Monday, December 28, 2015

Doktor Puasa Asal Lumajang

Kamis, 23 Februari 2012 - 10:23 WIB
Puasa yang dilaksanakan dengan iman dan ridha kepada Allah akan menuju positive coping style
Belum lama ini, peneliti dari National Institute on Ageing menemukan bahwa dengan tidak makan sama sekali selama satu atau dua hari selama seminggu tidak hanya meningkatkan kemungkinan menghindari demensia di kemudian hari, tapi juga bisa menjadi kunci untuk kehidupan yang lebih panjang.
Riset terbaru ini akhirnya menyimpulkan, puasa satu atau dua hari dalam seminggu dapat membantu memperpanjang harapan hidup seseorang serta dapat membantu melindungi otak melawan penyakit degeneratif (proses kemunduran fungsi sel-sel) seperti Alzheimer dan Parkinson.
Penelitian terbaru ini semakin mengukuhkan bahwa amalan puasa justru menyehatkan. Kesimpulan itulah yang pernah diperoleh Dr. dr. Achmad Zainullah, jauh sebelum pihak National Institute on Ageing merilis temuannya.
Obyek penilitian Zainullah kala itu adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Luqmanul-Hakim (STAIL) Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Dari hasil penelitian selama bulan puasa di tahun 2003 itu menunjukkan bahwa imunitas para mahasiswa rata-rata meningkat selama dan sesudah menjalankan puasa.
Imunitas adalah pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Dalam keadaan sehat atau optimal, imunitas berfungsi secara efisien, sehingga tubuh dapat terhindar dari dampak yang tidak menguntungkan akibat kehadiran substansi asing. Sistem imun yang terpapar oleh imunogen atau patogen (racun) akan meresponsnya sehingga tubuh kebal terhadap patogen tersebut.
“Imunitas terdiri atas berbagai sel, imunoglobulin, berbagai sitokin penghantar sinyal antarsel yang semuanya bekerja bagaikan orkestra dalam pertahanan tubuh,” terang dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Lumajang (Jatim) ini.
Menurut suami dari Ariati ini, puasa yang menimbulkan sakit bisa terjadi karena pelaksanaannya dipersepsi sebagai beban. Akibatnya, pengaruh perubahan irama sirkardian (irama biologis tubuh yang bersifat menetap karena sudah menjadi pola) akan predominan sehingga menurunkan imunitas.
Puasa yang dilaksanakan dengan iman yang mantap, apalagi dengan dasar cinta, penuh harap ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, persepsinya akan menuju positive coping style (bentuk penanggulangan yang positif), sehingga menimbulkan ketenangan. “Ketenangan dapat memperbaiki imunitas,” jelas alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya ini.
Hasil penelitiannya menyebutkan, pelaksanaan puasa yang mencapai fase ketenangan merupakan coping mechanism (mekanisme penanggulangan stres) yang positif. Ini dapat mengubah kualitas stres ke fase adaptasi, sehingga puasa ditanggapi sebagai stimulus yang menyenangkan (eustress). Dan, pusat reward (pengembalian di hipotalamus akan merespons berupa penurunan pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH).
Pelepasan hormon CRH yang terkendali akan menyebabkan sekresi (pengeluaran) adrenocorticotropin hormone (ACTH) oleh hipofisis anterior juga terkendali, sehingga pelepasan kortisol sebagai salah satu hormon stres ke dalam darah juga terkendali. Puasa yang mencapai ketenangan berpotensi sebagai stimulus yang menyenangkan bagi tubuh sehingga akan dapat meningkatkan imunitas.
Memang, menurut Zainullah, pelaku puasa mengalami penjadwalan ulang pemasukan bahan untuk keperluan biologis (makan, minum), dari siang hari ke malam hari. Juga perubahan pola tidur karena aktivitas ibadah shalat tarawih di malam hari serta mengerjakan sahur. Ini menyebabkan perubahan irama sirkardian tubuh diubah dari pola diurnal (aktif di siang hari) menjadi nokturnal (lebih aktif di malam hari) dibanding sebelum berpuasa.
Perubahan pola aktivitas tersebut berpotensi untuk menurunkan imunitas. Namun, perubahan kebiasaan sehari tersebut dapat diterima sebagai stressor (stimulus penyebab stres) tetapi dapat diadaptasi.
Perubahan pola makan itu periodik, tetapi tidak terus menerus (intermitten fasting), sehingga memberi kesempatan adaptasi.
Respons individu terhadap perubahan saat berpuasa, dengan coping mechanism yang positif dan efektif dapat mengubah kualitas stres. Hanya saja menurut Zainullah, mekanisme demikian hanya akan terjadi jika pelaksanaan puasanya diniatkan ibadah dengan ikhlas.
“Sebab orang yang berpuasa karena dilandasi iman akan tercermin dalam aktivitas puasanya,”terangnya . Menurut Zainul, seluruh instrumen tubuh saat puasa mestinya dijaga dari hal yang tidak saja melanggar ibadah puasa, namun semaksimal mungkin untuk menggapai pahala puasa.
Perasaan raja’ (harapan) akan mendapat pahala dari Allah begitu tinggi. Karena itu, keutamaan (fadilah) puasa dapat diperoleh melalui tilawah, shalat tahajud, sedekah, menyegerakan buka dan mengakhirkan sahur. Prasyarat inilah yang dijadikan Zainul dalam obyek penelitiannya.
Jadi, jika seorang sedang berpuasa, sebisa mungkin harus menghindari marah. Dalam Hadist dikatakan “La taghdhab.” (Janganlah marah). Jadi memang puasanya dilakukan dan didasari demi mendapatkan keridhaan Allah, maka secara psikologis dia akan mendapatkan energi positif. Dan bagi orang yang berpuasa asal-asalan maka akan merasa rugi.
Sebelum banyaknya penelitian ini, Rasulullah jauh hari telah mengajarkan keutamaan puasa. Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.”
Imam Muslim dalam kitabnya juga meriwayatkan sebuah hadits yang artinya, “Puasa yang paling disukai Allah adalah puasanya Daud as.: ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan salat yang paling disukai Allah adalah salatnya Daud; ia tidur separoh malam, beribadah sepertiga malam, dan tidur lagi seperenamnya.”
Khusus Ramadhan, dengan berpuasa berlandaskan iman yang mantap, penurunan stimulasi syaraf simpatetik ( silahkan baca The Miiracle of Enzyme, Hiromi Shinya MD hal. 210; Red. Lamurkha ) yang terjadi selama sebulan berpuasa diharapkan dapat mengurangi atau meniadakan sisa stres yang tertumpuk selama 11 bulan beraktivitas. Sehingga setelah berpuasa terjadi kondisi kesehatan yang optimal. “Itu sudah bisa dibuktikan secara ilmiah,” tegas laki-laki kelahiran Bangkalan, Madura, 1962, ini.*
Rep: Syaiful Anshor
Editor: Cholis Akbar