Sunday, July 17, 2016

Kepicikan Dan Kelicikan Amerika Dan Ban Ki-Moon. AS Dinilai Dalang Dibalik Kudeta, Sinyal Obama Lengserkan Erdogan. "Setiap Negara Yang Melindungi Fethullah Gulen Akan Menjadi Musuh Bagi Turki,"


Amerika & Kudeta Turki Yang Gagal (Data & Fakta)

Kemarin, 15 Juli 2016, ketika tentara-tentara Pengkhianat sudah mulai beraksi, Kedubes Amerika di Ankara langsung mengeluarkan pernyataan kalau aksi people power malam ini adalah "Turkish Uprising" (Pemberontakan Rakyat Turki atau Intifadhah rakyat Turki).

Tapi begitu ketahuan bahwa kudeta benar-benar gagal, Amerika langsung menarik statementnya. Bahkan Obama langsung berkotek: "Rakyat Harus Mendukung Pemerintahan Yang Sah"! #‎Picik.

Bahkan bukan cuma Obama yang berkotek, Ban Ki-Moon pun tak mau kalah, dengan tanpa malu dia berkata: "PBB menolak upaya kudeta Militer di Turki".

Jangan tanyakan kenapa waktu Kudeta berdarah di Mesir, Ban Ki-Moon puasa bicara. Dia tidak sedang puasa bicara, cuma dulu pita suara Ban Ki-Moon sedang bermasalah.

Jangan heran dengan kepicikan dan kelicikan Amerika. Saya YAKIN salah satu cita-cita Obama yang belum tercapai adalah melengserkan Erdogan.

Bahkan mantan pejabat Pentagon, Michael Robin, pada 24 Maret 2016 sudah membuat "karpet merah" untuk jalannya kudeta di Turki. Lewat opini yang ditulis di majalah ternama NEWSWEEK dengan judul "Will There Be a Coup Against Erdogan in Turkey?"

Mantan pejabat Pentagon ini mengopinikan dunia harus menerima kudeta untuk kebaikan Turki. (http://www.newsweek.com/will-there-be-coup-against-erdogan-turkey-439181)
Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim, dalam pernyataan beliau hari ini dengan tegas mengatakan: "Kami minta agar Amerika mau menyerahkan Gulen kepada kami!"

Fethullah Gulen (75), terduga otak upaya kudeta di Turki, tinggal di AS.

Binali Yildirim menegaskan bahwa Turki menganggap negaranya berperang dengan negara yang melindungi Fethullah Gulen.

"Setiap negara yang melindungi Fethullah Gulen akan menjadi musuh bagi Turki," kata Yildirin, Sabtu (16/7), dikutip Daily Express.

Karena Amerika bukan negara yang menjunjung tinggi Demokrasi maka mustahil Amerika mau menyerahkan Gulen kepada Turki.

Amerika ngeles: AS Minta Turki Buktikan Keterlibatan Gulen dalam Kudeta yang Gagal. (http://www.tribunnews.com/internasional/2016/07/16/as-minta-turki-buktikan-keterlibatan-gulen-dalam-kudeta-yang-gagal
Jadi usaha untuk mengembalikan Turki ke era kegelapan masih akan tetap berlanjut. Yang mengeksekusi siapa saja boleh. Mau ber KTP Islam atau Non Islam, yang penting Erdogan tumbang. Hari ini Fathullah Gulen yang menjadi terdakwa. Besok entah siapa lagi.
#‎JadiBersiapSiagalah...
(Abu Hudzaifah)

Sinyal Obama Lengserkan Erdogan


Setelah kudeta militer yang gagal di Turki, Presiden Amerika Barrack Obama mengeluarkan pernyataan yang dapat memiliki makna tajam bagi kepemimpinan Presiden Erdogan.
Dilansir dari laman media Los Angeles Times, Presiden Barrack Obama mengeluarkan pernyataan President Obama: Support Turkey’s ‘democratically elected government’.
Mendukung pemerintahan Turki ‘yang terpilih secara demokratis’ (dengan tanda kutip).
Pemerintah Amerika melalui Presiden Barrack Obama memberi pesan dibalik terjadinya kudeta yang gagal dilakukan oleh militer; bahwa pemerintah Turki dibawah kepemimpinan Presiden Erdogan belum lahir dari sebuah pemilihan yang demokratis.
Penggiringan opini atas pernyataan Obama adalah seolah belum adanya pemilihan yang demokratis, maka kudeta militer terjadi; walau gagal, hal ini seolah desakan bagi Turki untuk melakukan pemilihan paska kudeta gagal dengan harapan memenuhi semua aspirasi masyarakat Turki.
Amerika memang selalu berdiri dengan standar gandanya, satu sisi seolah mendukung pemerintahan Presiden Erdogan tapi di sisi lain berusaha mencari cara bagaimana ‘melengserkan’ kepemimpinan Presiden Erdogan yang dikatakan oleh politik amerika adalah tokoh Islam yang mewakili kaum Fundamentalis (Ikhwanul Muslimin).
[Baca: Amerika & Kudeta Turki Yang Gagal (Data & Fakta)]
Standar ganda itu pun kini dijalankan, dengan mendorong desakan adanya pemilihan kembali kepemimpinan di Turki dengan menjadikan peristiwa Kudeta militer yang gagal sebagai alasan adanya pemerintahan yang bukan hasil pemilihan demokratis.
Upaya Amerika ini semata untuk melengserkan pengaruh dan hegemoni sosok Erdogan, alasan diperlukan pemerintahan yang dipilih secara demokratis oleh rakyat Turki, dan hal inilah yang akhirnya menjadi kekuatiran tersendiri seperti peristiwa di Aljazair dengan FIS nya.
Turki dengan AKP nya akan dibuat seperti FIS di Aljazair, menghapuskan pengaruh partai yang dikenal Islamis; dengan menjadikan target pemimpinnya untuk dikalahkan dalam pemilihan yang ‘kemungkinan’ disesuaikan berdasarkan keinginan Amerika. (Lingkarannews)

Kudeta Turki dalam Bayang-bayang Ketakutan Barat

Oleh : Abdus Salam (Pengamat Politik) 
MOMENTUM kudeta Turki mengingatkan kita akan kekhawatiran AS atas ambisi Turki menyangkut kawasan luar perbatasannya yang di Wikileaks digambarkan keprihatinan mereka atas kehandalan Turki. Ahmet Davutoglu, Menlu Turki menyatakan ambisi Turki dalam sebuah pidato pada bulan Oktober 2009.
Ia berkata, "Sejarah Balkan penuh dengan kisah sukses. Kita bisa menemukan kembali keberhasilan ini. Kita bisa menemukan kembali keberhasilan ini melalui penciptaan kepemilikan asli, ini adalah Balkan Ustmani. Kita akan kembali membangun Balkan ini. Orang-orang memanggil saya neo-Ustmani, karena itu saya tidak ingin memandang negara Ustmani sebagai masalah kebijakan luar negeri. Apa yang menjadi dasar saya adalah warisan Ustmani. Selama berabad-abad, kekuasaan Ustmani di Balkan adalah kisah sukses. Sekarang kita harus mengembalikan ini."

Dinamika kudeta militer di Turki telah terjadi dalam beberapa kurun waktu lalu. Nampaknya untuk kudeta yang terbaru ini sebagai konsekuensi dari pilihan kebijakan sejak Abdullah Gul dan Recep Tayyip Erdogan membentuk Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dengan memperkuat hubungan dengan AS. Sebuah kerjasama dalam bentuk berbagai reformasi yang telah dilakukan untuk “mematahkan peran militer” di dalam kekuasaan pusat. Strategi AKP adalah menandatangani "Dokumen Visi Bersama" di antara pemerintah Turki dan AS oleh Abdullah Gul dan Condoleezza Rice pada tanggal 5 Juli 2006.

Pertemuan tersebut menyatakan, "Dokumen visi strategis menegaskan konsensus Turki - AS untuk menterjemahkan visi kita bersama ke dalam usaha bersama melalui kerjasama yang efektif dan dialog yang terstruktur." AKP dan Amerika Serikat menyepakati sejumlah isu, diantaranya yang krusial adalah :

1)Mendukung upaya-upaya internasional menuju penyelesaian permanen konflik Arab-Israel, termasuk upaya internasional untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina atas dasar solusi dua negara.

2)Meningkatkan keamanan energi melalui diversifikasi rute-rute dan sumber-sumber, termasuk dari lembah Kaspia.
Sebuah dengar pendapat Komite Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS yang berjudul Amerika Serikat dan Turki: Sebuah Model Kemitraan, berbunyi bahwa, “Kerjasama ini sangat penting bagi kedua negara dalam suatu  lingkungan dimana kita menghadapi masalah keamanan serius di Afghanistan, Iran, Irak, Balkan, Laut Hitam, Kaukasus, dan Timur Tengah, selain krisis keuangan global.

Kandidat Adidaya
Di satu sisi AS memiliki ambisi untuk senantiasa menjaga kepentingan melalui kemitraannya di Turki. Di sisi lain AS juga mengkhawatirkan munculnya kekuatan Turki sebagai adi daya baru yang “out of control”. Tuntutan perlunya penerapan konstitusi baru di Turki belakangan untuk menerapkan syariat Islam meski kelihatan seolah-olah ditolak dengan penuh strategi oleh Erdogan cukup menggambarkan kondisi itu.
Seperti halnya yang ditunjukkan oleh salah satu kelompok mujahidin Thaliban yang disokongnya untuk mengusir Rusia. Namun belakangan justru menjadi kendala tersendiri dalam perang berkepanjangan yang menyita energi dan atensi AS di Afghanistan hingga kini. Meski AS terus membangun upaya keberlangsungan pemerintahan demokratis bonekanya.
Sebagaimana diketahui bersama pula bahwa kudeta Turki di balik latar upaya Rusia untuk mempersatukan negara-negara pasca keruntuhannya dan Turki telah mengokohkan hubungan kemitraannya secara tetap dengan AS. Dimana Turki pasca runtuhnya Uni Soviet, telah mampu menyediakan pasar bagi Eropa Timur, Balkan dan Kaukasus, termasuk juga menunjukkan kepercayaan baru di luar perbatasan Turki.
Turki memang menjadi kandidat negara adidaya di masa depan. Ekonomi Turki berada di peringkat 10 besar pada tahun 2050 nanti."
Bukan tanpa alasan Turki akan muncul menjadi kekuatan baru pasca lama absen setelah era Ustmani. Beberapa ahli menggambarkan kekuasaan Turki sekarang sebagai Neo Ustmanism. Sebagaimana diungkap oleh John Feffer sebelumnya beberapa tahun yang lalu, direktur bersama (co-director) Foreign Policy in Focus, yang mengatakan, “Turki memang menjadi kandidat negara adidaya di masa depan. Ekonomi Turki berada di peringkat 10 besar pada tahun 2050 nanti."
Kekuatan ekonominya juga dipertahankan dengan baik; setelah puluhan tahun mendapat bantuan dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), militer Turki sekarang menjadi kekuatan utama di kawasannya. Mungkin yang paling penting adalah bahwa Turki menempati jalur persimpangan penting antara Eropa, Timur Tengah, dan Asia Tengah.
Sebagai sebuah negara demokrasi mayoritas Muslim yang berdiri di atas reruntuhan Byzantium, Turki menjembatani tradisi Islam dan Yahudi-Kristen, apalagi dengan posisinya yang tepat berada di perhubungan politik energi. Dulu, pepatah mengatakan bahwa banyak jalan menuju Roma; hari ini semua jaringan pipa tampaknya mengarah ke Turki. Jika status adidaya mengikuti aturan real estate – lokasi, lokasi, lokasi, maka Turki sudah pasti akan berada di puncak. Allahu a’lam bis shawab.*

Turki Memanas, AS Dinilai Dalang Dibalik Kudeta.

Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Turki memanas setelah Ankara menuduh Washington ikut mendalangi upaya kudeta gagal di Turki. AS menilai tuduhan Turk* berbahaya bagi hubungan bilateral.

Tuduhan dari Ankara muncul dari Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavosoglu pada hari Sabtu. Menurutnya, para pejabat Amerika telah mendalangi upaya kudeta gagal yang dilakukan militer Turki.

Upaya kudeta di Turki telah menewaskan 265 orang dan lebih dari 2 ribu orang lainnya terluka. Rezim Presiden Tayyip Erdogan telah merespons upaya kudeta itu dengan menindak dengan memenjarakan 2.745 hakim oposisi dan menangkap lebih dari 2.800 tentara yang dituduh bersimpati terhadap kudeta.

Tuduhan terhadap AS itu tak lepas dari sosok Fethullah Gulen, ulama oposisi Turki yang berada di AS. Gulen—teman politik Presiden Erdogan yang kini jadi musuh telah dituduh sebagai dalang kudeta. Namun, Gulen telah menepisnya.

Tuduhan AS ikut mendalangi kudeta di Turki juga disampaikan Menteri Tenaga Kerja Turki, Suleyman Soylu. Tuduhan bahkan disampaikan secara terbuka.

Ganas ! Turki Akan Perangi AS, Jika...

post-feature-image

Turki, Sabtu (16/7/2016), mengancam akan berperang dengan Amerika Serikat jika tidak mengekstradisi Fethullah Gulen (75), yang dituding mendalangi upaya kudeta.

Ancaman itu dilakukan setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan kembali menegakkan kekuasaanya setelah penangkapan 1.440 tentara yang diduga terlibat upaya kudeta.

Situs berita Daily Express mengabarkan, Perdana Menteri Binali Yildirim, telah menegaskan bahwa Turki menganggap negaranya berperang dengan negara yang melindungi ulama Fethullah Gulen. "Setiap negara yang melindungi Fethullah Gulen akan menjadi musuh bagi Turki," kata Yildirin sebagaimana dirilis media Inggris tersebut, Sabtu ini.

Berdasarkan laporan Agence France-Presse, Gulen adalah seorang ‘pengkhotbah tertutup’ yang menetap di Pocono Mountains (Poconos), Negara Bagian Pennsylvania, AS. Sekarang dia tinggal di Golden Generation Worship and Retreat Center, sebuah kompleks yang cukup luas di Saylorsburg, Poconos.

Gulen, yang selalu kritis terhadap pemerintah Turki yang dinilainya cenderung tangan besi, telah secara tetap dituding sebagai dalang upaya mendirikan “negara tandingan” (parallel state) di Turki.

Pernyataan Yildirim akan dipandang sebagai ancaman terselubung bagi AS untuk menyerahkan Gulen yang mengasingkan diri ke AS sebelum dijatuhi hukuman karena dituduh mengkhianati Turki.
Jika tidak menyerahkan Gulen, AS diancam bakal menghadapi konsekuensi diplomatik atau bahkan militer, seperti dilaporkan Daily Express.
Gulen adalah pendiri gerakan Islam moderat yang melambungkan namanya, dialog antaragama, dan demokrasi multi-partai. Dahulu Gulen adalah sekutu dekat Erdogan, tetapi keduanya berseberangan pandangan dalam beberapa tahun terakhir setelah Erdogan mencurigai gerakan pimpinan Gulen, media, kepolisian, dan kehakiman.

Gulen telah mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak terlibat dalam berbagai rencana kudeta atau kegiatan apapun di Turki. “Saya mengutuk dengan keras upaya kudeta militer di Turki. Pemerintah harus menang dengan melakukan proses pemilihan umum yang bebas dan adil, tanpa paksaan,” kata Gulen.

Menurut Gulen, sebagai seseorang yang telah menderita karena beberapa kudeta militer selama lima dekade terakhir, tuduhan terhadap dirinya adalah sebuah hinaan besar. “Saya tidak pernah merencanakan itu. Saya tegas membantah tuduhan tersebut," kata ulama moderat yang memiliki banyak pengikutinya di Turki.
Washington belum berkomentar atas pernyataan keras Turki yang disampaikan oleh PM Yildirim. [tribun]

Prof Salim Said: Kudeta Turki adalah 
Tindakan Terorisme

Guru Besar Universitas Pertahanan Indonesia Prof Salim Said mengatakan upaya percobaan kudeta militer terhadap pemerintahan Erdogan adalah sebuah teror. Meski menurutnya dalam ilmu politik hal itu disebut kudeta.
“Walaupun secara literatur jika militer melakukan upaya paksa merebut kekuasaan itu disebut kudeta. Istilahnya saja, tapi tindakannya seperti terorisme,” ujar dia saat mengisi diskusi kudeta Turki di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (16/7/2016).
Istilah teror atas kudeta Turki ini sebelumnya pernah dilontarkan oleh salah satu narasumber di Al-Jazeera TV. Menurut Prof Salim dirinya merasa setuju.
Menurut Salim, dalam negara demokrasi kudeta sangat tidak dibenarkan. Karena kata dia hal itu akan merebut hak-hak pribadi masyarakat. Turki adalah negara demokrasi, begitupun Erdogan yang terpilih secara demokratis.
“Komentator Aljazeera mengatakan kudeta di Turki merupakan aksi terorisme. Apa bedanya dengan yang terjadi di Nice, Perancis. Kenapa teroris? sebab Turki itu negara demokrasi jadi kalau ada upaya merebut kekuasaan itu teroris,” ungkap dia.* [Nizar/Syaf/voa-islam.com]
http://www.voa-islam.id./read/politik-indonesia/2016/07/17/45170/prof-salim-said-kudeta-turki-adalah-tindakan-terorisme/#sthash.bM8oq77G.dpbs


Kudeta Turki masih dalam koridor kepentingan Amerika
Warga Muslim AS Berikan Dukungan untuk Presiden Erdogan
Larang Pendukungnya Untuk Balas Pelaku Kudeta, Erdogan: Mereka Anak-Anak Kita, Jangan Tembak Mereka dan Keluarga Mereka
http://www.portalpiyungan.com/2016/07/larang-pendukungnya-untuk-balas-pelaku.html
Kecele, Pendukung Assad Sempat Rayakan Kudeta Erdogan