Direktur Badan
Intelejen Amerika Serikat (CIA), John Brennan, menyatakan pertempuran melawan
pejuang Negara Islam akan membutuhkan waktu yang lama dan digenangi oleh aliran
darah, dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi CBS Amerika pada Minggu
(31/05) malam.
Dalam wawancara tersebut, John Brennan mengatakan, “Saya tidak
berpikir bahwa Daash akan dapat dihilangkan dalam waktu yang cepat, akan tetapi
yang paling penting adalah bagaimana mengatasi organisasi tersebut, meskipun
harus mengorbankan banyak darah untuk mencapainya.”
John Brennan mengatakan, “Saya sangat terkejut ketika membaca
laporan mengenai perkembangan organisasi Negara Islam dalam satu pekan
terakhir. Mereka mengalami perkembangan yang sangat signifikan sebagai kelompok
oposisi bersenjata.”
“Ada PR yang sangat banyak didalam negeri yang harus
diselesaikan pemerintah selain Negara Islam, dan konflik sekterian Sunni-Syiah
adalah salah satunya,” ujar John Brennan.
Menurutnya pemerintah Irak membutuhkan solusi politik dan
militer dalam menghadapi konflik yang kini melanda negara tersebut.
Ketika ditanya mengenai dampak dari Daash, John Brennan
mengatakan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok bersenjata asal Irak
tersebut dapat mencapai Amerika Serikat.
“Keamanan yang tidak stabil dikawasan Timur Tengah saat ini akan
berdampak pada kepentingan nasional AS di luar negeri, dan ini menjadi ancaman
yang nyata bagi kita,” jawab John Brennan.
CIA Tegaskan Tentara AS
Tak Mampu Kalahkan Daulah Islam Dalam Perang di Darat
Direktur Badan
Intelejen AS (CIA) John Brennan mengatakan serdadu Paman Sam tidak akan bisa
mengalahkan Mujahidin Daulah Islam (IS) di medan perang.
“Saya percaya
AS tidak akan bisa mengalahkan IS lewat pertempuran darat,” ujar Brennan dalam
acara Face the Nation yang ditayangkan CBS, Minggu (31/5).
Menurut Brennan, serahkan semuanya pada pemerintah Irak dan
Suriah untuk memutuskan bagaimana mereka memulihkan perdamaian di negara masing-masing.
“Harus ada proses politik yang layak dan mampu menyatukan para
aktor di Irak dan Suriah,” ujar Brennan. “Mereka harus dapat memutuskan
bagaimana menyelesaikan urusan dengan IS demi masa depan yang damai.”
Dalam beberapa pekan terakhir, pejabat senior dan pakar militer
mengungkapkan kekhawatiran serupa; AS tidak punya strategi menghadapi IS di
medan tempur darat.
“Kami tidak hanya gagal, tapi kalah perang,” ujar Jenderal John
M ‘Jack’ Keane, mantan wakil Kepala Staf Angkatan Darat AS, di depan sidang
Komite Angkatan Bersenjata Senat, bulan lalu.
Frederick Kagan, direktur American Enterprise Institute,
mengatakan kepada panel Senat bahwa memperoleh momentuk kemenangan melawan IS
membutuhkan lebih 20 ribu tentara.
Tahun 2006, Keane dan Kagan menyarankan mantan presiden George W
Bush meningkatkan pasukan di Irak, ketika strategi terancam gagal. Kini,
Presiden Barrack Obama menolak pengiriman pasukan dan lebih suka menggempur IS
dari udara. Yang terjadi adalah IS tak melemah. Fakta paling menarik adalah
kemampuan IS merebut Ramadi dan menguasi lebih 50 persen wilayah Suriah.
Brennan mengakui banyak militan moderat yang dilatih AS untuk
melawan rejim Bashar Assad yang kini bergabung dengan IS, dan melawan AS.
Anehnya, AS masih melakukan tindakan yang sama; melatih 3.000 militan di Suriah
pada akhir 2015 dan tambahah 5.000 pada April 2016, untuk mengalahkan IS.
Perdana Menteri Irak: Dunia Gagal Lawan ISIS ( Frustrasi )
Rabu 15 Syaaban 1436 /
3 Juni 2015 02:00
PERDANA Menteri Irak
Haider al-Abadi dilaporkan telah menyatakan bahwa dunia telah gagal dalam
melawan dan menghentikan ISIS.
Al-Abadi berbicara sebelum koalisi pimpinan AS penentang
kelompok ISIS dijadwalkan bertemu di Prancis untuk mengkaji strategi mereka.
Abadi mengatakan
koalisi gagal menghentikan gerak maju ISIS di Irak dan Suriah, meski telah
dilakukan sejumlah serangan udara dan penempatan pelatih militer Barat.
Abadi menambahkan bahwa gelombang warga asing yang bergabung ke
dalam ISIS terus meningkat, kantor berita BBCmelaporkan
pada Selasa (2/6/2015).
Menlu AS, John Kerry, tidak akan menghadiri pertemuan tersebut
karena mengalami kecelakaan sepeda.
Pertemuan dilakukan setelah ISIS menguasai kota Ramadi di Anbar,
provinsi Sunni terbesar Irak, bulan Mei lalu.
Jenderal AS: Butuh Satu Generasi atau
Lebih untuk Mengalahkan Daulah Islam (IS)
Daulah Islam (IS) adalah
"ancaman global" yang akan membutuhkan satu generasi atau lebih untuk
mengalahkannya, utusan Washington untuk koalisi pimpinan AS melawan mujahidin
mengatakan hari Rabu (3/6/2015).
Meskipun "momentum strategis" terhadap IS - atau Daesh saat ia
menyebutnya - Jenderal John Allen mengakui bahwa pertarungan itu akan berlanjut
selama beberapa tahun katanya dalam pidato utama di World Forum AS-Islam di
Doha, Qatar.
Dan ia menambahkan bahwa jika IS tidak bisa dikalahkan itu "mendatangkan
malapetaka pada kemajuan umat manusia".
"Ini akan menjadi kampanye yang panjang," katanya.
"Mengalahkan ideologi Daesh kemungkinan akan membutuhkan satu generasi
atau lebih. Tapi kita bisa dan kita harus bangkit untuk tantangan ini.
"Di zaman ketika kita lebih saling berhubungan bahwa kapanpun sejarah
manusia, Daesh adalah ancaman global."
Dalam sebuah pidato panjang, Allen menambahkan bahwa IS juga menimbulkan jenis
baru dari ancaman karena "kebobrokan" mereka.
"Sebagai seseorang yang telah menghabiskan hampir empat dekade sebagai
marinir Amerika Serikat, Aku lebih dekat daripada orang kebanyakan dengan
realitas ketidakmanusiawian.
"Tapi saya belum pernah melihat sebelumnya jenis kerusakan dan kebrutalan
di wilayah ini yang ISIL tunjukkan dan, pada kenyataannya, bahwa ISIL
merayakannya," tambahnya, dengan menggunakan singkatan lain untuk IS.
Allen berbicara sehari setelah menghadiri pembicaraan di Paris dengan para
menteri dari sekitar 20 negara koalisi.
Pertemuan itu menyusul jatuhnya kota Ramadi, ibukota provinsi terbesar Irak
Anbar, ke tangan IS.
Kerugian itu telah digambarkan sebagai kekalahan terburuk bagi koalisi sejak
itu terbentuk hampir setahun yang lalu.
Kepala Pentagon AS Ashton Carter menyalahkan pasukan Syi'ah Irak, mengatakan
ada "masalah dengan keinginan rakyat Irak untuk melawan", dalam
sebuah komentar yang membuat marah Baghdad.
Pemerintah Syi'ah Irak pada Selasa memohon dukungan lebih global dalam
memerangi IS.
Hilangnya Ramadi di Irak ditambah kota kuno Palmyra di Suriah telah menyebabkan
beberapa mempertanyakan efektivitas koalisi pimpinan AS dalam beberapa pekan
terakhir.
Allen mengatakan koalisi telah mencapai beberapa keuntungan terhadap IS.
Dia mengklaim bahwa IS telah dikalahkan di banyak tempat di Irak dan bahwa
mereka telah "kehilangan lebih dari 25 persen" dari wilayah
berpenduduk yang pernah dikuasai mereka di negara itu.
Bidang lain keberhasilan koalisi, Allen mengklaim, adalah kemampuannya untuk
mengganggu akses mereka untuk pembiayaan.
"Kami berbagi informasi untuk memblokir aset mereka ke sistem keuangan
global. Kami mengungkap poin-poin akses mereka di daerah itu dan luar negeri
untuk dukungan keuangan," katanya.
Dia mengatakan koalisi telah mendapatkan data intelijen yang berharga tentang
perusahaan keuangan IS, tetapi mengakui bahwa "Daesh masih mempertahankan
sumber daya keuangan." dimana ini termasuk pemerasan, rampasan perang,
penculikan untuk tebusan, dan perdagangan manusia, kata Allen.