Untuk memeriksa perkara yang menyangkut seorang
bupati tidak mudah, jadi kami butuh waktu,” katanya.
Ketika ditanya mengenai kondisi Purwakarta yang dinilai sudah
tidak kondusif akibat munculnya perkara itu, ia menegaskan, saat ini Purwakarta
masih kondusif.
“Saat ini kondisi Purwakarta masih aman-aman saja. Kalau
unjukrasa, silakan menyampaikan aspirasi dengan tertib,” katanya.
Namun, tambahnya, jika kondisinya sudah tidak tertib dan para
pengunjukrasa melakukan aksi anarkis dengan cara melakukan
pengrusakan-pengrusakan, maka harus ditindak secara tegas.
Ia menilai, unjukrasa yang anarkis itu tidak baik dan sudah
memaksakan kehendak. Kondisi tersebut merupakan bagian dari racun demokrasi,
dengan begitu harus ditindak.
“Bagi yang melakukan pengrusakan terkait kasus ini (penistaan
agama Islam), jika perlu ditembak,” kata Susno Duadji. [Hanin Mazaya/Republika]
Bupati Purwakarta Dituduh Menistakan Agama
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi (37 tahun), tak membayangkan
penafsirannya tentang al-Qur’an membuat situasi Purwarkarta “mendidih”. Semuanya bermula dari pengajian
Bale Paseban di pendopo Kabupaten (7/8/08) lalu. Itu merupakan pengajian yang
diikuti pimpinan dan pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Di
depan jamaah pengajian, Bupati Dedi Mulyadi membuat tamsil. Bagi yang memaknai,
ungkapnya, dengan mendengar alat musik seperti suling seseorang bisa mengingat
Allah. Sebaliknya tak ada jaminan seseorang akan bergetar hatinya ketika
mendengar ayat suci al-Qur’an. Pernyataan mantan aktivis Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Cabang Purwakarta inilah yang membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Purwakarta gerah. Beberapa hari kemudian mereka menggelar rapat khusus, yang
juga dihadiri beberapa perwakilan ormas sekitar Purwakarta. Hasilnya, MUI
sepakat mengecam pernyataan Sang Bupati yang dianggap telah menyejajarkan
eksistensi al-Qur’an dengan suling. Bupati dianggap telah melakukan penistaan
agama. “Ini persoalan serius. Jika dibiarkan, maka kami khawatir akan terjadi
keresahan di kalangan umat. Jadi, kalau Bupati tidak segera meminta maaf, maka
kami akan melaporkan tindakannya ke aparat kepolisian,” kata juru bicara MUI
KH. Abdullah AR Joban, Rabu (13/8/08) seperti dikutip Antara. Masih menurut KH.
Abdullah, MUI Purwakarta tak akan minta Dedi mengklarifikasi pernyataannya. Apa
yang dilontarkan alumnus Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman 1999 itu dianggap
sudah terang-benderang mengandung penistaan agama. Karena itu, KH. Abdullah
minta Dedi mohon maaf pada umat Islam di kabupaten berpenduduk 700 ribu jiwa
itu dan kembali melafalkan dua kalimat syahadat. MUI akan melayangkan pula
surat ke Kejaksaan Negeri Purwakarta, Pengadilan Negeri, dan Pemkab Purwakarta,
terkait hal ini. “Saya meminta maaf kepada umat Islam di Purwakarta. Itu memang
kekhilafan saya. Saya tidak bermaksud menyejajarkan eksistensi al-Qur’an dengan
alat musik suling. Itu hanya perbedaan interpretasi dan pemahaman saja. Saya
tidak mau berargumen lebih jauh, dan saya tak ingin berdebat”, kata Dedi
menanggapi desakan MUI. Soal syahadat? Tak perlu diminta pun, ia mengaku selalu
membaca syahadat setiap hari. ”Keresahan” seperti dikhawatirkan KH. Abdullah memang
bukan isapan jempol. Jum’at siang (15/8/08), dari alun-alun Kian Santang
ratusan orang dari sejumlah ormas Islam seperti Forum Umat Islam (FUI), Front
Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP) meluruk
Kantor Pemkab dan Gedung Negara tempat sang Bupati bertugas. Demo juga
diselingi insiden pembakaran Baliho, spanduk, dan umbul-umbul berlogo Dedi
Mulyadi yang terpasang di lingkungan pemkab yang berhasil diturunkan paksa.
Sebagian massa meneriakkan tuntutan agar Dedi mundur dari jabatannya. Seperti
dikutip www.okezone.com (15/8/08), Ketua FPI Purwakarta Asep Hamdani di
sela-sela aksinya menyatakan, perilaku Dedi Mulyadi sudah tak dapat dibiarkan.
Persoalan seperti ini, menurutnya sudah terjadi untuk ketiga kalinya. Namun tak
jelas betul dua kasus apa yang pernah dilakukan Dedi sebelumnya. Keesokan
harinya Sabtu, (16/8/08), permintaan maaf secara lisan Sang Bupati dari Partai
Gokar ini diperkuat lagi dengan pembubuhan tanda tangan pada Surat Pernyataan
Bersama antara dirinya, Ketua Umum MUI Purwakarta KH. Otoillah Mustari, dan
Kapolres Purwakarta AKBP Sufyan Syarif. Prosesinya digelar di aula Kepolisian
Resor Purwakarta. Sayangnya, surat permohonan maaf itu tak menyurutkan langkah
sekelompok orang yang mengatasnamakan Komunitas Umat Islam Purwakarta untuk
tetap mengadukan Dedi ke kepolisian, meski akhirnya pengaduan mereka ditolak.
“Semua yang terjadi, saya jadikan pelajaran berharga agar tidak terulang
kembali. Apalagi mengenai agama, harus hati-hati. Jangan sampai menimbulkan
multi-tafsir,” kata Dedi usai acara penandatanganan (www.mediaindonesia.com,
Sabtu, 16/8/08). Ancam Usir Atas peristiwa ini, MUI Purwakarta sempat mengancam
mengusir Bupati Purwakarta. Juru bicara MUI Purwakarta, KH. Abdullah AR Joban
misalnya, mengancam akan menggelar unjuk rasa dan mengusir Bupati Purwakarta
jika dalam waktu 1x24 jam tidak meminta maaf secara resmi pada seluruh umat
Islam di Purwakarta. “Dia (Dedi) memang sudah menyampaikan maaf ketika mendapat
kecaman, pada Rabu (13/8/08). Tapi, itu tidak secara resmi,” kata KH. Abdullah.
Secara pribadi, kata KH. Abdullah, dirinya telah memaafkan Dedi, karena dirinya
sudah ditemui Bupati Purwakarta. “Saya adalah satu dari sekian banyak umat
Islam di Purwakarta. Jadi, saya mendesak agar Bupati tidak hanya menyampaikan
permohonan maaf kepada saya, tapi juga kepada umat Islam yang lain,” katanya
(www.antara.co.id, 14/8/08). Tapi karena bupati sudah minta maaf, sehingga
pengusiran urung
dilaksanakan. Kabar terakhir menyebutkan, kasus dugaan penodaan agama Bupati Purwakarta
ini dialihkan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat. Sebelumnya, kasus ini ditangani
Kepolisian Resor Purwakarta. Kapolres Purwakarta Ajun Komisaris Besar Sufyan
Syarif mengatakan, polisi saat ini terus memeriksa sejumlah saksi tambahan.
“Hasilnya kami kumpulkan dan akan kami serahkan ke Polda Jawa Barat,” kata
Sufyan. Sampai Rabu (13/8/08) lalu, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor
Purwakarta sudah menyita sejumlah barang bukti, antara lain kamera video,
cakram rekaman gambar, dan kaset rekaman. Polisi juga telah memeriksa empat
saksi, baik saksi dari MUI maupun panitia pengajian. Selain Dedy, nara sumber
asal Jakarta, KH. Masdar F. Mas’udi, juga dilaporkan. Dalam pengajian itu, Masdar
mengatakan kata “Ilah” sama dengan Sang Dwiwasa. Ketua PBNU ini juga
mengatakan, di tanah Sunda dan Jawa pernah turun seorang nabi. Tata Sukayat dari UIN Bandung
yang menjadi moderator pengajian juga ikut dilaporkan, karena sama-sama dinilai
menodai agama Islam. (www.antara.co.id, Jum’at, 22/8/08).
18 Warga Syiah Korban SARA Sambangi Purwakarta
Written By Mang Raka on Jumat, 14 Juni 2013 | 14.00
Sebanyak 18 orang pengikut Islam Syiah asal Sampang Madura
menyambangi kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta, di Jalan
Gandanegara, Kamis (13/6) pagi.
Mereka mampir di Purwakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke
Jakarta untuk menemui Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, meminta
perlindungan hukum kasus SARA yang terjadi di kampung mereka selama ini.
Kedatangan mereka ke kantor Pemkab Purwakarta diterima Wakil
Bupati Purwakarta, Dadan Koswara, di gedung Bale Sawala Yudhistira sekira pukul
09.00 WIB. Dalam penerimaannya, Wabup Dadan mengaku prihatin atas nasib yang
menimpa mereka dan keluarganya. Dadan pun menyatakan dukungannya agar mereka
segera mendapat perhatian serius dari Pemerintah Pusat. Sehingga solusi
terbaiknya bisa segera diperoleh.
Menurut Dadan, persoalan tersebut merupakan tanggung jawab
langsung Pemerintah Kabupaten Sampang dan Pemerintah Pusat dalam skala lebih
luas. "Persoalan ini persoalan warga negara, karena satu-satunya solusi
ialah dari pusat. Kami memberikan dukungan moral kepada mereka sejauh tetap
berpegang pada aturan yang berlaku," ungkap Dadan.
Muhamad Rosyid (24) satu peserta rombongan menuturkan, mereka
berangkat dari Desa Buluuren, Kecamatan Karampenan, dan Desa Karanggayam,
Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, sejak dua minggu lalu. Mereka berangkat ke
Jakarta dengan mengayuh sepeda lantaran tidak ada biaya. Tujuan mereka ke
Jakarta untuk meminta jaminan keamanan, dan keselamatan dari pemerintah
menyusul konflik sara yang tidak kunjung usai terjadi di kampungnya.
Rosyid menceritakan, terdapat ratusan kepala keluarga dari dua
desa di Sampang yang hingga kini belum mendapatkan jaminan keselamatan dari
pemerintah. Sebagian diantaranya bahkan terpaksa mengungsi dan tinggal di
Gedung Olah Raga (GOR) dengan fasilitas tidak memadai. Akibatnya, mereka tidak
hanya terlantar dalam urusan ekonomi, anak-anak mereka juga terantar di bidang
pendidikan. "Tujuan kami ke Jakarta untuk meminta agar pemerintah, dalam
hal ini Bapak Presiden memberi jaminan keamanan dan keselamatan. Kami ingin
bisa pulang kembali ke kampung halaman," tutur M Rosyid.
Ungkapan senada disampaikan Fathul Khair, Koordinator KONTRAS
Surabaya, yang turut mengawal rombongan menuju Jakarta. Ia menjelaskan, selama
dalam perjalanan rombongan kerap berhenti dan beristirahat di sejumlah lokasi
untuk sekadar mengisi tenaga. Dari Purwakarta rombongan rencananya akan kembali
melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. "Warga telah sepakat tidak akan
meninggalkan istana (Presiden) sebelum mereka mendapatkan jaminan keamanan, dan
keselamatan dari pemerintah bagi mereka dan keluarganya di Sampang
Madura," ujar Fathul Khair. (nos)
Setiap Singgah, Penggowes Syiah Didukung Bupati ( Syiah Sampang )
Kamis, 18 Juli 2013 | 20:47 Wib
Sepuluh warga Syiah yang menggowes agar bertemu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), di sepanjang perjalanan mendapatkan dukungan tanda
tangan dari beberapa bupati dan tokoh masyarakat mulai Jawa Timur sampai Jawa
Barat.
"Alhamdulillah mereka memberikan dukungan agar kita
dipulangkan ke Sampang," kata salah satu warga Syiah yang ikut gowes,
Rosyid 42 tahun, kepada Tempo di Rusun Jemundo Sidoarjo, Kamis, 18
Juli 2013.
Warga Syiah berangkat gowes ke Jakarta pada tanggal 1 Juni, sampai
di Jakarta pada tanggal 16 Juni yang lalu, mereka baru bisa bertemu dengan
presiden tanggal 14 Juli kemarin.
Rasyid mengaku dirinya dan sembilan warga Syiah yang lain di siang
hari hanya berhenti istirahat untuk melakukan salat dan makan. "Sebelum
kami bertemu dengan SBY kami terus bejalan," ujarnya.
Sepanjang perjalanan Roshid dan temannya bermalam di beberapa
tempat. Di Kabupaten Lamongan Rosyid bermalam di salah satu lembaga pendidikan
Muhammadiyah, di Tuban bermalam di greja, di Jawa tengan bermalam di Rumah
Bupati Rembang, di Semarang bermalam di kantor Gusdurian, di Brebes di Kantor
gusdurian, di Jawa Barat di rumah salah satu tokoh NU dan Bupati Cirebon, di
Purwakarta bermalam di Rumah Bupati Purwakarta, di
Bekasi di kantor Gusdurian, dan di Jakarta langsung singgah di kantor Ahlul
Bait Indonesia (Abi).
Bupati dan tokoh masyarakat yang disingahinya, kata Roshid,
memberikan dukungan berupa tanda tangan untuk disampaikan kepada Presiden SBY
supaya warga Syiah Sampang dipulangkan ke kampung halamannya. Selain itu mereka
juga memberikan bekal makanan bagi 10 Warga Syiah yang goes. "Kami sangat
berterima kasih sekali pada mereka," ujarnya.
Aktivis Lambaga Bantuan Hukum (LBH) universal yang mendampingi
selama gowes mengatakan, tokoh-tokoh di setiap daerah di Indonesia sudah
mendukung agar warga Syiah di pulangkan ke kampung halamannya di Dusun
Nangkernang Desa Karanggayam, Omben Sampang, Madura. "Jadi kita akan kawal
terus pemerintah sampai warga ini dipulangkan," ujarnya.
Lewat Tol
Cipali, Bupati Purwakarta Sarankan Sebut Nama Prabu Siliwangi (
Bukan Bismillahirrohmanirrohim ? )
by Dwi Novia - Jul
12, 2015
Tol Cikopo-Palimanan
(Cipali), yang belum lama diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi Dodo, kini
tengah menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, panjang tol 116,75 km tersebut
sering terjadi kecelakaan maut.
Untuk
mengantisipasi kecelakaan di tol Cipali, Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi
Mulyadi, memberikan saran kepada pengguna tol Cipali. Agar tidak terjadi
kecelakaan, dianjurkan pada saat melintas jalan tersebut mesti menyebut nama
Prabu Siliwangi.
“Ini
bukan lelucon, ini serius selain mematuhi aturan berkendara juga harus menyebut
nama Prabu Siliwangi,” ungkapnya.
Lebih
lanjut Dedi menjelaskan, berbicara menyebut atau nyambat nama Prabu Siliwangi
itu jangan disalah artikan ke hal-hal yang sifatnya mistik atau kemusrikan,
akan tetapi harus paham dulu tentang makna Prabu dan Siliwangi.
“Kalau
Prabu itu diartikan secara bahasa dan budaya adalah yang maha Raja, sedangkan
Siliwangi adalah pemberi kasih sayang. Nah siapa yang mempunyai Maha Raja dan
pemberi kasih sayang? Maka serulah yang maha dan maha pemberi kasih sayang,”
paparnya.
Bagi
para pengguna tol Cipali, apalagi yang saat ini tol tersebut menjadi jalur
utama untuk mudik lebaran, dapat mencoba anjuran dari Bupati Purwakarta itu.
“Kita
berharap Allah memberi kelancaran dan tidak ada lagi peristiwa yang memakan
korban jiwa,” pungkasnya. (Abdul Mu’it)
BUPATI PURWAKARTA
Bupati
Purwakarta, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan
kembali ajaran “Sunda Wiwitan”, sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka
patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan
aneka patung Hindu Bali.
Dia pun
mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat
Kereta Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul.
Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi
kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun
sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro
Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.
Dedi juga
menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipali agar
menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah
menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Al-Qur’an.
Selain
itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain “Poleng”, yaitu
kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk “Keindahan”, tapi untuk “Keberkahan”
sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala
dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.
Dedi
tidak bangga dengan Islamnya, tapi ia bangga dengan patung, sesajen dan
takhayyulnya, yang dikemas atas nama Kearifan Lokal (Local Wisdom).
Saat
banyak Ulama dan para Da’i mulai memprotes dan mengkritik peri laku “Syirik”
Dedi, maka serta merta Dedi membuat Perbup (Peraturan Bupati) tentang larangan
ceramah provokatif yang menentang kebijakannya.
Belakangan,
Dedi mulai sering meninggalkan Salam Syariat Islam “Assalaamu ‘Alaikum” dan
diganti dengan Salam Adat Sunda “Sampurasun”. Dimana saja dan kapan saja, Dedi
terus mengkampanyekan aneka budaya “Syirik” nya yang dibungkus dengan nama
“Adat” dan “Budaya”, serta dikemas dengan salam santun masyarakat Sunda
“Sampurasun”.
Bahkan
Dedi dalam salah satu bukunya yang berjudul SPIRIT BUDAYA menyebut bahwa Islam
adalah BUDAYA. Padahal, Islam adalah Aqidah, Syariat dan Akhlaq yang bersumber
dari WAHYU ALLAH SWT, sedang Budaya bersumber dari akal pemikiran dan perilaku
manusia.
Pada
halaman latar belakang buku tersebut tertulis : “Warga Baduy mengajarkan kepada
kita untuk tidak melawan alam. Dalam pemahaman saya (Dedi Mulyadi, red)
merekalah yang beragama dan yang bertuhan secara benar.”
Selanjutnya
di halaman 16 tertulis : “Kebudayaan itu derajat manusia, persis seperti
agama.” Lalu pada halaman 17 : “Saya sendiri menginginkan Sunda yang sesuai
dengan wiwitan atau identitas awalnya, Sunda yang menyerahkan diri terhadap
alam yang tidak mengenal simbolisasi penyembahan.”
Akhirnya,
banyak kalangan pemuka masyarakat Islam Purwakarta menyebutkan bahwa Dedi bukan
sedang memasyarakatkan “Sampurasun”, tapi sedang merusak umat Islam Purwakarta
dengan “Campur Racun”.
Tentu
kita setuju, bahwasanya Dedi Mulyadi memang bukan sedang memasyarakatkan
kesantunan salam Sunda “Sampurasun”, tapi dia memang sedang merusak umat Islam
Purwakarta dengan “Campur Racun”, yaitu meracuni aqidah umat dengan aneka
perbuatan “Syirik”.
Karenanya,
kami serukan jaga kesantunan ADAT “Sampurasun” dalam rawatan SYARIAT “Assalaamu
‘Alaikum”, sehingga ADAT dan SYARIAT tetap seiring sejalan.
Ayo,
selamatkan “Sampurasun”, dan tolak “Campur Racun”.
Hasbunallaahu
wa Ni’mal Wakiil …
Ni’mal
Maulaa wa Ni’man Nashiir …
Ditulis
Oleh : Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab -Imam Besar Front Pembela Islam *IZ
Ingin
Selamatkan Akidah Umat Islam Purwakarta Dari Kelakuan Dedi Mulyadi, Habib
Rizieq Malah Dipolisikan
Jumat, 27
November 2015 08:00 WIB
Habib Rizieq Shihab lagi-lagi berpolemik dengan
persoalan hukum di Tanah Air. Kali ini Habib tersandung dengan persoalan
sindiran budaya sunda dengan mengganti kata “Sampurasun” menjadi “Campur
Racun”. Namun, Habib melalui organisasi yang ia pimpin, FPI membantah telah
menghina budaya sunda.
“Kami punya
bukti rekaman ceramah yang utuh, kemudian video berdurasi 43 detik yang
dianggap melecehkan itu bisa saja diedit dan dengan sengaja poinnya diarahkan
kedalam fitnah besar,” bela Ketua DPD Front Pembela Islam (FPI) Jawa Barat, KH
Abdul Kohar seperti dikutip dari Habibrizieq.com, Kamis (26/11).
Menurut
Abdul Kohar, ceramah Habib Rizieq isinya hanya ingin menyelamatkan umat Islam
Purwakarta dari berbagai hal yang mengarahkan pada perusakan akidah. (KLIK Transkrip ceramah lengkap
Habib Rizieq)
Ia
menjelaskan, yang dipermasalahkan sebenarnya itu adalah upaya Bupati Purwakarta
Dedi Mulyadi yang sedang mengkampanyekan salam ‘sampurasun’ sebagai ganti
‘assalamualaikum’. Itu yang dianggap sedang meracuni akidah umat Islam. Karena
itulah, para ulama di Purwakarta menilai tindakan Bupati yang sedang meracuni
akidah itu dikatakan sebagai ‘campur racun’.
“Kata-kata
‘campur racun’ sendiri itu keluar dari para ulama Purwakarta dalam diskusi
sebelum ceramah Habib Rizieq, saya jadi saksinya karena ikut disitu,”
ungkapnya.
Jadi, kata
dia, ajakan dari Bupati Dedi yang mengkampanyekan ‘sampurasun’ untuk menggeser
‘assalamuaikum’ itu adalah racun yang bisa meracuni akidah umat Islam, sehingga
muncullah kata-kata dari para ulama Purwakarta yaitu ‘campur racun’ itu.(ts)
“Jika 2 Syarat Damai Tidak Dipenuhi Bupati Dedi Mulyadi,
Kami Siap Perang”
Parade tauhid jilid 2
yang digelar pada Ahad (29/05) lalu menandakan perlawanan umat Islam
terhadap segala bentuk kemusyrikan di Purwakarta belum berakhir, temasuk budaya
musyrik yang diusung oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
Ulama menilai bahwa budaya yang diusung oleh Dedi hanya
sebagai kedok untuk memuluskan praktek ritual kemusyrikan dirinya.
“Setelah kepala kerbau diarak keliling kota, kemarin sehari
setelah festival beladiri di Purwakarta, kita mendapati sesajen di dalam situ
buleud. Ini apa? Ini pesuguhan untuk syetan dan iblis. Ini kemusyrikan,
” tegas KH. Syahid Joban dalam orasinya di hadapan ribuan umat Islam
yang mengikuti Parade Tauhid.
Mengingat besarnya dampak buruk dari praktek kemusyrikan
yang diusung Bupati Purwakarta, dibentangkanlah spanduk ukuran besar
bertuliskan “Assalamu’alaikum, Dedi Mulyadi silahkan berbudaya di kota santri,
tapi jangan merusak agama kami”.
Umat Islam Purwakarta juga telah mempersiapkan diri untuk
bertindak tegas terhadap kemusyrikan yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi ini.
“Kami tidak benci bupati, yang kami benci kemusyrikan! Kami
tidak ridho kota santri dikotori dengan kemusyrikan, Demi Allah kami siap
membubarkan acara bupati yang berbau syirik,” ujar KH. Syahid Joban.
“Dua syarat damai dengan Dedi Mulyadi. Satu, Dedi bertaubat
kembali ke jalan Islam yang lurus. Dua, hilangkan kemusyrikan dan patung. Jika
tidak kami siap perang,” tegasnya yang disambut pekik takbir dari
ribuan peserta aksi.
Acara parade tauhid kembali digelar di Purwakarta sebelum
datangnya Bulan Ramadhan. Selain untuk melawan kemusyrikan, acara yang dihadiri
umat dan tokoh Islam dari dalam dan luar kota ini untuk menegaskan perlawanan
terhadap Komunisme dan Liberalisme. Meski dikawal ketat oleh aparat gabungan
TNI, polisi dan Satpol PP, acara berlangsung aman dan kondusif.
Reporter : Ibas
Editor : Muhammad Rudy
http://www.kiblat.net/2016/05/31/jika-2-syarat-damai-tidak-dipenuhi-bupati-dedi-mulyadi-kami-siap-perang/
Reporter : Ibas
Editor : Muhammad Rudy
http://www.kiblat.net/2016/05/31/jika-2-syarat-damai-tidak-dipenuhi-bupati-dedi-mulyadi-kami-siap-perang/
Panyileukan, di waktu malam -Buntut dari
perselisihan antara Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dengan Imam Besar Front
Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq berujung penolakan Dedi Mulyadi di sejumlah
tempat di Jawa Barat.
Pada awalnya ormas pendukung Dedi Mulyadi yaitu
Angkatan Muda Siliwangi (AMS) yang mengancam dengan menolak Habib Rizieq masuk
ke wilayah Jawa Barat. Namun upaya adu domba tersebut tidak berhasil, karena
masyarakat Sunda terkenal dekat dengan para ulama.
"Orang Sunda tidak bisa di adu domba dengan
ulama, kenapa? karena orang Sunda identik dengan Islam, orang Sunda itu cinta
kepada ulama, cinta kepada habaib," kata Habib Rizieq saat berceramah
dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Markaz FPI, Petamburan, Jakarta
Pusat, Rabu malam (23/12/2015).
Dedi Mulyadi dianggap bermasalah karena upayanya
menyebarkan kemusyrikan di Purwakarta. Selain itu, Dedi juga telah dilaporkan
ke Polda Jabar karena telah melakukan penistaan agama. Akibatnya, masyarakat
Sunda marah dan menolak kehadirannya di sejumlah wilayah di Jawa Barat seperti
di Garut, Ciamis dan Bogor.
Namun saat ini, kata Habib Rizieq, Dedi Mulyadi
sudah membujuk banyak pejabat untuk datang ke FPI dan minta berdamai.
"Sampai Kapolres di beberapa wilayah hingga Gubernur Jawa Barat siap
memfasilitasi," ungkapnya.
Upaya perdamaian tersebut disambut positif oleh
Habib Rizieq, tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
"Kami punya jawaban gampang, boleh damai asal
patung-patungnya dirobohkan dulu dan stop kemusyrikan yang ada di
Purwakarta," tegasnya.
red: adhila
sumber ; http://www.suara-islam.com/read/index/16518/Ini-Jawaban-Habib-Rizieq-Saat-Diminta-Damai-dengan-Dedi-Mulyadi,
akses tgl 24/12/2015.
http://kabardaripanyileukan.blogspot.co.id/2015/12/ini-jawaban-habib-rizieq-saat-diminta.html
http://kabardaripanyileukan.blogspot.co.id/2015/12/ini-jawaban-habib-rizieq-saat-diminta.html
Silaturahmi Budaya di Amerika Ala Kang Dedi Mulyadi
Bupati Dedi Perbolehkan Warung Buka
24 Jam Selama Ramadhan
http://www.headlineislam.com/2016/06/bupati-dedi-perbolehkan-warung-buka-24.html
Hasil Kebijakan Bupati Purwakarta, Orang Terang-terangan Makan dan Minum pada Siang Hari Ramadhan
http://www.voa-islam.id./read/indonesiana/2016/06/11/44625/hasil-kebijakan-bupati-purwakarta-orang-terangterangan-makan-dan-minum-pada-siang-hari-ramadhan/#sthash.FOkKvZ3E.syhzevbe.dpbs
Hasil Kebijakan Bupati Purwakarta, Orang Terang-terangan Makan dan Minum pada Siang Hari Ramadhan
http://www.voa-islam.id./read/indonesiana/2016/06/11/44625/hasil-kebijakan-bupati-purwakarta-orang-terangterangan-makan-dan-minum-pada-siang-hari-ramadhan/#sthash.FOkKvZ3E.syhzevbe.dpbs
Jangan Kamu Heran, Penyembah Patung
Akan Selalu Memusuhi Islam…!
Dianggap
Musyrik Tukang Bangun Berhala, Bupati Dedi Ditantang Bertarung Oleh Ulama
Ciamis
Khawatir Rusak Aqidah Umat,
Bupati Purwakarta Ditolak Warga Ciamis
Tumbal dan Sesajen, Tradisi Syirik Warisan
Jahiliyah
Dedi
Mulyadi Serah Terima Bendera dengan "Nyi Roro Kidul".
Ada yang tak lazim dalam
prosesi penyerahan bendera pusaka Merah Putih dan pengukuhan Paskibraka di
Purwakarta, Jawa Barat. Nyi Roro Kidul menyerahkan bendera Merah Putih kepada
Bupati Dedi Mulyadi untuk diberikan kepada Paskibraka di Gedung Negara, Purwakarta,
Senin malam, 15 Agustus 2016.
Penyerahan bendera dari Nyi
Roro Kidul kepada Dedi dilakukan dengan iringan tarian kolosal. Bendera itu
akan dikibarkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 71, Rabu
17 Agustus 2016.
Sosok Nyi Roro Kidul
diperankan oleh Cinta Rizkiya, yang mengenakan busana serba hijau. Diiringi
penari, Cinta menyerahkan Sang Saka Merah Putih kepada Dedi. Dari tangan Dedi,
bendera pusaka baru diserahkan kepada Paskibraka.
Seusai prosesi penyerahan
bendera pusaka tersebut, Dedi menjelaskan bahwa ia sengaja ingin mengembalikan
kultur Merah Putih ke akar kebudayaan dan tradisi bangsa Indonesia. Dua warna
itu melekat pada manusia Indonesia sejak lahir.
“Ingat gak dulu saat pertama
kita lahir, orang tua kita membuat bubur merah dan bubur putih saat memberi
kita nama. Jadi kedua warna ini akrab dengan manusia Indonesia," kata
Dedi.
Ada pun korelasinya dengan
penguasa laut pantai selatan, Nyi Roro Kidul, Dedi mengungkapkan bahwa Nyi Ratu
adalah sosok Ibu penjaga. Sehingga, menurutnya, salah besar jika sosok Nyi Roro
Kidul dimistifikasi oleh sebagian kalangan.
“Kenapa Merah Putih itu saya
peroleh dari sosok Nyi Ratu Kidul? Karena Ratu Kidul ini kan simbol penjaga
laut. Maka mereka yang merusak laut itu tidak memiliki jiwa Nasionalisme,"
ujar Dedi.
Cinta Rizkiya, penari yang
memerankan Nyi Roro Kidul, senang bisa ikut dalam perayaan hari kemerdekaan 17
Agustus. "Ini adalah pengalaman yang mahal sekaligus menyenangkan,"
kata perempuan berparas cantik itu.
Bendera pusaka Merah Putih
yang akan dikibarkan pada puncak HUT RI ke-71 hari ini di Purwakarta,
disemayamkan dulu di Bale Panyawangan Diorama Tatar Sunda.[tempo]
Ini Dia Kesesatan “Islam
Nusantara” Menurut Putra KH Maemoen Zubair. Ulama Nusantara BUKAN Pewaris Nabi
(Al 'Ulamaau waratsatul Anbiyaa') !( ada beberapa artikel serupa di lamurkha )
Sumber Agama Islam itu
Alquran dan Hadis, bukan Nusantara. Terima Saja Bahwa Islam Itu ya Arab
Siapa “Nabi” Islam
Nusantara? Mereka Itu Seperti Abrahah Yang Berambisi Menghancurkan Ka’bah,
Akibatnya Harus Berhadapan Dengan Alloh Ta'ala.
Islam Nusantara Didesain
untuk Mengobok-Obok Islam
Islamisasi Nusantara : Syiah
Tidak Berperan
Walisongo Bukan Syiah Tapi
Ahlussunnah
Sikap Umat Islam Terhadap
Ghadir Khum
Prof. Dr. KH. Didin
Hafidhuddin: Syiah Sangat Berbahaya (Ancaman NKRI ) Tidak Boleh Dibiarkan.
Sekte Yang Mewariskan Sifat Hasad Dan Dengki, Makanya Kita Tidak Bisa Bersatu
Dengan Mereka. 10 Muharram: Umat Islam Berpuasa, Umat Syiah Mandi Darah.
Demi Allah Syiah Rafidhah
Buatan Yahudi !
Ustadz Farid: " Syiah
Ini Agama Karangan, Jelas Berbeda Dengan Islam, Asyura Adalah Pendahuluan Untuk
Revolusi Syiah”. Lakukan Penyimpangan Terhadap Agama, Syiah Melanggar Hukum Dan
Berantas Kesesatan Syiah Lebih Efektif Dengan Kekuasaan
KITA dan SYI'AH
Sama-sama Wafat Terbunuh,
Kenapa Husein Diratapi Namun Ali Tidak?
Bukti Nyata Bahwa Syi’ah
Adalah Pembunuh Husain RA ( ada puluhan artikel ilmiyyah serupa di lamurkha )
Mengapa Syiah Memojokkan
Saudi Arabia?
Rais
Aam PBNU: Surat Larangan Kegiatan Syiah Bentuk Kewajiban Pemerintah
Syiah bukan soal kebebasan keyakinan tapi penistaan
keyakinan kaum Muslimin
Ini Pandangan Tegas Ridwan Kamil Terhadap Syiah,
Netizen: TOP!!
Perayaan
Asyuro Syiah Tidak Ada Dalam Riwayat, Hanya Ada Tiga Hari Raya yang Dikenal
dalam Islam
Ritual Syiah Asyura: Cinta Keluarga Nabi atau Fanatik
Dinasti Persi?