Thursday, June 18, 2015

Menghujat Abu Hurairah, Syiah Menghujat Kitabnya Sendiri, Abdul Husein Menggugat Ajaran Syiah

Abu Hurairah mendengar bahwa siapa yang junub di pagi hari bulan ramadhan, maka ia tidak berpuasa. Dia mendengar itu dari Al Fadhl, dan Abu Hurairah segera merubah pendapatnya ketika mendengar sebaliknya dari istri Nabi. Ternyata pendapat pertama Abu Hurairah itu adalah ajaran mazhab syiah.
Abu Hurairah menceritakan bahwa siapa yang junub di pagi hari bulan ramadhan tidak boleh berpuasa.  Cerita itu didengarnya dari Al Fadhl. Lalu Abdurrahman pergi ke Aisyah dan Ummu Salamah dan  mereka mengatakan bahwa Nabi  tidak suci di pagi hari tanpa mimpi basah dan beliau berpuasa. Mendengar itu, Abu Hurairah merubah pendapatnya. Ini tercantum dalam shahih Muslim

Mari kita lihat riwayat-riwayat ahlulbait mengenai hal ini.

Dari Habib Al Khats’ami, dalam hadits shahih dari imam As Shadiq: Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat malam di bulan ramadhan, lalu junub, lalu menunda mandi dengan sengaja, hingga terbit fajar. 

Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal 213, 

Wasa'il Syi'ah jilid 7 hal 44, 

Al Mukhtalaf jilid 3 hal 409

Dalam Tahdzib jilid 6 hal 15, dari Muhammad bin Hamran: aku bertanya pada Abu Abdillah tentang orang yang junub, apakah boleh duduk di masjid? Jawabnya: tidak boleh, tapi boleh sekedar melewati masjid, kecuali masjidil haram dan masjid madinah. Dan ulama kami meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: tidak boleh  seorang pun tidur dan junub di masjidku ini, dan berkata: sesungguhnya Allah mewahyukan padaku: jadikanlah masjid yang bersih, tidak halal seorang pun untuk junub di dalamnya selain aku, Ali, Hasan dan Husein.

Saya bertanya: apa perlunya Ali junub di masjid? Apa yang dilakukan oleh Ali di masjid dalam keadaan junub?
Dari Muhammad bin Isa berkata: Sulaiman bin Ja’far Al Marwazi menceritakan padaku dari Al Faqih Alaihissalam, bahwa dia berkata: jika seorang junub di malam hari bulan ramadhan, dan dia tidak mandi sampai waktu subuh, maka dia harus berpuasa dua bulan berturut-turut, juga harus berpuasa di hari ini, dan tidak akan pernah mendapatkan keutamaan puasa pada hari itu.

Al Istibshar jilid 2 hal 78,
At Tahdzib jilid 4 hal 212,
Wasa'il Syi'ah jilid 7 hal 43 

Dari Abu Bashir, dari Abu Abdillah, tentang seorang yang junub di malam hari bulan ramadhan lalu sengaja menunda mandi sampai masuk waktu subuh, katanya: harus memerdekakan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang miskin. Katanya lagi: dia layak untuk saya katakan: tidak akan mendapatkan keutamaan puasa hari itu selamanya.

Al Istibshar jilid 2 hal 78

Tahdzib jilid 4 hal 212
Wasa'il Syi'ah jilid 7 hal 43 

Dalam Musnad Ar Ridha jilid 2 hal 194, bab siapa yang masuk waktu subuh dalam keadaan junub: dari Ahmad bin Muhammad: aku bertanya pada Abul Hasan tentang seseorang menggauli istrinya di malam hari, atau junub karena mimpi, lalu dia sengaja tidur hingga masuk waktu subuh, katanya: berpuasa pada hari itu dan harus mengqadha.

Mengqadha puasa artinya berpuasa satu hari untuk menggantikan puasanya pada hari itu. 

Dalam Mir’atul Uqul jilid 16 hal 278, bab siapa yang junub di malam hari bulan ramadhan, dari Al Halabi, dari Abu Abdillah, dia berkata, tentang seorang yang bermimpi junub di awal malam, atau menggauli istrinya lalu tidur dengan sengaja, di malam bulan ramadhan hingga masuk waktu subuh, dia berkata: berpuasa pada hari itu lalu mengqadha puasanya pada hari itu di luar bulan ramadhan, lalu beristighfar memohon ampunan Allah.

Al Muhaqqiq Al Halabi berkata dalam Syara’I’ Al Islam jilid 1 hal 192: siapa yang junub lalu tidur dan berniat untuk mandi, lalu bangun dan tidur lagi, lalu bangun dan tidur lagi sampai terbit fajar, maka harus membayar kaffarah, menurut pendapat yang terkenal, dan masih ada keraguan.

Al Majlisi berkata dalam Mir’atul Uqul jilid 16 hal 278: 

Pendapat yang terkenal di kalangan ulama kami, bahkan ada yang mengatakan bahwa hal itu adalah ijma’, yaitu haram sengaja berada dalam keadaan junub sampai terbut fajar, wajib mengqadha dan membayar kaffarah. Konon As Shaduq tidak mengharamkan hal ini, sementara ibnu Abi Aqil dan Sayyid hanya mewajibkan qadha, begitulah yang terkenal, yaitu wajib mengqadha jika dia tidur tanpa berniat untuk mandi, atau dia berniat mandi tapi dia tidak terbiasa…

Tidak terbiasa, artinya dia tidak terbiasa tidur dan bangun lagi untuk mandi.

Kata abdul husein pada hal 157:

Adalah pasti bahwa Al Fadhl telah meninggal dunia semasa pemerintahan Abu Bakar dan kasus ini terjadi selama pemerintahan Muawiyah. Maka mudah bagi Abu Hurairah untuk mengatakan bahwa ia telah mendengarnya dari Al Fadhl, dan tidak dari Nabi. Seandainya Al Fadhl Masih hidup, ia tidak akan berani berkata demikian.

Di sini abdul husein seolah mengesankan bahwa ucapan Abu Hurairah itu adalah dari kepalanya sendiri, bukan dari Al Fadhl atau siapa pun. Dalam pandangan abdul husein, Abu Hurairah menjadikan Al Fadhl sebagai kambing hitam, padahal ucapan itu dari Abu Hurairah sendiri. Tapi ternyata ucapan Abu Hurairah, yang dikatakan berasal dari Al Fadhl, dipegang oleh syiah.

Kita lihat Abu Hurairah menyatakan pendapat yang menjadi mazhab syiah. 

Mengapa Abu Hurairah digugat karena menyatakan apa yang menjadi pendapat mazhab syiah? ternyata abdul husein tidak banyak tahu riwayat ahlulbait.

Jika abdul husein musawi, yang menuntut ilmu di hauzah nejef, tidak banyak tahu hadits-hadits dan riwayat ahlulbait “maksumin”, apalagi yang hanya kuliah program doktoral di UIN Alaudin Makassar.

Junub tidak membatalkan puasa, dengan bukti bahwa bisa saja seorang mimpi basah di siang hari bulan ramadhan dan menunda mandi, itu tidak membatalkan puasanya.

Ini diakui sendiri oleh Al Murtadha dalam Al Intishar hal 64, katanya:
kami tidak mewajibkan bagi mereka yang sengaja tetap dalam keadaan junub sampai subuh untuk mandi, bukan karena junub menggugurkan puasa, tapi karena boleh berada dalam keadaan junub pada siang hari puasa.

Satu lagi bahan renungan untuk syiah Indonesia. Semoga mereka mau berpikir.