Friday, September 18, 2015

Sebut Imam Syafi’i Simpatisan Syiah, KH. Ahmad Baghowi Tantang Said Agil Dialog Terbuka

18 September 2015
Sebenarnya para kiai sudah lama resah akibat buku karangan KH Said Aqil Siraj yang berjudul Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Karena itu Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nganjuk KH Ahmad Baghowi menantang Said Aqil dialog.
”Suruh dia mengadakan bedah bukunya itu dan mengundang saya dan para kiai se-Jatim kapan saja dan di mana saja, saya siap,” kata Kiai Ahmad Baghowi dalam keterangan tertulisnya kepada BANGSAONLINE.com.
Bagaimana isi buku tersebut? Pada halaman 84 Said Aqil menulis begini: “…. secara historis, kelahiran Sunni dan Syiah merupakan sunnatullah yang harus disyukuri sebagai khazanah pemikiran umat Islam. Kelahirannya tidak terlepas dari persoalan politik yang membelah umat Islam dalam perang saudara. Perbedaan antara kedua paham ini jelas ada, bahkan jelas berbeda. Syiah merupakan gerakan politik, sedangkan Sunni hanya kultural. Oleh karena itu, tidak mustahil keduanya bertemu dalam satu wadah…..”
Kalimat terakhir ini yaitu “tidak mustahil keduanya bertemu dalam satu wadah” menimbulkan banyak tafsir. Beberapa kiai mencurigai bahwa Said Aqil sedang melakukan sosialisasi untuk menampung Syi’ah dalam NU. Atau antara Syi’ah dan NU akan dikumpulkan dalam satu wadah.
Namun sebagian menilai bahwa itu sekedar wacana saja. Tapi para kiai sepakat dalam satu hal bahwa Said Aqil beranggapan bahwa antara NU dan Syiah tak ada masalah.
Selanjutnya Said Aqil menulis: “…Imam Syafi’i (w. 204) misalnya, meskipun Sunni secara politis, tapi merupakan simpatisan Syiah.”
Disamping itu, tulis Said Aqil lagi, “diskursus teologi, baik itu Mu’tazilah, Asy’ariyyah, Maturidiyyah, maupun Syi’ah, semuanya bersifat rasional. Semuanya tetap dalam bingkai Islam. Bahkan patut dikatakan semuanya adalah Ahlussunnah sepanjang mengakui ekstensi Allah Swt, para nabi dan rasul, Kitab-kitab Allah dan hari Kiamat. Perbedaan di luar itu hanyalah bersifat furuiyyah saja. Oleh karena itu, tidak perlu diperpanjang dalam berbagai diskusi dan mujahadah. Prinsip “ikhtilafu ummati rahmah” (perbedaan pendapat di antara umatku adalah rahmat) harus dijadikan barometer dalam menyikapi kontroversi tersebut……”
Dari tulisan Said Aqil dalam buku tersebut akhirnya para kiai NU berkesimpulan bahwa keyakinan Said Aqil berbeda dengan ajaran Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang menghukumi Syi’ah sesat. Artinya, kalau Said Aqil berkeyakinan bahwa antara Sunni dan Syi’ah hanyalah perbedaan furuiyyah (cabang), maka Kiai Hasyim Asy’ari menganggap perbedaan antara Sunni dan Syiah adalah perbedaan ushuliyyah (pokok) sehingga pendiri Pesantren Tebuireng itu menghukumi Syi’ah sesat.
Kabarnya, sebelum Muktamar NU ke-33 digelar, PCNU Nganjuk secara resmi mengirimkan surat permohonan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Dalam surat bertanggal 6 Juni 2015 nomor 030/PC/A.I/L.22 VI/2015 itu PCNU Nganjuk minta dua hal terkait buku karangan Said Aqil tersebut.
Pertama, mengusulkan kepada pengarang buku yaitu Prof Dr KH Said Aqil Siraj untuk melakukan revisi terhadap isi buku yang dianggap menyimpang tersebut.
Kedua, meminta PBNU untuk memfasilitasi pertemuan ulama dan pengarang buku untuk mengadakan dialog dan tukar pemikiran sebagai upaya tabayun dan pelurusan pemikiran. Namun surat permohonan itu tak direspon oleh PBNU saat itu. [BangsaOnline/NUgl]