Muhammadiyah Dukung Keputusan Walkot
Bogor Larang Acara Syiah
Ketua
Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA menyatakan
keputusan Bima Arya melarang kegiatan Asyura kelompok Syiah tidak bertentangan
dengan konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut dia, banyak pihak salah
kaprah dalam memahami tugas pemerintah dan kewajiban menjalankan HAM.
Yunahar menegaskan, pemerintah memang tidak
punya otoritas menilai keyakinan warga negaranya. Namun, lanjutnya, pemerintah
memiliki otoritas menjaga keamanan dan ketertiban serta mencegah kegiatan
apapun yang berpotensi menimbulkan konflik.
“Jadi, Bima Arya itu tidak mengatakan Asyura
ini salah, enggak.. tapi, berdasarkan ketertiban karena mau ada acara di suatu
kawasan setelah dinilai akan mengganggu ketertiban. Karena itu, jangan di sini
diadakannya,” katanya kepada kiblat.net, pada Selasa (3/11) di Jakarta.
Yuhanar kembali menegaskan, pelarangan Asyura
di Bogor dilakukan Bima Arya bukan karena sentimen kepada agamanya. Tindakan
Bima Arya, lanjut dia, juga terjadi di Malaysia. Syiah dilarang atas dasar
keamanan oleh otoritas Malaysia.
“Malaysia mengatakan kami melarang Syiah untuk
menjaga ketertiban di masyarakat. Kalau Syiah berkembang di sini akan
menimbulkan suasana tidak tertib dengan umat Islam,” jelas Yunahar.
Dia menambahkan, umat Islam pun juga pernah
mengalami pelarangan kegiatan dengan alasan keamanan. Hal itu sebagaimana
pernah terjadi di Bali dan di Indonesia Timur.
“Orang mau mengadakan pengajian menutupi jalan
raya. Kemudian dilarang oleh Pemda, itu anti Islam? tentu tidak. Itu urusannya
bukan agama, tapi ketertiban,” tandas Wakil Ketua MUI Pusat ini.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kota Bogor,
Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota dengan Nomor:
300/1321-Kesbangpol yang berisi larangan merayakan Asyuro bagi penganut Syiah
di Bogor.
Surat edaran itu diterbitkan atas dasar
memperhatikan beberapa hal. Pertama, sikap dan respons dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham
Syiah. Kedua, surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota
Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah. Dan
ketiga, merupakan hasil rapat dari Pimpinan Daerah.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Hunef Ibrahim
Masyarakat Bogor Dukung Larangan Acara
Syiah, Rais Aam PBNU: Itu Bagus Lah
Rais Aam
Nahdlatul Ulama (NU) KH Ma’ruf Amin mengapresiasi dukungan masyarakat Kota
Bogor terhadap walikota Bima Arya yang mengeluarkan surat edaran larangan acara
Syiah beberapa waktu lalu.
“Itu bagus lah,” kata Kyai Ma’ruf kepada
Kiblat.net seusai mengikuti rapat pimpinan MUI di Kantor MUI Pusat Jakarta,
Selasa (27/10).
“Artinya orang Bogor tidak ingin terjadi
apa-apa di sana,” imbuhnya.
Untuk menjaga stabilitas keamanan dan
ketertiban, walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengeluarkan surat edaran yang
melarang perayaan Asyura oleh kelompok Syiah. Surat tertanggal 22 Oktober lalu
dibuat dengan mempertimbangkan surat MUI dan permintaan ormas-ormas Islam
setempat.
Akibat langkah yang diambilnya, Bima Arya
mendapat sorotan di media sosial. Banyak pihak yang mendukung, meskipun ada
sejumlah kalangan yang mengecamnya.
KH Ma’ruf yang juga Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pun angkat bicara terkait adanya sebagian orang yang tak setuju
dengan keputusan walikota Bogor itu. Menurutnya hal itu adalah sesuatu yang
biasa dan kelompok seperti itu akan selalu ada.
“Kan orang-orang yang ingin bebas-bebas saja
itu tidak peduli ada masalah,” pungkasnya.
Reporter : Imam S.
Editor: Rudy
Ketua PP Muhammadiyah: Aliansi
Anti-Sunni Bangkitkan Macan Tidur
Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA mempersilakan aktivis
Syiah Emilia Renita membuat Aliansi Anti-Ahlu Sunnah Wal Jamaah atau Sunni.
Sebab, menurutnya, ada atau tidaknya aliansi anti Sunni tidak mengubah substansi
Syiah sebagai anti-thesa Sunni.
“Silahkan saja kalau orang mau buat gerakan
anti-Sunni, tidak ada pengaruh. Toh, tanpa dia membuat gerakan anti-Sunni dia
sudah anti sunni, ajaran-ajaran yang mereka sebarkan sudah anti-Sunni,” katanya
kepada Kiblat.net pada Selasa (3/11).
Menurut tokoh yang juga menjabat Wakil Ketua
MUI Pusat ini, merebaknya gerakan anti-Syiah muncul dari reaksi pergerakan
anti-Sunni. Pergerakan anti-Sunni yang dimaksud, kata Yunahar, bukan dalam
bentuk lembaga formal. Akan tetapi dalam bentuk pemikiran dan ajaran yang
disebar.
“Anti-Sunni itu bukan harus dibuat kata-kata
anti. Perkataannya dan perbuatannya saja sudah anti. Misal, Sunni menghormati
Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar Bin Khattab sedangkan Syiah melaknat. Itu Sudah
anti Sunni namanya,” ujar pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas
Muhammad Ibnu Su’ud, Riyad, Arab Saudi, ini.
Ia berpendapat, bila aktivis Syiah benar-benar
membuat lembaga formal anti-Sunni justru menjadi bumerang bagi mereka sendiri.
Keberadaan aliansi anti-Sunni akan memicu ketidaksukaan terhadap kelompok Syiah
lebih luas.
“Kalau dia model begitu, itu namanya
membangkitkan macan tidur. Selama ini umat Islam yang mau bergerak membendung
Syiah tidak banyak, sebagian besar diam. Kalau dia buat provokasi seperti itu,
yang diam ini bisa bangun,” tegasnya.
Yunahar sendiri menilai, pernyataan aktivis
Syiah bahwa mereka ingin membentuk aliansi anti-Sunni hanyalah perang urat
syaraf. “Itu psywar aja,” tandasnya.
Syiah Emilia Renita Az beberapa waktu lalu
melontarkan kelompoknya juga bisa membuat aliansi anti Islam Ahlusunnah wal
Jamaah alias Sunni. Pernyataan itu diungkapkan ketika menanggapi deklarasi
Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS).
“Tentunya, apakah kami sebagai orang Syiah
tidak bisa (membentuk) aliansi nasional anti Sunni misalnya,” kata Emilia
Renita Az saat konferensi pers di kantor LBH Jakarta.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Hunef Ibrahim