Pada
27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.Konferensi Islam di
Amman telah menghasilkan keputusan sepaktakuler, menyangkut nasib
Syiah di Dunia, apakah mereka Islam atau bukan. Hasil konferensi Di Amman bisa
disebut juga dengan deklarasi Amman untuk kemaslahatan dunia Islam, dalam
rangka membangun tatanan dunia baru Islam, dengan mengakui Syiah sebagai
Mazhab, bagian dari Islam.
Pada
intinya konferensi Amman hanya bertujuan untuk membuat pengakuan Islam terhadap
Syiah, adalah sebuah metodelogi Syiah yang berhasil menyeret tokoh tokoh Islam
dunia semua harus mengakui “keberadaan Syiah sebagai Mazhab ke lima dalam
Islam”. Tidak main main, yang datang memenuhi undangan adalah jargon jargon
intelektual muslim tingkat dunia dan dari berbagai belahan dunia Islam.
Diantaranya:” Prof. Dr. Ali Jumu’a (Mufti Besar Mesir); Prof. Dr. Ahmad
Muhammad Al-Tayyib (Rektor Universitas Al-Azhar); Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq
(Menteri Agama Mesir); Dr. Yusuf Qardhawi (Ketua Persatuan Ulama Islam
Internasional, Qatar); Dr. Muhammad Sa’id Ramadan Al-Buthi (Dai, Pemikir dan
Penulis Islam, Syria); Prof. Dr. Syeikh Wahbah Mustafa Al-Zuhayli (Ketua
Departemen Fiqih, Damascus University); Shaykh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Besar
Al-Quds dan Imam Besar Masjid al-Aqsha); Syeikh Habib ‘Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafiz (Ketua Madrasah Darul Mustafa, Tarim, Yaman); dan lain-lain.
Sosok
mereka bisa dibaca sebagai intelektual papan atas di dunia Islam, dan mereka
datang ke Amman hanya untuk satu tujuan “mengakui Syiah Sebagai Mazhab Ke Lima
dalam Islam”. Dan bisa hidup rukun dalam satu anggapan “kalau pemeluk Agama
Syiah sama halnya dengan Islam”. Dunia seolah akan mengakhiri konflik
horizontal antara Islam dan kelompok Syiah yang bertebaran dalam Dunia Islam.
Gagasan
taqrib oleh para pentolan dunia Islam ini dapat dianggap sebagai jalan damai
seiring dengan kemajuan Iran dan perannya di dunia Internasional di bidang
senjata, juga alibi menghadapi wahabi, adalah sebuah pernyataan yang menggugah
banyak kalangan tokoh papan atas Islam untuk terlibat dalam duel pengakuan
bersama.
Gagasan
siapa , dan siapa yang merintis awalnya munculnya Risalah Amman ini. Tentunya
adalah orang yang paling berkepentingan dengan dunia Syiah, agar lebih mudah
blusukan ke daerah daerah Islam dan memurtadkan umat Islam dari agamanya. Bukan
seorang intelektual namanya, kalau tidak mampu menarik empati dan simpati tokoh
lainnya bergabung dalam kelompok Amman tersebut.
Peran yang luar biasa orang pertama yang
menggagas “taqrib”
, pastilah bukan kelas biasa, yang jelas pengaruhnya besar dalam dunia Islam,
sehingga mampu menggiring para pakar pada satu kaidah taqrib, menyatukan Syiah dan Sunni’ guna bersama membangun
kekuatan menghadapi hegemoni barat. “Baratlah” alasannya yang menjadi pemicu lahirnya
“syiah sebagai Mazhab ke Lima”.
Butir
Butir Risalah Amman adalah sebagai berikut :
(1) Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari
empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua
mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah
Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari
pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan
harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di
atas tidak boleh dihalalkan.
Lebih lanjut, tidak
diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari
atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula,
tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafi
yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok
Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya,
meyakini Rasulullah (saw) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam,
serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam
agama Islam.
(2) Ada jauh lebih banyak kesamaan dalam mazhab-mazhab
Islam dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan di antara mereka. Para
pengikut/penganut kedelapan mazhab Islam yang telah disebutkan di atas semuanya
sepakat dalam prinsip-prinsip utama Islam (Ushuluddin). Semua mazhab yang
disebut di atas percaya pada satu Allah yang Mahaesa dan Makakuasa; percaya
pada al-Qur’an sebagai wahyu Allah; dan bahwa Baginda Muhammad saw adalah Nabi
dan Rasul untuk seluruh manusia.
Semua sepakat pada lima
rukun Islam: dua kalimat syahadat (syahadatayn); kewajiban shalat;zakat; puasa
di bulan Ramadhan, dan Haji ke Baitullah di Mekkah. Semua percaya pada
dasar-dasar akidah Islam: kepercayaan pada Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk dari sisi
Allah. Perbedaan di antara ulama kedelapan mazhab Islam tersebut hanya
menyangkut masalah-masalah cabang agama (furu’) dan tidak menyangkut
prinsip-prinsip dasar (ushul) Islam. Perbedaan pada masalah-masalah cabang
agama tersebut adalah rahmat Ilahi. Sejak dahulu dikatakan bahwa keragaman
pendapat di antara ‘ulama adalah hal yang baik.
(3) Mengakui kedelapan mazhab dalam Islam tersebut berarti
bahwa mengikuti suatu metodologi dasar dalam mengeluarkan fatwa: tidak ada
orang yang berhak mengeluarkan fatwa tanpa keahlihan pribadi khusus yang telah
ditentukan oleh masing-masing mazhab bagi para pengikutnya. Tidak ada orang
yang boleh mengeluarkan fatwa tanpa mengikuti metodologi yang telah ditentukan
oleh mazhab-mazhab Islam tersebut di atas. Tidak ada orang yang boleh mengklaim
untuk melakukan ijtihad mutlak dan menciptakan mazhab baru atau mengeluarkan
fatwa-fatwa yang tidak bisa diterima hingga membawa umat Islam keluar dari
prinsip-prinsip dan kepastian-kepastian Syariah sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh masing-masing mazhab yang telah disebut di atas.
(4) Esensi Risalah Amman, yang ditetapkan pada Malam
Lailatul Qadar tahun 1425 H dan dideklarasikan dengan suara lantang di Masjid
Al-Hasyimiyyin, adalah kepatuhan dan ketaatan pada mazhab-mazhab Islam dan
metodologi utama yang telah ditetapkan oleh masing-masing mazhab tersebut.
Mengikuti tiap-tiap mazhab tersebut di atas dan meneguhkan penyelenggaraan
diskusi serta pertemuan di antara para penganutnya dapat memastikan sikap adil,
moderat, saling memaafkan, saling menyayangi, dan mendorong dialog dengan
umat-umat lain.
(5) Kami semua mengajak seluruh umat untuk membuang
segenap perbedaan di antara sesama Muslim dan menyatukan kata dan sikap mereka;
menegaskan kembali sikap saling menghargai; memperkuat sikap saling mendukung
di antara bangsa-bangsa dan negara-negara umat Islam; memperkukuh tali
persaudaraan yang menyatukan mereka dalam saling cinta di jalan Allah. Dan kita
mengajak seluruh Muslim untuk tidak membiarkan pertikaian di antara sesama
Muslim dan tidak membiarkan pihak-pihak asing mengganggu hubungan di antara
mereka.
Dari
risalah Amman tersebut dapat ditegaskan ada beberapa point penting yang
dilaksanakan oleh umat Islam
1,
Mengakui Mazhab Syiah sebagai bagian dari Islam
2.
Mengakui Asy’ariyah [ paham yang ditolak Ahlussunah Waljaman]
3.
Mengakui Sufiyah [ Paham yang bertentangan dengan Ahlussunah
4.
Mengakui perbedaan Syiah itu sebagai permasalah furu’ belaka
5.
Mengakui Asy’ariyah sebagai persolan furu’ belaka
6.
Mengakui Sufiyah beraqidah benar.
7
Mengakui kelompok Islam yang meng-agungkan hanya Allah dan Rasulnya, dan
percaya pada ketentuan Rukun Iman dan Islam menurut Islam.
8.
Tidak mengkafirkan Salafi murni dan Islam lainnya.
9.
Tidak mengeluarkan fatwa tanpa metodelogi Mazhab 5
10,
Menjaga ukhuwah Islamiyah
Itu
buti butir risalah Amman, pada hakikatnya ingin “membangun kerukunan dan
ukhuwah antar mazhab yang ada” Sehingga membuat wilayah pemikiran Islam dengan
mengandalkan hasil risalah “Amman”.
TELAAH KRITIS TERHADAP
RISALAH AMMAN
Butir
butir yang disebutkan sebenarnya bermuatan kontradiktif antara poin satu dan
lainnya. Pada poin satu disebutkan “mengakui mazhab lima” , 4 dari sunni dan
satu dari Syiah. Ada isyarat bahwa Syiah meng-agungkan kitab yang sama dengan
Islam. Seolah perbedaan Syiah dengan Sunni itu hanya menyangkut furuiyah
belaka. Sedangkan satu sisi harus mengakui poin ketujuh , dapat diungkapkan
bahwa Syiah prinsipnya dalam poin ketujuh itu “berbeda” baik rukun Islamnya
atau rukun Imannya, hal ini menunjukkan kalau Syiah perbedaannya dengan “sunnah
sangat prinsip”.
Di
satu sisi lagi disebutkan tentang Asy’ariyah dan sufiyah, dalam pandangan ulama
ulama salaf , keduanya tidak lepas dari sorotan mereka. Dalam kontek pemikiran
salaf baik Asy’ariyah dan Sufiyah berada pada peringkat kesesatan dan
penyimpangan, terutama dalam konsep ghuluw aqidah Asy’ariyah dan ritual ibadah
dalam sufiyah yang paternalistic sufiisme, ajaran ajarannya datang dari syaik
syaikh mereka. Dalam Aqidah Asyairah dan Ahlussunah memiliki prinsip perbedaan
tentang Allah dan sifatnya, antara ta’wil dan haqiqat sifat.
Disisi
lain Pertemuan Amman adalah pertemuan orang orang yang tak berminat menjalankan
Islam yang benar, dan orang orang yang mencari cela cela penyatuan umat Islam,
sebagai testimony, supaya Islam Islam yang berbicara kesalahan Asy’ariyah
dihentikan. Dan menempatkan Asy’ariyah sebagai bagian dari konsep tahuid Islam.
Disampin ritual sufiyah dan aqidah sufiyah, apapun jenisnya akhirnya dihalalkan
begitu saja menjadi pilihan umat Islam. Pendapat Risalah Amman ini sama halnya
dengan konsep pemikiran “jaringan Islam Liberal” menghalalkan segala cara.
Meskipun orang orang yang datang memenuhi undangan “Amman” tergolong kelas
tinggi dan selera tinggi, namun tataran pemikiran mereka justru berlawanan
dengan ulama ulama Mazhab , termasuk menentang ulama ulama Ushul, Tafsir dan
Fiqih yang mengkafirkan Syiah Rofidah dan beranggapan sesat terhadap asy’ariyah
dan sufiyah. Risalah “amman” mengesankan sebuah keputusan yang tergesa gesa,
tanpa ada penelitian mendalam dan bersifat otentik dari aqidah generasi
pertama. Penegasan Risalah “Amman” sangat Prematur, meskipun di dukung
ulama ulama seantero dunia.
Sebenarnya
Konferensi “Amman” yang mengahasilkan risalah “Amman
lebih bersifat dominasi dari sebuah kelompok yang berusaha menyudutkan wahabi
yang berusaha gigih menjelaskan kesesatan Asy’ariyah dan Maturidiyah, disamping
penyimpangan Syiah dalam hal Aqidah tak bisa disamakan dengan ahlussunah, tak
sedikitpun menyentuh aqidah ahlsunnah , juga ibadahnya yang tidak sejalan
dengan rukun Islam.
Konferensi
“Amman” hanya sebuah paguyuban Syiah untuk melebarkan Sayapnya dan tidak
menyentuh aspek teologis secara menyeluruh, karena teologi Syiah bukanlah
teologi Islam, jauh berbeda antara teologi Syiah dan Islam. Untuk membuktikan
keberadaan Syiah sebagai agama dan bukan Islam, didapat di simak pernyataan
tokoh tokoh Syiah berikut ini:
1.
Syeikh Musa bin Jarullah Al Turkistani
Al Qazani Ar-Rusi, seorang ulama Ahlus Sunnah asal Rusia :” ajaran Syiah sangat bertentangan dengan dasar-dasar
akidah Ahlus Sunnah; mereka meyakini Al-Qur`an telah diubah.
(Baca Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, karya
Prof.Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Maret 2012, hlm. 466-470).
2.
Abdul Qahir Al Baghdadi, yang kitabnya
menjadi rujukan Asy’ariyah, Maturidiyah, Salafiyah, Berkata : ““Sedangkan para pengikut hawa nafsu dari kalangan Al
Jarudiyah, Al Hisyamiyah, Al Jahmiyah, dan Al Imamiyyah yang mereka itu telah
mengkafirkan sebaik-baik Sahabat…maka kami mengkafirkan mereka, di kalangan
kami tidak diperbolehkan menshalatkan mereka (kalau mati –pen.) dan tidak boleh
shalat di belakang mereka (menjadi makmum –pen.).” [dalam
Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 357].
3.
Prof. Dr. Ali Ahmad As-Salus, seorang
pakar fikih di Universitas Syariah, Qatar.:” “Tetapi setelah melakukan penelitian dan kajian,
dimana saya membaca secara intensif karya-karya dan buku-buku mereka, lalu saya
mendapatkan suatu hal yang amat berbeda dari apa yang diilustrasikan oleh para
penganjur dan pendukung upaya pendekatan madzhab Ahlus Sunnah dan Syiah.
Kepercayaan Syiah terhadap konsep Imamah dan semua yang dibangun di atas itu,
pada dasarnya menghambat dan menghalangi suatu (upaya) pendekatan. Karena
akidah mereka tidak lain kecuali memfitnah dan menistakan manusia-manusia
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, yaitu para Sahabat.” [Ensiklopedi
Sunnah-Syiah, karya Prof. Ali Ahmad As-Salus, jilid 1, hlm. 1-7. Jakarta,
Pustaka Al Kautsar, Agustus 2011. Judul kitab asli, Ma’as Syi’ah Al Itsna Al
‘Asyariyah fil Ushul wal Furu’: Mausu’ah Syamilah]. Tulisan beliau itu
membantah taqrib Syaikh syaik Al Azhar masa lalu seperti Mahmud Syaltut, Syeikh
Al-Azhar Dan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, seorang ulama terkemuka universitas
Al-Azhar . Dan beliau melakukan penelitian terhadap kitab syiah selama 30
tahun.
4.
Semua Ulama yang hadir Amman itu tidak
bisa melampaui keudukan Imam Bukhari dalam menghadapi Syiah, karena para
professor itu bukan apa apa bila di bandingkan dengan Imam Bukhari, beliau
berkata :” “Aku tidak bedakan apakah aku shalat
di belakang seorang Jahmi atau Rafidhi, atau aku shalat di belakang Yahudi dan
Nashrani. Mereka tidak diberikan salam, tidak didatangi (undangannya), tidak
dinikahkan (dengan wanita-wanita kaum Muslimin), tidak dijadikan saksi, tidak
dimakan sembelihannya.” [Khalqu Af’alil Ibad, hlm. 125].
5.
Abdul Qahir Al Baghdadi :” “Bahwasanya Nabi menjelaskan tentang firqah
tercela, yaitu firqah pengikut hawa nafsu yang menyelisihi Firqah An Najiyyah,
dalam bab keadilan dan Tauhid; atau dalam janji dan yang dijanjikan; atau dalam
qadar dan kemampuan; atau dalam masalah takdir baik dan buruk; atau dalam bab
hidayah dan kesesatan; atau dalam bab keinginan dan kehendak; atau dalam bab
penglihatan dan pencapaian; atau dalam bab Sifat-sifat Allah , Nama-nama
dan Sifat-sifat-Nya; atau dalam bab di antara bab-bab seputar pujian dan
pembolehan; atUau dalam bab di antara bab-bab seputar kenabian dan
syarat-syaratnya; atau dalam bab-bab semisal itu yang telah bersepakat Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, dari kalangan Ahlul Ra’yi dan Ahlul Hadits, di atas pokok
yang satu. Menyelisihi mereka dalam hal itu, para pengikut hawa nafsu dari
kalangan Qadariyah, Khawarij, Rafidhah, Najariyah, Jahmiyah, Mujassimah,
Musyabbihah, dan siapa yang mengikuti firqah sesat. Maka sesungguhnya kaum yang
menyimpang dalam bab keadilan dan Tauhid, masalah kubur dan islaf (pinjaman), yang
mendefinisikan ru’yah dan shifat, pujian dan pembolehan, dan syarat-syarat
kenabian dan imamah; mereka satu sama lain saling mengkafirkan.” [Al
Farqu Bainal Firaq, hlm. 3]].
6.
6. Demikian
juga dengan Dr. Mustafa As-Siba’i, seorang ulama Ikhwanul Muslimin di Libanon.
Pada mulanya beliau sangat antusias dengan ide At-Taqrib. Berbagai usaha sudah
beliau lakukan untuk merealisasikan ide pendekatan madzhab. Namun saat muncul
buku Al-Murajaat karya Sharafuddin Al Mausawi, beliau merasa sangat terkejut
ketika dalam buku itu terdapat hujatan-hujatan terhadap Abu Hurairah ra, bahkan
beliau disebut kufur dan munafik , kata beliau : “Ide pendekatan madzhab yang dilontarkan oleh
ulama-ulama Syiah secara keseluruhan, hanyalah basa-basi dalam sebuah
pertemuan. Sementara mereka terus melakukan penghinaan terhadap para Sahabat
dan berprasangka-buruk terhadap mereka. Mereka juga sangat meyakini kebenaran
riwayat-riwayat yang ada dalam kitab-kitab pendahulu mereka. Mereka yang menyerukan pendekatan madzhab, akan tetapi
mereka tidak memiliki jiwa pendekatan. Ide pendekatan itu sama sekali tidak ada pengaruhnya
bagi ulama-ulama Syiah di Iraq dan Iran. Sehingga kelompok-kelompok Syiah di
masing-masing daerah tetap berpegang-teguh kepada kitab-kitab para pendahulu
mereka, yang berisi pencemaran nama baik dan gambaran penuh kebohongan terhadap
para Sahabat. yang berselisih pendapat. Seolah-olah, ide pendekatan
madzhab dalam versi mereka, adalah mendekatkan golongan Ahlus Sunnah kepada
ajaran Syiah. ” (Khawarij dan Syiah dalam Timbangan
Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 464-466)
Dari pernyataan Assiba’i ada kalimat
mendasar yang menyimpulkan :kalau ide pendekatan oleh Ahlussunah Wal Jamaah
terhadapat Syiah itu hanya sekedar kelekar yang mengandung muatan, maksudnya
agar kaum sunni berduyun duyun mendekati ajaran Syiah, itulah talbis iblis yang
terkandung di dalam Risalah “Amman”, Risalah “Amman” hanya menjadi dasar utama
Syiah untuk kian menghancurkan Islam, penipuan atau TALBIS IBLIS yang
terang terangan menggunakan dan mengendarai kendaran “Taqrib”, agar lebih cepat
menuju cita cita Syiah untuk membantai muslim beriman di negeri ini.
Pada
awalnya Yusuf Al-Qaradhawi pro dengan kampanye At-Taqrib antara Ahlus Sunnah
dan Syiah. Namun setelah melihat kekejaman kaum Syiah terhadap para pengungsi
asal Palestina, beliau mengubah pandangannya. Terlebih dengan kesaksian Yusuf
Qoradhawi sekarang dengan pembantaian Syiah terhadap Ahlussunah di Iran, Irak,
Yaman Dan Suriah makin membuka mata hati Dr. Yusuf menyesali kesalahannya
dengan taqrib yang dilakukannya.
Pada
hakikatnya Risalah “Amman’ bertujuan suci, namun kesucian tujuan risalah
tersebut penuh dengan onak dan duri pemikiran yang bisa membahayakan
kelangsungan Islam di dunia. (Sumber : www.koepas.org )