Wednesday, January 14, 2015

Menimbang Ajaran Syi'ah [ bagian 2 ]

Pertanyaan Tentang Taqiyyah, Imam Kedua Belas, Shahabat
Taqiyyah
1. Taqiyyah (berbohong untuk melindungi diri) tidak dilakukan kecuali karena ketakutan. Ketakutan itu ada dua macam :
Pertama, mengkhawatirkan dirinya. Kedua, takut terhadap kesulitan, gangguan fisik, celaan, cacian, dan dicerca kehormatannya.
Adapun kekhawatiran terhadap diri, maka dia ditiadakan dari imam karena dua sebab:
Pertama : Kematian para Imam sekte Itsna Asyariyah yang biasa adalah karena pilihan mereka sendiri – menurut klaim kalian.
Kedua : Para imam memiliki pengetahuan tentang apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Jadi, mereka tahu dengan ajalnya, bagaimana kematian mereka, dan waktunya secara khusus, sebagaimana yang mereka klaim. Sebelum waktu kematian, mereka tidak akan mengkhawatirkan dirinya, dan mereka tidak perlu berlaku munafik dalam agama mereka dan menipu kaum mukmin yang awam.
Adapun jenis takut yang kedua, yaitu takut terhadap kesulitan, gangguan fisik, celaan, cacian; maka tidak diragukan lagi bahwa bersabar menghadapi semua ini adalah tugas para ulama. Apalagi Ahli Bait Nabi, mereka lebih pantas lagi untuk tabah menghadapi semua ini untuk membela kakek mereka. Lantas jika demikian, untuk apa taqiyyah?

Imam Kedua Belas
1. Kalian mengatakan, sebab ghaibnya imam yang kedua belas di tempat persembunyiannya adalah karena takut dizalimi. Namun, mengapa keghaiban ini terus berlanjut meskipun kekhawatiran tersebut telah sirna dengan berdirinya negara-negara Syiah sepanjang sejarah, seperti Dinasti Ubaidiyyah, Dinasti Buwaihi, Shafawid, dan terakhir negara Iran sekarang?
Mengapa ia tidak keluar sekarang, padahal Syiah mampu membela dan melindunginya di negeri mereka? Jumlah mereka jutaan dan akan menebusnya dengan jiwa raga mereka sepanjang waktu.
2. Syiah menyebutkan bahwa Imam Mahdi mereka apabila telah muncul, maka ia akan memutuskan hukum dengan hukum keluarga Dawud!
Lantas dimanakah syari’at Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallamyang menghapus syariat-syariat yang telah berlalu?!

Shahabat
1. Disaat kami melihat Syiah mendekatkan diri kepada Allah dengan mencaci-maki para pembesar Shahabat, terutama tiga khalifah: Abu Bakar, Umar dan Utsman. Ternyata kami tidak menjumpai seorang Sunni pun yang mencaci-maki seorang pun dari Ahlul Bait! Bahkan mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan mencintai Ahlul Bait. Ini adalah perkara yang tidak bisa dipungkiri oleh Syiah, walaupun dengan kedustaan.
2. Jika Syiah menyebutkan bahwa mereka yang hadir di Ghadir Khum itu ribuan Shahabat yang semuanya telah mendengar wasiat tentang kekhilafahan untuk Ali sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengapa tidak seorangpun dari ribuan shahabat itu datang dan marah kepada Abu Bakar?! Bahkan tidak pula Ammar, Miqdad ataupun Salman (yang merupakan pengikut setia Imam Ali menurut klaim Syiah).
3. Jika kaum munafik dan kaum yang murtad sedemikian banyak jumlahnya sebagaimana yang diklaim Syiah setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bagaimana Islam berkembang?! Dan bagaimana Persia dan kekuasaan Romawi Timur bisa jatuh, serta Baitul Maqdis juga ditaklukkan?
4. Syiah menyangka bahwa Muawiyah adalah kafir. Lalu kami dapati al Hasan turun dari tampuk kekuasaan untuknya padahal ia adalah imam yang ma’shum. Maka konsekuensinya mereka harus mengakui bahwa al Hasan telah turun dari tampuk kekuasaan untuk diserahkan kepada orang kafir. Ini menyelisihi kema’shumannya, atau berarti Muawiyah itu seorang muslim.
5. Syiah mengutuk Muawiyah, sementara kami tidak mendapati Imam Ali ‘alaihissalam mengutuknya dalam surat-suratnya.
6. Agama Islam telah sempurna pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan firman-Nya : ”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu”. [terjemah QS al Ma-idah ayat 3]
Sementara madzhab Syiah baru muncul setelah wafatnya Nabishallallahu ‘alaihi wasallam?!

(Disadur dari buku As-ilah Qôdat Syabâb asy Syî’ah ilâ al Haqq, terjemahan Indonesia “Menimbang Ajaran Syiah, 188 Pertanyaan Kritis” oleh Sulaiman bin Shalih al Kharasyi)


Tuesday, January 13, 2015

Menimbang Ajaran Syi'ah [ bagian 1]

Pertanyaan seputar ajaran syi'ah tentang Ahli Bait

Pertanyaan Pertama:
Syi’ah meyakini bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu adalah imam yang ma’shum, lalu kami jumpai —menurut pengakuan mereka—bahwa ia menikahkan putrinya, Ummu Kultsum, saudara perempuan sekandung al-Hasan dan al-Husain, dengan Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu [1]Ini berkonsekwensi salah satu dari dua hal bagi Syi’ah yang paling manis dari keduanya terasa pahit, yaitu:
Pertama, Ali radhiyallahu ‘anhu tidak ma’shum, karena menikahkan putrinya dengan orang kafir (menurut keyakinan mereka, yaitu Umar ed.). Ini bertentangan dengan dasar-dasar madzhab, bahkan ini berkonsekwensi bahwa para imam selainnya tidak ma’shum pula.
Kedua, Umar radhiyallahu ‘anhu adalah Muslim. Ali ridha menjadikannya sebagai menantu. Ini adalah dua jawaban yang harus dipilih.

Pertanyaan Kedua:
Syi’ah menyangka, Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah kafir. Lalu kami dapati bahwa Ali, seorang imam yang ma’shum menurut Syi’ah, telah ridha dengan kekhalifahan keduanya, membaiat masing-masing dari keduanya, dan tidak memberontak terhadap keduanya. Ini berkonsekwensi bahwa Ali tidak ma’shum, karena ia membaiat orang kafir, zhalim lagi membenci ahli bait, sebagai bentuk persetujuan kepada keduanya. ini merusak kema’shuman dan menolong orang zhalim atas kezhalimannya. Ini tidak mungkin dilakukan orang yang ma’shum sama sekali. Atau apa yang dilakukannya adalah kebenaran; karena keduanya adalah khalifah yang beriman, jujur lagi adil. Dengan demikian, kaum Syi’ah telah menyelisihi imam mereka, karena mengkafirkan, mencaci maki, melaknat, dan tidak ridha dengan kekhalifahan keduanya. Akibatnya, kita bingung dengan urusan kita: Apakah menempuh jalan yang ditempuh Abu al-Hasan (Ali), ataukah kita meniti jalan Syi’ah (pengikut)nya yang bermaksiat?!

Pertanyaan Ketiga:
Setelah wafatnya Fathimah radhiyallahu ‘anha, Ali radhiyallahu ‘anhu menikah dengan sejumlah wanita yang melahirkan sejumlah anak untuknya, di antaranya: Abbas bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Umm al-Banin binti Hizam bin Darim.[2]
Juga Ubaidullah bin Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Laila binti Mas’ud ad-Darimiyah.’[3]
Juga Yahya bin Ali bin Abi Thalib, Muhammad al-Ashghar bin Ali bin Abi Thalib, ‘Aun bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Asma’ binti Umais. [4]
Juga Ruqayah binti Ali bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi Thalib—yang meninggal dunia pada usia 35 tahun. Ibu keduanya adalah Ummu Habib binti Robi’ah. [5]
Juga Umm al-Hasan binti Ali bin Abi Thalib, Ramlah al-Kubra binti Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah  Ummu Mas’ud binti Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. [6]
Pertanyaan: Apakah mungkin seorang ayah menamakan buah hatinya dengan musuh bebuyutannya? lalu bagaimana halnya jika sang ayah ini adalah Ali bin Abi Thalib?
Bagaimana mungkin Ali menamakan anak-anaknya dengan nama orang-orang yang kalian anggap bahwa mereka adalah musuh-musuhnya?! Apakah seorang yang berakal menamakan anak-anak yang dicintainya dengan nama musuh-musuhnya?!
Tahukah kalian bahwa Ali adalah orang Quraisy Pertama yang dipanggil dengan (kunyah) Abu Bakar, Abu Umar dan Abu Utsman?

Pertanyaan Ke Empat
Penulis kitab Nahj al-Balaghah—suatu kitab pegangan di kalangan Syi’ah—meriwayatkan, Ali radhiyallahu ’anhu menolak menjadi khalifah dan mengatakan, “Tinggalkanlah aku, dan carilah orang selainku.”[7] Ini menunjukkan kebatilan madzhab Syi’ah. Sebab bagaimana mungkin ia menolak menjadi khalifah, padahal pengangkatannya sebagai imam dan khalifah adalah perintah fardhu dari Allah-menurut kalian- yang harus dituntut dari Abu Bakar seperti yang kalian duga?!

Pertanyaan Ke Lima
5.    Syi’ah menyangka bahwa Fathimah radhiyallahu ‘anha, darah daging Nabi terpilih, telah dihinakan pada zaman Abu Bakar, dipatahkan tulang rusuknya, rumahnya hendak dibakar, dan janinnya yang mereka namakan al-Muhsin digugurkan!
Di manakah Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu dari semua ini? Mengapa ia tidak menuntut hak istrinya, padahal dia seorang pemberani lagi kuat?!
Pertanyaan Ke Enam
Kami jumpai banyak para pemuka sahabat berbesan dengan ahli bait Nabi dan menikah dengan mereka, demikian pula sebaliknya. Tak terkecuali Abu Bakar dan Umar, sebagaimana telah disepakati di kalangan ahli sejarah, baik Sunnah maupun Syi’ah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri:

Menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar.

Menikah dengan Hafshah binti Umar.
Menikahkan kedua putrinya (Ruqayyah, kemudian Ummu Kultsum) dengan khalifah ketiga yang dermawan dan pemalu, Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu. Karena itu, dia diberi gelar dengan Dzun Nur’ain.
Putra Utsman, Abban bin Utsman menikah dengan Ummu Kultsum binti Abdillah bin Ja’far bin Abi Thalib.
Marwan bin Abban bin Utsman menikah dengan Ummu al-Qasim binti al-Hawn bin al-Hawn bin Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Zaid bin Amr bin Utsman menikah dengan Sakinah binti al-Husain.
Abdullah bin Amr bin Utsman menikah dengan Fathimah binti al-Husain bin Ali.
Kami cukup menyebut tiga khalifah dari kalangan sahabat, bukan para sahabat mulia lainnya yang juga menjalin ikatan pernikahan dengan ahli bait; untuk menjelaskan bahwa mereka mencintai ahli bait. Karena itu, terjadi hubungan pernikahan ini.[8]
Demikian pula kami mendapati bahwa ahli bait menamakan anak-anak mereka dengan nama para sahabat Nabi, sebagaimana disepakati di kalangan ahli sejarah dan ahli hadits, baik Sunnah maupun Syi’ah.
Ali radhiyallahu ‘anhu sendiri, seperti disebutkan dalam sumber-sumber Syi’ah, menamakan salah seorang anaknya dari istrinya, Laila binti Mas’ud al-Hanzhaliyah, dengan nama Abu Bakar. Ali adalah orang yang pertama menamai anaknya dengan Abu Bakar di kalangan Bani Hasyim. [9]
Al-Hasan bin Ali juga menamakan anaknya: Abu Bakar, Abdurrahman, Thalhah dan Ubaidillah.”[10]
Demikian pula al-Hasan bin al-Hasan bin Ali. [11]
Musa al-Kazhim menamakan putrinya dengan Aisyah.[12]
Di kalangan ahli bait terdapat orang yang berkunyah dengan Abu Bakar, dan bukan dengan namanya, seperti Zain al-Abidin bin Ali, [13] dan Ali bin Musa (ar-Ridha).[14]
Adapun orang yang menamakan anaknya dengan Umar, di antaranya adalah Ali. la menamakan anaknya dengan Umar al-Akbar, dan ibunya adalah Ummu Habib binti Rabi’ah. la terbunuh di Thaff bersama saudaranya, al-Husain. Anaknya yang lain diberi nama Umar al-Ashghar, dan ibunya adalah ash Sahhba’ at-Taghlabiyyah. Umar yang terakhir ini di umur panjang setelah kematian saudara-saudaranya  sehingga is mewarisi mereka. [15]

Al-Hasan bin Ali menamakan kedua anaknya Dengan Abu Bakar dan Umar.”[16]

Juga Ali bin al-Husain bin Ali.[17]

Juga Ali Zain al-Abidin.
Juga Musa al-Kazhim.
Juga al-Husain bin Zaid bin Ali.
Juga lshaq bin al-Hasan bin Ali bin al-Husain.
Demikian pula al-Hasan bin Ali bin al-Hasan bin al-Husain bin al-Hasan
Selain mereka masih banyak. Tapi kami mencukupkan sampai disini dari para pendahulu ahli bait, karena khawatir berpanjang kalam. [18]
Adapun ahli bait yang menamakan putrinya dengan Aisyah, diantaranya adalah Musa al-Kazhim[19] dan Ali al-Hadi. [20]
Kami cukupkan dengan Abu Bakar dan Umar serta Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha.
Bersambung insyaallah…
Foot Note:
[1] Pernikahan ini disebutkan oleh para ulama Syi’ah, di antaranya: al-Kulaini dalam Furu’ al-Kafi (6/115); ath-Thusi dalam Tandzib al-Ahkam, Bab ‘Adad an-Nisa’(8/148) dan (2/380), dan dalam kitabnya, al-Istibshar (3/356); al-Mazandarani dalam Manaqib Aal Abi Thalib (3/162); al-Amili dalam Masalik al-Afham (1/ kitab an-Nikah) dan Murtadha ‘Alam al-Huda dalam asy-Syafi, hat. 116; Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarh Nahj al-Balaghah (3/ 124); al-Ardabili dalam Hadiqah asy-Syi’ah, hal. 277; asy-Syusytari dalam Majalis al-Mu’minin, hal. 76, 82; dan al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar hal. 621. sebagai tambahan, lihat risalah Zawaj Umar Ibn al-Khatthab min Umm Kultsum binti Ali Ibn Abi Thalib – Haqiqah la Iftira’, karya Abu Mu’adz al-Ismai’li.
[2] Kasyf al-Ghummahfi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66)
[3] Kasyf al-Ghummahfi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66)
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Najh al-Balaghah, hal. 136. Lihat pula hal. 366-367, dan hal. 322
[8] Barangsiapa ingin memperluas mengenai jalinan pernikahan para sahabat dengan ahli bait, silakan merujuk kitab ad-Darr al-Mantsur min Turats AN al-Bait, karya al-Faqih al-Imami ‘Ala’uddin al-Mudarris. Baku ini berisi tambahan atas keterangan yang telah kami sebutkan.
[9] Al-Irsyad, al-Mufid, hal. 354; Muqatil ath-Thalibiyyin, Abu al-Faraj al-Ashbahani asy-Syi’i, hal. 91; dan Tarikh al-Ya’qubi asy-Syi’i (2/213)
[10] At-Tanbih wa al-Isyraf, al-Mas’udi asy-Syi’i, hal. 263
[11] Muqatil ath-Thalibiyyin, Abu al-Faraj al-Ashbahani asy-Syi’i hal. 188, cet. Dar al-Ma’rifah
[12]  Kasyf al-Ghummah, al-Arbili (3/26)
[13]  Kasyf al-Ghummah, al-Arbili (2/317)
[14] Muqatil ath-Thalibiyyin, Abu al-Faraj al-Ashbahani asy-Syi’i hal. 561-562, cet. Dar al-Ma’rifah.
[15] Al-Irsyad, al-Mufid, hal. 354; Mu’jam Rijal al-Hadits, al-Khau’i (13/51); Muqatil ath-Thalibiyyin, Abu al-Faraj al-Ashbahani, hal. 84, cet. Beirut; Umdah ath-Thalib, hal. 361, cet. an-Najf; dan Jala’ al-’Uyun, al-Majlisi, hal. 570
[16] AI-Irsyad, al-Mufid, hal. 194; Muntaha al-Amal, (1/hal. 240); Umdah ath-Thalib, hal. 81; Jala’ al-’Uyun, al-Majlisi, hal. 582; Mu’jam Rijal al-Hadits, al-Khau’i (13/29, no. 8716); Kasyf al-Ghummah (2/294)
[17] AI-Irsyad, al-Mufid (2/155); dan Kasyf al-Ghummah (2/294)
[18] Uraian mengenai hal itu terdapat dalam Muqatil ath-Thalibiyyin dan sumber-sumber al-Imamiyah lainnya. Lihat, sebagai contoh, I, ‘Ala’uddin al-Mudarris, hal.65-69
[19] Al-Irsyad, hal.302; al-Fushul al-Muhimmah, hal.242; dan Kasyf al-Ghummah, (3/26)
[20] Al-Irsyad, al-Mufid, (2/312)
Sumber: Disalin ulang dari buku “Menimbang Ajaran Syiah – 188 Pertanyaan Kritis”, Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, Penerbit Tazkia, Hal.6-14




Monday, January 12, 2015

Berani Sekali... Dedengkot Syi'ah Menghina Kitab Imam Bukhari di Markas Muhammadiyah

Silat Lidah Jalal Syiah, Kitab Imam Bukhari Pun Dicelanya di Markas Muhammadiyah
[ seperti dedengkot syi'i lainnya kerap membuat tasykik atau membuat upaya keragu-raguan terhadap sunnah. Arahnya mau menyerang Abu Hurairah RA. kelakuan si jallang seperti seperti tokoh syi'ah Mesir Hasan Syahatah ] 

kenapa Muhammadiyah kasih panggung ke si Jallang, dimana ghirahnya terhadap Imam Bukhari. tidak ada pembelaan terhadap kemuliaan Imam Bukhari  ? 
baca juga :
Islamedia.co -  “Saya dulu mengharamkan Mauludan. Saya Muhammadiyah. Tapi karena saya sering diundang di acara Muludan. Jadi ya sekarang saya menghalalkannya,” ujar Jalaludin Rahmat ringan, dalam acara peluncuran Jurnal Maarif di Aula Pusat Dakwah Muhammadiyah, selasa (13/1/2015).
 “Mufti Arab Saudi baru-baru ini mengatakan, bahwa mauludan itu dosa besar,” tutur Jalal dalam nada mengadu domba. “Menurut Mufti itu, dosanya itu lebih besar daripada zina dan pembunuhan,” kata Jalal melanjutkan provokasinya. [ tipikal syi’i laknatullah, arah bicaranya mengadu domba antar ahlu sunnah ]

Jalaludin juga bercerita soal kitab Al-Iqna. Ia mengutip pernyataan orang yang disebutnya ulama Al-Azhar, Muhammad Abdullah Nashir, bahwa kitab Al-Iqna berisi soal istinja, soal cebok, yang membolehkan pakai kertas taurat dan injil.
Tak hanya itu, Jalaludin juga menyebut bahwa kitab shahih Imam Bukhari itu memalukan umat Islam.
“Karena itu buku pertama yang memberi dorongan untuk melakukan terorisme,” ujar Jalal bermain aman, dengan cara mengutip perkataan ulama yang direferensinya itu.

Tudingan yang disebarluaskannya di acara bertema “Politik Kebhinekaan di Indonesia” itu, kontan memancing tanggapan peserta pada sesi tanya jawab.

Makmun Murod Al-Barbasy, yang dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila Universitas Muhammadiyah Jakarta, langsung angkat bicara setelah diberi kesempatan.
 “Saya mengkaji Al-Iqna juga waktu pesantren. Bahkan kitab itu dikaji di banyak pesantren di Indonesia. Setahu saya, memang ada soal tatacara istinja dengan kertas, tapi tidak ada soal kertas Turat dan Injil. Jadi ini klarifikasi untuk Kang Jalal,” tandas Makmun menegaskan. [ si jallang gemar taqiyah !! ]

Ketika gilirannya memberi balasan, Jalal kembali menerangkan bahwa itu didapatnya dari internet. “Google saja,” katanya. Ia sendiri kemudian mengaku tidak pernah membaca kitab itu, karena latar belakangnya bukan dari pesantren. “Saya ini Muhammadiyah. Tidak pernah baca kitab-kitab seperti itu. Kalau Muhammadiyah itu kan bacaannya kitab Al-Maraghi, kitab tafsir Rasyid Ridho, apa namanya itu, ehh, nah itu, Al-Manar,” ungkap Jalal berkelit.
Ia melanjutkan bahwa dirinya bersyukur kalau memang di kitab Al-Iqna yang ada di Indonesia, tidak ada penulisan soal kertas Taurat dan Injil untuk istinja.
“Karena dengan beitu berarti ulama-ulama kita di sini dulu sudah bijak, mengedit isi kitab yang tidak sesuai,” ujar Jalal.
“Bahkan kita memang harus mengedit ajaran-ajaran (yang fundamentalis) seperti itu,” lanjutnya.[islamedia/zamrud.kh]

Ada Jalaluddin Syiah di Markas Muhammadiyah?

Islamedia.co - “Saya masuk PDIP karena anjuran Muhammadiyah,” ujar Jalaluddin Rahmat seraya melanjutkan cerita dengan nada meledek.
 “Waktu itu, di tempat ini juga, ada dialog Sunnah-Syi'ah. Seorang pimpinan Muhammadiyah berkata kepada saya marah-marah “Jalal, kamu berhenti dakwah di Muhammadiyah. Mending masuk PDIP sana!”' lanjut Jalal sembari menirukan perkataan orang yang disebutnya pimpinan Muhmmadiyah itu.
“Jadi ya, sekarang saya ada di PDIP!” ujar Jalal ditingkahi seringai senyum seperti merasa menang.
Jalal berbicara di hadapan peserta acara peluncuran Jurnal Maarif, pada Selasa (13/1/2015) malam. Puluhan orang memenuhi kursi yang tersedia di Aula Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya 62 itu.
 “Saya masuk politik ini membawa ideologi,” tandas Jalal berulang-ulang. Dengan kata terputus-putus, ia mengaku ingin menegakkan NKRI yang penuh kebhinekaan.
 Saya akan memperjuangkan kepentingan minoritas. Mungkin untuk kepentingan saya sendiri, karena Syi'ah itu minoritas. Tapi juga untuk kelompok minoritas lainnya,” ungkap Jalal dengan yakin.
Ia juga menegaskan, akan meninjau ulang ratusan peraturan perundangan yang menjadi bagiannya di Komisi Agama DPR RI.
 “Termasuk soal penistaan agama, supaya orang tidak gampang dipenjara,” imbuhnya. Maarif Institute selaku penyelenggara acara, mengusung tema “Politik Kebhinekaan di Indonesia; Antara Tantangan dan Harapan.” Hadir sebagai pembicara ialah Jalaludin Rahmat, dan Ahmad Fuad Fanani.[islamedia/zamrud.kh] 







Keutamaan Yaman (Dari Manakah Fitnah itu Datang?)

[ keutamaan ini bukan/tidak untuk syi'ah rafidhah/zaidiyah/houtsi, mereka belum ada/ pendatang dari basra/kufah/golongan at tawwabun, pembunuh Utsman bin Affan RA ]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammendoakan keberkahan bagi penduduk Yaman, beliau bersabda:

اللهم بارك لنا في شامنا ، اللهم بارك لنا في يمننا

“Ya Allah berkahilah Syam kami, Ya Allah berkahilah Yaman kami” [HR. Al-Bukhari dalamShahih-nya; Kitab Al-Fitan, 8/95]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:

ألا إن الإيمان يمان، والحكمة يمانية، وأجد نَفَسَ ربكم من قبل اليمن

“Ketahuilah, sesungguhnya iman berada di Yaman dan hikmah (bersama penduduk) Yaman. Aku mendapati Rabb kalian memberikan jalan keluar (dari kesempitan dan permasalahan) dari arah Yaman” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad no. 10555 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Hadits di atas shahih, Al-Haitsami rahimahullah berkata:

رواه أحمد ورجاله رجال الصحيح غير شبيب وهو ثقة

“Diriwayatkan oleh Ahmad, para perawinya merupakan perawi kitab shahih (Al-Bukhari dan Muslim –pen) selain Syubaib, ia tsiqah” [Majma’ Az-Zawa’id(10/31) no. 16627]

Ibnu Faris rahimahullah berkata:

النَّفس: كل شيء يفرج به عن مكروب

An-Nafas adalah segala sesuatu yang menjadi jalan keluar dari kesempitan dan permasalahan” [Maqayis Al-Lughah, 5/369]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

معنى الحديث: أن تنفيس الله تعالى عن المؤمنين يكون من أهل اليمن

“Makna hadits ini bahwa Allah ta’ala memberikan jalan keluar bagi orang-orang beriman melalui penduduk Yaman” [Al-Qawa’id Al-Mutslaa hal. 51]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وهؤلاء هم الذين قاتلوا أهل الردةوفتحوا الأمصار، فبهم نَفَّسَ الرحمن عن المؤمنين الكربات

Mereka (penduduk Yaman -pen) lah yang memerangi orang-orang murtad, menaklukkan negeri-negeri dan dengan sebab mereka, Ar-Rahmanmemberikan jalan keluar bagi orang-orang beriman dari berbagai kesempitan dan permasalahan” [Majmuu’ Al-Fatawaa, 6/398]

Al-Imam Muslim rahimahullah membuat judul bab dalam kitab Shahih-nya:

باب تفاضل أهل الإيمان فيه ورجحان أهل اليمن فيه

“Bab Ahlul-iman Memiliki Iman yang Bertingkat-tingkat dan Kekokohan 

Penduduk Yaman dalam Iman” [Shahih Muslim:  Kitab Al-Iman]


Atau dengan ungkapan yang lebih tepat, judul bab dalam kitab Shahih Muslimyang tercetak sekarang dibuat oleh An-Nawawi rahimahullah sebagaimana diterangkan oleh guru kami Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullahdi berbagai majelisnya. Allahua'lam

Kemudian Al-Imam Muslim menyebutkan riwayat berikut: dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قد جاء أهل اليمن أرق الناس أفئدة الإيمان يمان والفقه يمان والحكمة يمانية

“Penduduk Yaman datang kepada kalian, hati mereka paling lembut diantara manusia. Iman berada di Yaman, fiqih (kedalaman ilmu -pen) berada di Yaman dan hikmah (dimiliki oleh penduduk) Yaman” [HR. Al-Bukhari no. 4129, Muslim no. 52 dan At-Tirmidzi no. 3935]

Al-Baghawi rahimahullah berkata:

هَذَا حَدِيثٌ مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ أَخْرَجَاهُ مِنْ طُرُقٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَة

“Hadits ini telah disepakati keshahihannya, dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari berbagai jalan dari Abu Hurairah” [Syarhus Sunnah, 1/957]

Dalam riwayat lain disebutkan:

أتاكم أهل اليمن هم ألين قلوباً وأرق أفئدة، الإيمان يمان والحكمة يمانية، رأس الكفر قبل المشرق

“Penduduk Yaman datang kepada kalian, hati mereka paling lembut dan penyayang. Iman berada di Yaman, hikmah (dimiliki oleh penduduk) Yaman, sedangkan pokok kekufuran berada di arah Timur”

Asy-Syaikh Muhammad Al-Amiin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata:

"الإيمان يمان" أي: يتأخر الإيمان بها بعد فقده من جميع الأرض

Iman berada di Yaman, maknanya iman akan keluar terakhir dari Yaman setelah iman itu hilang dari seluruh wilayah bumi” [Adhwa’ul Bayaan, 1/26]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

كان أهل المشرق يومئذ أهل كفر، فأخبر صلى الله عليه وسلم أن الفتنة تكون من تلك الناحية فكان كما أخبر، وأول الفتن كان من قبل المشرق فكان ذلك سبباً للفرقة بين المسلمين، وذلك ما يحبه الشيطان ويفرح به، وكذلك البدع نشأت من تلك الجهة

Saat itu penduduk Timur merupakan orang-orang kafir, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukan bahwa fitnah akan datang dari arah sana, maka terjadilah sebagaimana yang diberitakan oleh nabi. Fitnah pertama datang dari arah timur yang hal tersebut menjadi sebab perpecahan di antara kaum muslimin. Perpecahan sangat disukai setan dan membuat setan bergembira. Demikian pula bid’ah-bid’ah muncul dari arah sana.” [Fathul Bari, 8/98]

Badruddin Al-Ainiy rahimahullah berkata:

إنما أشار عليه الصلاة والسلام إلى المشرق لأن أهله يومئذ أهل كفر فأخبر أن الفتنة تكون من تلك الناحية، وكذا وقع فكان وقعة الجمل ووقعة صفين ثم ظهور الخوارج في أرض نجد والعراق وما وراءها من المشرق، وكان أصل ذلك كله وسببه قتل عثمان بن عفان رضي الله عنه، وهذا علم من أعلام نبوته صلى الله عليه وسلم

Alasan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berisyarat ke arah Timur, karena penduduk Timur saat itu adalah orang-orang kafir. Nabi memberitahukan bahwa fitnah akan muncul dari arah sana. Demikian pula di sana lah terjadi perang Jamal, perang Shiffin, munculnya Khawarij di Najd, Irak, serta berbagai wilayah lain di arah Timur. Pokok dari itu semua merupakan sebab terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Inilah diantara bukti dari sekian banyak bukti kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. [Umdatul Qari’, 35/156]

Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah meriwayatkan hadits dengan redaksi yang berbeda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

جاء الفتح ونصر الله وجاء أهل اليمن

“Penaklukan dan pertolongan Allah telah datang, penduduk Yaman telah datang.”

Seorang laki-laki bertanya:

يا رسول الله، وما أهل اليمن؟

“Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman?”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قوم رقيقة قلوبهم لينة قلوبهم، الإيمان يمان والفقه يمان

“Kaum yang memiliki hati lembut dan penyayang. Iman berada di Yaman dan fiqih (kedalaman ilmu –pen) berada di Yaman” [HR. Ath-Thabrani no. 11903]

Al-Haitsami rahimahullah berkata:

رواه الطبراني في الكبير والأوسط بأسانيد، وأحد أسانيد رجاله رجال الصحيح

“Ath-Thabrani meriwayatkan hadits itu dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath dengan sanad-sanadnya. Seluruh perawi dalam salah satu sanadnya adalah perawi kitab Shahih (Al-Bukhari dan Muslim –pen)” [Majma’ Az-Zawa’id, 9/26]

Allahua’lam, semoga bermanfaat
Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 9 Shafar 1436
Posted by Abul-Harits at 3:37 AM 



Akidah Syiah Imamiyah : Tanya Jawab Mengenai Rusak dan Bahaya Akidah Syi’ah [ edited version ]

                                                                                        Akidah Syi'ah Imamiyah, Tanya Jawab Mengenai Kerosakan dan Bahaya Akidah Syi'ah
Judul: Akidah Syi’ah Imamiyah, Tanya Jawab Mengenai Kerosakan dan Bahaya Akidah Syi’ah | Judul Asal (‘Arab):‘Aqaid Asy-syi’ah Al-Its-na ‘Asyariyyah | Penulis: Syaikh ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin ‘Ali Asy-Syastri

     Sesungguhnya kaum muslimin dahulu berada di atas ajaran Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - yang disampaikan oleh Rasul-Nya berupa petunjuk dan agama yang benar, yang sesuai dengan riwayat yang shahih dan akal sehat. Ketika Amirul Mukminin Khalifah Ar-Rasyid Utsman bin Affan - Rodliallahu Anhu - terbunuh dan terjadi fitnah, maka kaum muslimin saling berperang di Shiffin sehingga terbentuk Al-Mariqah (Al-Mariqah (kelompok yang menyempal) adalah salah satu julukan kelompok Khawarij ) seperti yang telah disabdakan oleh Nabi - Sholallahu Alaihi Wassalam - 
“Akan menyempal satu kelompok ketika terjadi perpecahan dari kaum muslimin, akan diperangi oleh salah satu kelompok yang paling dekat kepada kebenaran.” [ HR Muslim no. 2458]
Mereka menyempal pada dua hakim yang mengambil keputusan. Manusia pun berpencar tanpa ada kesepakatan.
Kemudian setelah bidah Khawarij muncullah bidah faham Syiah. Diikuti kemudian bermunculan berbagai kelompok sebagaimana diberita-oleh Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - dalam sejumlah hadits, di antaranya hadits yang diwayatkan oleh Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - bersabda: ” Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok. Nashrani terpecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. [diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad nya no. 5910]
Aliran faham SyiahRafidhah muncul dari daerah Kufah. 0leh karena itu, disebut-dalam sejarah Syiah bahwa tidak ada yang menerima dakwah Syiah diseluruh negeri kaum muslimin, kecuali Kufah.Kemudian setelah itu menyebar ke selain daerah Kufah. Selain itu muncul pula dari Kufah Murjiah, Qadariah, dan Mutazilah. Dari Bashrah muncul metode dalam ibadah dan dari ujung Khurasan muncul faham Jahmiah.

kemunculan bidah-bi'dah ini disebabkan jauhnya wilayah tersebut dari Nabi karena bidah-bidah tidaklah tumbuh berkembang, melainkan di bawah atap kejahilan dan tidak adanya para ulama.

Oleh karena itu Imam Ayyub As-Sakhtiyani - rahimahullah- (w. 131 H) berkata: "Di antara kebahagiaan orang yang baru mengenal Islam dan orang non-Arab adalah ketika Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - memberikannya taufik untuk bertemu dengan alim dari kalangan Ahlus Sunnah." [ lihat: Syarh ushul itiqod ahlussunah 1/60]]
Hal tersebut disebabkan oleh cepatnya mereka terpengaruh oleh hembusan fitnah dan bidah karena lemahnya kemampuan mereka untuk mengenali kesesatan dan menyingkap cacatnya. Sesungguhnya metode terbaik untuk menghadapi bidah dan melawan perpecahan adalah menebarkan sunnah di tengah manusia dan di tengah orang-orang tersesat yang menyimpang darinya. Karena itulah para imam sunnah bangkit untuk perkara ini. Mereka terangkan keadaan kondisi sebenarnya dari para ahli bidah dan mereka bantah syubhat-syubhat mereka. Hal tersebut sebagaimana dilakukan oleh Imam Ahmad dalam membantah orang-orang Zindiq dan Jahmiah. Demikian pula Imam Al-Bukhari dalam membantah Jahmiah, Ibnu Qutaibah (w. 276 H) dalam membantah Jahmiah, Musyabbihah dan Ad-Darimi (w. 280 H) dalam membantah Bisyr Al-Mirrisi dan lain-lainnya.
Kita hidup di zaman di mana negara-negara dunia terbuka satu sama lain, hingga banyak terjadi pencampuran, jumlah kelompok-kelompok sempalan menjamur di tengah kerumunan umat-umat yang mengerumuni kita. Hal tersebut sebagaimana dalam hadits Tsauban maula Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - dia berkata: "Rasulullah bersabda: Hampir kalian akan dikerumuni oleh umat-umat dan segala penjuru sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni nampan makanan nya. Dia berkata: "Kami berkata: "Wahai Rasulullah, apakah karena hari itu jumlah kami sedikit?" Beliau bersabda: "justru Kalian hari itu banyak. Namun kalian menjadi buih seperti buih banjir. Rasa takut tercabut dari hati musuh-musuh kalian dan di dalam hati kalian terdapat wahan" Dia berkata: "Kami berkata: "Apa itu wahan wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "cinta kehidupan dunia dan benci kematian"
Inilah buku yang berupaya membongkar hakekat kelompok-kelompok sempalan, terutama Syiah Rafidhah Itsna Asyariyyah.
Mungkin ada yang mengatakan, apakah faedah dari menerbitkan buku seperti ini yang mengungkap tentang hakikat ajaran Syiah Itsna Asyariyah, bukankah hal tersebut tidak akan mengubah banyak hal dalam perkara yang telah mengglobal, kecuali atas kehendak Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - ?
Jawabannya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya telah menunjukkan bahwasanya akan senantiasa ada di tengah umat ini satu kelompok yang berpegang kepada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad - Sholallahu Alaihi Wassalam - dari sisi Allah - Azza Wa Jalla- hingga hari kiamat. 
Hal tersebut seperti sabda beliau:
Dan umat beliau tidak akan pernah bersatu di atas kesesatan, hal ini Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bin Khaththab - Rodliallahu Anhu - bahwa Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam – bersabda,“Akan scnantiasa ada dari umatku satu umat yang tegak dengan perintah Allah tidaklah memudaratkan bagi mereka orang yang menghinakan mereka dan menyelisihi mereka hingga dating perintah Allah, sedang mereka tetap dalam keadaan mereka.” [diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits 3641 (Bab Su'al At-Musyrikin an Yuriyahumun Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Ayahh fa Arahum Insyiqaq Al-Qamar).

“ Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku -atau beliau bersabda- Umat Muhammad di atas kesesatan. Tangan Allah berada di atas Jamaah” [ diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (w. 279 H) hadits 2167 (Bab Ma Ja'a fi Luzum Al-Jama'ah) dan dinyatakan shahih oleh Al Allamah Al-Albani dalam tahqiq beliau atas Misykah Al-Mashabih: 1/ 61 hadits 173]

Rosulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - bersabda:
“Setiap nabi yang diutus oleh Allah pada satu umat sebelumku memiliki para pembela dan shahabat dari kalangan umatnya yang berpegang dengan sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian muncul generasi setelah mereka yang mengucapkan apa yang tidak mereka (pendahulunya) perbuat, dan melakukan apa yang tidak diperintahkan kepada mereka. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia adalah seorang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya maka dia adalah seorangyang beriman. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan hatinya maka dia adalah seorang yang beriman. Dan kurang dari itu tidak ada keimanan seberat biji sawi pun.” 

[Diriwayatkan oleh Muslim hadits 50 (Bab Bayan Kaun An-Nahyi an Al-Munkar min Al-lman wa anna Al-lman Yazid wa Yanqush wa anna Al-Amra bi Al-Ma'ruf wa An-Nahya an Al-Munkar Wajiban]

Mengingkari dengan hati adalah mengimani bahwa hal tersebut adalah munkar dan membencinya. Jika hal ini ada berarti dalam hati terdapat iman. Begitupun sebaliknya, jika dalam hati tidak ada rasa suka kepada kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran maka iman tercabut dari hati.
Tidak diragukan lagi jika menjelaskan keadaan kelompok-kelompok yang keluar dari Al-Jamaah dan menyelisihi As-Sunnah merupakan perkara yang bersifat darurat untuk menghilangkan kerancuan antara kebenaran dan kebatilan, menjelaskan kebenaran kepada manusia, menebarkan agama Allah dan menegakkan hujjah atas kelompok yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Hal tersebut dimaksudkan agar binasa orang yang binasa dengan kejelasan dan hidup orang yang hidup dengan kejelasan pula. Sesungguhnya kebenaran itu tidak samar bagi seorangpun, namun mereka tersesat karena mengekor hawa nafsu dan pendapat-pendapat yang salah.
Oleh karena itu, sesungguhnya para pengikut kelompok yang menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah, keadaan mereka antara seorang zindiq atau seorang yang bodoh. Maka sudah menjadi kewajiban untuk mengajari orang yang bodoh dan membongkar kedok seorang zindiq agar dia dikenal dan diwaspadai oleh setiap muslimin.
Menjelaskan tentang keadaan para pemuka bid’ah yang menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah adalah wajib berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Hingga perrnah ada yang dikatakan kepada imam Ahmad bin Hanbal - rahimahullah- : "Seseorang puasa, shalat dan iktikaf, Apakah itu lebih engkau sukai ataukah dia membicarakan ahli bidah?" 

Imam Ahmad menjawab: "Jika dia shalat dan iktikaf, sesungguhnya (manfaatnya) itu untuk dirinya sendiri. Namun, jika dia membicarakan, memperingatkan ahli bidah sesungguhnya manfaatnya untuk kaum muslimin. Ini lebih afdhal.”

Syaikh Shalih bin Muhammad Al Luhaidan ( Anggota Ha’iah Kibar Ulama KSA, Ketua Mahkamah Agung KSA) , berkata :

” Saya nasihatkan kepada setiap orang yang mendapatkan buku ini agar membacanya dengan cermat. Dalam buku ini mereka akan mendapati hal-hal mencengangkan sekaligus "menggelikan" yang akan membuat heran orang-orang yang berakal. Jika mereka membicarakan imam mereka, mereka jadikan imam mereka melampaui para nabi, rasul, dan malaikat, bahkan mereka berbicara tentang malaikat dengan hal-hal yang tidak masuk akal. 

Pembaca akan mendapati berbagai hal yang mencengangkan tersebut dalam buku ini, dan bagi orang yang berakal akan berkata: "Apakah kalangan Syiah ini memiliki akal pikiran?"

Adapun mengenai kewalian, mereka berkata:

"Sesungguhnya kewalian itu lebih utama dari shalat, zakat, haji dan puasa." 

Ini tercantum dalam salah satu sumber pokok ajaran mereka yakni kitab Al-Kafi. Mereka juga mengatakan tentang hari raya Al-Ghadir: 

"Barangsiapa yang mengingkari hari Al Ghadir maka ia telah mengingkari Islam." 

Mereka mengklaim bahwa para imam mereka memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh malaikat yang dekat (dengan Allah ) dan tidak pula seorang nabi yang diutus. Mereka menganggap bahwa hal tersebut termasuk perkara yang bersifat pasti dalam ajaran mereka.

Mereka mengklaim bahwa keimaman memiliki kedudukan yang mulia, derajat tinggi dan kekuasaan atas semesta, seluruh alam tunduk kepada kekuasaannya. Lantas manakah kekuasaan dan kedudukan mulia ini untuk menghindarkan mereka dari apa yang telah menimpa mereka dalam berbagai peperangan? Di antara ucapan mereka: "Sesungguhnya seorang alim dari kalangan Syi ah sama seperti Musa dan Harun Bisa jadi diambilnya persamaan dengan Musa dan Harun dikarenakan adanya hubungan lama antara mereka dengan Ibnu Saba Al-Yahudi, wallahu alam.
Sungguh, saya tidak mau mengisyaratkan apa yang dinukil dalam buku ini berupa kesesatan dan musibah. Namun, saya lebih senang jika al tersebut dibaca oleh seorang sunni maupun syiah. Karena tujuan nya adalah agar kebenaran dan tanda-tandanya bisa dikenali, termasuk untuk mengungkap kebatilan dengan segala kesesatan dan kehinaannya. Sesungguhnya penulis merasa senang jika seseorang yang menginginkan kebenaran dari kalangan Syiah mendapatkan hidayah melalui penjelasan kebenaaran, dan agar orang-orang yang berada di atas ajaran yang lurus tidak tergelincir ke dalam pemahaman Syiah.
oIeh karena itu, saya menekankan kepada para penuntut ilmu dan siapapun yang mencintai kemuliaan Islam agar membaca buku ini untuk mengenali jauhnya perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan kaum Syiah Rafidhah. 

Sesungguhnya di sini kamiberupaya untuk menerangkan kebenaran agar para penuntut ilmu tersebut menerangkan jalan yang membawa kepadanya. Di samping itu, agar para pengikut sunnah dapat melihat apa yang dikatakan oleh para ulama Syiah tentang Al-Quran, para shahabat, Malaikat, dan wahyu yang menurut mereka belum terputus.

Scsungguhnya satu perkara yang tidak diragukan lagi jika umat Islam -membutuhkan persatuan di atas manhaj yang jelas, kembali kepada Al Quran dan As-Sunnah serta menjadikan orang-orang yang dipersaksikan oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik yang dapat menjadi teladan.
Risalah ini -meskipun berbentuk tanya jawab- namun para penuntut ilmu membutuhkannya. Hal itu karena buku ini berisi ringkasan yang mengumpulkan dan mengikat akidah kaum tersebut.
Kedua, keistimewaan risalah ini adalah keautentikannya. Setiap riwayat, ucapan, dan nukilan dicatat dari sumber aslinya dalam kitab-kitab kalangan Syiah serta referensi-referensi yang diakui di kalangan mereka.
Ketiga, karena ajaran dan akidah mereka batil dan rusak, dan banyak mengandung kontradiksi. Buku ini dalam beberapa kesempatan berusaha mengisyaratkan hal tersebut dari kitab-kitab mereka sendiri. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk menampakkan kontradiksi yang buruk dalam ajaran mereka, agar dapat menjadi pelajaran orang-orang yang tertipu oleh mereka. Selain itu, sebagai dakwah orang yang menginginkan kebenaran dari kalangan mereka


Siapakah Syi’ah itu?

Jawaban: Syaikh mereka Muhammad bin Muhammad bin An-Nu’man, yang dijuluki oleh mereka Al-Mufid (w 413 H) menjawab bahwa mereka adalah:
أَتْبَاعُ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلِيٍّ ع(1) عَلَى سَبِيْلِ الْوَلاَءِ وَاْلاِعْتِقَادِ لِإِمَامَتِهِ بَعْدَ الرَّسُوْلِ ص بِلاَ فَصْلٍ, وَنَفْيِ اْلإِمَامَةِ عَمَّنْ تَقَدَّمَهُ فِيْ مَقَامِ الْخِلاَفَةِ, وَجَعْلِهِ فِي اْلاِعْتِقَادِ مَتْبُوْعاً لَهُمْ غَيْرَ تَابِعٍ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ عَلَى وَجْهِ اْلاِقْتِدَاءِ.
“Para pengikut Amirul Mukminin secara wala’ (loyalitas) dan meyakini keimamannya setelah Rasul tanpa ada selang (antara keduanya)(2). Menafikan keimaman dari orang-orang sebelumnya yang menduduki kekhalifahan. Serta meyakini bahwa dia diikuti oleh mereka, bukan dia yang mengikuti mereka sebagai bentuk ketundukan(3).(4)
Catatan: Sesungguhnya kata Syi’ah, jika disebut hari ini maka tidaklah menjurus kecuali kepada kelompok Itsnai ‘Asyariyah(5). Sebab Syi’ah Itsnai ‘Asyariyah merupakan mayoritas Syi’ah hari ini di Iran, Iraq, Suriah, Libanon, negara-negara Teluk dan tempat-tempat lainnya.. sebab referensi mereka dalam masalah hadits dan periwayatan telah mencakup sebagian besar pendapat kelompok-kelompok Syi’ah yang keluar sepanjang perjalanan sejarah.
Pertanyaan 2: Bagaimana asal-usul munculnya ajaran Syi’ah?
Jawaban: Pendapat yang kuat di kalangan para peneliti bahwa orang yang membidaninya adalah Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi! Bahkan hal ini diakui oleh kitab-kitab Syi’ah sendiri!
Kitab-kitab tersebut mencatat bahwa Ibnu Saba’ Al-Yahudi adalah orang pertama yang mempopulerkan pendapat tentang keimaman Ali radhiyallahu ‘anhu. Inilah akidah penetapan keimaman bagi Ali radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pokok ajaran Syi’ah.
Kitab-kitab tersebut menyatakan bahwa dia adalah orang pertama yang menampakkan celaan terhadap mertua dan menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Abu Bakr, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Dia orang pertama pula yang memunculkan pendapat tentang reinkarnasi, menuhankan Ali dan seterusnya.
Ulama mereka Al-Hasan An-Nubakhti berkata:
اَلسَّبَئِيَّةُ: قَالُوْا بِإِمَامَةِ عَلِيٍّ عليه السلام وَأَنَّهَا فَرْضٌ مِنَ اللهِ عز وجل, وَهُمْ أَصْحَابُ عَبْدِاللهِ بْنِ سَبَأ, وَكَانَ مِمَّنْ أَظْهَرَ الطَّعْنَ عَلَى أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَالصَّحَابَةِ وَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ, وَقَالَ: إِنَّ عَلِياًّ عليه السلام أَمَرَهُ بِذَلِكَ, فَأَخَذَهُ عَلِيٌّ عليه السلام فَسَأَلَهُ عَنْ قَوْلِهِ هَذَا فَأَقَرَّ بِهِ, فَأَمَرَ بِقَتْلِهِ
“Kelompok As-Saba’iyyah menyuarakan keimaman Ali ‘alaihis salam dan menyatakan bahwa hal tersebut perkara fardhu dari Allah ‘azza wa jalla. Mereka adalah para pengikut Abdullah bin Saba’, dia adalah salah seorang yang memunculkan celaan atas Abu Bakr, Umar, Utsman dan para sahabat serta berlepas diri dari mereka. Dia berkata bahwa Ali ‘alaihis salam yang memerintahkannya untuk itu. Maka Ali ‘alaihis salam menangkapnya dan menanyainya tentang ucapannya tersebut, dia mengakuinya dan kemudian Ali memerintahkan untuk membunuhnya.”
Dia berkata:
وَحَكَى جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ سَبَأ كَانَ يَهُوْدِياًّ فَأَسْلَمَ وَوَالَى عَلِياًّ عَلَيْهِ السَّلَامُ
“Sekelompok ulama memberitakan bahwa Abdullah bin Saba’ dahulunya adalah seorang Yahudi. Kemudian dia masuk Islam dan loyal kepada Ali ‘alaihis salam.”
Dia berkata:
وَكَانَ يَقُوْلُ وَهُوَ عَلَى يَهُوْدِيَّتِهِ فِيْ يُوْشَعَ بْنِ نُوْن بَعْدَ مُوْسَى ص بِهَذِهِ الْمَقَالَةِ, فَقَالَ فِيْ إِسْلاَمِهِ فِيْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِثْلَ ذَلِكَ. وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ أَشْهَرَ الْقَوْلَ بِفَرْضِ إِمَامَةِ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَامُ, وَأَظْهَرَ الْبَرَاءَةَ مِنْ أَعْدَائِهِ .. وَأَكْفَرَهُمْ, فَمِنْ هَاهُنَا قَالَ مَنْ خَالَفَ الشِّيْعَةَ: إِنَّ أَصْلَ التَّشَيُّعِ وَالرَّفْضِ مَأْخُوْذٌ مِنَ الْيَهُوْدِيَّةِ.
“Ketika dia masih menganut agama Yahudi dia menyuarakan pendapat ini(6) pada diri Yusya’ bin Nun setelah Musa SAW, kemudian ketika dia Islam dia berpendapat seperti itu pula pada diri Ali bin Abi Thalib ‘alaihis salam. Dialah orang pertama yang mempopulerkan pendapat tentang wajibnya keimaman Ali ‘alaihis salam dan menampakkan permusuhan terhadap musuh-musuhnya .. dan mengkafirkan mereka. Dari sini, para penyelisih Syi’ah berkata bahwa pokok ajaran Syi’ah dan Rafidhah diambil dari agama Yahudi.”(7)
Kemudian Gurunya para ulama Syi’ah: Sa’d Al-Qummi (w 301 H) menyebutkan sikap Ibnu Saba’ Al-Yahudi ketika mendengar kematian Ali radhiyallahu ‘anhu, di mana dia mengklaim bahwa dia belum mati. Dia berpendapat bahwa Ali akan reinkarnasi dan bersikap ghuluw (ekstrim) padanya.(8)
Dan beberapa pertanyaan lagi tentang apa itu agama Syiah akan terjawab dari membaca buku ini… puaskanlah keingintahuan anda dan kehati-hatian terhadap aliran sesat ini….

Syiah Imamiyah Its-na Asyariyyah (Syi’ah Imam Dua Belas)

merupakan salah satu aliran Syi’ah dari sekian banyak aliran-aliran Syi’ah yang menamakan alirannya sebagai mazhab Ahlul Bayt. Tetapi apabila dibandingkan dengan aliran-aliran Syi’ah yang lain, aliran ini dinilai sebagai aliran Syi’ah yang paling ekstrim lagi paling berbahaya bagi agama, bangsa, dan negara. Penganutnya mendakwa hanya dirinya atau golongannya yang mengikuti dan mencintai Ahlul Bayt.
Dengan menggunakan strategi licik yang mereka namakan taqiyah (berdusta), iaitu menyembunyikan hakikat diri mereka dan menutupi i’tiqad mereka demi maslahat agama dan dunia mereka, aliran ini pun berkembang pesat dengan cara tersebut. Al-Kulaini, iaitu dari kalangan ulama besar mereka, beliau mengatakan, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak bertaqiyah (berdusta).” Dan mereka juga menegaskan bahawa kekhalifahan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman tidaklah sah.
Disebutkan pula dalam salah satu riwayat mereka, “Sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lebih mirip dengan ‘Ali ‘alaihis Salam dari seekor gagak dengan gagak lainnya.” Mereka juga mengatakan, “Jibril diutuskan oleh Allah untuk membawa wahyu kepada ‘Ali ‘alaihis salam, namun Jibril tersalah sehingga Jibril pun menurunkannya kepada Muhammad.”
Namun dengan strategi-strategi licik dan dusta, ramai umat Islam yang jahil termakan tipu-daya mereka sehingga akhirnya mereka pun keluar dari Islam dan menjadi Rafidhah (Syi’ah).
Oleh kerana itu atas sebab tersebut, buku tentang aqidah Syi’ah Its-na ‘Asyariyyah dalam bentuk tanya-jawab ini pun diterjemah, diterbitkan, dan disebarkan semoga boleh menjadi bekal dan pedoman membongkar hakikat sebenar wajah mereka.
Rekomendasi Ulama
Pada pengantar buku ini, dimuatkan rekomendasi dari Syaikh Soleh bin Muhammad Al-Luhaidan hafidzahullah, Anggota Hai’ah dan Ketua Kehakiman Kerajaan ‘Arab Saudi di mana beliau menegaskan padanya:
“Saya nasihatkan kepada setiap orang yang mendapatkan buku ini agar membacanya dengan cermat. Dalam buku ini mereka akan mendapati hal-hal yang menghairankan sekaligus “menggelikan hati”, iaitu yang akan membuat orang-orang berakal tercengang. Ini adalah kerana jika mereka (Syi’ah) membicarakan tentang para imam mereka, mereka akan menetapkan imam mereka jauh melampaui para Nabi, para Rasul, dan para malaikat, bahkan mereka berbicara tentang para malaikat dengan hal-hal yang tidak masuk akal. Para pembaca akan mendapati pelbagai perkara yang mencengangkan tersebut dalam buku ini, dan bagi orang yang berakal akan berkata:
“Tidakkah orang-orang Syi’ah ini memiliki akal fikiran?”
Adapun tentang kewalian, mereka berkata:
“Sesungguhnya kewalian itu lebih utama dari solat, zakat, haji, dan puasa.”
Ini tercantum dalam salah satu (kitab) yang menjadi sumber pokok ajaran mereka, iaitu kitab Al-Kafi. Mereka juga mengatakan tentang hari raya Al-Ghadir:
“Sesiapa yang mengingkarinya maka dia telah mengingkari Islam.”
Mereka mendakwa bahawa para imam mereka memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh para malaikat yang dekat (dengan Allah), dan tidak pula seorang Nabi yang diutus. Mereka menganggap bahawa hal tersebut termasuk perkara yang bersifat pasti dalam ajaran mereka.
Mereka mendakwa bahawa keimaman (kewalian dan kepimpinan) memiliki kedudukan yang mulia, darjat yang tinggi, dan kekuasaan atas alam semesta, seluruh alam tunduk kepada kekuasaannya. Lalu manakah kekuasaan dan kedudukan mulia ini untuk menghindarkan mereka dari apa yang telah menimpa mereka dalam pelbagai peperangan? Di antara ucapan mereka:
“Sesungguhnya seorang ‘alim dari kalangan Syi’ah sama seperti Musa dan Harun ‘alaihis salaam.”
Boleh jadi diambilnya persamaan dengan Musa dan Harun disebabkan adanya hubungan lama mereka dengan Ibnu Saba’ Al-Yahudi, wallahu a’lam.
Sungguh saya tidak mahu mengisyaratkan apa yang dinukil dalam buku ini berupa kesesatan dan musibah (dari kaum Syi’ah). Tetapi saya lebih suka jika hal tersebut (tentang hakikat keadaan kaum Syi’ah) dapat dibaca (difahami) oleh seorang Sunni mahupun Syi’ah. Kerana tujuannya adalah agar kebenaran dan tanda-tandanya boleh dikenali, termasuk untuk mengungkap kebathilan dengan segala bentuk kesesatan dan kehinaan mereka....
... Oleh kerana itulah, saya menekankan kepada para penuntut ilmu dan sesiapa pun yang mencintai kemuliaan Islam agar membaca buku ini untuk mengenali jauhnya perbezaan antara Ahlus Sunnah dengan kaum Syi’ah tersebut. Sesungguhnya di sini kami berusaha untuk menerangkan kebenaran dan agar para penuntut ilmu tersebut menerangkan jalan yang membawa kepadanya. Di samping itu, agar para pengikut Sunnah dapat melihat apa yang dikatakan oleh para ulama Syi’ah tentang al-Qur’an, para sahabat, para malaikat, dan wahyu yang menurut mereka belum terputus...
... Demikian pula kepada para pemuda Syi’ah disarankan agar membaca buku seperti ini agar mereka dapat mengenali akal para syaikh mereka. Semoga hal tersebut dapat menjadi sebab bagi mereka meraih kebaikan dan meniti jalan-Nya yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala gambarkan dalam surah berikut:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahawa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), kerana jalan-jalan yang lain itu memecah-belahkan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa.” (Surah al-An’aam, 6: 153)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggambarkan jalan tersebut dengan membuat satu garis lurus, kemudian beliau membuat pula garis-garis yang banyak dan tidak lurus di sisi kiri dan kanannya. Beliau berkata tentang garis lurus tersebut:
“Ini adalah jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Dan terhadap garis-garis yang lainnya beliau katakan:
“Ini adalah jalan-jalan yang lain lain, pada setiap jalan ini terdapat syaitan...” dan seterusnya.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan manfaat melalui apa yang telah diajarkan-Nya kepada kita dan memberkahi apa yang telah diberikan-Nya. Saya juga memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat melalui buku ini dan menyebarkannya di tengah-tengah manusia agar para pengikut kebenaran mengetahui apa yang disembunyikan oleh para pelaku kebathilan. Selain itu, agar orang-orang yang menginginkan kebaikan dari para pengikut ajaran Syi’ah Imam Dua Belas mendapatkan petunjuk, bagi yang berakal waras, lepas dari Yahudi dan berasa senang mengetahui kebenaran sekaligus dapat mengikutinya...”
Selain itu, buku ini juga turut mendapat semakkan dan rekomendasi daripada para ulama yang lainnya semisal Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al-Jibrin, Syaikh ‘Abdullah bin Muhammad Al-Ghaniman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Soleh Al-Mahmud, dan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman As-Sa’d.