Syaikh Al-Azhar: Yang Menghina Sahabat Nabi bukan Islam
Dr.
Muhammad Sayid Tantawi, Syaikhul Azhar menyatakan bahwa dirinya meyakini bahwa
menghina dan mencela salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW secara sengaja
adalah diluar Islam.
Menurut surat kabar Mesir "Al-Yaumu
Sabt" mengutip pernyataan pimpinan lembaga tertingi otoritas keagamaan
Sunni tersebut menyatakan bahwa dirinya telah mengkonfirmasikan, dia akan
meminta kepada para ulama-ulama Al-Azhar serta lembaga penelitian Islam
Al-Azhar untuk mendukung rekomendasi tersebut.
Syaikh Tantawi berkata dalam pembukaan
konferensi tahunan yang ke empat belas dari Majma Buhuts Al-Islami – lembaga
riset Islam Al-Azhar: "Tidak bisa diterima ada orang yang menghina dan
mencela salah satu sahabat Nabi. Dan konferensi ini diadakan untuk membahas
kedudukan sahabat Nabi Radiallahu Ajmain dalam kaca mata Islam berdasarkan
Al-Quran dan Sunnah."
Tujuan dari konferensi yang bertajuk
"Ashahabatur Rasul SAW" (Para Sahabat Nabi Muhammad SAW) untuk
mengkaji kedudukan sahabat Nabi dalam Islam serta menolak kecaman serta
serangan Syi’ah terhadap para sahabat, yang dipaparkan oleh berbagai ulama dari
dalam Mesir sendiri maupun dari luar negeri.(fq/imo/eramuslim)
"Karomah Grand Syaikh Muhammad Sayyid Tantowi ( Alm
)" Judul tersebut dimuat dalam surat kabar Soutul Al Azhar terbit 19 Maret
2010, mengisahkan hari-hari terakhir sang Syaikh sebelum kembali ke haribaan
ilahi rabbi, bersemayam dalam pekuburan Baqi' Madinah Munawaroh bersanding
dengan jasad para sahabat Nabi Saw. Seminggu sebelum keberangkatannya ke Saudi
- memenuhi undangan raja Abdullah menerima penghargaan yayasan Raja Faisal- ,
Grand Syaikh menghadiri mu'tamar Lembaga Riset Islam Al Azhar yang diadakan tepat
pada tanggal 27-28 Februari 2010. Dalam mu'tamar yang dihadiri ulama-ulama
pakar keislaman tersebut Syaikh Muhammad Sayid Tantawi, Syaikhul Azhar
menyatakan bahwa dirinya meyakini bahwa menghina dan mencela salah seorang
sahabat Nabi Muhammad SAW secara sengaja adalah diluar Islam. Sebenarnya tema
tentang kedudukan para sahabat dalam kancah dakwah islam bukanlah tema utama
alias muncul dari inisiatif sang Syaikh sendiri secara tiba-tiba. Sedangkah
tema yang disepakati sebelum mu'tamar berlangsung adalah kajian madzahib
islamiyyah dan peranannya dalam dunia islam. Akhirnya pernyataan grand syaikh
tersebut menjadi rekomendasi para ulama untuk dikaji selama mu'tamar. Bahkan
beliau meninggalkan 7 butir rekomendasi tentang " Pembelaan Islam Terhadap
Para Sahabat Nabi Saw" yang menjadi wasiat terakhir beliau sebelum pulang
ke rahmatullah. Seminggu kemudian beliau mendapat undangan dari Kerajaan Saudi
dan wafat menjelang kepulangannya ke Kairo, jasadnya kemudian dikebumikan
bersama para sahabat yang beliau bela dan junjung kedudukannya seminggu
sebelumnya. Syaikh Ali Abdul Baqi ( sekjen lembaga riset islam Al Azhar )
meyakini bahwa rangkaian perjalanan syaikh sebelum wafat sampai dikebumikan di
area pemakaman para sahabat Nabi Saw merupakan "skenario indah" dan
"khusnul khitam" bagi sang syaikh. Syaikh Ali berharap semoga
"akhir perjalanan indah Sang Syaikh" menjadi inspirasi positif bagi
umat islam sekaligus memberikan pelajaran besar bagi umat agar senantiasa
menjaga risalah langit dan menyebarkannya sesuai dengan spirit islam rahmatan
lil alamin. Nafa'na biulumihi fiddaroini Amin..Wallahu A'lam ( Soutul Al Azhar
19 Maret 2010 ditulis oleh Dr. Mahmud Habib pada kolom " Al Qoul Toyyib
" .
http://www.kompasiana.com/guzmike/karomah-grand-syaikh-al-azhar-dr-muhammad-sayyid-tantowi-alm_550d3e268133115a2cb1e200
http://www.kompasiana.com/guzmike/karomah-grand-syaikh-al-azhar-dr-muhammad-sayyid-tantowi-alm_550d3e268133115a2cb1e200
Prof. Dr. Husain Muhammad Mahmud ‘Abd al-Mutthalib, dekan Fakultas Dirasat Islamiyah di Universitas Al-Azhar ketika mendapat dua pertanyaan penting: mengenai boleh tidaknya beribadah berpegang kepada madzhab orang yang mengkafirkan Sahabat dan apakah ada fatwa Syeikh Syaltut yang membolehkan beribadah dengan madzhab Ja’fari?
Dua pertanyaan itu dijawab dengan:
1. Tidak dibenarkan beribadah dengan
menggunakan madzhab yang mengkafirkan Sahabat Nabi dan menuduh zina Aisyah ra.
Siapa yang meyakini hal itu maka dia kafir. Karena Allah telah mensucikan
Sayyidah Aisyah dari tuduhan itu.
2. Tidak ada fatwa Syaikh Syaltut yang
menyatakan demikian. Siapa yang menyatakan ada, maka dia harus menghadirkan
bukti yang menguatkannya. Jika pun fatwa itu ada, maka itu pendapat pribadi
Syeikh Syaltut. Dan dia tidak mewakili institusi Al-Azhar secara resmi. (Lihat,
http://alwafd.org, diakses pada Selasa, 1 Maret 2016, pukul 10:11 wib).
Dewan Ulama Senior Saudi: Yang Menghina
Istri dan Sahabat Nabi, Kafir!
Dewan
Ulama Senior Saudi Sabtu lalu telah mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan
barang siapa yang menghina istri-istri Nabi Muhammad atau sahabat Nabi sebagai
"orang kafir" dan menegaskan larangan menghinakan tokoh-tokoh umat
Islam yang dimuliakan.
Pernyataan, ditandatangani oleh semua
anggota dewan, dipimpin oleh Mufti besar kerajaan Syaikh Abdul Aziz Al
al-Syaikh, dan memperingatkan bahwa menghina istri nabi atau sahabat nabi
adalah serangan langsung tentang Islam.
"Menghormati keluarga nabi dan sahabat
nabi merupakan bagian dari Islam dan mereka yang tidak mematuhi ini bukan
muslim," kata pernyataan tersebut.
Pernyataan itu mengutip ayat-ayat dari
AlQuran yang menunjukkan kewajiban menghormati istri-istri Nabi Muhammad.
Karena ada beberapa ayat dalam Al-Quran
menceritakan tentang istri nabi ummul mukminin Aisyah, dan dirinya patut untuk dihormati
dan "siapa pun yang menghina istri nabi berarti telah melanggar perintah
Al-Quran dan dengan demikian mereka telah menjadi orang kafir," menurut
pernyataan itu.
Pernyataan itu menambahkan bahwa hal serupa
berlaku untuk sahabat nabi karena kedekatan mereka dengan Nabi Muhammad SAW dan
wajib umat Islam untuk menghormati sahabat Nabi.
Pernyataan tersebut mengutip sebuah insiden
ketika Nabi ditanya tentang perempuan yang paling dekat dalam hatinya dan ia
menjawab, Aisyah. Ketika ditanya tentang laki-laki yang terdekat, Nabi menjawab
"Ayahnya Aisyah (Abu Bakar)."
Pernyataan dewan ulama senior Saudi ini
datang setelah beberapa insiden di mana ulama Syi’ah semakin memperlihatkan
ketidakhormatan mereka terhadap Aisyah, Ra dan sahabat nabi. Yang paling terakhir
ini adalah kasus ulama Syi’ah Yassir Habib yang kewarganegaraan Kuwaitnya telah
dicabut.
Pernyataan tersebut juga menunjuk Aisyah
sebagai "Ummul Mukminin," karena dirinya memiliki pengetahuan yang
mendalam dalam urusan agama, dan dalam sejarah Aisyah, Ra dianggap sebagai
salah satu yang paling berpengetahuan di mana para sahabat nabi sering meminta
nasehatnya.
"Jumlah hadits nabi yang disampaikan
oleh Aisyah, Ra adalah yang terbesar di antara seluruh istri nabi," kata
pernyataan itu.
Pernyataan itu juga menyebutkan kejadian di
mana Aisyah, Ra telah dituduh berzina sehingga turun beberapa ayat Al-Quran ke
atas Nabi Muhammad untuk mengkonfirmasi bahwa Aisyah, ra tidak bersalah serta
menetapkan aturan untuk membuktikan kasus seperti itu, harus memiliki empat
orang saksi.(fq/aby/eramuslim)
Imam
Masjid al-Haram: Ulama Madzhab Syi'ah Kafir
Al Furqan – Rabu, 12 Jumadil
Awwal 1430 H / 6 Mei 2009 10:22 WIB
Makkah, Imam besar Masjid al-Haram, Makkah
al-Mukarramah, Syaikh Adil ibn Salim al-Kalbani menyatakan jika ulama madzhab
Syiah adalah orang-orang kafir.
"Masalah kafirnya orang-orang Syiah
itu masih mungkin untuk didiskusikan. Tetapi, saya sendiri memandang para ulama
mereka adalah orang-orang kafir tanpa pengecualian," demikian dikatakan
al-Kalbani dalam sebuah acara bertema "fi
as-shamim" yang dibesut oleh kanal BBC edisi
bahasa Arab pada Senin (4/5) kemarin.
Al-Kalbani juga menyatakan, sebab itulah
ulama-ulama Syiah tidak layak untuk menjadi representasi pada Lembaga Pembesar
Ulama (Hay’ah Kubbar al-Ulama)
yang menjadi pucuk tertinggi lembaga keagamaan di Saudi Arabia.
"Sistem keagamaan yang mengontrol
negara adalah sistem salafi. Adapun orang-orang Syiah, mereka adalah minoritas
di negara ini (Saudi), yang selayaknya tidak memiliki pengaruh apapun di badan
pembesar ulama," tambah imam berkulit hitam yang didaulat oleh Raja
Abdullah ibn Abdul Aziz pada September 2008 lalu itu.
Sikap al-Kalbani dan beberapa ulama
Saudi Arabia yang mayoritas menganut faham Salafi sangatlah berbeda dengan
mayoritas ulama al-Azhar di Mesir yang menganut madzhab Sunni-moderat.
Beberapa ulama al-Azhar banyak yang
menulis buku-buku yang mengkaji tentang Syiah di bawah tema besarTaqrib bayna al-Madzahib (Pendekatan
Antar Madzhab), semisal Syaikh al-Baquri, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Rajab
al-Banna, dan lain-lain.
Rektor al-Azhar sekarang, Prof. Dr.
Ahmad at-Thayyib sendiri secara tegas menyatakan, "kami (al-Azhar)
membukakan jendela rumah kami untuk berbagai macam cakrawala pemikiran
seluas-luasnya, tanpa harus terpengaruh dan mengikuti pemikiran-pemikiran
tersebut secara taklidi." (afq/L2)
Ulama Al-Azhar Menolak Syiah
Oleh: Syamsuddin Muir, Lc. MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Suska Riau. Komisi Fatwa MUI Riau)
SAAT ini, sebagian media sosial sedang gencar
mengampanyekan aliran syiah. Lalu mereka tampilkan foto Grand Syaikh al-Azhar
Ahmad Muhammad al-Thaib sedang bersalaman dengan presiden Iran Mahmud
Ahmadinejad. Pada kesempatan lain, mereka tampilkan pernyataan sebagian ulama
al-Azhar yang kelihatan dekat dengan kaum syiah. Maka, sebagian muslim
ahlussunnah, mesti juga memperkenalkan kepada umat Islam di Tanah Air sikap
ulama al-Azhar terhadap syiah.
Kedudukan Hadist Nabi
Muslim Ahlussunnah meyakini bahwa hadist Nabi merupakan
sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran. Dan hadist Nabi juga berfungsi
sebagai penafsir Alquran. Makanya, mengingkari hadist Nabi bisa dianggap
mengingkari Alquran. Kaum syiah juga beriman kepada hadist Nabi. Tapi mereka
juga meyakini hadist para Imam Syiah itu adalah firman Allah SWT. Begitu
pernyataan ulama Syiah Muhammad Shaleh al-Mazindarany dalam bukunya Syarh
al-Kafy (2/271).
Ulama Syiah kontemporer Abdullah Fayyadh dalam bukunya
Tarikh al-Imamiyah mengatakan , keyakinan Syiah bahwa para Imam Syiah itu
ma’shum (tak pernah melakukan dosa), maka semua hadist para imam itu sahih dari
Nabi Muhammad dan tak perlu lagi dikaji sanad (mata rantai perawi) hadist itu.
Cuma masalahnya, kaum syiah hanya menerima hadist riwayat
Ahli Bait (keluarga Nabi) saja dan menolak semua hadist riwayat para sahabat
nabi. Ini bisa dilihat dari pernyataan ulama syiah Muhammad Al-Husein Alu
Kasyif al-Ghitha’ dalam bukunya ashl al-syiah wa ushuluha. Yaitu syiah hanya
menerima hadist riwayat ahlu bait, yaitu abu abdullah ja’far al-shadis, dari
ayahnya Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, dari ayahnya Abu al-Husein Zainal Abidin,
dari Abu Muhammad al-Hasan, dari ayahnya Abu al-Hasan Ali bin Abu Thalib dari
Rasulallah SAW.
Al-majlisy dalam bukunya Bihar al-Anwar (2/214)
menegaskan larangan menerima riwayat hadist dari Ahlussunnah. Tapi hal itu
boleh dilakukan untuk tujuan menguatkan argumentasi penyebaran ajaran syiah.
Masalahnya lagi, para ulama syiah tidak punya ketentuan
baku dalam menetapkan sebuah hadist itu sahih atau dhaif (lemah). Seperti kitab
Rijal al-Kasysyi dianggap di antara kitab syiah membahas kedudukan
rijal-al-Kasysyi (1/365) ini ada pernyataan melaknat Zararah bin A’yun dan
menganggapnya lebih jahat dari yahudi dan nasrani.
Namun begitu, hadist riwayat Zararah bin A’yun ada 700
buah dalam kitab al-Kafy, 775 buah dalam kitab Tahzib al-Ahkam, 250 buah dalam
kitab al-Istibshar dan 220 buah dalam kitab man la Yasdhuruh al-Faqih.
Kedudukan Imam Syiah
Bagi Syiah, meyakini keyakinan kepemimpinan Ali bin Abu
Thalib dan anak cucunya merupakan bagian dari rukun iman. Dan orang yang tidak
meyakininya, mereka anggap sebagai non muslim. Bukan saja itu, Syiah juga mengkultuskan
para imamnya dan menempatkannya di atas kedudukan para nabi.
Diantaranya, dalam kitab Bihar al-Anwar (26/294) oleh
Muhammad Baqir al-Majlisy terdapat 13 hadist menyatakan bahwa para Imam Syiah
itu lebih mengetahui dari pada para Nabi, juga ada 16 hadist menyatakan doa
para Nabi itu bisa terkabul disebabkan tawassul kepada para Imam Syiah. Juga
ada 3 hadist menyatakan bahwa para Imam Syiah itu mampu menghidupkan orang yang
telah mati.
Dalam kitab al-Kafy (1/258) oleh al-Kulainy terdapat 5
hadist menyatakan bahwa para Imam Syiah itu mengetahui waktu kematiannya, dan
mereka mati sesuai dengan kehendak mereka sendiri.
Pendekatan Sunni-Syiah
Dengan sebagian keyakinan syiah itu, apakah mungkin bisa
dilakukan pendekatan atau kesepahaman antara Sunni dan Syiah. Ini pertanyaan
besar yang sulit untuk dijawab.
Namun begitu, penulis buku al-Imam al-Shadiq, Syaikh
Muhammad Abu Zahrah mengatakan, pada masa dahulu sudah ada usaha pendekatan
Sunni-Syiah yang digagas oleh ulama terkemuka Syiah penulis kitab Tahzib al-Ahkam,
yaitu Abu Bakar al-Thusy.
Tapi masalahnya, pendekatan al-Thusy ini dicemari dengan
imam Syiah kepada taqiyah (berkata dan berbuat tidak sesuai dengan keyakinan)
atau penipuan. Tambah lagi al-Thusy menolak semua riwayat hadist dari
ahlussunnah. Bahkan dia juga menolak riwayat hadist dari Zaid bin Ali al-Husein
yang merupakan di antara pemimpin besar dari Ahli Bait.
Usaha pendekatan Sunni-Syiah terbesar pada abad 12 pernah
dilakukan di Najaf Irak (25 Syawwal 1156) yang digagas oleh ulama terkemuka ahlussunnah
Irak, Syaikh Abdullah al-Suwaidy.
Dalam Muktamar Najaf itu dihasilkan kesepakatan larangan
mencaci dan mengkafirkan sahabat Nabi. Tapi hasil muktamar itu tidak berjalan
pada penerapannya, karena sikap taqiyah yang diperankan Syiah dalam pergaulannya
dengan Ahlussunnah.
Kemudian, usaha pendekatan Sunni-Syiah yang besar lagi
ialah terbentuknya Jama’ah al-Taqrib Baia al-Mazahib al-Islamiyah yang berpusat
di Mesir. Usaha ini digagas oleh orang Iran Muhammad Taqy al-Qunny pada tahun
1364 H.
Usaha al-Qunny ini mendapat sambutan dari para ulama
al-Azhar. Lalu Syiah mengadakan pendekatan kepada Grand Syaikh al-Azhar Mahmud
Syaltut yang akhirnya mengeluarkan fatwa (1436H) kebolehan mengikut mazhab
ja’fari (Syiah Imamiyah Iran).
Dalam bukunya al-Fikr al-Islamy Wa al-Mujtama’at
al-Muashirah, Dr. Muhammad al-Bahy mengatakan bahwa fatwa Syaikh Syaltut itu
mereka jadikan sebagai dasar penyebaran ajaran Syiah di Mesir. Lalu, para ulama
al-Azhhar menolak sikap Syiah itu dan pada akhirnya usaha pendekatan itu pun bubar,
kemudian muncul usaha pendekatan Sunni-Syiah secara perorangan. Dari
Ahlussunnah, seperti Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Dyaikh
Musthafa al-Siba’iy dan Syaikh Musa Jarullah.
Tapi semua usaha itu tidak berhasil. Dan kegagalan usaha
pendekatan Sunni-Syiah itu berpunca pada keyakinan Syiah yang menganggap
pendekatan itu sebagai jalan bagi mereka menyebarkan ajaran Syiah dikalangan
masyarakat Sunni. Lebih jelas lagi, bisa dibaca dalam buku Mas”alah al-Taqrib
Baina Ahl al-Sunnah Wa al-Syiah oleh Dr. Nashir Abdullah al-Qafary.
Sikap Ulama al-Azhar
Menurut sejarahnya, tidak ada akar keberadaan Syiah di
Mesir. Sebab, penduduk Mesir berada di bawah kekuasaan khilafah Umawiyyah dan
Abbasiyah. Pada masa khalifah Abbasiyah Abu JA’far al-Manshur (136-158H),
pernah syiah Ismailiyah hendak menguasai negeri Mesir. Tapi pada akhirnya gagal
karena mendapat perlawanan sengit dari penduduk Mesir yang tetap loyal kepada
khilafah Abbasiyah. Sejarah terus berjalan, dan pada tahun 567 H, di bawah
kekuasaan Shalahuddin al-Ayyubi, penduduk Mesir melakukan pengusiran semua
penganut Syiah yang ada di Mesir. Lebih jelas lagi, bisa dilihat dalam buku
Mishr Wa al-Syiah Baina Shara’ al-Madhi Wa Khathr al-Mustaqbal oleh Hamdi
Ubaid.
Pada masa Grand Syaikh al-Azhar Jad al-Haq Ali Jad al-Haq
(1982-1996), para ulama terkemuka al-Azhar mengeluarkan pernyataan penolakan
terhadap Syiah dengan membeberkan kesesatan akidah Syiah. Diantaranya Ketua
Komisi Fatwa al-Azzhar, Syaikh Athiah Shaqar. Menteri agama Mesir dan anggota
Badan Riset al-Azhaar Syaikh Abdul Mun’im al-Nimir. Dan para guru besar di
Al-azhar , seperti Syaikh Muhammad al-Khusu’iy, Syaikh Umar Abdul Aziz Qursyi,
Syaikh Musthafa al-Dumairy, dan liannya.
Pada 19 April 20119, Grand Syaikh al-Azhar Muhammad
Sayyid Thanthawi pula menghentikan kerjasama antara al-Azhar, Iran dan
Hizbullah. Beliau juga melarang al-Azhar meneliti semua buku yang dikasi ulama
Syiah Iran kepada al-Azhar.
Pada 24 September 2008, para ulama al-Azhar yang
tergabung dalam Jabhah ‘ulama al-Azhar menyatakan, bahwa perbedaan antara Sunni
dan Syiah (terutama Syiah Rafidhah, Nushairiyah dan Isma’iliyyah) adalah
perbedaan pada pokok agama. Lalu Jabhah ‘Ulama al-Azhar menegaskan, Syiah dan
Sunni itu saat ini merupakan dua agama, bukan satu agama. Wallahua’lam.
Dikutip dari Riau Pos
Edisi Jumat, 4 Desember 2015
Dewan Ulama Senior Saudi Sabtu lalu telah mengeluarkan
kenyataan yang menjelaskan bahawa sesiapa yang menghina isteri-isteri Nabi
Muhammad atau para sahabat Nabi maka dia merupakan "orang kafir".
Mereka (Dewan Ulama) turut melarang menghina tokoh-tokoh umat Islam yang
dimuliakan.
Kenyataan, ditandatangani oleh semua
anggota dewan, dipimpin oleh kerajaan Mufti besar kerajaan Syaikh Abdul Aziz Al
al-Syaikh, memperingatkan bahawa menghina isteri nabi atau sahabat nabi adalah
serangan secara langsung terhadap Islam.
"Menghormati keluarga nabi dan
sahabat nabi merupakan sebahagian dari Islam dan mereka yang tidak mematuhi ini
maka dia bukanlah seorang muslim," Menurut kenyataan tersebut.
Kenyataan itu turut mengutip ayat-ayat
dari Al-Quran yang menunjukkan kewajipan dalam menghormati isteri-isteri Nabi
Muhammad saw.
Kerana terdapat beberapa ayat dalam Al-Quran yang
menceritakan secara tidak langsung tentang isteri nabi ummul mukminin Aisyah,
dan dirinya patut untuk dihormati dan "sesiapa pun yang menghina isteri
nabi bermakna dia telah
Kenyataan itu
menambahkan bahawa hal serupa berlaku untuk sahabat nabi kerana dekatnya mereka
dengan Nabi Muhammad SAW dan wajib bagi umat Islam untuk menghormati para
sahabat Nabi.
Pernyataan tersebut mengutip sebuah insiden ketika
Nabi ditanya tentang perempuan yang paling dekat dalam hatinya dan baginda
menjawab, Aisyah. Ketika ditanya tentang laki-laki yang terdekat, Nabi menjawab
"Ayahnya (ayahnya Aisyah, Abu Bakar)."
Pernyataan dewan ulama senior Saudi ini datang setelah
beberapa insiden di mana ulama Syi'ah semakin memperlihatkan kebiadapan mereka
terhadap Aisyah dan sahabat nabi. Yang paling terakhir adalah kes ulama Syi'ah
Yassir Habib yang mana status rakyat Kuwaitnya telah dicabut.
Pernyataan tersebut juga menunjuk Aisyah sebagai
"Ummul Mukminin," kerana dirinya memiliki pengetahuan yang mendalam
dalam urusan agama, dan dalam sejarah Aisyah ra dianggap sebagai salah seorang
yang paling berpengetahuan di mana para sahabat nabi sering meminta nasihatnya.
"Jumlah hadits nabi yang disampaikan oleh Aisyah
ra adalah yang terbesar di antara seluruh isteri nabi," kata pernyataan
itu.
Pernyataan itu juga menyebutkan kejadian di mana
Aisyah ra telah dituduh berzina sehingga turun beberapa ayat Al-Quran ke atas
Nabi Muhammad untuk memastikan bahawa Aisyah ra tidak bersalah serta menetapkan
aturan untuk membuktikan kes seperti itu, harus memiliki empat orang
saksi.(fq/aby)
**************
Allah telah meridhai
mereka. Sehingga, bila mencela mereka, berarti menunjukkan ketidak ridhaan
kepada mereka. Demikian ini bertentangan dengan firman Allah :
لَّقَدْ رَضِىَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ
الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَافِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَة عَلَيْهِمْ
وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sungguh Allah telah
meridhai kaum mukminin ketika mereka memba’iatmu di bawah pohon, maka Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka
dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). [Al
Fath:18].
Allah melaknatnya,
sebagaimana dalam sabda Rasulullah :
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa mencela
sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah.[8]
Larangan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Sa’id di atas.
Bahkan sudah menjadi kesepakatan
Ahlu Sunnah Wal Jamaa’ah, sebagaimana dinyatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(13/34): ‘Ahlu Sunnah Wal Jama’ah telah bersepakat atas kewajiban tidak mencela
seorangpun dari para sahabat.[9]
Mencela mereka berarti mencela saksi Al Qur’an dan Sunnah,
dan dapat membawa pelakunya menjadi zindiq.
Hal ini
diungkapkan Imam Abu Zur’ah Ar Razi : ”Jika kamu melihat seseorang melecehkan
seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ketahuilah bahwa ia
seorang zindiq. Karena menurut kita, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah benar dan Al Qur’an benar. Sedangkan yang menyampaikan Al Qur’an dan
Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita adalah para sahabat.
Mereka hanya ingin mencela para saksi kita untuk menghancurkan Al Qur’an dan
Sunnah. Celaan kepada mereka (para pencela) lebih pantas, dan mereka adalah
zindiq”. [11]
Mendapatkan laknat
Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa mencela
sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah.[13]
Menuduh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jelek,
karena memiliki sahabat yang berhak dicela, sebagaimana diungkapkan Imam Malik
: “Mereka kaum yang jelek, ingin mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, namun tidak bisa. Lalu mereka mencela para sahabat Beliau sampai
dikatakan “orang jelek tentu memiliki sahabat yang jelek pula”. [14]
Orang yang mencela sahabat karena keyakinannya
akan kekafiran sahabat, maka berdasarkanIjma’, ia adalah kafir dan dihukumi
dengan hukum bunuh. Karena ia telah mengingkari sesuatu yang secara pasti telah
diakui dalam agama, yaitu Ijma’ umat Islam tentang keimanan para sahabat.[17]
Syaikhul Islam berkata: “Adapun orang yang melakukan hal itu
(yaitu sekedar mencela, Pen)) sampai menganggap para sahabat telah murtad
setelah Rasulullah n kecuali sejumlah kecil tidak sampai belasan orang, atau
menganggap para sahabat seluruhnya fasiq; maka tidak diragukan lagi
kekafirannya. Karena ia telah mendustakan nash Al Qur’an yang banyak berisi
keridhaan dan pujian kepada mereka. Bahkan orang yang ragu tentang kekafiran
yang seperti ini, maka kekafirannya itu pasti”.[18]
Orang yang mencela
sahabat seluruhnya dengan keyakinan, bahwa mereka seluruhnya fasiq. Maka orang
ini dihukumi kufur, sebagaimana disampaikan Ibnu Taimiyah di atas.
Orang yang mencela
sahabat dengan keyakinan, bahwa mencela mereka itu merupakan pendekatan diri
(taqarub) kepada Allah. Sikap ini merupakan natijah (akibat) dari kebencian
mereka terhadap sahabat, dan tentu ini adalah sebagai konsekwensi dari keyakinan
mereka tentang kefasikan sahabat. Tentu hal itu adalah kufur dan keluar dari
Islam.
Imam Thahawi
mengatakan: “Benci terhadap sahabat adalah kufur, nifaq dan melampaui batas”.
Imam Malik
mengatakan: “Barangsiapa yang bangun pagi, sedangkan di dalam hatinya ada
kebencian terhadap salah seorang sahabat, berarti ia terkena ayat Al Qur’an,
yakni firman Allah Ta’ala:
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
Karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). [Al
Fath :29]. [19]
Hukum mencela isteri-isteri Nabi. [21]
Adapun
orang yang mencela isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ; maka
barangsiapa yang menuduh ‘Aisyah dengan apa yang telah Allah lepaskan dirinya
dari tuduhan tersebut, maka ia telah kafir. Lebih dari seorang ulama telah
menyampaikan Ijma’ ini. Sedangkan orang yang mencela selain beliau dari
kalangan para isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka terdapat dua
pendapat.
Pertama, Menyatakan ia seperti mencela salah seorang
sahabat.
Kedua, Menyatakan bahwa menuduh seseorang dari Ummahat
Al Mukminin sama dengan (hukum) menuduh ‘Aisyah. Dan inilah yang benar.
Oleh karena itu, berhati-hatilah, wahai kaum Muslimin.
Hendaklah kita memelihara lisan kita dari mencela ataupun berdusta atas nama
sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mudah-mudahan bermanfaat.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo
57183 Telp. 0271-761016]
Footnote
[8].
Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah, no. 1001, hlm. 2/469 dan dihasankan Al
Albani dalam Dzilalil Jannah Fi Takhrij As Sunnah, 2/469. Lihat kitab As
Sunnah, karya Ibnu Abi ‘Ashim dengan Dzilal Al Jannah, karya Muhammad
Nashiruddin Al Albani, Cetakan ketiga, Tahun 1413 H, Al Maktab Al Islami,
Bairut.
[9]. Dinukil dari kitab Min
Aqwal Al Munshifin Fi Ash Shahabat Al Khalifah Mu’awiyah, karya Syaikh Abdul
Muhsin bin Hamd Al ‘Abad, Cetakan pertama, Tahun 1416 H, Markas Syu’un Ad
Dakwah, Al Jami’ah Al Islamiyah, Madinah, hlm. 13.
[11]. Ibid.
[12]. Lihat Mukhtashar Ash
Sharim Al Mashlul ‘Ala Syatim Ar Rasul, karya Ibnu Taimiyah oleh Muhammad bin
‘Ali Al Ba’li, Tahqiq ‘Ali bin Muhammad Al Imran, Cetakan pertama, Tahun 1422
H, Dar ‘Alam Al Fawaid, Makkah, hlm. 121.
[13]. Riwayat Ibnu Abi
‘Ashim dalam As Sunnah, no. 1001, hlm. 2/469, dan dihasankan Al Albani dalam
Dzilalil Jannah Fi Takhrij As Sunnah, 2/469. Lihat kitab As Sunnah, karya Ibnu
Abi ‘Ashim dengan Dzilal Al Jannah, karya Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan
ketiga, Tahun 1413 H, Al Maktab Al Islami, Bairut.
[14]. Mukhtashar Ash Sharim
Al Maslul, op.cit. hlm. 122.
[17]. Lihat Majalah As
Sunnah, Edisi 12/1/1415-1995, hlm. 23, menukil dari Majalah Al Furqan, Edisi 54
Tahun IV Rabi’ul Akhir 1415 H/ Oktober 1994.
[18]. Ash Sharim Al Maslul,
op.cit. hlm. 586-587.
[19]. As Sunnah, Edisi
12/I/1415-1995, hlm. 23-24.
[21]. Masalah ini
diterjemahkan dari Mukhtashar Ash Sharim Al Maslul, op.cit. hlm. 116
Cuplikan dari sumber :
Hal itu
karena mereka adalah perantara yang menyampaikan al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam kepada kita. Kalau
seandainya mereka dicela maka pada dasarnya al-Qur’an dan hadits pun tercela.
Semoga Allah merahmati al-Imam Abu Zur’ah yang telah mengatakan:
إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ أَحَدًا مِنْ
أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ n فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيْقٌ ، وَذَلِكَ أَنَّ
الرَّسُوْلَ n عِنْدَنَا حَقٌّ وَالْقُرْآنَ حَقٌّ ، وَإِنَّمَا أَدَّى
إِلَيْنَا هَذَا الْقُرْآنَ وَالسُّنَنَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ n ،
وَإِنَّمَا يُرِيْدُوْنَ أَنْ يَجْرَحُوْا شُهُوْدَنَا لِيُبْطِلُوْا الْكِتَابَ
وَالسُّنَّةَ ، وَالْجَرْحُ بِهِمْ أَوْلَى وَهُمْ زَنَادِقَةٌ.
Apabila engkau mendapati orang yang mencela
salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ketahuilah bahwa dia
adalah seorang zindik (munafik). Hal itu karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam adalah benar dan
al-Qur’an juga benar menurut (prinsip) kita. Dan orang yang menyampaikan
al-Qur’an dan as-Sunnah adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam. Dan para pencela para saksi kita (Sahabat) hanyalah bertujuan
untuk menghancurkan al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah. Mencela mereka lebih
pantas. Mereka adalah orang-orang zindik.”[36]
Subhanallah! Betapa kotornya tujuan yang
mereka pendam di balik upaya celaan mereka kepada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam! Akankah masih ada yang menganggap bahwa masalah ini hanyalah
sepele belaka?! Anda bisa bayangkan, kalau satu Sahabat saja seperti Abu
HurairahRadhiallahu ‘Anhu dicela, entah berapa hadits yang akan
tertolak[37]?! Lantas,
bagaimana jika kebanyakan sahabat NabiShallallahu ‘Alaihi wa
Sallam lainnya juga?!
Pikirkanlah!
Syi’ah
Memusuhi Sahabat[24]
Ni’matullah al-Jazairi (ulama Syi’ah)
berkata, “Bahwa Sayyidina Abu Bakr dan Sayyidina Umar tidak pernah beriman
kepada Rasulullah sampai akhir hayatnya.”[25] Tak puas sampai di situ, ia juga
memfitnah Abu Bakr; dia katakan, “Telah berbuat syirik dengan memakai kalung
berhala saat salat di belakang Nabi dan bersujud untuknya.”[26]
Ulama Syi’ah lainnya, al-Kulaini,
mengatakan bahwa seluruh sahabat itu murtad setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallamwafat, kecuali tiga orang: al-Miqdad ibn al-Aswad, Abu Dzar
al-Ghifari, dan Salman al-Farisi. Sementara al-Iyasyi dalam Tafsir-nya,
dan al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar,
menyatakan bahwa meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena telah diracuni oleh Aisyah dan
Hafshah.[27]
Dalam Kitab ath-Thaharah, pemimpin revolusi Iran, al-Khumaini (Khomeini, Red.)
menyatakan bahwa Aisyah, Thalhah, az-Zubair, Mu’awiyah, dan orang-orang
sejenisnya meskipun secara lahiriah tidak najis, mereka lebih buruk dan menjijikkan
daripada anjing dan babi.[28]
Sebagai bentuk taqarrub, tidak
sedikit kitab Syi’ah yang mengemas pelaknatan Sahabat dalam bentuk do’a. Salah
satunya adalah “Do’a Dua Berhala Quraisy” dalam kitab al-Mishbah yang ditulis oleh Syaikh al-Kaf’ami. Do’a
yang ditujukan melaknat Abu Bakr dan Umar ini diyakini memiliki derajat yang
tinggi dan merupakan dzikir yang mulia. Bahkan disebutkan pahalanya, jika dibaca
saat sujud syukur, seperti pemanah yang menyertai Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallampada Perang Badar, Uhud, dan Hunain dengan satu juta anak panah.[29]
Di Indonesia, berbagai publikasi Syi’ah
telah memfitnah, menjelek-jelekkan, melaknat, dan bahkan mengafirkan sahabat
Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Di antaranya:
–Menyebut Abu Bakr dan Umar
sebagai Iblis (Abbas Rais Kermani, Kecuali Ali. Al-Huda 2009, hlm. 648–649)
–Menyamakan Abu Hurairah
dengan Paulus yang telah mengubah teologi Kristen (Antologi Islam; Risalah
Islam Tematis dari Keluarga Nabi. Al-Huda 2012, hlm. 648–649)
–Melecehkan dan memfitnah
Sayyidah Aisyah tidak pantas menjadi Ummulmukminin (Ibid hlm. 59–60, 67–69)
– “Syi’ah melaknat orang yang
dilaknat Fatimah.” (Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syi’ah. Bandung: IJABI. Editor
Jalaluddin Rakhmat, cet. ke-2, 2009, hlm. 90)
–Dan yang dilaknat Fatimah
adalah Abu Bakr dan Umar (Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi. Depok:
Pustaka IIMaN, 2008. Dalam footnote hlm. 404–405 dengan mengutip riwayat kitab
al-Imamah was Siyasah)
–Jalaluddin Rakhmat menulis
dalam bukunya: “Berdasarkan riwayat dalam kitab al-Ansab karya Mash’ab
al-Zubairi, disimpulkan bahwa Ruqoyyah dan Ummu Kultsum, istri Khalifah Utsman,
bukan putri Nabi Muhammad.” (Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi, Muthohhari
Press, hlm. 164–165. Manusia Pilihan yang Disucikan. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2008, hlm. 164)
–“Para sahabat suka membantah
perintah Nabi.” (Jalaluddin Rakhmat. Sahabat Dalam Timbangan Al-Qur’an, Sunnah
dan Ilmu Pengetahuan. Pps UIN Alauddin 2009, hlm. 7)
–“Para sahabat merobah-robah
agama.” (Artikel dalam Buletin al Tanwir i Yayasan Muthahhari Edisi Khusus No.
298. 10 Muharram 1431 H. Hal. 3)
– “Para sahabat murtad.” (Ibid
hlm. 4)
–“Tragedi Karbala merupakan
gabungan dari pengkhianatan sahabat dan kedhaliman musuh (Bani Umayyah).”
(Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi. Depok: Pustaka IIMaN, 2008 hal. 493)
–“Aisyah memprovokasi khalayak
dengan memerintahkan mereka agar membunuh Utsman bin Affan”. (Syarafuddin
al-Musawi, Dialog Sunnah-Syiah, cet MIZAN 1983, hal. 357)
– “Aisyah, Thalhah dan
sahabat-sahabat yang satu aliran dengan mereka memerangi Imam Ali as.
Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Utsman.” (Emilia Renita, 40
Masalah Syi’ah, editor Jalaluddin Rakhmat, IJABI 2009, hlm. 83)
Semua itu adalah tuduhan dusta dan fitnah
yang sangat keji kepada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berdasarkan imajinasi dan
cerita-cerita bohong, bentuk penodaan terhadap agama dan sejarah Islam, serta
bentuk penodaan terhadap citra Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aneh bukan, mereka menjuluki
para sahabat NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kejelekan padahal kaum Yahudi
dan Nasrani saja menjuluki para sahabat nabi mereka dengan sebaik-baik
manusia?! Bukankah ini menunjukkan bahwa Syi’ah lebih parah daripada Yahudi dan
Nasrani dalam hal ini?! Al-Imam asy-Sya’bi pernah mengatakan:
“Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki kelebihan
bila dibandingkan dengan Syi’ah. Bila dikatakan kepada kaum Yahudi: ‘Siapakah
orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Para sahabat
Nabi Musa.’ Dan bila dikatakan kepada kaum Nasrani: ‘Siapakah orang terbaik
dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Para sahabat dan pembela
Isa.’ Namun, tatkala ditanyakan kepada kaum Rafidhah (Syi’ah): ‘Siapakah yang
terjelek dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Para sahabat Nabi
Muhammad.’”
Dan perhatikanlah nukilan-nukilan di atas,
niscaya Anda akan mendapati bahwa nukilan tersebut dilontarkan oleh para
penganut Syi’ah zaman dahulu, tokoh revolusi Iran abad ini, bahkan para
penyebar paham Syi’ah di Indonesia sekarang. Lantas, akankah ada yang
mengatakan bahwa mencela Sahabat hanya terjadi pada zaman dahulu saja?
Hubungan
Sahabat Dengan Ahli Bait
Kaum Syi’ah telah menyembunyikan trik licik
mereka dalam mencela para Sahabat dengan berlindung di bawah kedok membela Ahli
Bait. Mereka menyangka dan menggambarkan bahwa hubungan antara Sahabat dengan
Ahli Bait adalah saling memusuhi, padahal semua itu hanyalah bualan kaum Syi’ah
semata dan omong kosong mereka saja.
Fakta membuktikan bahwa hubungan antara
mereka adalah saling mencintai dan menghormati. Di antara buktinya, bahwa para
Ahli Bait menamai keturunan mereka dengan nama para Sahabat seperti Abu Bakr,
Umar, Utsman, dan Aisyah yang notabene dikafirkan dan dilaknat oleh Syi’ah.
Lebih daripada itu, mereka menjalin ikatan
tali pernikahan antara Sahabat dengan Ahli Bait, bahkan dengan keluarga Abu
Bakr, Umar, dan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhum yang
juga notabene dikafirkan kaum Syi’ah. Bukankah Umar ibn al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu menikah dengan Ummu Kultsum binti Ali
ibn Abi Thalib?! Sungguh, banyak sekali fakta dan catatan sejarah tentang hal
itu semua.
Al-Imam asy-Syaukani telah menyingkap
masalah ini dalam risalahnya yang berjudul Irsyadu al-Ghabii ila Madz·habi Ahli Baiti fi Shahbi Nabi[30] sebagai pembelaan terhadap kehormatan
Sahabat dan penjelasan bahwa mencela Sahabat bukanlah ajaran Ahli Bait, bahkan
mereka telah bersepakat melarangnya, sebagaimana telah shahih dari tiga belas
jalur.[31]
Alangkah bagusnya ucapan al-Imam Manshur
Billah Abdullah ibn Hamzah (salah seorang Ahli Bait), “Barangsiapa menyangka
bahwa salah seorang bapak kami mencela Sahabat maka dia pendusta.” Dan sungguh
fakta membuktikan bahwa setiap orang yang mencela Sahabat dan memusuhi mereka,
maka dia tidak bahagia agama dan dunianya.[32]
Dengan ini, Anda dapat mengetahui betapa
liciknya kaum Syi’ah yang berdusta dengan kedok Ahli Bait. Namun, hal itu
tidaklah mengherankan karena Syi’ah memang sangat lihai dalam berdusta. Al-Imam
asy-Syafi’i Rahimahullahu
Ta’alapernah mengatakan:
لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ
أَشْهَدَ باِلزُّوْرِ مِنَ الرَّافِضَةِ
“Saya tidak mendapati seorang pun dari
pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rafidhah.”[33]
Salah seorang ulama lainnya menyifati sekte
Syi’ah: “Mereka adalah manusia paling pendusta dalam hal riwayat dan paling
bodoh dalam hal logika.”
Membalas
dendam atas runtuhnya Dinasti Majusi
Oleh karenanya, tak heran jika kaum Syi’ah
begitu mengagungkan eksekutor pembunuhan Umar ibn al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu dan mengultuskannya yaitu Abu Lu’lu’ah
Fairuz al-Majusi yang telah melampiaskan dendam kesumatnya dengan menikam
Khalifah Umar ibn al-KhaththabRadhiallahu ‘Anhu dengan pisau beracun saat salat Subuh
dengan beberapa kali tikaman. Atas dasar itu, Abu Lu’lu’ah al-Majusi dikaruniai
penghargaan besar oleh Syi’ah dengan:
1. Syi’ah meyakini bahwa Abu Lu’lu’ah
al-Majusi dikubur di Iran dan mereka membangun kuburannya dan menjadikannya
sebagai tempat yang bersejarah.
2. Hari keberhasilan Abu Lu’lu’ah
al-Majusi melampiaskan dendamnya kepada Umar Radhiallahu ‘Anhu ditetapkan
sebagai hari besar. Hari raya itu disebut dengan hari raya Idul Akbar.
Demikianlah paparan tentang aqidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah tentang para Sahabat Radhiallahu ‘Anhum dan
bagaimana kejamnya kaum Syi’ah terhadap para SahabatRadhiallahu
‘Anhum. Semoga hal ini menjadikan kita selalu mewaspadai
pemikiran-pemikiran sesat Syi’ah yang menyebar pada zaman sekarang.
Disusun oleh al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf
bin Mukhtar as-Sidawi
[24] Dinukil
dari buku panduan Majelis Ulama Indonesia “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan
Syi’ah di Indonesia” oleh Tim Penulis MUI Pusat hlm. 55–57.
[25] Al-Anwar an-Nu’maniyyah 1/53
[26] Ibid.
1/45
[27] Tafsir al-’Iyasyi 1/342, Biharu al-Anwar 22/516, Hayatul Qulub oleh
al-Majlisi 2/700.
[28] Kitab Thaharah 3/457
oleh al-Khumaini
[29] Al-Mishbah fi al-Ad’iyah wa Shalawat wa Ziyarat hlm. 658–662
[30] Telah
tercetak dengan tahqiq Syaikhuna Masyhur ibn Hasan Salman, Dar al-Manar,
1413 H
[31] Ibid.
hlm. 50
[32] Wablu al-Ghamam wa Syifa’u al-Awam hlm. 139 karya asy-Syaukani
[33] Adab asy-Syafi’i hlm.
187–189 oleh Ibn Abi Hatim
[34] Disadur
dengan sedikit penyesuaian dari buku Air Mata Buaya Penganut Syi’ah hlm. 176–186 cet. Rumah Ilmu oleh Dr.
Muhammad Arifin Badri.
[35] As-Sunnah oleh
al-Khallal 2/478
[36] Al-Kifayah fi ’Ilmi Riwayah hlm. 48 oleh al-Khathib al-Baghdadi
[37] Al-Imam
Ibn Hazm menegaskan dalam Jawami’ Sirah: 275 bahwa Abu Hurairah a\ meriwayatkan
sebanyak 5.374 hadits. Demikian juga Ibn al-Jauzi dalam Talqih Fuhum Ahli Atsar: 183 dan adz-Dzahabi dalam Siyar 2/632.
Dr. Muhammad Dhiya’ Rahman al-A’zhami telah mengumpulkan riwayat-riwayat Abu
Hurairah a\ dalam Musnad al-Imam Ahmad dan Kutub Sittah, beliau dapat mencapai 1.336 hadits saja.
Lihat Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyyatihi hlm. 76. (Dinukil dari Syarh Bulugh al-Maram al-Audah 1/275)
[38] Manaqib al-Imam asy-Syafi’i hlm. 120 oleh al-Aburri danManaqib asy-Syafi’i 1/441
oleh al-Baihaqi.
Cuplikan dari sumber :
Ustadz Anung Al-Hamat: Sejak Dulu Al Azhar Mesir Berpaham
Ahlussunnah dan Menolak Syiah
Wakil
Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) DKI Jakarta, Ustadz
Anung Al-Hamat yakin bahwa Al-Azhar Mesir, tempat dia pernah berkuliah, adalah
bermadzhab Ahlussunnah dan menolak paham Syiah.
Hal ini disampaikan Ustadz Anung menanggapi pernyataan Grand
Syaikh Al-Azhar Syaikh Ahmad Muhammad Ahmad At-Thayyib saat berkunjung ke
kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa saat lalu, yang diplintir oleh
beberapa media. Sehingga, pernyataan syaikh terkesan mendukung syiah.
“Al-Azhar itu kan dari sisi kurikulum sudah ditetapkan adalah
Ahlussunnah, dan itu perombakan yang dulunya pada Dinasti Fatimiyah, sudah
dikikis habis. Dikembalikan kepada paham Ahlussunnah,” ungkap Ustadz Anung saat
ditemui Voa-Islam di Kampus Dakwah Mohammad Natsir,
Tambun Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (27/2/2016).
Dari dulu hingga saat ini, Al-Azhar menurut Annung tidak ada
perubahan terhadap penolakan terhadap Syiah. “Saya melihat tidak ada perubahan
dan fakta yang lain. Kan Mesir termasuk salah-satu negara yang pro dengan
koalisi Arab Saudi,” ungkap Ustadz Anung.
Selanjutnya, Ustadz Anung mengungkapkan, jika memang ada khirrij (alumni) Al-Azhar yang kemudian
menjadi Syiah atau pun membela Syiah, hal tersebut terlepas dari Al-Azhar.
Selain itu, dia juga bercerita saat masih menjadi mahasiswa di
sana, paham Syiah ingin dimasukan dalam kurikulum Al-Azhar. Hal tersebut atas
permintaan pemerintah Iran. Namun kata dia, Al-Azhar dan Mesir menolak.
“Al-Azhar itu di tahun 1999, atas nama pemerintah Mesir dan atas
nama Al-Azhar, Doktor Farhat (Wakil Menteri dalam Negeri pada saat itu) dengan
timnya berkunjung ke Iran ke Qum. Karena pihak iran meminta agar ajaran Syiah
itu dimasukan ke kurikulum Al-Azhar. Nah beliau berpidato di hadapan mahasiswa
termasuk saya hadir, beliau menyatakan bahwasanya Syiah tidak bisa masuk ke
kurikulum Al-Azhar,” cerita Ustadz Anung.* [Nizar/Syaf/voa-islam.com]