Wednesday, June 3, 2015

Cegah Kehancuran Rezim Syiah Assad, Iran Kirim Ratusan Ribu Tentara ke Suriah

15 Sya'ban 1436 H / 2 Juni 2015 08:00 WIB
 Laman resmi milisi Iran yang memiliki kedekatan dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenai “Anshar Hizbullah”, menyatakan Iran mesti mengirimkan 50 ribu tentara lagi dari Angkatan Darat untuk ke Suriah. Ini sebagai upaya untuk mencegah jatuhnya rezim Asad yang kian terdesak.
Berdasarkan survei, Iran harus mempertahankan jalur aktif dan strategis yang menghubungkan antara Damaskus, Ladziqia, Trhurthus hingga perbatasan Lebanon serta pengiriman 50 ribu pasukan darat segera mengingat perkembangan situasi dan kondisi yang berubah cepat dan memburuknya keadaan pertahanan Asad.
Sebelumnya, mantan komandan Garda Revolusi Iran, Jenderal Muhsen Ridai beberapa waktu lalu mengutarakan kekhawatiran Teheran atas kemajuan yang signifikan operasi militer “Decisive Storm” di Yaman. Iran khawatir keberhasilan itu akan merembet ke Suriah. Merespons perkembangan tersebut, Iran mengirimkan lagi milisi-milisi mereka dari Afganistan dari kelompok “Fathimiyyun” seperti dilansir alarabiya, Senin (1/6).
Milisi ini akan bergabung dengan pasukan Asad dan segenap milisi Iran di Suriah. Menurut Komandan Garda Revolusi, Muhammad Ali Ja’fari, Iran telah mengerahkan 100 ribu tentara dari Kesatuan Benteng Negara untuk mendukung rezim Asad dan Iran melawan oposisi. Tidak hanya itu, berbagai bantuan logistik pun terus diupayakan Iran untuk mempertahankan Asad.

Kunjungi Utara Suriah, Qassem Soleimani Pimpin Langsung Perang Melawan Revolusioner


15 Sya'ban 1436 H / 2 Juni 2015 11:33 WIB
Situs intelejen Zionis Israel mengungkapkan bahwa komandan pasukan khusus Iran, Jenderal Qassem Soleimani, kini berada di wilayah utara Suriah untuk membantu tentara pemerintah merebut kembali sejumlah wilayah strategis yang diambil pejuang revolusi.
Menurut file intelejen yang diterima DEBKA file menyatakan bahwa Jenderal Qassem Soleimani kepala stafnya yang bertanggung jawab dengan perang di Irak, Iran, Suriah dan Yaman, telah tiba di utara Suriah sejak hari Senin (01/06).
DEBKA file menyatakan bahwa Jenderal Qassem Soleimani kini sedang bertemu dengan Kepala Staf Suriah dan sejumlah komandan militer milik Hizbullah.
Kedatangan Jenderal Qassem Soleimani beserta stafnya untuk bertemu dengan komandan militer Suriah adalah untuk mencari cara menghentikan kemajuan kelompok revolusi Suriah dan organisasi Daash.

Irak Cari Bantuan dari Semua Pihak

Dengan menyebarkan pasukan elit Divisi Emas dan mengepung markas Brigade ke-8 yang berada di dekat Ramadi, militan ISIS membuktikan bahwa senjata dan semangat mereka tak memudar sedikit pun, malah sebaliknya justru lebih kuat dibanding pihak lawan. Tekad mereka untuk merealisasikan kekhalifahan Islam pun kian tak terbendung.
Menteri Dalam Negeri Irak Mohammed Ghabban mempermalukan pasukan bersenjata Irak yang dilatih AS dan menyebutkan kini Baghdad menaruh harapan pada kesiapan Moskow untuk memasok senjata dan amunisi bagi Irak. "Kami tak bisa bergantung hanya pada satu jenis senjata dari satu negara tertentu," kata Ghabban dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi Rusia. Ia juga mengakui bahwa Irak menyambut hangat rencana pelatihan untuk kepolisian dan militer Irak oleh Rusia untuk melawan ISIS.
Perdana Menteri Al-Abadi mendesak Rusia untuk meningkatkan keterlibatannya dalam memerangi ISIS. Permintaan tersebut sama seperti pesan Al-Abadi pada Washington ketika ia mengunjungi AS bulan lalu. Ia meminta AS untuk meningkatkan intensitas perlawanan terhadap para pasukan jihad. Al-Abadi mengaku sebelumnya ia mendapat tekanan sehingga ia tak mengacuhkan rencana untuk meminta bantuan Moskow. Namun kini, ia mengabaikan tekanan itu.
Seberapa benar kebijakan Rusia yang lebih asertif dan proaktif di Irak? Seberapa bijak langkah Rusia meningkatkan pasokan senjata dan amunisi untuk Baghdad? Ini adalah isu yang sangat politis yang ditanggapi beragam oleh para pakar Rusia.
Grigory Kosach, Profesor Studi Oriental di Russian State University for Humanities, dan kritikus setia kebijakan luar negeri Kremlin, menentang hasrat Moskow untuk memasok senjata pada rezim Irak saat ini. Ia menyampaikan pada Troika Report:
"Amerika Serikat dan negara-negara Barat lain selalu menyinggung buruknya rezim Baghdad terkait pelanggaran hak asasi manusia, kurangnya perwakilan Sunni di institusi pemerintahan, penyalahgunaan milisi Syiah, dan lain-lain. Rusia tak melakukan hal semacam itu. Rusia hanya menjual senjata untuk siapa saja di wilayah tersebut yang siap membayar dengan harga tinggi."
Namun, pandangan tersebut berbeda dengan opini Yevgeny Satanovsky, Presiden Institute of Middle East Studies yang berbasis di Moskow, yang menjelaskan nilai dari kerja sama militer teknis Rusia dengan Irak pada Troika Report sebagai berikut:
"Satu-satunya negara yang secara resmi mendukung Baghdad dengan memasok peralatan militer saat Irak menghadapi ancaman dari ISIS adalah Rusia. Hanya pesawat, artileri, dan tank Rusia yang saat ini digunakan untuk mencegah ISIS meluncurkan serangan ke area tertentu di Irak. Tak peduli siapa yang menggunakan senjata Rusia, baik Irak, Iran, atau Bashar al-Assad di Suriah, Rusia berkontribusi untuk melawan kelompok Islam radikal itu."
"Rusia adalah satu-satunya negara yang berjanji mendukung Irak dan benar-benar melakukannya."
Kunjungan Perdana Menteri Irak Al-Abadi ke Moscow tentu berjalan dengan baik sehingga membuat Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memberi dukungan penuh untuk memerangi militan ISIS. "Kami akan mencoba untuk memenuhi semua permintaan Irak dalam memaksimalkan kapabilitas pertahanan mereka dan kemampuan untuk memerangi ISIS dan teroris lain di wilayah tersebut," kata Lavrov. Ia juga menyebutkan bahwa Rusia akan memasok senjata ke Irak tanpa syarat tertentu.
Tahun lalu, Rusia mengirim senjata dan amunisi senilai 1,7 miliar dolar AS untuk Irak, menyediakan unit artileri antipesawat Pantsir-S1, helikopter serang Mil Mi-35M, dan pesawat tempur Sukhoi Su-25 bagi pasukan bersenjata Irak.
Menanggapi permohonan Al-Abadi ke Moskow terkait pasokan senjata, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Marie Harf menyatakan Irak punya hak untuk membeli peralatan militer dari Rusia demi mempertahankan keamanan mereka.
Pernyataan yang terdengar positif tersebut dapat diintepretasikan sebagai penyesuaian antara Washington dan Moskow terkait ancaman regional dan global yang datang dari ISIS.
Sergey Strokan