Monday, January 5, 2015

mengapa basyar asad belum terguling?

January 3, 2015 
Diterbitkan: Senin, 29 Desember 2014
Gensyiah: Faishal Qasim seorang penulis Suriah menuduh bahwa Negara-negara Arab mendukung rezim Bashar al-Assad secara sembunyi-sembunyi untuk menghabisi pejuang Islam (Islamiyyiin).

Faishal Qasim melalui situs jejaring sosialnya, Twitter-nya mengatakan:

الدول العربية التي تدعم بشار من تحت الطاولة تقول له: لا بأس أن تقتل الشعب السوري، وتهجره، وتدمر سوريا طالما أنك تحارب الإرهاب الإسلامي: نحن معك”.
“Negara-negara Arab mendukung Bashar dari bawah meja, mereka mengatakan kepada Bashar: Tidak apa-apa Anda membunuh rakyat Suriah, dan mengusirnya, serta menghancurkan Suriah selama Anda memerangi terorisme Islam maka Kami bersama Anda”
Di sisi lain, Qasim mengatakan bahwa Bashar al-Assad mendapat dukungan dan sokongan dari beberapa pihak untuk memastikan keselamatannya.

Jurnalis Suriah itu mengatakan sinis: “Sebagian besar rezim Arab memiliki satu polisi asuransi Amerika, sedangkan Bashar al-Assad ia memiliki empat polisi asuransi: “Amerika, Rusia, Iran dan Israel”

Jika ditambahkan dengan yang atas tadi maka menjadi lima polisi asuransi.
Namun sunnatullah pasti berjalan, tidak ada yang bisa menghalangi sedikitpun meskipun seluruh jin dan manusia melindungi Bashar asad, orang zhalim pasti akan runtuh, pemimpin kejam pasti akan jatuh. Hanya menunggu ajal.

Benang Kusut Konflik Suriah

Keterlibatan banyak pihak dalam perang sipil di Suriah semakin memperuncing permasalahan. Pihak-pihak yang bertikai hanya mengutamakan kepentingan mereka masing-masing, akibatnya solusi damai pun sulit tercapai.
Konflik Suriah bagaikan benang kusut yang sulit diurai. Menginjak awal 2015, genap empat tahun lamanya konflik yang berubah menjadi perang sipil itu. Akibat perang itu, Suriah tidak lagi tampak sebagai sebuah negara, melainkan seperti sebuah medan pertempuran dengan hujan bom hampir setiap hari. Sesungguhnya, dunia tidak tinggal diam atas kemelut yang dihadapi Suriah. Pada 2014, misalnya, Amerika Serikat (AS) berhasil memasuki Suriah setelah tiga tahun negeri itu kacau karena konflik tak berkesudahan. Sayangnya, kehadiran AS nyaris tak berarti apa-apa. Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang didesak mengundurkan diri oleh Presiden AS, Barack Obama, sesuai tuntutan oposisi Suriah, memilih tak bergeming. Orang nomor satu di Suriah itu tidak mau melepaskan jabatannya.
Akibat perang sipil tersebut, tercatat lebih dari 200 ribu orang meninggal dunia dan jutaan orang mengungsi. Perang sipil juga berimbas pada anjloknya harga minyak mentah. Situasi ekonomi yang pelik itu membuat fraksi-fraksi di tubuh Pemerintah Suriah semakin sulit mengambil keputusan yang bisa menguntungkan pihak-pihak berkepentingan. Upaya untuk menemukan sebuah solusi politik yang ditekankan oleh dunia internasional pun belum membuahkan hasil. Langkah-langkah penyelesaian konflik antara Bashar al-Assad dengan lawan-lawan politiknya tak pernah menemukan titik temu. Perang sipil Suriah semakin runyam saat kelompok anti-Assad terbesar di sana, yang umumnya pemberontak garis keras seperti Islamic State (ISIS), Nusra Front, dan sekutu-sekutu al-Qaeda melakukan pemberontakan habis-habisan.
Mereka bahkan disebut-sebut mendapat dukungan dari Barat, sedangkan Presiden Assad didukung oleh Rusia dan Iran. Para analis politik mengatakan negara-negara Barat, bahkan musuh-musuh Presiden Assad dari negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, melihat perang sipil di Suriah sulit dicari jalan keluarnya. Perang tersebut, seperti tanpa pilihan. “Arab Saudi sudah tidak lagi memberikan dukungan kepada oposisi. Mereka tahu, memberikan dukungan sama saja dengan memberi angin pada ISIS, Nusra, dan antek-anteknya. Mereka tidak punya pilihan ketiga sehingga dukungan pun menguap,” kata Nasser Qandil, editor surat kabar di Libanon pada al-Jazeera pekan lalu.
Saat ini, kata Qandil, banyak “pemain” regional dan mungkin negara- negara Barat memilih posisi mundur. Mereka meninggalkan para pemberontak Suriah untuk melakukan perlawanan sendiri. Perubahan sikap pun diperlihatkan oleh Washington yang mendadak mendukung Presiden Assad secara “moderat” dan menjadikannya bagian dari strategi. Sebagai bentuk nyata pilihannya tersebut, AS membantu Angkatan Udara Suriah dengan menjatuhkan bom hampir setiap hari di kantung-kantung pertahanan ISIS. Mereka juga menyerang kelompok Nusra Front. Kepentingan Masing-masing Para pemberontak Suriah yang dulu mati-matian dibela negara-negara Barat untuk menjatuhkan Presiden Assad, kini terbelah-belah hingga ratusan kelompok. Mereka saling bersaing, memperjuangkan kepentingan masing-masing.
Selain AS, militan Kurdi di wilayah timur laut juga ikut memerangi ISIS. Mereka bahkan berkoalisi dengan militer AS. Hanya, upaya mereka belum membuahkan hasil. Pihak ISIS masih bercokol kuat di Suriah, bahkan Irak. Militer Suriah sejak awal meletupnya konflik sebenarnya sudah habis-habisan memerangi mereka. “Semakin banyak kelompok-kelompok yang berperang, maka ketegangan semakin meningkat di Suriah. Situasi ini tentu kian sulit dikendalikan oleh Pemerintah Suriah sekaligus menambah tekanan terhadap rezim. Pada 2015, saya memproyeksikan akan terjadi kekacauan total di Suriah,” ujar Lina Khatib, Direktur Carnegie Middle East Center di Beirut, Libanon.
Terkait situasi di Suriah, tidak sedikit pula analis politik yang mengatakan serangan udara yang dilakukan AS terhadap ISIS bukan hanya mengincar kelompok itu, tetapi untuk mengambil alih Suriah secara perlahan. Sejumlah pemberontak “moderat” atau non-jihadis bahkan berharap tindakan militer AS tersebut bisa berubah jadi menyerang Presiden Assad. Runyamnya perang sipil di Suriah terlihat pula dari dua utusan perdamaian PBB yang memilih mengundurkan diri. Utusan perdamaian PBB untuk Suriah yang baru, Staffan de Mistura, terang-terangan mengakui sulit menemukan solusi dari konflik Suriah sekarang ini.
Pasalnya, selama ini bukan kesepakatan yang dicapai, melainkan kebekuan. Upaya genjatan senjata sama sekali tidak berjalan. Rencana yang dibuat dimentahkan oleh realitas Suriah terbelah dalam ratusan fraksi-fraksi daerah. Kondisi tersebut tentunya semakin membuat solusi damai bagi Suriah jauh panggang dari api. Jika hal itu terus berlangsung, entah akan seperti apa masa depan Suriah.
suci sekarwati