By: Syiah Indonesia
Syiahindonesia.com -
Syiah adalah sekte yang terus berkembang mengikuti alur zaman. Karenanya, Syiah
tidak melulu berjalan di satu lintasan dan dengan satu arah yang lurus. Jadi,
adalah hal yang wajar jika kemudian Syiah juga mengalami problem perbedaan pemikiran,
yang pada gilirannya memunculkan aneka ragam versi: Syiah Kaisaniyah, Zaidiyah,
Imamiyah, Ghulat, dan masih banyak lagi.
Merujuk pada data-data yang
ada, akan cukup jelas, jika yang menjadi pemicu utama bagi lahirnya ragam
aliran dalam Syiah ini adalah imamah, semua sekte Syiah sepakat bahwa Imam yang
pertama adalah Sayyidina Ali ra. selanjutnya adalah Hasan bin Ali, lalu Husain
bin Ali ra. Namun, setelah itu muncul perselisihan mengenai siapa pengganti
Imam Husain. Dalam hal ini, muncul dua kelompok dalam Syiah. Kelompok pertama
meyakini imamah beralih kepada Ali bin Husain Zainal Abidin, putra Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra. dari istri beliau selain Fathimah radhiyallahu anha.
Nah, akibat perbedaan antara
kedua kelompok ini, muncullah berbagai sekte dalam Syiah. Sebagian di antara
sekte-sekte ini sebetulnya tidak dapat disebut sekte atau aliran, karena hanya
merupakan pandangan seseorang atau sekelompok kecil yang kurang memiliki
kekuatan suara untuk diperhitungkan. Tapi, andai kita memperhitungkan arus
kecil itu, maka pernyataan bahwa sekte Syiah terpecah pada ratusan versi (ada
yang mengatakan sampai 300) adalah benar adanya.[1] Namun demikian, para ahli
pada umumnya membagi sekte Syiah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah,
Zaidiyah, Imamiyah, dan kaum Ghulat, sebab firqah-firqah Syiah yang mencapai
jumlah ratusan itu sejatinya bermuara dari empat kelompok besar tersebut.[2]
Syiah Kaisaniyah
Kaisaniyah adalah sekte Syiah
yang mempercayai kepemimpina Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Sayyidina
Husain bin Ali ra. Nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang bekas budak
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra., Kaisan, atau dari nama Mukhtar bin Abi Ubaid
yang juga dipanggil dengan nama Kaisan.
Sekte Kaisaniyah terpecah
menjadi dua kelompok. Pertama, yang mempercayai bahwa Muhammad bin Hanafiyah
sebenarnya tidak mati, tetapi hanya ghaib dan akan kembali lagi ke dunia nyata
pada akhir zaman. Mereka menganggap, Muhammad bin Hanafiyah adalah Imam Mahdi
yang dijanjikan itu. Yang termasuk golongan Kaisaniyah antara lain adalah sekte
al-Karabiyah, pengikut Abi Karb ad-Dharir.
Kedua, kelompok yang
mempercayai bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah meninggal, akan tetapi jabatan
imamah beralih kepada Abi Hasyim bin Muhammad bin Hanafiyah. Yang termasuk
kelompok ini adalah sekte Hasyimiyah, pengikut Abi Hasyim. Ibnu Khaldun
menengarai, bahwa dia ntara sekte-sekte Hasyimiyah yang pecah menjadi beberapa
kelompok tersebut adalah penguasa pertama Dinasti Abbasiyah, yaitu Abu Abbas
as-Saffah dan Abu Ja’far al-Manshur. Ibnu Khladun selanjutnya menyatakan bahwa
setelah meninggalnya Abi Hasyim, jabatan imamah berpindah kepada Muhammad bin
Ali Abdullah bin Abbas kemudian secara berturut-turut kepada Ibrahim al-Imam,
as-Saffah, dan al-Mansur.
Sekte Kaisaniyah ini telah
lama musnah. Namun, kebesaran dan kehebatan nama Muhammad bin Hanafiyah ini
masih dapat dijumpai dalam cerita-cerita rakyat, sperti yang terdapat dalam
cerita-cerita rakyat Aceh dan hikayat Melayu yang terkenal, Hikayah Muhammad
Hanafiyah. Hikayat ini telah dikenal di Mekah sejak abad ke-15 M
Syiah Zaidiyah
Zaidiyah adalah sekte dalam
Syiah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husain Zainal Abidin
setelah kepemimpinan Husain bin Ali ra.. mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali
bin Husain Zainal abidin seperti yang diakui sekte Imamiyah, karena menurut
mereka, Ali bin Husain Zainal Abidin dianggap tidak memenuhi syarat sebagai
pemimpin.
Dalam Syiah zaidiyah
seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni,
keturunan Fathimah binti Muhammad SAW., berpengetahuan luas tentang agama,
hidup zuhud, berjihad di jalan Allah SWT. dengan mengangkat senjata, dan
berani. Disebutkan bahwa sekte zaidiyah mengakui keabsahan khilafah atau imamah
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. (khalifah pertama) dan Umar bin Khattab ra. (khalifah
kedua).
Dalam teologi mereka
disebutkan, bahwa mereka tidak menolak prinsip imamat al-Mafdhul ma’a wujud
al-Afdhal, yaitu bahwa seseorang yang lebih rendah tingkat kemampuannya
dibanding orang lain yang sezaman dengannya dapat menjadi pemimpin, sekalipun
orang yang lebih tinggi dari dia itu masih ada. Dalam hal ini, Ali bin Abi
Thalib dinilai lebih tinggi daripada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh
karena itu, sekte zaidiyah ini dianggap yang paling dekat dengan sunnah.
Dalam persoalan imamah, sekte
Zaidiyah ini berbeda pendapat dengan sekte Itsna Asyariyah atau Syiah Dua Dua
Belas yang menganggap bahwa jabatan imamah harus dengan nash. Menurut Zaidiyah,
imamah tidak harus dengan nash, tapi boleh ikhtiar atau pemilihan. Dari segi
teologi, penganut faham Syiah Zaidiyah ini beraliran teologi Mu’tazilah. Oleh
karena itu tidak heran kalau sebagian tokoh-tokoh Mu’tazilah, terutama
Mu’tazilah Baghdad, berasal dari kelompok Zaidiyah. Di antaranya adalah Qadhi
Abdul Jabbar, tokoh Mu’tazilah terkenal yang menulis kitab Syarh al-Ushul
al-Khamsah. Hal ini bisa terjadi karena adanya hubungan yang dekat antara
pendiri Mu’tazilah, Washil bin Atha’, dan Imam Zaid bin Ali. Akibatnya muncul
kesan bahwa ajaran-ajaran Mu’tazilah berasal dari Ahlul Bait atau bahkan
sebaliknya, justru Zaid bin Ali yang terpengaruh oleh Washil bin Atha’,
sehingga ia mempunyai pandangan yang dekat dengan Sunnah. Sekte-sekte yang
berasal dari golongan Zaidiyah yang muncul kemudian adalah Jarudiyyah,
Sulaimaniyah, dan Badriyah atau ash-Shalihiyah.
Sekte Jarudiyah adalah
pengikut Abi Jarud Ziyad bin Abi Ziyad. Sekte ini menganggap bahwa Nabi
Muhammad SAW. telah menentukan Ali sebagai pengganti atau Imam setelahnya. Akan
tetapi penentuannya tidak dalam bentuk yang tegas, melainkan dengan isyarat
(menyinggung secara tidak langsung) atau dengan al-washf (menyebut-nyebut
keunggulan Ali dibandingkan dengan yang lainnya).
Sekte Sulaimaniyah adalah
pengikut Sulaiman bin Jarir. Sekte ini beranggapan bahwa masalah imamah adalah
urusan kaum Muslimin, yaitu dengan sistem musyawarah sekalipun hanya dengan dua
tokoh Muslim. Bagi mereka, seorang imam tidak harus merupakan yang terbaik di
antara kaum Muslimin, oleh karena itu sekalipun yang layak jadi khalifah
setelah Nabi Muhammad SAW. adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. akan tetapi
kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab adalah sah. Hanya dalam hal ini,
umat telah melakukan kesalahan karena tidak memilih Sayyidina Ali ra. namun,
mereka tidak mengakui kepemimpinan Utman bin Afan karena menurut mereka Utsman
telah mnyimpang dari ajaran isalam. Sekte sulaimaniysah ini juga disebut
al-Jaririyah.
Sekte badriyah atau
ash-Shalihiyah adalah pengikut kaisar an-Nu’man al-Akhtar atau pengikut Hasan
bin Shalih al-Hayy. Pandangan mereka mengenai imamah sama dengan pandangan
sekte sulaimaniyah. Hanya saja dalam masalah Utsman bin Affan, sekte badriyah
tidak memberikan sikapnya. Mereka berdiam diri atau tawaqquf. Menurut
al-Baghdadi sekte ini adalah sekte Syiah yang paling dekat Ahlussunnah. Oleh
karena itu Imam Muslim meriwayatkan beberapa Hadits dalam kitabnya Shahih
Muslim dari Hasan bin Shalih al-Hayy.
Syiah Ghulat
Syiah Ghulat (kelompok Syiah
yang ekstrem) adalah golongan yang berlebih-lebihan dalam memuji Sayyidina Ali
ra. atau Imam-imam lain dengan menganggap bahwa para imam tersebut bukan imam
biasa, melainkan jelmaan Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut
al-Baghdadi, kaum Ghukat telah ada sejak masa Ali bin Abi Thalib ra. mereka
memanggil Ali dengan sebutan “Anta, Anta”, yang berarti “Engkau, Engkau” yang
dimaksud disini adalah: Engkau adalah tuhan.
Menurut al-Baghdadi, sebagian
dari mereka sampai dibakar hidup-hidup oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.
tetapi pemimpin mereka, Abdullah bin Saba’, hanya dibuang ke Mada’in. Di antara
mereka ada yang menyalahkan, bahkan mengutuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib
karena tidak menuntut haknya dari penguasa yang telah merampas haknya sebagai
khalifah sesudah Nabi SAW.[3] Dalam sebuah riwayat Syiah disebutkan bahwa
ketika suatu hari Bisyar asy-Syairi, seorang Ghulat, datang ke rumah Ja’far
ash-Shadiq, Imam Ja’far mengusirnya seraya berkata, “sesungguhnya Allah SWT.
telah melaknatmu. Demi Allah aku tidak suka seatap denganmu.” Ketika asy-syairi
keluar, Ja’far ash-Shadiq berkata kepada pengikutnya, “celakalah dia. Ia adalah
setan, anak dari setan. Dia lakukan ini untuk menyesatkan sahabat dan Syiahku;
maka hendaklah berhati-hati terhadapnya orang-orang yang telah tahu akan hal
ini hendaknya menyampaikan kepada orang lain bahwa aku adalah hamba Allah dan
anak seorang perempuan, hamba-Nya. Aku dilahirkan dari perut seorang wanita.
Sesungguhnya aku akan mati dan dibangkitkan kembali pada hari kiamat, dan aku
akan ditanya tentang perbuatan-perbuatanku.”
Kaum Ghulat dapat
dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu golongan as-Saba’iyah dan golongan
al-Ghurabiyah. Golongan as-Saba’iyah berasal dari nama Abdullah bin Saba’,
adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib ra. adalah jelmaan dari
Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut mereka, sesungguhnya Sayyidina Ali
ra. masih hidup. Sedangkan yang terbunuh di tangan Abdurrahman bin Muljam di
Kuffah itu sesungguhnya bukanlah Sayyidina Ali ra., melainkan seseorang yang
diserupakan tuhan dengan beliau menurut mereka, Sayyidina Ali ra. telah naik ke
langit dan di sanalah tempatnya. Petir adalah suara beliau dan kilat adalah
senyum beliau.
Adapun golongan al-Ghurabiyah
adalah golongan yang tidak se-ekstrem as-Saba’iyyah dalam memuja Sayyidina Ali
ra. menurut mereka Sayyidina Ali ra. adalah manusia biasa, tetapi dialah
seharusnya yang menjadi utusan Allah, bukan Nabi Muhammad SAW.. Namun, karena
Malaikat Jibril salah alamat sehingga wahyu yang seharusnya ia sampaikan kepada
Sayyidina Ali ra. malah ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW., maka akhirnya
Allah SWT. Mengakui Muhammad SAW. sebagai utusan-Nya.[4]
Syiah Imamiyah
Imamiyah adalah golongan yang
meyakini bahwa Nabi SAW. telah menunjuk Sayyidina Ali ra. sebagai Imam
penggantinya dengan penunjukan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, mereka
tidak mengetahui keabsahan kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar, Umar, maupun Utsman
ra.. Bagi mereka, persoalan imamah adalah salah satu persoalan pokok dalam
agama atau Ushul ad-Din.
Syiah imamiyah pecah menjadi
beberapa golongan. Yang terbesar adalah golongan Itsna Asyariyah atau Syiah Dua
Belas. Sementara golongan kedua yang terbesar adalah golongan Isamiliyah. Dalam
sejarah Islam, kedua golonga sekte Imamiyah ini pernah memegang puncak
kepemimpinan politik Islam. Golongan Ismailiyah berkuasa di Mesir dan Baghdad.
Di Mesir golongan Ismailiyah berkuasa melalui Dinasti Fathimiyah. Pada waktu
yang sama golongan Itsna Asyariyah dengan Dinasti Buwaihi menguasai kekuasaan
kekhalifahan Abbasiyah selama kurang lebih satu abad.
Semua golongan yang bernaung
dengan nama Imamiyah ini sepakat bahwa Imam pertama adalah Sayyidina Ali bin
Abi Thalib, kemudian secara berturut-turut Sayyidina Hasan, Husain, Ali bin
Husain, Muhammad al-Baqir, dan Ja’far ash-Shadiq ra.. Kemudian sesudah itu,
mereka berbeda pendapat mengenai siapa Imam pengganti Ja’far ash-Shadiq. Di
antara mereka ada yang meyakini bahwa jabatan imamah tersebut pindah kepada
anaknya, Musa al-Kazhim. Keyakinan ini kemudian melahirkan sekte Itsna
Asyariyah atau Syiah Dua Belas. Sementara yang lain meyakini bahwa imamah
pindah kepada putra Ja’far ash-Shadiq, Ismail bin Ja’far ash-Shadiq, sekalipun
ia telah meninggal dunia sebelum ash-Shadiq sendiri. Pecahan ini disebut
Ismailiyah sebagian yang lain menanggap bahwa jabatan imamah berakhir dengan
meninggalnya Ja’far ash-Shadiq mereka disebut golongan al-Waqifiyah atau
golongan yang berhenti pada Imam Ja’far ash-Shadiq.
Sekte Itsna Asyariyah atau
Syiah Dua Belas merupakan sekte terbesar Syiah dewasa ini. Sekte ini meyakini
bahwa Nabi SAW. telah menetapkan dua belas orang Imam sebagai penerus
Risalahnya, yaitu: [5]
No. Nama dan julukan Lahir –
wafat
1. Ali bin Abi Thalib al-Murtadha 23 SH – 40 SH
2. Hasan bin Ali az-Zaki 2 H – 50 H
3. Husain bin Ali asy-Syahid 3 H – 61 H
4. Ali bin Husain Zainal Abidin 38 H – 59 H
5. Muhammad bin Ali al-Baqir 57 H – 114 H
6. Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq 83 H – 148 H
7. Musa bin Ja’far al-Kazhim 128 H – 203 H
8. Ali bin Musa ar-Ridha 148 H – 203 H
9. Muhammad bin al-Jawwad 195 H – 220 H
10. Ali bin Muhammad al-Hadi 212 H – 254 H
11. Hasan bin Ali al-Askari 223 H – 260
12. Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi 1.255 / 256 H
Syiah Itsna Asyariyah percaya
bahwa keduabelas Imam tersebut adalah ma’shum (manusia-manusia suci yang
terjaga dari dosa, salah, dan lupa). Apa yang dikatakan dan dilakukan mereka
tidak akan bertentangan dengan kebenaran, karena mereka selalu dijaga Allah SWT.
dari perbuatan-perbuatan salah dan bahkan dari kelupaan.
Menurut Syiah Dua Belas,
jabatan imamah berakhir pada Imam Mahdi al-Muntazhar Muhammad bin Hasan
al-Askari. Sesudah itu, tidak ada Imam-imam lagi sampai hari kiamat. Imam Mahdi
al-Muntazhar Muhammad bin Hasan al-Askari ini, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Imam Mahdi, diyakini belum mati sampat saat ini. Menurut mereka, Imam
Mahdi masih hidup, tetapi tidak dapat dijangkau oleh umum dan nanti pada akhir
zaman Imam Mahdi akan muncul kembali. Dengan kata lain, Imam Mahdi al-Muntazhar
kini diyakini sedang gaib.
Menurut Syiah Dua Belas,
selama masa kegaiban Imam Mahdi, jabatan kepemimpinan umat, baik dalam urusan
keagamaan maupun urusan kemasyarakatan, dilimpahkan kepada fuqaha (ahli hukum
Islam ) atau mujtahid (ahli agama Islam yang telah mencapai tingkat mujtahid
mutlak). Fuqaha atau mujathid ini harus memenuhi tiga kriteria. Pertama,
faqahah, yaitu ahli dalam bidang agama Islam. Kedua, ‘adalah, (adil), takwa,
dan istiqamah (konsisten) dalam menjalankan aturan-aturan agama. Ketiga,
Kafa’ah, yaitu, yaitu memiliki kemampuan memimpin dengan baik. Mujtahid atau
faqih yang menggantikan jabatan Imam Mahdi itu disebut na’ib al-Imam atau wakil
Imam. Ayatullah Ruhullah Khomaini, misalnya, adalah seorang na’ib al-Imam
tersebut.
Sebagai sekte Syiah terbesar,
kelompok Syiah Dua Belas sebenarnya bukan golongan Imamiyah atau golongan yang
hanya memusatkan perhatian pada persoalan imamah semata, tetapi juga merupakan
golongan yang terlibat aktif dalam pemikiran-pemikran keislaman lainnya,
seperti teologi, fikih, dan filsafat. Dalam teologi, sekte Itsna Asyariyah ini
dekat dengan golongan Mu’tazilah, akan tetapi dalam persoalan pokok-pokok agama
mereka berbeda.
Pokok-pokok agama menurut
Syiah Dua Belas ini adalah at-Tauhid (tauhid), al-‘Ad (keadilan), an-nubuwwah
(kenabian), al-imamah (kepemimpinan), dan al-ma’ad (tempat kembali setelah
mereka meninggal). Sementara dalam bidang fikih, mereka tidak terikat pada satu
madzhab fikih mana pun. Menurut sekte ini, selama masa kegaiban Imam Mahdi,
urusan penetapan hukum Islam harus melalui ijtihad dengan berlandaskan pada
al-Qur’an, hadits atau sunnah Nabi Muhammad SAW., hadits atau sunnah Imam Dua
Belas, ijma’ ulama Syiah dan akal.[6] Akan tetapi perlu dicatat, bahwa Syiah
memiliki al-Qur’an dan Hadits sendiri, interpretasi sendiri serta cara sendiri
dalam mengoperasikan dalil-dalil tersebut, yang tidak sama dengan Ahlussunnah
sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti.
Nama-nama Syiah Itsna
Asyariyah
Sebagai kelompok Syiah terbesar,
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah memiliki nama-nama atau julukan-julukan populer
yang beragam. Bahkan, karena statusnya sebagai satu-satunya sekte Syiah yang
masih bertahan hingga kini dan bahkan menguasai institusi Negara, ketika kata
Syiah disebut, maka aksiomanya akan langsung menunjuk pada Syiah Imamiyah Itsna
Asyariyah ini. Nama-nama Itsna Asyariyah yang populer antara lain adalah:
a. Syiah
Mula-mula kata Syiah
diucapkan untuk semua Firqah Syiah yang ada, namun saat ini, bila diucapkan
kata Syiah maka yang dimaksud adalah Itsna Asyariyah. [7] Golongan ini disebut
Syiah (pendukung) karena secara umum mereka mendukung Sayyidina Ali ra. untuk
menjadi khalifah setelah Rasulullah SAW..
b. Imamiyah
Penamaan ini antara lain
dapat diidentifikasi dari pernyataan salah seorang tokoh Syiah terkemuka di
zamannya Syekh al-Mufid. Ia menyatakan sebagai berikut, “Aliran Imamiyah adalah
aliran yang meyakini bahwa imamah, ‘ishmah dan nash imamah itu hukumnya wajib.
Mereka memilih “imamiyah” sebagai nama karena ketiga unsur pokok akidah Syiah
ini ada dalam kalimat tersebut. Siapapun yang mengamalkan tiga unsur pokok di
atas, maka dia disebut Imamiy (orang yang bermadzhab Imamiyah), walaupun dia
mencampur-baurkan hal-hal yang haq dengan yang bathil dalam pandangan madzhab.”
Demikian kata al-Mufid.
Kemudian faktanya,
orang-orang yang memenuhi kriteria yang disebutkan oleh al-Mufid di atas telah
terpecah belah. Para tokoh berikut pengikut yang bermuara pada tiga unsur pokok
dia atas juga telah terpecah. Sedangkan kelompok pertama yang mengeluarkan diri
dari Madzhab Imamiyah adalah kelompok Kaisaniyah.[8]
c. Itsna ‘Asyariyah
Istilah ini tidak dijumpai
dalam literatu-literatur klasik yang mengupas tentang sekte-sekte. Al-Qummi
misalnya, tidak mencantumkan istilah ini sedikitpun dalm kitabnya al-Maqalat wa
al-Firaq. Demikian juga dengan an-Nubakhti dalam karyanya Firaq asy-Syiah, juga
al-Asy’ari dalam maqalat al-Islamiyyin. Barang kali orang pertama dari golongan
Syiah yang menggunakan istilah ini dalam kitabnya adalah al-Mas’udi,[9]
sedangkan dari kalangan Ahlussunnah adalah Syekh Abdul Qahir al-Baghdadi, sebab
beliau mengungkapkan bahwa Syiah versi ini disebut Itsna ‘Asyariyah karena
mereka berkeyakinan jika Imam Mahdi al-Muntadzhar merupakan Imam yang ke
duabelas sejak Imam Ali ra.[10]sementara Muhammad bin Jawwad Mughniyah (tokoh
Syiah kontemporer) juga mengukuhkan penamaan ini. Ia mengatakan bahwa Itsna
‘Asyariyah adalah nama yang diungkapkan untuk Syiah Imamiyah yang meyakini
kepemimpinan dua belas imam.[11]
d. Al-Qath’iyah
Kata ini juga termasuk salah
satu julukan Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Menurut para pemerhati
sekte-sekte, seperti direkam oleh al-Asy’ari dalam Maqalat al-Islamiyyin,[12]
asy-Syahrastani dalam al-Milal wa an-Nihal,[13] al-Isfiraini dalam at-Tabshir
fi ad-Din,[14] dan peneliti-peneliti lainnya. Syiah Itsna ‘Asyariyah disebut
al-Qath’iyah karena mereka memastikan akan kematian Musa bin Ja’far
ash-Shadiq.[15]
e. Ashhab al-Intizhar
Imam Fakhruddin ar-Razi
menjuluki Syiah Itsna ‘Asyariyah dengan Ashhab al-Intizhar, yang berarti
“mereka yang menuggu”. Hal ini disebabkan mereka meyakini jika yang berhak
memegang jabatan Imam setelah Imam Hasan al-Askari adalah putranya, yakni
Muhammad bin Hasan al-askari yang kini masih menghilang (gaib) yang selalu ditunggu-tunggu
kehadirannya di akhir zaman sebagai Imam Mahdi. Keyakinan inilah yang dianut
oleh Syiah Imamiyah hingga saat ini.[16]
f. ar-Rafidhah
Selain sebutan-sebutan di
atas, sekelompok ulama, seperti Imam al-Asy’ari dalam Maqalat al-Islamiyyin[17]
dan Ibnu Hazm dalam al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal [18] juga menyebut Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah dengan sebutan Rafidhah. Salah satu guru besar
(syaikh) Syiah, yakni al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar juga menyebut Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah dengan kata Rafidhah ini.
Ada beberapa pendapat yang
menjelaskan awal mula penyematan nama ini. Konon, suatu saat orang-orang Syiah
mendatangi Imam Zaid bin Ali bin al-Husain. Kemudian mereka berkata, “Andai
tuan melepaskan diri dari (mencintai) Abu Bakar dan Umar, maka kami tetap setia
bersam anda.” Lalu Zaid berkata, “Beliau berdua merupakan sahabat kakekku, saya
tetap selalu mencintai beliau berdua.” Lalu orang-orang Syiah itu berkata,
“Jika demikian, maka kami tidak akan pernah mengiraukan anda.” Sejak itulah
kemudian mereka populer dengan sebutan Rafidhah, sedangkan orang yang tetap
setia dengan Imam Zaid disebut Zaidiyah (penganut setia Imam Zaid bin Ali bin
al-Husain).
Riwayat lain menyebutkan
bahwa penyebab pemberian nama ini disebabkan mereka telah mencampakkan (tidak
menganggap) kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar radiyallahu
anhuma, sebagaiman ditegaskan oleh Imam al-Asy’ari dalam Maqalat al-Islamiyyin.[19]
Dalam kitab-kitab Syiah
ditegaskan bahwa kata Rafidhah merupakan salah satu julukan Syiah Imamiyah yang
paling dibanggakan dan mempunyai keutamaan tersendiri. Al-Majlisi dalam Bihar
al-Anwar menjelaskan beberapa fadhilah (keutamaan) atas pemberian nama ini
untuk Syiah Imamiyah. Malah, ia menulis sub judul “bab Fadhli ar-Rafidhah wa
at-Tasmiyati bihi ” (bab menjelaskan tentang keutamaan Rafidhah dan penamaan
[Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah] dengannya). Kemudian al-Majlisi menampilkan
empat dalil Hadits buatannya yang berisi memuji-muji penamaan Rafidhah ini.
Rupanya Syiah sangat senang
dan bangga dengan penggunaan nama ini, sebab berarti mereka, menampakkan jati
dirinya dan dengan mencampakkan ke-khalifahan-an Sayyidina Abu Bakar, Umar, dan
Utsman ra.. Maka tidak heran jika kemudian mereka memproduk hadits-hadits palsu
yang menjelsakan akan keutamaan nama ini.[20]
g. Al-Ja’fariyah
Penamaan al-Ja’fariyah untuk
Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah merupakan afiliasi kepada kepada Imam ke-6
Syiah, yaitu Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq ra. Dalam istilah ilmu retorika
Arab, penyebutan seperti ini disebut menyematkan nama khusus untuk sesuatu yang
umum. Dalam riwayat al-Kasyi dijelaskan bahwa pendukung Imam Ja’far yang
bemukim di Kufah adalah kelompok yang mula-mula disebut Ja’fariyah. Saat beliau
mendengar hal ini, beliau marah hebat dan berkata, “Di antara kalian yang
mendukung Ja’far sangat sedikit, pendukung Ja’far hanyalah orang yang
benar-benar wara’ dan beibadah untuk penciptanya.”[21]
h. Al-Khashshah
Nama ini digunakan oleh tokoh
Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah untuk menyebut pengikutnya, sementara
Ahlussunnah dipanggil dengan sebutan al-‘Ammah (kalangan awam). Dijelaskan
dalam Da’irat al-Ma’arif: “Al-Khashshah, bila diucapkan oleh sebagian Ahli
Dirayah Syiah, maka maksudnya adalah Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah, sedangkan
bila disebut kata Al-‘Ammah, maka yang dimaksud adalah Ahlussunnah wal
Jama’ah.”[22] Nama ini sering mereka gunakan ketika meriwayatkan hadits. Mereka
kerap kali mengatakan “riwayat ini adalah menurut orang-orang awam (al-‘Ammah),
sedang yang ini menurut orang-orang khash (al-Khashshah).[23] Diantara riwayat
Syiah yang memakai kosa kata ini adalah sebagai berikut :
مَا خَالَفَ العَامَّةَ فَفِيهِ الرَّشَادُ
“Apapun yang berseberangan
dengan orang awam (al-‘Ammah) adalah merupakan petunjuk.”[24]
Sementara sekte Isma’iliyah,
sekte terbesar kedua dalam golongan Imamiyah, adalah golongan yang mengakui
bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq ra. telah menunjuk Isma’il, putra beliau, sebagai
Imam penggantinya sesudah beliau wafat. Akan tetapi, karena Isma’il bin Ja’far
ash-Shadiq telah meninggal terlebih dahulu, maka orang-orang Syiah berpandangan
bahwa sebenarnya penunjukan itu dimaksudkan kepada putra Isma’il, yaitu
Muhammad bin Isma’il. Muhammad bin Isma’il lebih dikenal dengan sebutan
Muhammad al-Maktum (yang berarti menyembunyikan diri).
Golongan Isma’iliyah
berpendapat, selama seorang Imam belum mempunyai kekuatan yang cukup untuk
mendirikan kekuasaan, maka Imam tersebut perlu menyembunyikan diri; baru setelah
merasa cukup kuat, ia akan keluar dari persembunyiannya. Selama masa
persembunyiannya itu, sang Imam memerintah utusan-utusannya untuk menggalang
kekuatan. Oleh karena itu, beberapa Imam sesudah Muhammad al-Maktum selalu
menyembunyikan diri sampai masa Abdullah al-Mahdi yang kemudian berhasil
mendirikan dan menjadi khalifah pertama Dinasti Fatimiah di Mesir.
Sebagian dari sekte ini
percaya bahwa sebenarnya Isma’il bin Ja’far tidak meninggal dunia, melainkan
hanya gaib dan akan kembali lagi ke dunia nyata pada akhir zaman. Mereka
disebut as-Sab’iyah atau golongan yang mempercayai tujuh Imam. Untuk sekte ini,
Imam terakhir adalah Isma’il bin Ja’far.
Golongan Isma’iliyah sampai
saat ini ada, namun jumlah mereka sedikit sekali. Pengikut sekte ini yang
banyak terdapat di India. Salah seorang Imam Isma’iliyah di wilayah tersebut
dikenal dengan nama Aga Khan.
Dari uraian tentang aneka
ragam sekte Syiah di muka, maka kita dapati satu titik temu, bahwa fakta
berbicara jika untuk saat ini, satu-satunya aliran Syiah yang masih eksis dan
memiliki peran yang signifikan di beberapa lini kehidupan umat Islam
(keagamaan, sosial-kemasyarakatan dan politik kenegaraan) adalah hanya Syiah
Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Sementara Syiah versi yang lain, seperti Saba’iyah,
Mukhtariah, Kaisaniyah, Ghulat, dan lain-lain, telah punah termakan oleh
seleksi waktu dan terkikis oleh gesekan-gesekan masa.
Namun, hal yang perlu
disadari adalah, bahwa beragam versi Syiah tersebut, hingga versi yang paling
ekstrem sekalipun, sejatinya tidaklah punah. Memang, secara riil mereka bisa
dikatakan punah sebab sama sekali tidak ditemukan pengikut dan penerusnya,
namun, secara substansial, ideologi dan ajaran-ajaran mereka tetap ada, terus
hidup dan berkembang. Dan fakta yang sungguh mencengangkan, bahwa ajaran-ajaran
dan ideologi-ideologi dari beragam aliran Syiah yang telah punah tersebut
ternyata terangkum dalam aliran Syiah yang kini tengah memiliki pengikut dan
pengaruh yang signifikan, yakni Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah.
Inilah fakta yang tidak dapat
kita elakkan dan penting untuk segera disadari bersama. Sebab opini yang
berkembang, dan tampaknya memang sengaja dikembangkan, bahwa Syiah Ghulat yang
mempunyai pemikiran-pemikran ekstrem dalam berakidah sebenarnya telah punah,
baik kelompoknya maupun ajaran-ajaranya. Jadi merupakan kesalahan besar apabila
Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang masih eksis sampai sekarang dituduh Syiah
yang ekstrem.
Nah, disanalah fakta dan data
yang ada justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Riset yang dilakukan oleh para
pakar menunjukkan bahwa sebetulnya aliran-aliran Syiah yang ekstrem itu secara
ideologis masih berkembang dan terus dikembangkan, sebab ideologi-ideologi
mereka sudah terangkum dalam akidah Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang
memiliki peranan besar dan terus berkembang hingga kini.
Berikut sebagian bukti dari
akidah-akidah aliran-aliran Syiah yang telah punah, yang terangkum dalam sekte
Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah:
a. Bada’. Mulanya, bada’
merupakan salah satu akidah Syiah Mukhtariah, salah satu versi Syiah Ghulat,
sedangkan kini menjadi kepercayaan resmi Syiah Itsna ‘Asyariyah.
Riwayat-riwayat tentang bada’ bisa ditemukan dengan mudah dalam beberapa
literatur utama Syiah Itsna ‘Asyariyah, seperti al-Kafi. Dalam kitab tersebut
sedikitnya terdapat 16 (enam belas) riwayat tentang bada’ yang diafiliasikan
kepada Ahlul Bait. Demikian pula dalam Bihar al-Anwar karya al-Majlisi. Dalam
kitab tersebut setidaknya terdapat 70 (tujuh puluh) hadits yang menjelaskan
tentang bada’ dengan sangat gamblang. Dari sini kita bisa melihat bahwa
kelompok Syiah ekstrem—dengan berbagai ragam namanya—pada hakikatnya masih ada
dan menyatu dalam doktrin Syiah Itsna ‘Asyariyah.
b. Raj’ah. Termasuk akidah
Syiah Ghulat yang sekarang menjadi aliran wajib Syiah Itsna ‘Asyariyah adalah
raj’ah. Syiah Itsna ‘Asyariyah, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti dalam
babnya yang spesifik, sepakat menyatakan bahwa raj’ah merupakan salah satu
pokok ajaran Abdullah bin Saba’, kelompok Syiah yang sangat ekstrem iu.
c. Pengkultusan terhadap para
Imam. Akidah ini juga merupakan doktrin sekte Syiah Saba’iyah dan sekte Syiah
Ghulat, dan kini sudah resmi menjadi ajaran Syiah Itsna ‘Asyariyah. Dalam karya
ulama-ulama Syiah bisa dijumpai banyak riwayat yang mengupas tuntas doktrin
ini, antara lain dalam al-Kafi, Bihar al-Anwar, kitab-kitab tafsir bi
al-Ma’tsur Syiah seperti Tafsir al-Qummi dan Tafsir al-‘Ayasyi, serta dalam
kitab-kitab Rijal al-Hadits Syiah seperti Rijal al-Kasyi dan lain-lain.
d. Mengutamakan Imam daripada
Nabi. Ini juga merupakan salah satu ajaran Syiah ekstrem, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Abdul Qahir al-Baghdadi, al-Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnu
Taimiyah, dan yang lain. Doktrin ini sekarang juga menjadi kepercayaan resmi
sekte Syiah Itsna ‘Asyariyah.[25]
Pembahasan tentang tema ini
tampaknya memerlukan pengkajian yang spesifik, serius, dan terfokus.
Mempelajari pemikiran sekte-sekte Syiah klasik dan membandingkan dengan
literatur-literatur Syiah Itsna ‘Asyariyah, dan bahwa pemikiran Syiah Ghulat
telah terekam dengan begitu sempurna dalam literatur-literatur Syiah Itsna
‘Asyariyah dengan bentuk periwayatan yang diafiliasikan kepada Imam-imam Ahlul
Bait.
Untuk itu, doktrin-doktrin
Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang merupakan himpunan dari doktrin-doktrin
sekian banyak versi-versi Syiah yang telah punah, sedapat mungkin juga akan
ditampilkan di sini, pada bagiannya tersendiri. Insya Allah.
By Apad Ruslan, diadaptasi
dari buku Mungkinkah SUNNAH-SYIAH DALAM UKHUWAH? Jawaban Atas Buku Dr. Quraish
Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?)
[2] Lihat, Ensiklopedi Islam
(entri Syiah); http://swaramuslim.net.
[3]Kendati pengutukan
terhadap Sayyidina Ali ra. merupakan salah satu karakter Syiah Ghulat, akan
tetapi Ayatullah Ruhullah Khomaini juga sempat memunculkan klaim negatif
terhadap Sayyidina Ali ra., lantaran beliau menerima tawaran arbitrase dari
pihak Sayyidina Muawiyah bin Abi Sufyan ra. (lihat penjelasan bagian akhir dari
sub bagian Syiah, Sahabat, dan Ahlussunnah.)
[4] Ensiklopedi Islam, entri
Syiah.
[5] Dikutip dari catatan Dr.
Al-Qifari dalam Ushul Madzhab Syiah al-Imamiyah Itsna Asyariyah: ‘Ardh wa Naqd,
juz 1 hlm. 129, cet. 2, Dar ar-Ridha (1418 H/1998 M).
[6] Ensiklopedi Islam, entri
Syiah.
[7] Lihat antara lain dalam
Da’irat al-Ma’arif, juz 14, hlm. 68, ath-Thabrasi, Mustadrak al-Wasa’il, juz 3
hlm. 311; Amir Ali, Ruh al-Islam, juz 2 hlm. 92.
[8] Lihat, al-‘Uyun wa
al-Mahasin, juz 2, hlm. 19. Lihat pula, Ashlu asy-Syiah wa Ushuliha, hlm. 92.
[9] Periksa, at-Tanbih wa
al-Isyraf, hlm. 198
[10] Al-Farqu baina al-Firaq,
hlm. 64
[11] Al-Itsna Asyariyah wa
Ahlu al-Bait, hlm. 15.
[12] Al-Asya’ari, Maqalat al-Islamiyyin,
juz 1 hlm. 90-91.
[13] Asy-Syahrastani,
al-Milal wa an-Nihal, juz 1 hlm. 169.
[14] Al-Isfiraini, at-Tabshir
fi ad-Din, hlm. 33.
[15] Lihat, al-Qummi,
al-Maqalat wa al-Firaq, hlm. 89.
[16] Lihat, al-I’tiqadati
Firaq al-Muslimin wa al-Musyrikin, hlm.84-85.
[17] al-Asy’ari, Maqalat
al-Islamiyyin juz 1 hlm. 88.
[18] Ibnu Hazm azh-Zhahiri,
al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal juz 4 hlm. 157-158.
[19] al-Asy’ari, Maqalat
al-Islamiyyin juz 1 hlm. 89.
[20] Lihat, Tafsir al-Furat,
hlm. 139, al-Mahasin al-Barqi, hlm. 157.
[21] Lihat, Rijal al-Kasyi,
hlm. 255.
[22] Lihat, Da’irat
al-Ma’arif, juz 17, hlm. 122.
[23] Lihat anatara lain
karakter penulisan dalam Bulugh al-Maram karya Hasyim al-Bahrani.
[24] Lihat, Ushul al-Kafi,
juz 1, hlm. 68, Wasail asy-Syi’ah, juz 18, hlm. 76.
[25] Lihat, Ushul Madzhab
Asy-Syi’ah, juz 3, hlm. 1186-1187.
SEKTE – SEKTE SYI’AH
Ditulis oleh: Al Ustadz
Muhammad Afifuddin as Sidawy
Syi’ah secara global terbagi
menjadi beberapa sekte:
Al-Kaisaniyah
Pengikut Mukhtar bin Abi
Ubaid Ats-Tsaqafiy disebut ‘Kaisaniyah’ karena Mukhtar juga dikenal dengan nama
“Kaisan”, ada yang menyebut bahwa dia mengadopsi pemahamannya dari seorang
budak milik Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu yang bernama “Kaisan”.
Awalnya mereka muncul untuk
menuntut balas atas terbunuhnya Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu, namun pada akhirnya mereka juga terpecah menjadi ragam sekte, di
antaranya:
Al-Mukhtariyah
Pengikut Al-Mukhtar bin Abi
Ubaid Ats-Tsaqafiy
Al-Hasaniyah
Pengikut Abu Hasyim bin
Muhammad bin Al-Hanafiyah
Al-Bayaniyah
Pengikut Bayan bin Sam’an
At-Tamimiy, termasuk sekte yang menuhankan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu.
Ar-Rizamiyah
Pengikut Rizan bin Razm,
termasuk sekte yang meyakini reinkarnasi, ada pula yang membatasi agama pada
satu bab, yaitu ma’rifatul iman.
Masing-masing sekte di atas
terpecah menjadi ragam paham dan madzhab, namun 2 prinsip yang mereka sepakati:
– Meyakini keimaman
Muhammad bin Al-Hanafiyah.
– Meyakini Al-Bada pada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
mengetahui segala sesuatu hingga terjadinya sesuatu tersebut. Ini adalah akidah
kufur.
Az-Zaidiyah
Pengikut Zaid bin Ali bin
Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Mereka mengkhususkan imamah
pada keturunan Fathimah bintu Rasulullah Radhiyallahu ‘anha, mengambil prinsip
akidah mereka dari Washil bin ‘Atha’ Al-Mu’taziliy sehingga mayoritas Zaidiyah
hingga sekarang yang banyak tersebar di Yaman adalah Mu’tazilah dalam bab
akidah.
Mereka secara pribadi tidak
bara’ (memusuhi) dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan Umar Radhiyallahu
‘anhu, sehingga mereka ditinggalkan (Rafdh) oleh syiah-syiah lainnya yang
kemudian dikenal dengan nama “Zaidiyah”.
Tapi sekte-sekte zaidiyah ini
pada generasi berikutnya terjadi perubahan besar dan mereka juga mencela para
sahabat.
Sekte zaidiyah terpecah
menjadi 3:
Al-Jarudiyah
Pengikut Abul Jarud Ziyad bin
Abi Ziyad.
Sekte ini dengan tegas
mengafirkan para sahabat, karena tidak membaiat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu, tapi membaiat Abu Bakar.
As-Sulaimaniyah/Al-Jaririyah
Pengikut Sulaiman bin Jarir
Az-Zaidi.
Sekte ini dengan tegas
mengafirkan sejumlah sahabat yaitu ‘Utsman bin Affan, ‘Aisyah, Zubair dan
Thalhah Radhiyallahu ‘anhu.
Ash-Shalihiyah/Al-Butriyah
Pengikut 2 orang: Al-Hasan
bin Shalih bin Hayy dan Katsir An-Nawa Al-Abtar, mereka berdua satu madzhab
dalam akidah. Akidah mereka sama dengan As-Sulaimaniyah hanya saja mereka tidak
mengafirkan Utsman Radhiyallahu ‘anhu, tidak mencela dan tidak pula memujinya.
Uniknya sekte Sulaimaniyah
dan Shalihiyah mereka mengafirkan sekte Al-Jarudiyah, karena mereka
mengkafirkan Abu Bakr, Umar, begitu pula sebaliknya Al-Jarudiyah mengafirkan
Sulaimaniyah dan Shalihiyah karena tidak berani mengkafirkan 2 sahabat
tersebut.
Demikianlah ciri-ciri ahlul
bid’ah satu sama lain saling mengafirkan hanya karena beda keyakinan.
Ke-3 sekte Zaidiyah ini,
sepakat bahwa pelaku dosa besar di hari kiamat nanti kekal dalam neraka
selamanya, ini adalah akidah khawarij dan mu’tazilah.
Al-Ghulat
Demikian Muhammad Abdul Karim
Asy-Syihirstaniy menjuluki mereka dalam kitabnya “Al-Milal wan Nihal”. Disebut
demikian karena meyakini para imam mereka adalah Ilah (sesembahan) atau
memiliki sifat-sifat ilahiyah.
Paham mereka diadopsi dari 4
kekufuran:
Madzhab Hululiyah,
meyakini adanya makhluk yang memiliki titisan ilahiyah.
Madzhab Tanashukhiyah,
reinkarnasi yang diambil dari paham majusi sekte Al-Muzdakiyah, Brahmana Hindu,
Filsafat dan Shabi’ah.
Madzhab Yahudi yang
menyerupakan Al-Khalik dengan makhluk.
Madzhab Nashara yang
menyerupakan makhluk dengan Al-Khalik.
Dalam perjalanannya mereka
juga terjatuh pada keyakinan Rafidhah secara umum yaitu raj’ahdan bada’.
Yang termasuk dalam sekte
ekstrem Al-Ghulat adalah:
Al-Kamiliyyah
Al-Hisyamiyyah
Al-Mughiriyah
As-Sabaiyyah
Al-‘Albaiyyah, pengikut
‘Albaa bin Dzira’ As-Saduusiy Al-Asadiy
Al-Manshuriyyah, pengikut
Abu Manshur Al-Ijliy yang mengaku dirinya nabi dan rasul
Al-Khattabiyah, pengikut
Abul Khattab Muhammad bin Abi Zainab Al-Ajda’ Al-Asadiy yang meyakini para imam
adalah nabi, lalu menjadi ilah.
Sebagian sekte mereka yaitu
Ma’mariyyah, juga menghalalkan zina, khamr dan ragam keharaman lainnya. Mereka
juga meninggalkan shalat dan segenap kewajiban-kewajiban agama.
An-Nushairiyah, pengikut
Muhammad bin Nushair An-Numairiy yang mengaku sebagai nabi, meyakini bahwa Abul
Hasan Al-Askari adalah Rabb, meyakini paham reinkarnasi pada Al-Askari,
menghalalkan keharaman-keharaman agama, membolehkan nikah dengan mahram dan
menghalalkan homo seksual.
Mereka juga menyakini
Ali adalah Ilah, sebagian sekte mereka yaitu Ishaqiyayah meyakini bahwa
Ali Radhiyallahu ‘anhu adalah Nabi.
Paham ini ternyata banyak
tersebar di masa ini di wilayah Syiria dan sekitarnya, mereka juga dikenal dengan
Ibahiyyah karena menghalalkan semua yang haram.
Sekte-sekte Ghulat di atas
memiliki banyak nama dan julukan yang berbeda di setiap negara dan wilayah. Di
antara julukannya adalah: Al-Khurramiyyah, Al-Khudziyyah, Al-Muzdikiyyah,
As-Sinbadziyyah, Ad-Daquliyyah dan Al-Mubayyidhah
Di antara sekte Rafidhah
ekstrem Ghulat adalah Al-Ismailiyyah Al-Bathiniyyah Al-Qarramithah. Mereka juga
disebut Al-Muzdakiyyah, Al-Ta’limiyyah, Al-Mulhidah di zaman sekarang lebih
dikenal dengan nama: Makarimah dan Nakhawilah.
Mereka inilah yang dikenal
dengan aliran kebatinan yang memahami ayat dengan paham lahir dan batin,
rumus-rumus yang tidak bisa dipahami. Sekte inilah yang banyak tersebar di
Mesir dengan sebutan Al-Fathimiyyah dan sempat jaya di era Al-Qaddah Ubaidillah
bin Maimun dengan sektenya Al-Ubaidiyyah.
Sumber: Majalah Qudwah
Edisi 23
Sekte-Sekte
Syiah Menyesatkan
Membaca sekte-sekte syiah
ternyata banyak sekali ragamnya dan kebanyakan dari mereka menunjukkan
kekufuran. Syiah ibahiyah mengatakan, sesungguhnya hal-hal yang diharamkan
dalam Al-Quran hanyalah sebutan bagi orang yang wajib dibenci seperti Abu
Bakar, Umar dan Thalhah. Oleh krena itu, sekte ini menghalalkan homoseks,
khamr, bangkai, zina, dan seluruh yg diharamkan. Mereka juga meniadakan
kewajiban ibadah.
Syiah itsna asyariyyah atau
syiah imamiyah. Syiah ini mempercayai adanya 12 imam. Kenabian, menurut mereka,
merupakn tugas yang bersifat lahiriah yang diemban oleh nabi. Tugas yang
dimaksud adalah tugas menyampaikan wahyu. Sedangkan imamah memiliki derajat
yang tinggi dari kenabian karena merupakan tugas yang bersifat batiniah, yaitu
tugas menjelaskan makna agama. Mereka membolehkan mut'ah, nikah tanpa wali,
menolak hadits kecuali dari ahlul bait yang mereka percayai.
Syiah itsna asyariyah
merupakan mazhab resmi kebanyakan syiah saat ini. Mulai dari Iran, Irak,
Libanon, Arab Saudi, Pakistan hingga Indonesia. Jadi bila ada orang Indonesia
menganut syiah, kemungkinan besar sebagai penganut syiah itsna asyariyah.
Syiah itsnainiyah: syiah yang
meyakini Nabi Muhammad dan Imam Ali sebagai Tuhan dengan alasan ruh Allah telah
menitis ke dalam diri keduanya. Sekte ini terbagi 2: Yang pertama lebih
mengutamakan Nabi Muhammad daripada Ali. Dan kedua lebih mengutamakan Ali
karena Ali sudah mengenal Tuhan sejak umur 9 tahun, sedangkan Nabi Muhammad
baru mengenal Tuhan umur 40 tahun.
Syiah akhbariyah: syiah ini
tidak mempedulikan sanad hadits. Menurut mereka apa yang terdapat dalam kitab
hadits syiah seperti Al Kafi, Al Faqih, Al Istibshor, dan Tahdzib Al Ahkam adalah
shahih. Padahal sanad hadits merupakan bagian penting dari dien. Karena
tanpa mengetahui si perawi hadits, apakah shahih, hasan, dhaif, muttashil,
marfu, maudhu, gharib, dsb, maka mustahil bisa menentukan suatu hukum. Tapi
bagi sekte ini bisa.
Syiah azaliyah: syiah ini
mnganggap Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab merupakan dua zat yang
bersifat qadim dan azali. Hanya saja Ali adalah zat yang benar-benar baik,
sedangkan Umar adalah zat yang benar-benar buruk. Umar akan selalu menyakiti
Ali, dan perseteruan antara keduanya akan berlangsung untuk
selama-lamanya.
Diposkan oleh Abu Farras Mujahid di 00.39