Monday, June 22, 2015

Nikah Mut’ah Diharamkan oleh ‘Umar ??

Tanya : Benarkah perkataan bahwa nikah mut’ah hanya dilarang oleh ‘Umar bin Al-Khaththaabradliyallaahu ‘anhu?.
Jawab : Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasuulillah wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah, wa ba’d,
Tentu saja perkataan tersebut tidak benar. Perkataan tersebut adalah slogan-slogan yang dikatakan orang-orang Syi’ah yang hati mereka penuh penyakit terhadap ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu.

Bagaimana dapat dikatakan nikah mut’ah hanya dilarang oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab sementara ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu pun melarangnya sebagaimana riwayat:
وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، قَالَا: أَخْبَرَنا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الْحَسَنِ، وَعَبْدِ اللَّهِ، ابني محمد بن علي بن أبي طالب، عَنْ أَبِيهِمَا، أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، يَقُولُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ "
Dan telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir dan Harmalah bin Yahyaa, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus, dari Ibnu Syihaab, dari Al-Hasan dan ‘Abdullah anak dari Muhammad bin ‘Aliy bin Abi Thaalib, dari ayahnya (Muhammad bin 'Aliy bin Abi Thaalib), bahwasannya ia mendengar ‘Aliy bin Abi Thaalib berkata kepada Ibnu ‘Abbaas : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menikahi wanita secara mut’ah dan makan daging keledai jinak pada tahun Khaibar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1407].
Yuunus bin Yaziid mempunyai mutaba’aat dari Sufyaan bin ‘Uyainah, Maalik bin Anas, Usaamah bin Zaid, Ma’mar, dan ‘Ubaidullah bin ‘Umar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim no. 1407, Ahmad 1/142, Abu ‘Awaanah dalam Al-Mustakhraj 3/27 no. 4072 & 5/28 no. 7645 & 5/29 no. 7650, dan Ad-Daarimiy no. 2197.
Riwayat ini menunjukkan pengingkaran ‘Aliy terhadap Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumyang sempat memfatwakan pembolehan nikah mut’ah[1]. Bahkan dalam riwayat lain ‘Aliy mengingkarinya dengan keras dengan perkataannya:
إِنَّكَ رَجُلٌ تَائِهٌ
“Sesungguhnya engkau adalah orang yang bingung……” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1407].
Riwayat tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian antara ‘Aliy dan Ibnu ‘Abbaasradliyallaahu ‘anhum terjadi setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat, karena kejadian tersebut disaksikan oleh Muhammad bin ‘Aliy bin Abi Thaalib rahimahullah yang statusnya adalah taabi’iin.
Yang menjadi pokok di sini[2] adalah larangan nikah mut’ah merupakan madzhab yang dipegang oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Seandainya ‘Umar bin Al-Khaththaab melarang nikah mut’ah, tidak lain hal itu karena pengetahuannya bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarangnya, sama seperti ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Dan seandainya mereka (orang Syi’ah) menganggap ‘Aliy bin Abi Thaalib ma’shum, mengapa mereka tidak memegang madzhabnya dalam masalah mut’ah dan malah melemparkan tuduhan dusta kepada ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa ?. Barangkali karena mereka sudah kecanduan akan praktek ‘prostitusi syar’iy’ sehingga susah untuk melepaskannya.
Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk kepada mereka dan juga kita.
Intinya, tidak benar hanya ‘Umar radliyallaahu ‘anhu yang melarang nikah mut’ah, akan tetapi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aliy bin Abi Thaalib dan para shahabat yang lain radliyallaahu ‘anhum.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 05 Ramadlaan 1436 – 22062015 – 01:11].
Silakan baca juga artikel:

[1]      Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa sempat memfatwakan kebolehan nikah mut’ah dalam keadaan darurat sebagaimana riwayat:
عَنْ أَبِي جَمْرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ سُئِلَ عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ، فَرَخَّصَ، فَقَالَ لَهُ مَوْلًى لَهُ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الْحَالِ الشَّدِيدِ، وَفِي النِّسَاءِ قِلَّةٌ أَوْ نَحْوَهُ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: نَعَمْ
Dari Abu Jamrah, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas ditanya tentang menikahi wanita secara mut’ah, lalu ia memberikan keringanan (rukhshah) padanya. Lalu bekas budaknya berkata kepadanya: “Apakah hal itu hanya dilakukan ketika keadaan mendesak, sedikitnya jumlah wanita, atau yang seperti itu?”. Ia (Ibnu ‘Abbaas) berkata : “Ya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5116].
Tentu ini jauh dengan motif beberapa oknum yang membawakan perkataan Ibnu ‘Abbaas untuk membolehkan nikah mut’ah versi Syi’ah. Nikah mut’ah yang pernah berlaku di jaman Nabi dan dipahami para shahabat sangat berbeda wujudnya dengan nikah mut’ah orang Syi’ah yang lebih mirip pada praktek prostitusi [silakan baca : Ada Beda Antara Nikah Mut’ah dengan Zina !].
Kemudian Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa rujuk dari fatwanya tersebut.
قَالَ يُونُسُ: قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: وَسَمِعْتُ الرَّبِيعَ بْنَ سَبْرَةَ، يُحَدِّثُ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَأَنَا جَالِسٌ، أَنَّهُ قَالَ: مَا مَاتَ ابْنُ عَبَّاسٍ حَتَّى رَجَعَ عَنْ هَذِهِ الْفُتْيَا
Telah berkata Yuunus : Telah berkata Ibnu Syihaab : Aku mendengar Ar-Rabii’ bin Sabrah menceritakan kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz dan saat itu aku sedang duduk. Ia (Ibnu Sabrah) berkata : “Tidaklah Ibnu ‘Abbaas meninggal hingga ia rujuk dari fatwanya ini (tentang kebolehan nikah mut’ah)” [Diriwayatkan oleh Abu ‘Awaanah no. 4057].
[2]      Sebagian riwayat menjelaskan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam setelah itu membolehkannya dan kemudian melarangnya kembali dengan pelarangan yang abadi hingga hari kiamat.
حدثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حدثنا أَبِي، حدثنا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنِي الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ: أَنَّ أَبَاهُ، حَدَّثَهُ: أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقَالَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الِاسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنْ كَانَ عَنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَه، وَلَا تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Umar : Telah menceritakan kepadaku Ar-Rabii’ bin Sabrah Al-Juhaniy : Bahwasannya ayahnya telah menceritakannya : Bahwasannya ia pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengijinkan kalian nikah mut’ah. Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya hingga hari kiamat. Barangsiapa yang masih mempunyai ikatan mut’ah maka segera lepaskanlah, dan janganlah kalian ambil sesuatupun yang telah kalian berikan kepada wanita yang kalian mut’ahi itu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1406].