Thursday, March 26, 2015

Siapa Pemberontak Syiah Hautsi Yang Diperangi Koalisi Negara Arab?

Melalui Husain Badruddin Al Hautsi, Syiah Al Hautsi cenderung pada Syiah Itsna 'Asyariyah yang mencela Sahabat-sahabat Nabi
Hari Kamis (26/03/2015) Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab Teluk (GCC) menggelar operasi  militer bertajuk “Aashifatul Hazm” (Badai Penghancur) yang dipimpinan Arab Saudi menyerang pemberontak Syiah Hautsi (Syiah al-Houthi atau Hautsiyyun).
Operasi militer ini melibatkan negara Timur-Tengah. Antara  lain; Arab Saudi, Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar dan Bahrain.
Apa dan siapa pemberontak Syiah Al-Hautsiyyun (Syiah Al Houthi) hingga diserang koalisi Negara-negara Arab ini?
Seperti diketahui, Syiah Al-Hautsi (Syiah Al Houthi) adalah pemberontak Syiah yang berkembang di dataran Yaman Utara. Ia adalah  pecahan sekte Syiah Zaidiyah, yang berpaham dan berakidah Imam Dua Belas (Syiah Imamiah-Iran).
Namanya kelompok ini dinisbahkan kepada pemimpin pemberontakan yang pertama, Husain Badruddin al-Hautsi. Karena itu, sering disebut Al-Hutsiyyun, Al Hautsi atau Al-Houthi.
Badruddin al-Hautsi yang dilahirkan yang dianggap sebagai bapak spiritual bagi kelompoknya ini lahir dan tumbuh di lingkungan sekte Zaidiyah untuk aliran al-Jarudiyah, yang merupakan aliran sekte Zaidiyah yang paling dekat dengan Rafidhah.
Selain Badruddin al-Hautsi, tokoh penting lain adalah  Husain Badruddin al-Hautsi, anak tertua Badruddin al-Hautsi.
Dr. Raghib As Sirjani dalam ‘As-Syiah Nidhol am Dholal’ mengatakan, kisah berkembangnya pemberontak Syiah Al Hautsi di Yaman bermula  di provinsi Sha’dah, (240 KM selatan Ibu Kota Yaman, Sana’a), tempat kelahiran Badruddin al Hautsi.
Pada tahun 1986 M, di Sha’ada, yang banyak sekali populasi orang-orang Zaidiyah terbentuklah “Ittihadus Syabab“, lembaga yang bertujuan mengedukasikan aliran Syiah
                                                                  malik Al Houthi1    
Pemberontak Syiah Al Houthi membentangkan spanduk di Sana’a dengan gambar (dari kiri) pemimpin Houthi Abd Al-Malik Al-Houthi, Khomeini, pemimpin Syiah Hizbullah Hassan Nasrallah [jcpa.org]
Tahun 1990 M terjadi Wahdah Yamaniyah (Persatuan Yaman) dan era multi partai, hingga membuat “Ittihadus Syabab” berubah menjadi “Hizbul Haq” dan Husain Badruddin Al-Hautsi  terpilih sebagai majelis perwakilan pada tahun 1993.
Seiring dengan itu berkembang konflik antara Husain Badruddin Al Hautsi dengan para ulama Syiah Zaidiyah Yaman. Badruddin menolak keras fatwa ulama-ulama Zaidiyah, dan ia cenderung pada Syiah Itsna ‘Asyariyah (Syiah Imamiyah).
Syiah Itsna ‘Asyariyah adalah cabang dari ajaran Syiah yang memiliki pengikut terbanyak. Mereka mengikuti ajaran yang disebut sebagai Syiah Imamiyah ini mempercayai bahwa mereka mempunyai 12 orang pemimpin, yang pemimpin pertamanya adalah Imam Ali ra. dan pemimpin terakhir mereka adalah Imam Mahdi Al-Muntazhar (Imam Mahdi yang ditunggu). Aliran Syiah inilah yang dianut oleh mayoritas  rakyat Iran juga diikuti oleh orang-orang Syiah di Indonesia.
Konflik makin memanas ketika Badruddin Al Hautsi terang-terangan membela Syiah Itsna ‘Asyariyah dan menulis buku “Az-Zaidiyah Fii Al Yaman” yang mengulas hubungan dekat antara Syiah Zaidiyah dan Syiah Itsna ‘Asyariyah. Karena adanya perlawanan sengit terhadap pemikirannya yang menyimpang dari Zaidiyah, akhirnya dia terdesak dan hijrah menuju Teheran, dan menetap di Iran beberapa tahun hingga mendapatkan gelas magister hingga doctoral. Dia juga beberapa kali mengunjungi ‘Hizbullah’ di Libanon.
Pulang dari Iran banyak pikiran-pikirannya yang terpengaruh Revolusi Syiah Iran.
Dia kembali ke Sha’ada dan aktif menyampaikan ceramah pada pengikutnya. Gaya ceramahnya umumnya banyak menyerang, membangun ideologi dan ingin menguasai negara.
Dia bahkan membuat pasukan pendamping dengan alasan keamanan dirinya. Dalihnya, dirinya telah menjadi incaran Amerika Serikat (AS).
Ia memimpin pemberontakan pertama kali melawan pemerintah resmi Yaman dan terbunuh oleh militer Yaman tahun 2004 di usianya 46 tahun.
Sekedar catatam awal gerakan kelompok ini adalah paham Zaidiyah yang cenderung lembut dan dekat dengan Ahlus Sunnah, dan masih menghormati para sahabat Rasulullah dan tidak mencaci mereka.
Namun seiring dengan perkembangannya, gerakan Syiah Hautsi di Yaman (terutama saat dipimpin Badrudin Al Hautsi), paham ini cenderung berubah dan menyelisihi pendahulunya. Bahkan secara terang-terangan mencaci para sahabat dan mencela Sahabat- Sahabat Nabi sebagaimana yang dilakukan oleh penganut Syiah Itsna Asyariyah, umumnya Syiah di Iran
Operasi militer ini ditengarai akan membuka babak baru konflik kepentingan antara GCC dan Iran
TAHUN 2011, Syiah Al Hautsi dibawah pimpinan Abdul Malik al-Houthi (putra Husain Badruddin Al Hautsi) kembali berpartisipasi dalam pemberontakan. Kelompok yang sebenarnya minoritas di Yaman berusaha menggulingkan Presiden Ali Abdullah Saleh dan kemudian memperoleh penerimaan politik di Yaman.
Mereka terus melakukan aksi-aksi militer untuk bisa menguasai Sana’aa dan sejumlah wilayah Yaman.
Tahun 2012, sebagaimana dikutip media lokal Yaman, Al Baidha’ News, terjadi konflik antara pemberontak Syiah Al Hautsi Hautsi dengan pihak Darul Hadits Dammaj, sebuah madrasah milik kelompok Salafy Syeikh Muqbil Al Wadi’i. Syiah Sempat mengepung sekolah ini selama beberapa bulan. [BacaAwal Penyerangan Syiah Yaman terhadap Salafy]
Syiah Al Hautsi menghalang-halangi komunitas Muslim Yaman dan memutus jalur-jalur ekonomi dan berdagangan masuk sehingga membuat aktivitas harian masyarakat lumpuh. [Baca:Dammaj Dikepung Kaum Syiah Yaman]
Puncaknya bulan Desember 2012 beberapa santri Darul Hadits di Dammaj gugur atas serangan kelompok Syiah.
Kekuatan pemberontak Syiah Al Hautsi meningkat drastis sejak Oktober 2013. Reporter Aljazeera mencatat, tiba-tiba mereka memiliki senjata-senjata baru yang jauh lebih canggih dari sebelumnya. Mereka mampu mengalahkan dan mengusir ribuan orang non-Syiah di kota Dammaj. Pada bulan Januari 2014, Syiah Al Hautsi melakukan serangan lebih jauh ke selatan dan berhasil mengalahkan salah satu formasi suku utama, Federasi Hashid, sebelum mencapai Arhab, dan suku lain yang hanya tinggal berjarak 50 KM dari Sana’aa.
Belum genap sebulan milisi Syiah Hautsi berhasil memasuki Ibu Kota  Yaman serta menguasai kantor-kantor penting di pemerintahan. Hari Senin, 22 September 2014, sejumlah desa dan kota di Sana’a sudah jatuh dan dalam kontrol mereka. Begitu juga dengan gedung-gedung pemerintahan, markas-markas militer, koran, stasiun TV dan radio nasional. [Baca:Pemberontak Syiah Hautsi Kuasai Koran Pemerintah Yaman]
Masuknya mereka ke pusat pemerintahan terkesan tanpa perlawanan yang berarti, walaupun dikabarkan ada puluhan korban dari pihak Hautsi berjatuhan.
Hal ini menjadi tanda Tanya banyak orang. Bagaimana bisa sebuah kelompok perlawanan kecil tiba-tiba bisa menguasai pemerintahan di sebuah Negara dengan senjata-senjata canggihnya?
Bulan Januari, dengan sangat mengejutkan,  pemberontak Syiah Al Hautsi (Al Houthi) melakukan “kudeta” di Sana’a dengan cara membubarkan parlemen dan memasang dewan presiden untuk menjalankan pemerintahan. [Baca: Presiden Yaman Mundur Setelah Tekanan Kelompok Syiah]
Pasca kejadian ini, Presiden Abdrabuh Mansur Hadi meminta negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) melakukan intervensi militer melawan pemberontak Syiah. Permintaan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Riad Yassin dalam wawancara di stasiun televisi Al Arabiya, Senin, 23 Maret 2015.
Riad Yassin kemudian memperingatkan pemberontak Syiah Al Hautsi bahwa konflik yang sedang berlangsung ini akan memiliki dampak luas pada seluruh bangsa.
Puncaknya, hari Kamis (26/03/2015), Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab Teluk (GCC) menggelar operasi  militer bertajuk “Aashifatul Hazm” (Badai Penghancur)  dengan mengerahkan 100 jet tempur, 150.000 serdadu dan sejumlah unit angkatan laut dalam kampanye militer melawan pemberontak Syiah Al Hautsi (Syiah al-Houthi) di Yaman.
Operasi militer ini ditengarai akan membuka babak baru konflik kepentingan antara GCC dan Iran.