Saturday, April 30, 2016

Seorang Khalifah Abbasiyah Menjadi Syiah. Kehancuran Khilafah Bani ‘Abbasiyyah Di Kota Baghdad.

Kehancuran Khilafah Bani ‘Abbasiyyah di Kota Baghdad.

Seorang Khalifah Abbasiyah 
Menjadi Syiah

Allah berfirman yang artinya; “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).
Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya.”
Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjuk dan taufik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”

Pembaca yang budiman, ayat dan keterangan dari ulama di atas semoga menjadi renungan di kehidupan sehari-hari. Dan semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayahnya kepada kita.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai pengkhianatan seorang khalifah yang awalnya seorang bermazhab Ahlussunnah tapi diakhir hayitnya menjadi Syiah.Naudzubillah.

Khilafah bukanlah kalimat yang sepele. Kedudukannya sama dengan katup kesejahteraan umat. Dia seperti benang yang digunakan untuk menyusun butiran-butiran kalung, apabila benang itu putus, maka ikatan umat akan berantakan dan bercerai berai. Sangat disayangkan, bahwa sebagian dari para khalifah Abbasiyah telah berpindah dari madzhab Ahlussunnah ke madzhab-madzhab yang lain, seperti; Khalifah Al-Makmun, yang menganut madzhab Mu’tazilah, karena pengaruh dari menterinya, Ahmad bin Abi Du’ad. Dan dia melakukan apa saja yang dia inginkan, seperti menguji orang-orang dengan masalah khalqil Qur’an (keyakinan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, bukan Kalamullah).

Khalifah An-Nashir Lidinillah menjadi Syiah karena pengaruh dari beberapa orang menterinya yang Syiah. Ibnu Katsir Rahimahullah menceritakannya:

“An-Nashir Lidinillah Abul Abbas Ahmad bin Al-Mustadhi Biamrillah Abil Muzhaffat Yususf bin Al-Muqtafi Liamrillah Al-Abbasi, perilakunya sangat buruk dan zhalim dalam berkuasa. Dia menghancurkan Iraq pada masa kekuasaannya sehingga para pendukungnya bercerai berai, dia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan yang semestinya, dia adalah penganut madzhab Syi’ah. Diceritakan bahwa biasa terjadi surat-menyurat antara dia dengan orang-orang Tatar, sehingga meyakinkan mereka untuk tetap tinggal di dalam negeri. Inilah musibah yang sangat besar, yang semua dosa besar menjadi kecil di hadapannya.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 13/106-1-7).

Sumber : Pengkhianatan-pengkhianatan Syiah dan Pengaruhnya Terhadap Kekalahan Umat Islam. Karya : Dr. Imad Ali Abdus Sami’

Kehancuran Khilafah Bani ‘Abbasiyyah di Kota Baghdad.

Diantara ulah kaum syi’ah adalah apa yang terjadi pada khilafah terakhir Bani Abbasiyah. Runtuhnya khilafah ini pada tahun 656 H disebabkan pengkhianatan syi’ah rafidhah yang menyelinap dan menjadi duri dalam daging serta musuh dalam selimut pemerintahan ahlus sunnah yang kala itu dipimpin oleh Khalifah al Musta’shim Billah. Muhammad bin al Alqami dan Nashiruddin at Thusi, 2 orang penganut syi’ah inilah yang menjadi provokator dan dalang peristiwa kehancuran khilafah ini.
Pengkhianatan Ibnul al-Alqami yang begitu dendam terhadap Ahlussunnah ini disebabkan karena kekalahan kaum syi’ah pada peperangan antara kaum Sunni dan Syi’ah tahun 655 H yang berakhir dengan direbutnya kota al-Karkh yang merupakan pusat kaum Syi’ah Rafidhah. Saat itu beberapa rumah milik kerabat Ibnu al-Alqami sempat kena jarah.
Sebelum peristiwa kehancuran khilafah ini terjadi, Ibnul al Alqami yang menjabat sebagai menteri kepercayaan kala itu berusaha meminimalisasi jumlah pasukan pemerintah. Jumlah pasukan sebelum masa al Musta’shim sebanyak seratus ribu orang, namun ketika masa al Musta’shim jumlah tersebut berkurang sampai hitungan sepuluh ribu pasukan. Ya, ini bagian dari makar dan muslihat si Ibnul al Alqami ar Rafidhi.
Setelah kondisi di Baghdad diatur demikian rupa, si pengkhianat ini mengirim surat kepada bangsa Tartar sambil memberi jalan mudah bagi mereka untuk menyerang Baghdad dan membocorkan rahasia pemerintahan Abbasiyyah. Semua itu dia lakukan dalam rangka melenyapkan sunnah dan menghidupkan bid’ah Rafidhah, mengangkat khalifah dari kalangan Fathimiyyah serta membunuh para ulama dan ahlu fatwa.
Pada tanggal 12 Muharram pasukan Tartar yang berjumlah kurang lebih 200.000 pasukan di bawah kepemimpinan Hulagu Khan mengepung kota Baghdad dari arah timur dan barat. Pasukan Baghdad tidak mampu untuk menghadang mereka karena jumlah yang sedikit dan kekuatan persenjataan yang lemah dan minim.
Akhirnya khalifah berusaha melakukan gencatan senjata dengan Hulagu Khan dengan memberi berbagai macam harta dan barang-barang berharga lainnya. Namun Hulagu Khan menolak tawaran perdamaian ini karena memang sebelumnya dia telah mendapat bisikan dari Ibnul al Alqami dan Nashiruddin at Thusi untuk menolak ajakan tersebut.
Bahkan 2 orang ini menyarankan kepada Hulagu Khan untuk menghabisi khalifah. Singkat cerita, Hulagu Khan pun membunuh Khalifah al Musta’shim Billah. Dengan gugurnya Khalifah maka pasukan Tartar pun menyerbu masuk ke Baghdad tanpa perlawanan yang berarti. Maka jatuhlah kota Baghdad di tangan pasukan Tartar.
Pasukan Tartar membunuh setiap orang yang mereka temui. Banyak orang yang dilemparkan ke dalam sumur dan tempat sampah. Mereka mendatangi suatu tempat lalu membuka paksa tempat tersebut atau membakarnya.
Tak ada yang selamat kecuali Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang meminta perlindungan kepada pasukan Tartar atau berlindung di rumah Ibnu al-Alqami, serta para saudagar atau konglomerat yang membagi-bagikan harta mereka kepada pasukan tersebut dengan jaminan keselamatan diri dan harta mereka.
Pasukan Tartar masuk ke Baghdad pada akhir bulan Muharram. Selama 40 hari pedang-pedang mereka terus mencari mangsa. Air sungai Dajlah berubah merah karena banyaknya yang terbunuh. Demikian pula sungai-sungai berubah warna airnya menjadi biru karena banyaknya kitab para ulama yang dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut. Inna lillahi wa inna ilahi raji’un.
Terjadi silang pendapat di tengah-tengah para ahli sejarah tentang jumlah kaum muslimin yang terbunuh pada waktu itu. Ada yang menyatakan 800 orang, adapula yang menyatakan 1.800.000 dan bahkan ada yang menyatakan 2.000.000 orang.
Adapun Khalifah al Musta’shim Billah beliau terbunuh pada hari rabu tanggal 14 Shafar 656 H. Kala itu beliau berusia 46 tahun 4 bulan dan khilafahnya telah berlangsung selama 15 tahun 8 bulan.
Terbunuh pula waktu itu putra sulung beliau yang bernama Abul Abbas Ahmad yang berusia 25 tahun. Kemudian putra kedua beliau yang bernama Abul Fadhl Abdurrahman yang berusia 23 tahun juga dibunuh. Adapun putra bungsu beliau yang bernama Mubarak serta 3 saudari beliau yang bernama Fatimah, Khadijah dan Maryam menjadi tawanan. Disebutkan bahwa para remaja putri yang berada di rumah beliau yang ditawan berjumlah kurang lebih 1000 orang, Allahu a’lam.
Inilah salah satu fakta sejarah tentang kejahatan dan pengkhianatan syi’ah terhadap kaum muslimin terkhusus ahlus sunnah.
Jika demikian kenyataan yang ada, maka pantas dan relakah anda semua wahai kaum muslimin untuk “berpelukan mesra dan bergandengan tangan dengan mereka”?
Jawabnya: Tidak, sekali-kali tidak