Wednesday, December 23, 2015

Erdogan : Mengabaikan Kejahatan Assad Dengan Dalih Memerangi Daesh Adalah Pelanggaran Besar. Oposisi Suriah Tolak Peta Jalan Damai Dewan Keamanan PBB

33_12

Erdogan : Mengabaikan kejahatan Assad dengan dalih memerangi Daesh adalah pelanggaran besar

Mereka yang mengabaikan kejahatan Presiden rezim Suriah Bashar Al-Assad dengan dalih memerangi Daesh sama dengan “melakukan kejahatan terbesar dalam sejarah manusia”, Anadolu Agency mengutip perkataan Presiden Turki kemarin.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa mereka yang menutup mata terhadap pembunuhan sekitar 400.000 orang oleh rezim Assad selama lima tahun terakhir dengan dalih memerangi 10.000 atau 20.000 militan bersenjata Daesh adalah penjahat. Dia mencatat bahwa rezim Assad sekarang hanya mengendalikan 14 persen saja wilayah Suriah.

Erdogan menekankan bahwa sangat berlebihan jika Daesh yang bertempur dengan senjata yang “dirampas” dari tentara Irak dan Suriah harus menghadapi empat juta tentara yang memiliki sistem senjata paling modern di dunia.
Dia menekankan dukungan negaranya bagi rakyat Suriah, mengatakan: “. Turki akan terus berdiri di samping saudara kami, rakyat Suriah, berdasarkan tanggung jawab etika dan sejarah”
Mengomentari Presiden Rusia Vladimir Putin, yang mengaku tidak tahu tentang keberadaan Turkmen di Latakia, Erdogan mengatakan: “Mereka semua tidak mengatakan kebenaran. Saya secara pribadi telah mengatakan kepada Putin bahwa tidak ada kehadiran Daesh disana, tetapi itu adalah wilayah Turkmen. ”
Sementara itu, Erdogan menganggap krisis Suriah sebagai “produk dinamis untuk wilayah di satu sisi, dan sebuah proyek untuk melemahkan kebangkitan Turki di sisi lainnya.”
Middle East Monitor

Oposisi Suriah Tolak Peta Jalan Damai Dewan Keamanan PBB

22 Des 2015 15:35
Di saat Dewan Keamanan PBB telah mengesahkan inisiatif perdamaian yang diprakarsai oleh Rusia di Suriah yang secara bulat ingin mengintegrasikan pasukan pemerintah rezim Bashar Assad dengan pasukan oposisi untuk melawan ISIS, salah satu faksi oposisi, yaitu SNC menyatakan menolak seluruh gagasan dalam inisiatif tersebut yang dianggapnya “tidak realistis”.
SNC (Syrian National Coalition) yang selama ini diasosiasikan sebagai sayap politik FSA dan berhaluan sekuler, namun secara defacto hanya mewakili satu elemen FSA saja, menyatakan keberatan dan menolak terutama terkait dengan tidak disebutkannya mengenahi nasib Basyar Assad dalam draft resolusi DK PBB itu.(Faksi berhakuan sekuler saja menolak !! )
SNC mengungkapkan kekesalannya karena bahasa PBB menyatakan terorisme ISIS, tetapi tidak menyebut “terorisme” untuk rezim Assad. Rusia menyerukan suatu transisi politik dengan menyerahkan pemegang pemerintahan nantinya kepada “rakyat Suriah”, sementara Perancis dan AS pada saat itu mengajukan usulan pelengseran Assad sesegera mungkin sebagai prasyarat tercapainya kesepakatan perundingan.
Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat (18/12) pekan lalu mengadopsi sebuah resolusi yang mendorong rencana perdamaian sebagaimana yang telah diupayakan melalui tiga putaran perundingan internasional dalam rangka membantu mengakhiri perang sipil dan konflik di Suriah.
Resolusi itu secara bulat diputuskan dan meminta Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk mengajak pemerintah Suriah bersama-sama dengan kelompok-kelompok oposisi mengadakan negosiasi formal melalui sebuah proses transisi politik yang mendesak. Targetnya, awal Januari 2016 mendatang sudah dimulai perundingan awal.

Resolusi badan dunia PBB yang didukung oleh kekuatan-kekuatan besar “aktor-aktor negara” dunia termasuk sejumlah negara Arab ini dinilai menegaskan kemungkinan diadilinya Basyar Assad atas dakwaan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di sebuah pengadilan internasional yang fair dan transparan. Demikian juga komitmen politik awal para pemimpin negara-negara itu untuk melengserkan rezim Assad akan “dikoreksi” meskipun inkonsisten.
Dengan rencana resolusi DK PBB ini pula, berbagai kelompok oposisi Islamis-Jihadis yang selama ini konsisten membela dan menyuarakan aspirasi rakyat Suriah dalam gerakan revolusi mereka akan dipinggirkan berdasarkan  “konstitusi internasional” Dewan Keamanan PBB.
Reporter: Imam S.
Editor: M. Rudy