Terlalu
banyak tuduhan-tuduhan dusta ditujukan kepada Ibnu Taimiyyah untuk memudarkan
cahaya kebaikan beliau rahimahullah. Kedustaan-kedustaan ini sebagian besarnya
telah dibantah dalam sebuah disertasi untuk meraih gelar doktoral yang berjudul
دَعَاوَى الْمُنَاوِئِيْنَ
لِشَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ (Tuduhan-Tuduhan Musuh-Musuh Ibnu Taimiyyah) yang ditulis oleh
As-Syaikh Abdullah bin Sholeh bin Abdul Aziiz al-Gushn. (silahkan di download
di http://waqfeya.net/book.php?bid=1876). Bahkan yang lebih sadis
dari sekedar-sekedar tuduhan dusta, ternyata ada sebagian orang yang
menggabungkan antara tuduhan dusta dan sekaligus mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Sebagaimana yang telah
dilakukan oleh Abu Salafy yang telah menuduh Ibnu Taimiyyah dengan tuduhan
palsu sekaligus menuduh Ibnu Taimiyyah sebagai gembong kaum munafik (lihat
kembali http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/117-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-3-qtuduhan-ustadz-abu-salafy-bahwasanya-ibnu-taimiyyah-mencela-ali-dan-umarq).
Disinyalir Abu Salafy dialah si Idahram yang juga tukang dusta. Ternyata
gaya-gaya Abu Salafy ini hanyalah mengikuti gurunya
Habib Hasan Saqqoof yang juga telah menuduh dengan tuduhan-tuduhan dusta serta
mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Hal ini telah ditegaskan oleh Habib
Wahabi Alawi bin Abdil Qodir As-Saqoof, beliau berkata : "Dahulu saya pernah membaca
beberapa buku karya Hassaan bin Ali As-Saqqoof, akan tetapi seingatku saya
tidak pernah selesai membaca satu bukupun dari buku-buku tersebut karena saya
terasa muak dan merinding tatkala melihat celaan, ejekan, hinaan, dan makiannya
terhadap para imam Ahlus Sunnah. Kemudian terakhir-terakhir ini tatkala saya
mendengar suatu tayangan di channel Mustaqillah dimana dia
telah mengkafirkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah maka sayapun turut berpartisipasi untuk
membantahnya…" ('Abats Ahil Ahwaa' bi Turoots al-Ummah hal 5-6, silahkan
download di http://waqfeya.net/book.php?bid=5414)
Ternyata isu tentang pencelaan Ibnu Taimiyyah sudah ada sejak dulu. Ada salah
seorang musuh Ibnu Taimiyyah yang berkata bahwasanya barangsiapa yang
mengatakan Ibnu Taimiyyah adalah Syaikhul Islam maka ia telah kafir. Bukan
hanya Ibnu Taimiyyah yang dikafirkan, bahkan semua yang mengatakan Ibnu
Taimiyyah sebagai Syaikhul islam maka telah kafir.
(Hal ini mengingatkan saya pada Abu Salafy dan konco-konconya yang sering
menuduh kaum wahabi sebagai khawarij, ternyata justru mereka yang begitu mudah
mengkafirkan kaum wahabi). Untuk membantah perkataan ini maka tegaklah seorang
ulama dari madzhab As-Syafi'iah yang bernama Ibnu Nashiruddin
Ad-Dimasyqi (wafat 842 H) menulis sebuah risalah yang sangat baik dengan judul الرَّدُّ الْوَافِرُ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ مَنْ
سَمَّى ابْنَ تَيْمِيَّةَ شَيْخَ الإِسْلاَمِ كَافِرٌ (Bantahan yang cukup terhadap orang yang menyangka barang siapa
yang menggelari Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam maka telah kafir- bisa di
download di http://kotubcom.blogspot.com/2011/02/pdf_2275.html (cetakan lama).
Dan dalam risalahnya ini Ibnu Nashiruddin As-Syafi'i menyebutkan pujian sekitar
85 ulama besar dari berbagai madzhab, madzhab Hanafi, madzhab Maliki,
madzhab Syafi'i dan madzhab Hanbali. Setelah itu Ibnu Nashiruddin berkata :
"Sungguh kami tidak menyebutkan jumlah yang banyak dari kalangan para
ulama yang menyatakan akan keimaman Ibnu Taimiyyah dan juga sikap zuhud dan
waro' beliau" (Ar-Rod al-Waafir hal 74, dan bagi para pembaca yang ingin
melihat pujian-pujian para ulama terhadap Ibnu Taimiyyah maka silahkan
mendownload kitab الْجَامِعُ
لِسِيْرَةِ شَيْخِ الْإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ bisa didownload dihttp://www.waqfeya.com/book.php?bid=1000)
Sebagaimana kitab Idahram yang berisi kedustaan terang-terangan dan tuduhan
dusta kepada wahabiyah diberi pengantar oleh DR Said Aqiel Siradj maka risalah
Ar-Rod Al-Waafir yang membela Ibnu Taimiyyah (yang dianggap dedengkot wahabi
oleh para pembenci wahabi) juga diberi pengantar oleh Ibnu Hajar Al-'Asqolaani
rahimahullah. Risalah Ar-Rod Al-Waafir selain mencantumkan sekitar 85 ulama
yang menyatakan Ibnu Taimiyyah sebagai imam, risalah ini juga diberi pengantar
oleh para ulama besar, diantaranya Al-Haafizh Ibnu Hajar
Al-'Asqolaaniy Asy-Syafii yang telah memuji risalah ini, dan telah memuji kepada Ibnu
Taimiyyah dengan pujian setinggi langit. Berikut ini saya terjemahkan kata
pengantar beliau :
((Segala puji bagi Allah, dan keselamatan bagi hamba-hambaNya yang telah Ia
pilih. Aku telah melihat tulisan yang bermanfaat ini, yang merupakan kumpulan
untuk maksud-maksud (tujuan-tujuan) yang telah dikumpulkan oleh pengumpulnya.
Maka jelas bagiku luasnya Imam yang telah menulis tulisan ini serta
kedalamannya terhadap ilmu-ilmu yang bermanfaat yang diagungkan dan
dimuliakannya di antara para ulama.
Dan tersohornya keimaman As-Syaikh Taqiyyuddin (*Ibnu Taimiyyah)
lebih tersohor daripada matahari. Dan penggelaran beliau dengan Syaikul
Islam tetap terjaga di lisan-lisan yang suci sejak zaman beliau hingga saat ini
, dan akan terus lestari hingga hari esok sebagaimana hari yang lalu. Tidak ada
yang mengingkari hal ini kecuali hanyalah orang jahil (dungu) atau orang yang
menjauhi sikap adil.
Maka sungguh berat dan betapa besar keburukan orang yang melakukan hal tersebut
(*menyatakan kafirnya orang yang menggelari Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul
Islam). Hanya kepada Allahlah kita memohon –dengan anugerah dan karuniaNya-
agar menjaga kita dari keburukan diri-diri kita dan akibat-akibat buruk dari
lisan-lisan kita.
Kalau seandainya tidak ada keutamaan yang dimiliki oleh Ibnu Taimiyyah kecuali
hanya apa yang diingatkan oleh Al-Haafiz yang tersohor yaitu 'Alamuddiin
Al-Barzaaly dalam kitab "Taarikh" nya (*maka sudah cukup) yaitu
bahwasanya tidak pernah terjadi dalam sejarah Islam seseorang yang
tatkala meninggal maka berkumpulah manusia yang begitu banyak sebagaimana pada
jenazah As-Syaikh Taqiyyuddin (Ibnu Taimiyyah). Dan beliau mengisyaratkan bahwasanya
jenazah Imam Ahmad tatkala itu dihadiri oleh sangat banyak orang (*di kota
Baghdad), dihadiri oleh ratusan ribu orang. Akan tetapi seandainya jika di kota
Damaskus (*tempat wafatnya Ibnu Taimiyyah) jumlah penduduknya seperti jumlah
penduduk kota Baghdad atau bahkan berlipat-lipat ganda dari jumlah penduduk
kota Baghdad maka tidak seorangpun dari penduduk yang tidak menghadiri janazah
Ibnu Taimiyyah. Selain itu seluruh penduduk Baghdad –kecuali hanya sedikit-,
mereka seluruhnya meyakini keimaman Imam Ahmad. Dan gubernur kota Baghdad dan
juga Khalifah/Raja pada waktu itu sangat mencintai dan mengagungkan Imam Ahmad.
Berbeda halnya dengan Ibnu Taimiyyah. Gubernur Damaskus sedang tidak ada di
tempat tatkala wafatnya Ibnu Taimiyyah, dan (juga) mayoritas ahli fikih di
Damaskus tatkala itu menentang Ibnu Taimiyyah hingga akhirnya Ibnu Taimiyyah
meninggal dalam keadaan di penjara di Qol'ah. Meskipun demikian tidak
seorangpun dari para ahli fikih tersebut yang tidak menghadiri jenazah Ibnu
Taimiyyah dan mendoakan rahmat baginya dan turut berduka cita. Kecuali hanya
tiga orang yang tidak ikut serta karena mereka mengkhawatirkan diri mereka dari
(gangguan) masyarakat umum (*karena ketiga orang ini sangat dikenal oleh
masyarakat membenci dan menentang Ibnu Taimiyyah-pen). Dan meskipun telah
berkumpul jumlah manusia yang begitu banyak akan tetapi tidaklah ada yang
mendorong mereka untuk berkumpul kecuali karena keyakinan mereka terhadap
keimaman Ibnu Taimiyyah dan keberkahannya. Mereka berkumpul bukan karena
diperintahkan oleh penguasa, dan juga bukan karena sebab yang lain. Dan telah
shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللهِ
فِي الأَرْضِ
"Kalian adalah saksi-saksinya Allah di dunia"
Sungguh sekumpulan ulama telah berulang kali menentang As-Syaikh Taqiyyuddin
Ibnu Taimiyyah disebabkan beberapa perkara ushul maupun furu' yang mereka
ingkari dari Ibnu Taimiyyah. Bahkan telah diadakan beberapa majelis (*untuk
mendebat/menyidang) Ibnu Taimiyyah dikarenakan hal tersebut di kota Qohiroh dan
Damaskus, akan tetapi tidak diketahui ada seorangpun dari mereka yang berfatwa
bahwa ibnu Taimiyyah zindiq atau menghalalkan darah Ibnu Taimiyyah, padahal
tatkala sebagian orang-orang kerajaan begitu keras menentang beliau, hingga
akhirnya beliau dipenjara di Qohiroh kemudian dipenjara di Damaskus. Meskipun
demikian seluruh mereka mengakui keluasan ilmu beliau, tingginya sikap zuhud
dan waro' beliau, kedermawanan dan keberanian beliau, serta perkara-perkara
yang lain yang merupakan bentuk perjuangan beliau membela Islam dan berdakwah
di jalan Allah ta'aala baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.
Maka lantas bagaimana tidak ada pengingkaran terhadap orang yang menyatakan
bahwasanya beliau kafir??, bahkan terhadp orang yang mengkafirkan orang yang
menamakan Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam??. Dan tidak ada dalam penamaan
beliau dengan Syaikhul Islam menkonsekuensikan pengkafiran. Karena sesungguhnya
beliau tanpa diragukan lagi adalah salah seorang Syaikh dari para syaikh-syaikh
Islam pada masanya. Dan permasalahan-permasalahan yang diingkari dari beliau
tidaklah beliau mengucapkannya dengan hawa nafsu, dan beliau tidaklah bersih
keras pendapat dengan permasalahan-permasalahan tersebut kecuali setelah
tegaknya dalil-dalil atas pendapat beliau tersebut.
Lihatlah tulisan-tulisan karya beliau penuh dengan bantahan terhadap orang yang
menyatakan tajsiimnya Allah dan beliau berlepas diri dari orang tersebut.
Meskipun demikian beliau adalah manusia biasa, benar dan bersalah. Dan
perkara-perkara yang beliau benar lebih banyak, karenanya diambil faedah dari
beliau dan dioakan rahmat Allah bagi beliau. Adapun kesalahan-kesalahan beliau
maka tidak boleh ditaqlidi, akan tetapi beliau ma'dzuur (diberi udzur) karena
para imam di masa beliau mengakui bahwasanya telah terpenuhi pada beliau
sarana-sarana untuk berijtihad. Bahkan orang yang paling
menentang beliau dan berusaha memberi kemudhorotan kepada beliau –yaitu Syaikh
Jamaaluddin Az-Zamlakaani- juga telah mengakui hal itu (bahwasanya Ibnu
Taimiyyah mujtahid).
Demikian juga Syaikh Sodruddin bin Al-Wakiil yang tidak ada yang kokoh dalam
berdialog dengannya (juga mengakui Ibnu Taimiyyah seorang mujtahid).
Dan yang paling menakjubkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah adalah
termasuk orang yang paling gigih menentang Ahlul Bid'ah, Syi'ah Rofidhoh,
Al-Hululiyah, dan Al-Ittihaadiyah (paham wihdatul wujud). Tulisan-tulisan beliau tentang hal ini
banyak dan terkenal, serta fatwa-fatwa beliau tentang mereka tidak terhingga.
Maka sungguh akan menyenangkan mereka jika mereka mendengar akan kafirnya Ibnu
Taimiyyah, dan sungguh mereka akan bergembira jika mereka melihat ada ahli ilmu
yang mengkafirkan ibnu Taimiyyah. Maka wajib bagi orang yang memiliki ilmu dan
memiliki akal untuk mengamati perkataan-perkataan Ibnu Taimiyyah dari buku-buku
karya beliau yang tersohor. Atau dari Ahlus Sunnah yang tsiqoh (terpercaya)
dari kalangan ahli periwayatan/penukilan sehingga ia bisa benar-benar
memperoleh perkara-perkara yang ia ingkari dari Ibnu Taimiyyah, lalu hendaknya
ia memperingatkan umat dari kesalahan-kesalahan tersebut, dengan maksud untuk
memberi nasehat, serta memuji Ibnu Taimiyyah dengan menyebutkan
keutamaan-keutamaan beliau pada perkara-perkara yang Ibnu Taimiyyah berada di
atas kebenaran, sebagaimana kebiasaan (yang dilakukan pada) para ulama selain
Ibnu Taimiyyah (*yaitu kesalahan mereka diperingatkan dengan tetap memuji
mereka-pen).
Kalau saja Ibnu Taimiyyah tidak punya keistimewaan yang terpuji
kecuali hanya seorang muridnya yang tersohor As-Syaikh Syamsuddin Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah penulis buku-buku yang bermanfaat dan menggembirakan yang telah
memberi manfaat kepada kawan dan lawan, maka hal ini sudah sangat cukup untuk
menunjukkan agungnya kedudukan Ibnu Taimiyyah.
Lantas bagaimana lagi jika para imam di zamannya dari kalangan madzhab syafiiah
dan yang lainnya –apalagi para ulama madzhab hanbali- telah mengakui
keterdepanan beliau dalam ilmu-ilmu dan keistimewaan beliau dalam manthuq dan
mafhuum. Setelah semua kelebihan ini maka tidaklah dipandang dan tidak
dijadikan pegangan orang yang menyatakan bahwa beliau kafir atau kafirnya orang
yang menamakan beliau syaikhul Islam. Bahkan wajib untuk mencegahnya dari
mengucapkan hal ini hingga ia kembali kepada al-hak dan tunduk kepada
kebenaran.
Dan Allah-lah yang berfirman dengan kebenaran dan memberi petunjuk kepada jalan
yang lurus, dan cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita dan Dialah
sebaik-baik tempat bersandar.
Diucapkan dan ditulis oleh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajr AsSyafi'I
–semoga Allah memaafkannya- pada hari jum'at tanggal 9 Rabiul Awwal tahun 835 H
sambil memuji Allah dan bersholawat dan bersalam kepada Rasulullah Muhammad dan
keluarganya)). Demikian kata pengantar yang ditulis oleh Ibnu Hajr
Al-'Asqolaani terhadap risalah Ar-Rod Al-Waafir hal 77-79
Sungguh pujian setinggi langit yang diberikan oleh Al-Haafiz Ibnu Hajar kepada
Ibnu Taimiyyah. Kesimpulan dari pernyataan-peryataan beliau adalah :
Pertama : Ibnu Taimiyyah berhak untuk digelari Syaikhul Islam, dan gelar
ini akan terus lestari. Dan hanya orang dungu saja atau orang yang tidak adil
yang mengingkari gelar ini bagi beliau
Kedua : Tidak pernah ada jenazah yang dihadiri dengan jumlah yang
begitu banyak sebagaimana janazah Ibnu Taimiyyah. Disebutkan dalam Adz-Dzail
'alaa tobaqoot Al-Hanaabilah (2/407) bahwasanya yang menghadiri janazah Ibnu
Taimiyyah tatkala itu sekitar 200 ribu kaum lelaki dan sekitar 15 ribu kaum
wanita
Ketiga : Cukuplah satu saja murid beliau –yaitu Ibnul Qoyyim- menjadi
bukti akan luas dan dalamnya ilmu Ibnu Taimiyyah.
Keempat : Ibnu Taimiyyah adalah termasuk orang yang paling gigih menentang
dan membantah Ahlul Bid'ah dan Syi'ah Roofidhoh
Kelima : Ibnu Taimiyyah diakui oleh lawan-lawannya sebagai seorang
mujtahid
Keenam : Lawan-lawan Ibnu Taimiyyah mengakui keterdepanan ilmu beliau,
zuhud, waro', kedermawanan, serta keberanian beliau.
Demikianlah diantara keistimewaan-keistimewaan Ibnu Taimiyyah yang disebutkan
oleh Ibnu Hajar. Tentunya masih banyak keistimewaan beliau, jihad beliau, serta
karomat-karomat beliau sebagaimana termaktub dalam buku-buku yang menjelaskan
tentang biografi beliau.
Pujian Ulama Syafi'iyah Selain Ibnu Hajar kepada Ibnu Taimiyyah
Sebagian besar warga muslim Indonesia bermadzhab As-Syafi'iyah, bahkan
orang-orang yang memusuhi kaum Wahabi di tanah air kebanyakannya juga mengaku
pengikut madzhab Asy-Syafiiyah. Tentunya Ibnu Taimiyyah adalah salah seorang
ulama yang dituduh oleh mereka sebagai dedengkot wahabi.
Karenanya saya sangat berharap agar mereka meninjau kembali permusuhan mereka.
Lihatlah Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyqi yang membela habis Ibnu Taimiyyah juga
dari madzhab Syafiiyah. Kemudian Ibnu Hajar salah seorang ulama terkemuka dari
madzhab Syafii juga memuji Ibnu Taimiyyah setinggi langit dan membantah orang
yang mencela Ibnu Taimiyyah. Dan masih banyak ulama-ulama syafiiyah yang
lainnya yang memuji Ibnu Taimiyyah. Berikut ini saya akan menyampaikan
pujian-pujian setinggi langit dari para ulama besar madzhab syafiiyah, agar
mereka para pembenci kaum wahabi bisa mencontohi ulama mereka.
Pertama : Al-Haafizh Abul Fath Al-Ya'muri As-Syafii (penulis kitab عُيُوْنُ الأَثَرِ فِي فُنُوْنِ الْمَغَازِي
وَالشَّمَائِلِ وّالسِّيَرِ,
wafat pada tahun 734 H, lihat Ad-Duror Al-Kaaminah 4/330), beliau berkata :
وَكَادَ يَسْتَوْعِبُ
السُّنَنَ وَالآثَارَ حِفْظاً، إِنْ تَكَلَّمَ فِي التَّفْسِيْرِ فَهُوَ حَامِلُ
رَايَتِهِ، أَوْ أَفْتَى فِي الْفِقْهِ فَهُوَ مُدْرِكُ غَايَتَهُ، أَوْ ذَاكِرٌ
بِالْحَدِيث فهو صاحب علمه وذو روايته، أو حاضر بالنِّحل والملل لم يُر أوسع من
نِحْلَتِه في ذلك ولا أرفع من درايته، برز في كل فنٍّ على أبناء جنسه، ولم ترَ
عينُ مَن رآه مثلَه، ولا رأتْ عينُه مثلَ نفسِه
"Beliau (*Ibnu Taimiyyah) menguasai hadits-hadits dan atsar-atsar dengan
hafalan, jika beliau berbicara tentang tafsir maka beliau adalah pembawa
bendera ilmu tafsir, atau jika beliau berfatwa dalam fikih maka beliau tahu
puncak ilmu fikih, atau tatkala ia menyebutkan hadits maka beliau adalah
pemiliki ilmu hadits dan periwayatannya, atau tatkala menyebutkan tentang ilmu
aliran dan agama maka tidak dilihat ada orang yang lebih luas ilmunya daripada
beliau dan tidak ada yang lebih tinggi pengetahuannya. Beliau unggul pada
seluruh cabang ilmu di atas orang-orang yang sebangsa beliau. Dan orang yang
pernah melihatnya tidak pernah melihat orang lain yang semisalnya, dan dia
sendiri tidak pernah melihat orang yang seperti dirinya" (Ajwibah Ibni
Sayyid An-Naas Al-Ya'muri 'an su'aalaat Ibni Abiik Ad-Dimyathi 2/221 tahqiq DR
Muhammad Ar-Rowandi, sebagaimana dinukil dalam Al-Jaami' li Siirh Syaikhil
Islaam hal 188)
Kedua : Abul Hajjaaj Yusuf bin Abdirrahman Al-Mizziy As-Syafi'i (salah
satu Imam Al-Jarh wa at-Ta'diil, penulis kitab Tahdziibul Kamaal, wafat 742 H)
Beliau berkata :
مَا رَأَيْتُ مِثْلَهُ وَلاَ
رَأَى هُوَ مِثْلَ نَفْسِهِ، وَمَا رَأَيْتَ أَحَداً أَعْلَمَ بِكِتَابِ اللهِ
وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَلاَ أَتْبَعَ لَهُمَا مِنْهُ
"Aku tidak pernah melihat yang seperti beliau, dan dia sendiri tidak
pernah melihat orang yang semisalnya, dan aku tidak pernah melihat seorangpun
lebih berilmu tentang al-Qur'an dan sunnah Rasulullah dan lebih menjalankan
Al-Qur'an As-Sunnah daripada dia" (Tobaqoot Ulamaa Al-Hadiits 4/283)
Ketiga : Kamaaluddin Abul Ma'aali Muhammad bin Ali Az-Zamlakaani
As-Syafi'i (wafat 728 H), beliu berkata :
كَانَ إِذَا سُئِلَ عَنْ
فَنٍّ مِنَ الْعِلْمِ ظَنَّ الرَّائِي وَالسَّامِعُ أَنَّهُ لاَ يَعِرْفُ غَيْرَ
ذَلِكَ الْفَنِّ
"Jika Ibnu Taimiyyah ditanya tentang salah satu cabang ilmu maka orang
yang melihat dan mendengar (jawabannya) menyangka bahwa Ibnu Taimiyyah tidak
mengetahui cabang ilmu yang lain" (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/144), maksud
beliau yaitu karena terlalu hebatnya Ibnu Taimiyyah dalam bidang ilmu tersebut,
sehingga seakan-akan Ibnu Taimiyyah menghabiskan umurnya untuk mempelajari satu
bidang ilmu saja dan tidak mempelajari bidang ilmu-ilmu yang lain. Akan tetapi
ternyata kehebatan ini berlaku pada seluruh bidang ilmu.
Az-Zamlakaani memuji Ibnu Taimiyyah dalam syairnya :
هُوَ حُجَّةٌ لله
قَاهِرَة هُوَ بَيْنَنَا أُعْجُوْبَة ُالدَّهْرِ
"Dia adalah hujjah milik Allah yang menguasai…..dia diantara kita adalah
keajaiban zaman"
Imam Ibnu Katsiir As-Syafii menyebutkan bahwasanya Az-Zamlakaani memuji Ibnu
Taimiyyah dengan syair ini padahal tatkala itu umur Ibnu Taimiyyah sekitar 30
tahun (lihat Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 18/298)
Keempat : Abu Hayyaan Al-Andalusi An-Nahwi As-Syafi'i, penulis kitab
tafsir Al-Bahr Al-Muhiith, dahulunya beliau bermadzhab Maliki kemudian
berpindah ke madzhab As-Syafii dan mengarang sebuah kitab yang berjudul الوَهَّاجُ فِي اخْتِصَارِ الْمِنْهَاجِ لِلنَّوَوِي (lihat muqoddimah
tafsiir al-Bahr Al-Muhiith 1/57), wafat tahun 745 H. Beliau pernah
berkata ; "Kedua mataku tidak pernah melihat yang semisal Ibnu
Taimiyyah", lalu beliau memuji Ibnu Taimiyyah dalam untaian syairnya,
diantaranya beliau berkata :
قام ابنُ تيمية في نصر
شِرْعَتِنَا مَقامَ سَيِّدِ تَيْمٍ إذْ عَصَتْ مُضَرُ
فأظهرَ الحقَّ إذْ آثارُهُ
دَرَستْ وأخمدَ الشَّرَّ إذ طارتْ له الشَّرَرُ
"Tegaklah Ibnu Taimiyyah dalam memperjuangkan syari'at
kita…
Sebagaimana Pemimpin Kabilah Taimi (yaitu Abu Bakar As-Shiddiq)
tatkala kabilah Mudhor membangkang (menjadi murtad)
Maka Ibnu Taimiyyahpun menampakan kebenaran tatkala atsar dari
kebenaran telah lenyap…
Dan iapun memadamkan keburukan seteleh keburukan
merajalela"
Kelima : Adz-Dzhabi As-Syaafii, beliau berkata ;
فَلَوْ حَلَفْتُ بَيْنَ
الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ، لَحَلَفْتُ: أَنِّي مَا رَأَيْتُ بِعَيْنَيَّ مِثْلَهُ،
وَأَنَّهُ مَا رَأَى مِثْلَ نَفْسِهِ
"Kalau aku bersumpah diantara hajar aswad dan maqom Ibrahim maka aku
sungguh akan bersumpah : Aku tidak pernah melihat dengan dua mataku ini yang
semisal Ibnu Taimiyyah, dan diapun tidak pernah melihat yang semisal
dirinya" (Adz-Dzail 'alaa Tobaqoot Al-Hanaabilah karya Ibnu Rojab 2/390)
Keenam : Ibnu Daqiiq Al-'Ieed As-Syafii, beliau pernah ditanya tentang
Ibnu Taimiyyah setelah bertemu dengan Ibnu Taimiyyah, maka beliau berkata :
رَأَيْتُ رَجُلاً سَائِرُ
الْعُلُوْمِ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، يَأْخُذُ مَا شَاءَ مِنْهَا وَيَتْرُكُ مَا شَاءَ
"Aku telah melihat seorang yang seluruh ilmu berada di hadapan kedua
matanya, ia mengambil apa yang dia sukai dari ilmu-ilmu tersebut dan
meninggalkan apa yang ia sukai" (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/146)
Ketujuh : 'Imaadudiin Ahmad bin Ibrahim, Syaikh Al-Hazzamiyah
Al-Washithy Asy-Syafi'i (wafat 711 H), beliau berkata :
"Demi Allah kemudian demi Allah kemudian demi Allah tidak pernah
terlihat dibawah langit ini yang seperti guru kalian Ibnu Taimiyyah dari sisi
ilmu, amal, kondisi, akhlak, itiibaa', kedermawanan, kebijaksanaan, dan
penegakan terhadap hak Allah ta'aala tatkala dilanggar keharaman. Beliau adalah
orang paling benar aqidahnya dan yang paling benar ilmu dan tekadnya, dan yang
paling semangat dan paling cepat dalam membela kebenaran dan menegakkannya, dan
orang yang tangannya paling pemurah, dan yang paling sempurna ittiba'nya
(keteladanannya) kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami tidak pernah
melihat di zaman kami ini seseorang yang nampak kenabian muhammadiah serta
sunnah-sunnahnya dari perkataan dan perbuatannya kecuali orang ini (Ibnu
Taimiyyah), dan hati yang bersih mempersaksikan bahwasanya ini adalah ittibaa'
yang sesungguhnya" (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/144)
Kedelapan : Abdullah bin Hamid As-Syafii, beliau pernah menulis kepada
Abdullah bin Rusyaiq (warrooq/penulis Ibnu Taimiyyah/semacam sekertaris), ia
berkata :
"Dan sebelum saya menemukan pembahasan-pembahasan Imam Dunia (*Ibnu
Taimiyyah) rahimahullah, saya telah menelaah kitab-kitab para penulis
terdahulu, dan aku telah melihat perkataan para mutaakhirin dari kalangan ahli
filsafat, maka aku mendapatinya terdapat kebatilan-kebatilan dan
keraguan-keraguan yang tidak pantas untuk terbetik di hati seorang muslim yang
lemah apalagi seorang yang agamanya kuat. Sungguh meletihkan dan menyedihkan
hatiku tatkala aku melihat orang-orang besar bisa terbawa ke
pemikiran-pemikiran yang lemah dan rendah yang pemeluk umat ini tidak akan
meyakini kebenarannya. Akupun memeriksa sunnah yang murni di buku-buku para
ahli filsafat pengikut madzhab Imam Ahmad secara khusus karena mereka tersohor
dengan keteguhan mereka memegang perkataan-perkataan Imam mereka (Imam Ahmad)
dalam masalah pokok-pokok aqidah, akan tetapi aku tidak mendapatkan dari mereka
apa yang mencukupi. Aku melihat mereka kontradikisi tatkala mereka menetapkan
landasan-landasan yang ternyata bertentangan dengan apa yang mereka yakini.
Atau mereka meyakini perkara yang bertentangan dengan konsekuensi dari
dalil-dalil mereka. Jika aku mengumpulkan antara pendapat-pendapat Mu'tzilah,
Asya'iroh, dan Hanabilah Baghdad, serta Karomiyahnya Khurosaan maka aku melihat
bahwasanya ijmaak (consensus) para ahli filsafat dalam satu permasalahan
bertentangan dengan apa yang ditunjukkan oleh dalil akal dan naql (Al-Qur'an
dan As-Sunnah), maka hal ini membuat aku tidak suka dan menjadikanku bersedih
dengan kesedihan yang tidak mengetahui hakekat kesedihanku kecuali Allah.
Hingga akupun menderita tatkala menghadapi perkara ini dengan penderitaan yang
sangat berat, yang aku tidak mampu untuk menjelaskan sedikit penderitaanku itu.
Akupun bersandar kepada Allah ta'aala dan aku merendah kepadaNya, lalu aku
berlari ke lahiriahnya nas-nas dan aku menemukan pemikiran-pemikiran yang
berbeda-beda dan demikian pula takwilan-takwilan yang dibuat-buat, maka fitroh
ini tidak mau menerimanya. Lalu fitrohku bergantung kepada kebenaran yang jelas
dalam pokok-pokok permasalahan, akan tetapi aku tidak berani terang-terangan
untuk berpendapat dan menancapkan aqidahku diatasnya karena aku tidak menemukan
adanya atsar dari para imam dan para salaf terdahulu. Hingga akhirnya Allah
mentaqdirkan aku untuk menemukan kitab-kitab karya Imam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah menjelang wafatnya beliau. Maka aku mendapatkan di dalamnya
sesuatu yang menakjubkanku dimana fitrohku sepakat dengan apa yang terdapat di
dalamnya, serta penyandaran kebenaran kepada para imam sunnah dan para salaf,
disertai dengan keserasian antara akal dan dalil. Maka akupun terpaku karena
sangat senang dengan kebenaran, dan gembira dengan ditemukannya apa yang aku
cari-cari yang jika hilang maka tidak ada gantinya. Maka jadilah kecintaan
terhadap Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjadi sesuatu yang harus, yang aku tidak
mampu untuk mengungkapkan kecintaanku kepadanya meskipun hanya sedikit,
walaupun aku sudah berusaha dengan sebaik-baiknya" (Risaalah min Abdillah
bin Haamid ilaa Abdillah bin Rusyaiq, dan risalah ini terlampirkan dalam kitab
al-'Uquud ad-Durriyah hal 307)
Kesembilan : Ibnu Katsiir (penulis kitab Tafsiir Al-Qur'aan al-'Adziim).
Beliau berkata :"Telah ditulis banyak buku tentang biografi beliau, dan
sejumlah dari kalangan orang-orang yang mulia dan selain mereka juga menulis
biografi beliau. Dan kami akan menuliskan biografi singkat tentang manaqib
beliau, keutamaan-keutamaan beliau, keberanian, kedermawanan, nasehat beliau,
zuhudnya beliau, ibadah beliau, ilmu beliau yang banyak…" (Al-Bidaayah wa
An-Nihaayah 18/302)
Kota Nabi
-shallallahu 'alaihi wa sallam-, 19-01-1433 H / 14 Desember 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Mencukupi
bagi kita pujian Al Hafidz Ibnu Hajar Kepada Ibnu Taimiyah dengan Berhujjahnya
Beliau dengan perkataan-perkataan Ibnu Taimiyah. Dan Beliau Mensifatinya dengan “Al-Allaamah”, dan
“Al-Hafidz”. Sungguh Beliau telah mengambil hukum yang ditetapkan Ibnu Taimiyah
tentang Tambahan hadits “Kaanallaahu wa laa makaan” sebagai hadits yang tidak
ada memiliki asal.
Ibnu Hajar berkata dalam Alfath 6/289.
تنبيه:
وقع في بعد الكتاب في هذا الحديث (كان الله ولا مكان) (وهوالان على ما عليه كان)
وهي زيادة ليست في شيئ من كتب الحديث. نبّه على ذلك العلاّمة تقي الدين إبن تيميه،
وهو مسلّم في قوله (وهوالان) إلى أخره
Peringatan:
terdapat pada sebagian kitab hadits ini (Wahuwal an ala ma aalihi kaana) Hadits
tersebut merupakan tambahan yang tidak terdapat dalam kitab manapun sebagaimana
telah diperingatkan oleh Al Allaamah Taqiyuddin Ibnu Taimiyah.
Beliau
juga Menguatkan kelayakan Ibnu Taimiyah untuk berderajat Al-Hafidz dan Beliau
berhujjah dengan penghukuman Ibnu Taimiyah terhadap derajat Hadits-Hadits.
Seperti yang Ia lakukan pada kitab Talkhisul Habir 3/109
وهذا
الحديث سئل عنه الحافظ إبن تيمية فقال : إنه كذب لا يعرف في شيئ من كتب المسلمين
المرويّة
Hadits
ini telah ditanyakan kepada Alhafidz Ibnu Taimiyah, beliau berkata : hadits
tersebutmerupakan kedustaan, tidak dikenal sama sekali di kitab-kitab kaum
muslimin yang diriwayatkan.
Didalam
Fathul Bari dan kitab-kitab lain miliknya, AlHafidz Juga kerap memanggil Ibnu
Taimiyah dengan sebutan Taqiyuddin
Berikut textnya dalam Kitab Ar riqaq 11/408
ووقع
في رواية سعيد بن منصور عند مسلم: “ولا يرقون” بدل “ولا يكتوون” وقد أنكر
الشيخ تقي الدين بن تيمية هذه الرواية وزعم أنها غلط من راويه
الشيخ تقي الدين بن تيمية هذه الرواية وزعم أنها غلط من راويه
Terdapat
dalam riwayat Said bin Mansur dalam ktab Muslim,
“ولا يرقون” بدل “ولا يكتوون
Dan
sungguh riwayat ini telah diingkari oleh Taqiyuddin ibnu Taimiyah dan dia
menyangka ada kesalahn diperawinya.
Dan
Pujian paling Penting dari Alhafidzh adalah beliau ikut memberikan kata
pengantar terhadap Kitab yang dikarang oleh Alhafidz Nashiruddin Ad Dimasqi
yang membela Ibnu Taimiyah dan Orang-orang yang melaqabkan Ibnu Taimiyah Dengan
Syaikhul Islam. Kitab tersebut dikarang terkait pengkafiran terhadap
ulama-ulama yang memberi laqab Syaikhul Islam terhadap ibnu Taimiyah.
Dalam kata pengantar tersebut, Alhafidz Ibnu Hajar secara Tegas mengatakan
bahwa Ibnu Taimiyah layak mendapat gelar Syaikhul Islam.
Jika
anda seorang penuntut ilmu, carilah dimaktabah Syamilah dengan keyword
”Taimiyah” di kitab-kitab karangan ibnu Hajar atau lainnya, niscaya anda akan
dapatkan Ibnu hajar kerap menukil perkataan Ibnu Taimiyah dan tidak Segan-segan
melaqabkan Syaikhul Islam, Al allaamah, Al Hafidz, dan yang paling sering
adalah Taqiyuddin
photo credit: Tirau_dan @flickr.com
Al
Imam Ad Dzahabi telah menulis sebuah surat teguran kepada (Taqiyuddin) As subki
karena ia mencela Ibnu Taimiyah. Kemudian Ia menjawab surat tersebut dengan
puji-pujian kepada Ibnu Taimiyah.
Kejadian ini terekam dalam kitab Durarul Kaminah karya Ibnu Hajar ketika
membahas Biografi Ibnu Taimiyah ,Raddul Waafir ketika Membahas tentang Pujian
Assubki dan juga dalam Dzail Alat thbaqatul Hanabilah Oleh Ibnu Rajab Al
Hambali dengan riwayat yang mirip.
Ibnu Hajar menuturkan:
“Ad Dzahabi telah menulis
sebuah surat kepada As Subki dan mencelanya karena ia membicarakan (mencela,
red) ibnu Taimiyah., Maka As Subki Menjawab surat tersebut. Sebagian isi surat
tersebut adalah:
Adapun perkataan (engkau,
red) tuanku terkait Ibnu Taimiyah, maka Hamba memastikan ketinggian derajatnya,
melimpah bak lautan, keluasannya dalam Ilmu-ilmu Naqli dan Aqli, kecerdasanya
dan kesungguhannya yang ekstrim, dan pencapaiannya yang telah melewati sesuatul
yang bisa digambarkan . Hamba selalu mengatakan demikian. Kedudukannya disisiku
bahkan lebih besar dan lebih tinggi dari itu. Karena Allah telah mengumpulkan
zuhud, wara, dan kerelijiusan baginya.
Membela kebenaran bukan untuk tujuan selain Allah, Bertindak sesuai sunnah
salaf, dan mengambil sunnah mereka dengan bagian yang memadai. Sangat Sedikit
yang mirip dengannya pada Zaman Ini bahkan sepanjang masa”.
Beliau menuturkan:
“Tidaklah membenci Ibnu Taimiyah kecuali seorang yang bodoh atau pengekor hawa nafsu, orang yang bodoh tidak mengetahui apa yang dia katakan, adapun pengekor hawa nafsu maka hawa nafsunya telah menghalanginya dari kebenaran setelah dia mengetahuinya”.
Adapun anak beliau Yang bernama Tajuddin Assubki memiliki cerita lain terkait pendapat-pendapatnya tentang Ibnu Taimiyah.
Salah Satu riwayat yang mengesankan kebaikan terkait Ibnu Taimiyah yang bisa diambil darinya adalah Pengakuannya bahwa Al Mizzi pengarang Tahdzibul kamal hanya memberikan gelar Syaikhul Islam Kepada Ibnu Taimiyah dan Ayahnya Taqiyuddin As Subki.
Adapun komentar-komentar pedas bernada celaan, penyesatan, dan bahkan Pengkafiran terhadap Ibnu Taimiyah, telah banyak tersebar melalui riwayat-riwayat pengikutnya yang amat membenci ibnu Taimiyah.
Tak Pelak, celaannya terhadap Ibnu Taimiyah menuai pembalasan pedas dari para Ulama yang tidak sepaham dengannya.
As Sakhawi berkata dalam kitabnya I’lanut taubih bahwa dia adalah orang yang Taasshub, bahkan Ia mengutip Al Kinani yang mengatakan bahwa Tajuddin Assubki adalah orang yang Kurang Adab, tidak Insyaf, dan bodoh dengan ahli Sunnah serta kedudukan mereka.
Berikut kutipan dari I’lanut Taubih