Saturday, April 30, 2016

Wahabi Dan Deradikalisasi. Siapa Yang Gemar Meneror Dengan Kata-Kata “Banjir Darah, Bakar, Bubarkan, Turunkan, Tutup” Dan Bahasa Anarkis Lain, Seakan RI Miliknya. Tiru Saudi Arabia, Tidak Ada Organisasi Masa Jenis Apapun (Berbau Preman), Rakyatnya Aman Dan Damai.

Wahabi dan Deradikalisasi

Wahabi dan Deradikalisasi

Rabu, 27 April 2016 - 09:00 WIB
Ibrahim muda adalah seorang yang radikal. Ia secara demonstratif menunjukkan kezaliman rakyat di negerinya yang mempertuhan patung-patung ciptaan mereka
Oleh: Agung Puspito

SEJARAH mencatat nama intelektual Muhammad bin Abdul Waĥĥab (1703–1791 Masehi) yang mazhab fiqh-nya (ilmu hukumnya) dianggap menjadi mazhab resmi kerajaan Arab Saudi. Ia dan kelompoknya tidak menamakan diri “Wahhabi” melainkan Al-Muwahiddun, ‘Pendukung Tauhid’. “Wahabi” adalah julukan yang berasal dari pihak-pihak lain.
Muhammad bin Abdul Waĥĥab adalah pengikut ajaran Ibnu Taymiyah (1263—1328 M), seorangfaqiĥ (ahli ilmu hukum) bermazhab Hanbali. Ibnu Taymiyah adalah seorang pembaharu dan pemurni, dengan ajarannya yang terkenal, “Kembali kepada Kitab Suci dan kepada Sunnah Nabi”, dan seruannya untuk meneladani kaum Salaf yang saleh yaitu kaum muslim dari tiga generasi pertama.
Ia memperjuangkan dibukanya pintu ijtihad(upaya merumuskan hukum menggunakan Quran, sunnah Nabi, dan akal) sepanjang masa. Ibnu Taymiyah dikenal menentang sikap-sikaptaqlid (menuruti kata orang berdasarkan otoritas semata) dan jumud (beku, statis). Seperti Ibnu Taymiyah, Muhammad bi Abdul Waĥĥab juga tak mau ber-taqlid kepada keempat mazhab (Hanbali, Hanafi, Maliki, dan Syafi`i). Karenanya, ia tak disukai kalangan ulama.
Apakah Ibnu Taymiyah dan Muhammad bin Abdul Waĥĥab bertanggung jawab atas gerakan-gerakan ekstrem yang dikaitkan dengan Wahabi? Ini tentu tak masuk akal, karena setiap individu menanggung dosa dan pahala masing-masing.
Saat ini banyak istilah yang disandingkan dengan gerakan-gerakan yang dijuluki “wahabi”. Terkadang diimbuhi “radikal” dan “takfiri” (atau mengafir-kafirkan orang lain). Perlu analisis kritis sebelum memberi atribut “radikal” kepada seseorang atau kelompok.
Kamus bahasa Inggris (misalnya Oxford Advanced Dictionary) menyebutkan radical sama artinya dengan fundamental, yaitu ‘thorough and complete’ (menyeluruh dan utuh); ‘favouring fundamental reforms’ (mendukung reformasi fundamental); ‘advanced in opinions and policies’ (maju dalam pandangan dan kebijakan).
Setidaknya, tak ada konotasi negatif di sana. Berasal dari kata Yunaniradics (akar), kata ini menjadi salah satu ciri studi filsafat yaitu sampai ke akar, tuntas.
Jadi, mengapa harus ada “deradikalisasi”? Term ini mengacu kepada penanggulangan terorisme yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meliputi pencegahan dan perbaikan, yang mengandaikan adanya tindakan radikal dari para pelaku teroris. Padahal, kasus-kasus terorisme di negeri ini, juga di mancanegara seperti yang dilakukan ISIS, melibatkan pembunuhan menggunakan bom atau senjata lainnya.
Itu tindakan yang tidak berkonotasi radikal tapi lebih kepada tindakan ekstrem, bahkan kriminal. Kita perlu berbuat sesuatu agar program deradikalisasi yang ada tidak menjurus kepada anti-intelektual.
Tindakan-tindakan radikal lebih merupakan penafsiran terhadap ajaran agama. Karenanya, bisa benar dan bisa salah. Ini yang terjadi pada awal 2000-an ketika kelompok Taliban di Afghanistan merusak warisan budaya umat Buddha yang dipahat di bukit-bukit batu.
Di Tiongkok, tokoh nasionalis Tionghoa Dr Sun Yat Sen (lahir 1859) sewaktu remaja bergabung dengan gereja di sekolah pemondokan di Hawaii. Ketika kembali ke Tiongkok pada usia 17, Sun menjadi pemuda yang radikal. Ia merusak patung-patung di kuil lokal karena dianggap berhala, lalu melanjutkan studi di Queen’s College, Hong Kong, dan dibaptis menjadi seorang Kristen di Gereja Congregational di sana.
Pada 1920-an di Hindia Belanda, kedatangan pihak kolonial Belanda di Papua disertai dengan penyebaran agama. Mereka menggantikan religi penduduk lokal Sentani yang dianggap menyembah berhala, dengan membakari rumah-rumah keramat serta lukisan-lukisan kayu karya warga Sentani.
Kita baca kisah tentang Ibrahim Bapak Para Nabi, pewaris ajaran monoteistik yang lurus kepada penganut agama-agama wahyu.
Ibrahim muda adalah seorang yang radikal. Ia secara demonstratif menunjukkan kezaliman rakyat di negerinya yang mempertuhan patung-patung ciptaan mereka. Itu patung-patung yang bahkan tidak mampu menolong diri sendiri, ketika Ibrahim menghancurkan seluruh patung dan menaruh kapak penghancur itu di pundak patung terbesar seakan ingin menunjukkan bahwa berhala itulah pelakunya.
Aparat kerajaan bisa saja menangkapnya dengan sangkaan melakukan penistaan agama atau penghinaan simbol-simbol negara. Tapi, pesan tauhid Ibrahim tak terpatahkan dari generasi ke generasi: Allah Yang Esa tak boleh diduakan.
Risalah tauhid baru berhenti sampai hadirnya nabi sekaligus rasul terakhir, Muhammad. Dia adalah satu-satunya pewaris kenabian Ibrahim dari garis keturunan putera pertama, Nabi Ismail, yang selama berabad-abad tak menurunkan seorang nabi pun.
Sedangkan putera kedua Ibrahim, Ishaq, menurunkan Yaqub atau dikenal juga dengan nama Israil, sehingga keturunannya digelari Bani Israil (Anak-anak Israil). Bani Israil menurunkan nabi-nabi dan para rasul hingga rasul terakhir sebelum Nabi Muhammad, Isa bin Maryam. Suku paling pembangkang dari Bani Israil enggan menerima bahwa rasul terakhir, yang namanya tercantum di kitab suci mereka (Ahmad), ternyata gembala dari Arab. Itu kan negeri padang pasir yang nyaris tak berbudaya kecuali di bidang susastra.
Ahmad, pemalu dan buta huruf, bukanlah orang yang dengan gagah memasuki ka-bah untuk menghancurkan patung-patung berhala yang saat itu memenuhi rumah Allah. Alih-alih, nabi ini dengan sabar menepati perjanjian yang dibuat dengan kaum kafir untuk tidak memasuki Mekah dalam jangka waktu tertentu.
Kelak, manusia dari seluruh penjuru dunia berbondong-bondong berhaji ke Makkah mengunjungi rumah yang didirikan Ibrahim. Kejujuran adalah karakter integral dari Muhammad dan ia tidak menyampaikan dakwah kecuali sebatas yang diwahyukan. Bahkan Tuhan pun menggunakan lisan sang Nabi ketika Dia berfirman, “Jika bukan karena engkau Muhammad, Aku tidak akan menciptakan Adam.”
Muhammad yang istiqomah (konsisten) menyampaikan ayat-ayat untuk tak melakukan penyerangan secara verbal terhadap praktik-praktik pemujaan berhala. Secara verbal saja dilarang, apalagi secara fisik. Kini perbuatan itu dinilai ekstrem, dan tampaknya tidak perlu tafsir yang rumit bagi larangan di bawah ini,
وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”{Quran S Al An’am [6]: 108}.*
Penulis dan Freelance Journalist

Siapakah yang Radikal? Wahabi ataukah NU?

Saudaraku sesama kaum muslimin, terlebih warga NU yang kami hormati…!
Sebelum kita jauh menyelami artikel berikut atau rubrik-rubrik lain yang ada dalam situs ini, ada baiknya kita semua berusaha untuk obyektif, berlapang dada, dan mau menerima nasihat.
Dengan meninggalkan sikap fanatik buta, pembelaan yang berlebihan, atau sikap meremehkan pihak lain. Karena itu semua sikap yang tercela, dan akan menjadi penghalang datangnya kebenaran kepada kita.
Sehingga apa yang tertulis dalam rubrik ini secara khusus atau dalam situs ini secara umum bagai sebuah cermin yang dibawakan oleh seseorang untuk saudaranya, agar saudaranya tersebut bisa berkaca, bisa melihat coreng-moreng yang ada diwajahnya, menyadarinya dan berusaha untuk membersihkan coreng-moreng tersebut.
Sebelumnya kami mohon maaf jika penggunaan kata-kata kami berikut ini tidak berkenan di hati saudara-saudara, karena terpaksa kami menggunakannya.
Pada sebuah kesempatan, Said Agil Siraj, seorang yang dianggap tokoh, dianggap seorang cendekiawan muslim, apalagi dengan embel-embel gelar akademis Profesor Doktor di depan namanya, demikian pula karena dia diposisikan sebagai “pemimpin” di ormas NU, sehingga menjadikan banyak orang yang terpesona dan tersamar dari hakikat yang sebenarnya.
Dia pernah memprovokasi umat Islam dengan mengaitkan dakwah Wahabi [1] dengan arogansi, teror, anarkis dan radikalisme.

NU Anarkis

Bahkan menurut logika sepintasnya, dalam ajaran Salafi Wahabi diajarkan benih-benih radikalisme dan terorisme yang berujung pada doktrin pengeboman di berbagai tempat.
Saudara-saudaraku coba kita renungi…
Tentunya sangat disayangkan, seorang yang dianggap tokoh dan diposisikan sebagai pemimpin “ormas Islam yang katanya terbesar di dunia (NU)”, mengeluarkan statement yang sangat berbahaya dan menyesatkan umat.
Umat yang banyak tidak memahami akar permasalahan, umat yang senantiasa hanya mengikut (membebek) kepada tokoh-tokoh mereka, umat yang hampir tidak pernah mendapatkan pencerahan, umat yang senantiasa dididik untuk taklid buta dan fanatisme pada kelompoknya, menjadi korban dari komentar yang arogan ini.
Ibarat kata pepatah: “Semut di seberang lautan tampak jelas kelihatan, sedangkan gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.”
Menuduh pihak-pihak lain sebagai kelompok yang arogan, penebar teror, anarkis dan radikal. Namun bersamaan dengan itu menutup mata dari borok-borok kelompoknya sendiri.
Sebelum kita melanjutkan, ada baiknya kita melihat beberapa definisi berikut ini:
Bila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Arogansi“ bermakna : mempunyai sikap superioritas, yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah (sombong).
Masih dalam KBBI, “Teror“ bermakna sebuah usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. “Meneror adalah berbuat kejam (sewenang-wenang dan sebagainya) untuk menimbulkan rasa ngeri dan takut.
Adapun “Anarkis“, dalam KBBI bermakna : orang yang melakukan tindakan anarki (kekacauan) di suatu negara.
Sedangkan “Radikalisme“ dalam KBBI bermakna : paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Sehingga tercakup dalam pembahasan ini semua upaya yang dilakukan oleh seseorang atau golongan, untuk menciptakan rasa ketakutan, dan kengerian. Atau untuk menimbulkan kekacauan di suatu negara dalam upaya melakukan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik yang drastis, meskipun harus dilakukan dengan cara kekerasan dan kekejaman (sewenang-wenang). Yang ini semua bermuara pada sikap superioritas, merasa paling mayoritas, merasa paling benar, merasa paling berkuasa, merasa paling hebat, sombong dan semisalnya.
Termasuk dalam kategori di atas adalah teror yang berupa statement-statement, orasi, ceramah, ancaman-ancaman, intimidasi, demonstrasi, pengerahan massa, sikap politik, pendudukan sebuah tempat, pengrusakan, pembakaran, penculikan, atau bahkan pembunuhan, dalam rangka memuluskan tujuan yang dikehendakinya.
Dengan mengetahui definisi diatas, disadari atau tidak, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, namun dari realita yang ada kita akan melihat dan mendapati arogansi, teror, anarkis dan radikalisme yang dilakukan oleh kelompok NU, ormas-ormas yang berafiliasi pada NU, tokoh-tokoh NU, dan para warga NU.
 ———————————–
[1] (Kami meminjam istilah mereka, meski sebenarnya istilah ini tidak benar)

Standar Ganda NU Dalam Bertoleransi

Saudara-saudaraku kaum muslimin dimanapun anda berada, semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan hidayah dan taufiq – Nya kepada kita semua…..
Masih terkait peristiwa “Sidotopo Bergejolak”, tentunya saudara-saudara semua masih ingat dengan ultimatum (baca: ancaman) dari warga Nahdiyin yang mereka tuangkan dalam sebuah tulisan dan tidak segan-segan mereka pampang didepan khalayak ramai.
Untuk membantu saudara-saudara ada baiknya kembali kita baca bersama, tertulis dalam spanduk tersebut:
“Kami Warga Nahdiyin Sepakat Tidak Ada Kata Damai Dengan STAI Ali bin Abi Thalib [1] & Bersikeras TUTUP/DIBUBARKAN”. 
Didalamnya tertulis kalimat
“Tidak Ada Kata Damai”.

Anarkisme NU1

Apa yang terbersit dalam benak saudara?
Yang tersirat dalam kalimat tersebut adalah warga Nahdiyin telah bersepakat untuk tidak berdamai dengan seterunya. Dengan kata lain, warga NU sudah menutup pintu damai bagi “musuh” mereka, yang tersisa adalah dua pilihan yang sama pahitnya:
1. “Tutup” secara sukarela
atau
2. “Dibubarkan” dengan “kekuatan” yang mereka miliki.
Bagai makan buah Si Malakama.
Sekarang pertanyaannya.
Siapakah seteru kaum NU tersebut? 
Kaum zindik? 
Dari kalangan Syi’ah atau Ahmadiyah?
Atau dari kalangan orang kafir semisal Budha, Hindu, Kristen, Yahudi, atau Konghucu?
Teliti punya teliti, rupanya rival NU tersebut adalah kaum “Wahabi”. Sementara sumber permasalahan yang menjadi pemicu adalah ritual Maulid Nabi, perayaan Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang semakna dengan ini.
Apakah sudah sedemikian dahsyatnya “penyimpangan” yang dilakukan oleh saudara-saudara kita dari kaum Wahabi tersebut?
Apakah tidak ada batas toleransi bagi mereka?
Mengapa disatu kutub, saudara-saudara kami warga Nahdiyin rela do’a bersama dengan tuhan yang berbeda, menghadiri natal bersama, bahkan ribuan Pasukan Penjaga Ulama (baca: Banser) dengan sangat disiplinnya menjaga gereja-gereja mereka ketika perayaan Natal berlangsung.

 Banser NU
Banser NU1

Bahkan Gus Dur yang begitu dielu-elukan oleh kaum Nahdiyin dan dianggap sebagai wali ke 10, yang jejak kesesatannya diikuti oleh anak keturunannya, dia sangat bertoleransi dan mati-matian membela sekelompok kaum, yang mereka meyakini ada nabi baru setelah wafatnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam (Ahmadiyah). 
Ini adalah sebuah kesesatan yang berpijak pada kesesatan pula.
Atau kita bisa melihat begitu toleransinya warga NU dengan anak-anak muda mereka yang telah terjangkit penyakitSEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme). Mereka tumbuh subur dan berkembang ditengah-tengah tubuh tambun NU. Sambil terus menyebarkan racun dan bisa ke tengah-tengah umat. Seandainya bisa dan racun syubhatmereka bisa dijadikan rudal, niscaya gunung pun akan hancur berkeping-keping karena dahsyatnya kesesatan pemikiran mereka.

Banser NU2
Banser NU3

Demikian juga mereka bisa bersabar dengan orang-orang yang diposisikan sebagai tokoh dikalangan mereka, meskipunmemiliki pemikiran yang menyimpang, semisal Sa’id Aqil Siradj yang terus menghembuskan pemikiran Syi’ah nya, yaituorang-orang yang melaknat dan mengkafirkan mayoritas Sahabat Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam. Padahal mereka telah dijamin Surga oleh Allah Azza Wa Jalla dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Sedang di kutub yang lainnya, tidak ada kata damai, tidak ada toleransi, tidak ada maaf dan seterusnya untuk kaum Wahabi.

 Banser NU4

Apakah kaum Wahabi lebih menyimpang, lebih sesat dan lebih zindik dari Syi’ah atau Ahmadiyah?
Atau mungkin kaum Wahabi lebih kafir dari Kristen dan Yahudi?
Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan ini. Mudah-mudahan dengan tulisan yang ringkas ini bisa menggugah kesadaran saudara-saudaraku kaum muslimin, terkhusus warga Nahdiyin (NU) yang masih bersih hatinya, suci pikirannya, agar bisa lebih obyektif, adil, arif dan bijaksana dalam menilai dan menyikapi setiap permasalahan, Amin.
Ambillah pelajaran wahai orang yang berakal ….
Karena demikianlah perintah Allah ta’ala kepada kita semua:
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ ﴿٢﴾
Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berfikir.” (Al-Hasyr: 2)
  ——————————-
[1]  Meskipun terdapat beberapa catatan tersendiri untuk STAI Ali bin Abi Thalib dan kelompok mereka. Dan tulisan ini bukan dalam rangka membela STAI Ali bin Abi Thalib dan kelompok-kelompok yang setipe dengannya. Hanya saja karena kita menyayangkan sikap arogan dan tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga NU dan tokoh-tokohnya.

Ingin Bubarkan Acara HTI, GP Ansor-Banser Jember Bentrok dan Dibubarkan Paksa Polisi

Ratusan massa Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Barisan Serba Guna (Banser) Jember, Jawa Timur yang ingin membubarkan pertemuaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ahad (1/5/2016) di gedung New Sari Utama terlibat bentrok dengan aparat kepolisian.
Massa GP Ansor dan Banser berupaya memaksa masuk ke lokasi pertemuan HTI namun dihadang oleh polisi. Sempat terjadi baku pukul antara massa GP Ansor dan Banser dengan personil kepolisian.
Bentrok dapat dilerai setelah Kapolres Jember AKBP Sabilul Alif turun tangan dan membubarkan paksa massa GP Ansor dan Banser.
GP Ansor menolak HTI karena dinilai antipemerintah dan tidak mengakui NKRI, bahkan menolak Pancasila. Karenanya, kegiatan tersebut harus dihentikan. (Baca juga: GP Ansor Tolak Kampanye Khilafah, HTI: Menolak Khilafah Sama Saja Menolak Islam).
"Kami terjunkan 400 anggota Banser dan Ansor untuk mengawal kedaulatan negara," kata Komandan Banser Jember, Lutfi Alif, Komandan Banser Jember seperti dikutip Detik.

"Di Jember, mayoritas ormas Islam adalah yang menjunjung tinggi keutuhan NKRI. Sedangkan gerakan HTI ini adalah ancaman serius bagi negara Indonesia ini," ujar Lutfi.* [Syaf/voa-islam.com]
http://www.voa-islam.id./read/politik-indonesia/2016/05/01/43795/ingin-bubarkan-acara-hti-gp-ansorbanser-jember-bentrok-dan-dibubarkan-paksa-polisi/#sthash.FEAn4xG6.wlG16Tkz.dpbs


Benarkah HTI Melanggar Konstitusi, Maka Boleh Dibubarkan?
( kita setuju manhaj HTI tidak sesuai  dengan manhaj salafus shalih, ada penyimpangan )