Tragedi
Jumat malam (13/11) di Perancis menghebohkan dunia. Serbuan ‘pasukan-pasukan
ISIS’ itu telah membuat korban sedikitnya 129 orang meninggal dan 200 lebih
luka-luka. Media massa dan dunia pun mengecamnya. Mengapa ini terjadi? Sharia
mencoba menelusuri sebab-sebabnya.
Ketika
tragedi WTC meledak 11 September 2001, pengamat politik Amerika John L Esposito
menyarankan agar Amerika mengevaluasi kebijakan politik luar negerinya. Tapi
nampaknya Esposito tidak didengar. Amerika terus melakukan agresi ke dunia
Islam.
Tahun
2014 lalu, Presiden Obama dan sekutunya mengadakan operasi penghancuran ISIS.
Lebih dari 20 negara hadir saat itu. Bertempat di Perancis diadakan pertemuan
pertama kali secara serius strategi penghancuran ISIS.
Amerika
dan Perancis pun kemudian mengadakan serangan besar-besaran ke markas ISIS di
Irak, 2014 lalu. Bahkan Perancis sebelumnya telah mengadakan operasi militer di
Libya dengan alasan menghajar kelompok-kelompok radikal. Amerika dan Perancis
akhirnya berhasil menggulingkan Muammar Khadafi di Libia.
Beberapa
waktu lalu, Perancis juga mengadakan operasi pesawat menghajar ISIS di Suriah
dan Irak. Perancis lupa –atau sengaja melupakan diri—bahwa keaktifannya dalam
menghajar ISIS di luar negeri, akan menghadapi problem teror di dalam negeri.
Seperti diketahui banyak warga Perancis Muslim, yang ikut dan bergabung dalam
ISIS di Irak dan Suriah. Ribuan orang dari Perancis, Inggris, Belgia dan
lain-lain telah bergabung dalam jihad di Irak dan Suriah.
Maka
tidak heran, ketika operasi Perancis dkk meningkat di Irak dan Suriah, maka
keamanan dalam negeri Perancis terancam. Kasus Charlie Hebdo tahun lalu,
harusnya menjadi pelajaran bagi Perancis.
Makanya
tidak heran ketika tragedi Jumat itu, bersamaan dengan datangnya grup musik
Amerika, Eagels of Death Metals, terjadi kejadian tragi situ. ISIS langsung
menyatakan bahwa mereka pelakunya: “Dalam ghazwah (perang) yang penuh barokah,
Allah telah mudahkan baginya proses-proses arahan, sejumlah bilangan orang
beriman dari jundul khilafah -semoga Allah mengokohkannya dan
memenangkannya- berhasil meluncur menargetkan Ibu kota pelacuran,
kenistaan dan pemegang panji Salib di Eropa (Paris), para pemuda Muslim yang
telah berani menceraikan dunia dan berbaris maju ke tengah musuh-musuh mereka
berharap terbunuh berperang di jalan Allah guna membela Diennya,
Nabinya -Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para pembela-pembelanya,
bertekad datang ke tengah musuh-musuhnya, mereka telah berlaku jujur pada Allah
–nahsabuhum kadzaalik-, maka Allah telah membukakan pada tangan-tangan
mereka dan memasukkan ke dalam hati-hati salibis yaitu ketakutan di jantung
negeri mereka sendiri.”
Peperangan
antara Barat (Amerika, Perancis dkk) dengan ISIS ini nampaknya akan berlangsung
lama. Hal itu diakui Presiden Obama sendiri: “Dalam waktu yang panjang dan
pendek, ISIS adalah ancaman kita.” Selama Amerika dkk mengebomi bumi Irak dan
Suriah dan menguasai ladang-ladang minyak di sana, maka peperangan akan terus
berlangsung.
Bagi
ISIS dan kaum mujahidin lainnya di Irak dan Suriah, campur tangan Barat
(termasuk Rusia) terhadap masalah bumi Syam adalah kezaliman dan harus
diperangi.
Amerika
dan Perancis dalam politik Suriah memang mengambil politik dua muka. Sementara
mereka tidak setuju dengan Bashar Assad, tapi mereka tidak mau melengserkan
Bashar. Mereka menargetkan serangan pada kelompok-kelompok radikal anti Bashar,
termasuk di dalamnya ISIS. Rusia dan Iran lebih jelas politiknya, yaitu
mendukung Bashar Assad. Karena itu, ISIS menghadapi tiga front dalam perang di
Suriah. Menghadapi kelompok Bashar, Rusia-Iran dan Amerika dkk.
Di
Irak, situasinya lebih jelas, ISIS hanya menghadapi pasukan Amerika dkk
(ditambah pasukan Iran). Menghadapi gempuran negara-negara besar itu, nampaknya
ISIS masih bertahan. ISIS makin kuat karena hampir tiap hari/minggu mendapat
bantuan pasukan perorangan dari luar negeri. Selain itu, penguasaan ISIS atas
sebagian kecil ladang-ladang minyak Irak, menjadikan ISIS dapat bertahan hidup
dan menghidupi pasukan dan rakyatnya.
Teror
–baik di Perancis maupun di Suriah dan Irak—tentu tidak diinginkan dunia. Untuk
menuju perdamaian dunia, maka Amerika dan Perancis (juga Rusia dan Iran),
seharusnya menarik diri dari Suriah dan Irak. Sebagaimana nasihat pakar politik
internasional Prof Amien Rais: Biarkan dunia Arab menyelesaikan diri
masalahnya.
Campur
tangan negara-negara besar, menjadikan konflik di Timur Tengah makin rumit dan
makin gelap penyelesaiannya. Tapi mungkinkan Amerika cs bersedia? Sulit memang.
Bagi Amerika, ladang-ladang minyak Irak adalah harta karun yang empuk untuk
menambah pundi-pundi dan membiayai pasukan, kapal induk dan pesawatnya di
seluruh dunia. Dengan berbekal ladang minyak Irak itu Amerika berhasil
menggandeng puluhan negara dalam koalisi memerangi ISIS.
Dan
pasukan ISIS yang menganggap bahwa kematian adalah sama nilainya dengan
kehidupan, tentu tidak mudah dikalahkan. Apalagi ISIS didukung rakyat dan ulama
Irak yang menjadi basis pertahanannya. Mempertahankan dengan nyawa di bumi
Irak, bagi ISIS adalah harga yang tidak bisa ditawar. Selama Barat terus
memerangi Irak dan Suriah, maka teror di negara Barat sewaktu-waktu akan
terjadi.
Bila
masyarakat Perancis saat ini resah dengan terror, maka masyarakat Irak dan
Suriah (juga Palestina), saat ini tiap hari penuh dengan ketakutan. Mereka
sewaktu-waktu bisa meninggal karena serangan dari pesawat udara. Orang-orang
Islam yang meninggal di Irak dan Suriah, bukanlah angka statistik semata.
Sebagaimana Barat berduka atas tragedi Perancis, Dunia Islam harusnya berduka
atas tragedi Irak, Suriah dan Palestina.
Maukah
Barat mengevaluasi kebijakan politik luar negerinya? Wallahu azizun hakim.*nh
Terorisme
di Mata Barat
Oleh : Aziz Rachman*
Bukan barang baru
Sejatinya,
stigma negatif terhadap Islam bukan kali ini saja dilancarkan. Berabad-abad
lalu, kebencian terhadap agama hanif ini telah disuarakan dengan jelas dan
terang-terangan. Maka, wajar rasanya jika kebencian yang membara tetap terjaga
hingga kini dan hari kiamat nanti. Toh, Allah sendiri yang telah memfirmankan
bahwa orang-orang diluar Islam dari golongan Ahlul Kitab tidak akan pernah
ridho terhadap kaum muslimin.
Karenanya wajar ketika terjadi tindak
kekerasan yang menimpa Ahlul Kitab atau orang-orang di luar Islam,
pelakunya mesti diarahkan kepada orang-orang Islam. Tidak bisa tidak. Pokoknya
kaidah itu mesti diberlakukan.
Padahal, kalau kita melihat bagaimana
“terjadinya bola salju”, kekerasan yang terjadi, merupakan buah dari kekerasan
yang dilakukan sebelumnya. Michael John Smith, seorang pakar intelijen asal
Inggris dalam wawancara dengan Voice of Russia akhir Mei 2013 bahkan menyebut
seharusnya Bush dan Tony Blair bertanggung jawab penuh atas semua tragedi dan
kekerasan yang terjadi.
Kenapa Bush dan Blair?. Karena pada era
mereka berdualah aliansi militer AS dan Inggris menginvasi Irak dan Afganistan.
Alasan terorisme “semu”, dipakai untuk menutupi keinginan mereka demi membentuk
negara boneka yang nantinya bisa menjadi “saku” bagi AS dan Inggris dalam
kisaran tahun-tahun berikutnya.
Barat dan Standar Ganda dalam Memahami Terorisme
Tanpa bermaksud membenarkan insiden
Prancis dengan segala tuduhan yang mengarah kepada ISIS (kalau memang benar
pelakunya adalah ISIS), maka seharusnya perubahan sikap harus segara diambil
oleh Barat jika ingin “kemanusiaan” dan “keharmonisan” yang mereka dengung-dengungkan
segera terwujud.
Tak terhitung nyawa umat Islam yang
melayang di berbagai negara kaum muslimin. Selama itu pula, Barat tak
meneteskan air mata sedikitpun hanya karena yang meninggal adalah orang-orang
Islam dan yang menjadi pelaku atas pembunuhan orang-orang Islam adalah dari kalangan
Barat itu sendiri.
Meminjam quote dari Adam Hills, komedian
asal Australia yang mengatakan bahwa kalaulah umat Islam ini merupakan umat
yang dididik untuk dijadikan sebagai pelaku terorisme, maka niscaya umat
manusia di dunia ini pasti sudah punah.
“Ada 1.6 milyar umat muslim di dunia.
Bayangkan, 1.6 milyar. Jika saja muslim adalah teroris seperti yang
diberitakan, maka kita semua sudah mati dan musnah sekarang. Jumlah pasukan
ISIS, Boko Haram, dan Al-Qaeda, jika ditotal hanya 0.003% dari populasi muslim,”
kata Hills yang diiringi tepuk tangan para penonton.
Hills kemudian melanjutkan “Kurang dari
2% aksi teror dibawa atas nama islam. Kans kita tersengat lebah atau mati
karena kacang saja lebih tinggi dari angka ini.”
Artinya, Barat yang mengagungkan
rasionalitas dalam segala tindak kehidupannya, terkadang tidak rasional dalam
menghukumi umat Islam. Kalau saja Barat dan media mereka mau berpikir seperti
yang dipikirkan Hills.
*Tulisan diambil dari situs
fokusislam.com
Cuplikan dari :