Wednesday, December 23, 2015

MUI: Sebagai Muslim Tak Perlu Memojokan Arab. Peneliti Asing: Identitas Islam Indonesia Masih Kurang Dikenal Masyarakat Dunia ( Untuk Orang-Orang Sepilis, Penyembah Asing-Aseng/Ulama-Uama Su’/Abu-Abu/Antek Syiah)

MUI: Sebagai Muslim Tak Perlu Memojokan Arab
KH. Abdussomad Buchori

Senin, 21 Desember 2015 - 17:00 WIB
Selain skenario global, keberadaan Israel menjadi sumber masalah di Timur Tengah terutama di Palestina
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH. Abdushomad Buchori menyatakan dirinya kurang setuju dengan sikap orang yang memojokan Arab, seolah Arab sebagai negara tidak aman, sementara Indonesia lebih baik.
“Kondisi Indonesia memang bagus, tapi kalau menilai Arab sebagai negara yang tidak aman itu juga kurang tepat,” katanya pada saat Musyawarah Daerah (Musda) MUI Jawa Timur di Asrama Haji Sukolilo, Sabtu, (19/12/2015).
Menurutnya, dunia Islam dan Timur Tengah khususnya tidak stabil karena ada scenario global yang terlibat merusaknya.
“Kenapa dunia Arab atau Timur Tengah itu tidak stabil, semua tidak lepas dari skenario global, yang melibatkan negara-negara besar yang notabene adalah negara-negara Barat,” tambahnya.
Skenario global itu, lanjut Kiai Abdushomad, karena ada kepentingan politik dan ekonomi yang mendorong negara-negara besar mengintervensi Timur Tengah.
Ia mencontohkan seperti yang terjadi di Aljazair, Turki dan kudeta Mohammad Mursy di Mesir, semuanya ditumbangkan setelah memenangkan Pemilu. Demikian juga kemenangan Hamas di Pemilu Palestina yang disikapi oleh Barat dengan melakukan boikot ekonomi dan blokade.
Selain faktor skenario global, terang KH. Abdushomad, keberadaan Israel juga menjadi sumber masalah yang berkepanjangan bagi Timur Tengah terutama di Palestina.
“Kaum Yahudi yang tadinya tidak memiliki wilayah, pada tahun 1948 menjadikan sebagian wilayah Palestina sebagai negara Israel atas prakarsa gerakan Zionisme yang diusung oleh Theodore Herzl dan dukungan negara Barat terutama Amerika,” paparnya.
Belum lagi, kata KH. Abdushomad, keberadaan Syiah di Timur Tengah yang turut menjadi sumber kekacauan dikarenakan doktrin ajarannya untuk menguasai wilayah.
“Jadi tolong diperhatikan, bahwa Syiah itu mempunyai doktrin sebagaimana dalam rukunnya yakni al-Wilayah. Jadi kalau sudah kuat mesti menguasai, mesti berontak,” ungkapnya.
Ia mencontohkan kasus pemberontakan Syiah seperti yang terjadi di Yaman, yang mana mereka baru sepertiga jumlahnya sudah memberontak, merebut kekuasaan. Juga sebagaimana di Suriah, yang mana mereka minoritas tapi berhasil menjadi penguasa dan menindas muslim sunni.
“Kami di MUI sangat kritis, jangan sampai pemberitaan itu selalu memojokan Islam. Timur Tengah itu sebetulnya baik-baik saja. Karena ada intervensi Barat dan keberadaan Israel disana itulah menjadi penyebab kekacauan,” pungkasnya.*
Rep: Yahya G Nasrallah
http://www.hidayatullah.com/none/read/2015/12/21/85869/mui-sebagai-muslim-tak-perlu-memojokan-arab.html

Peneliti Asing: Identitas Islam Indonesia Masih Kurang Dikenal Masyarakat Dunia
                  
2 Des 2015 18:59
Direktur Riset dan Program Akademik International Institute of Islamic Thought (IIIT), Dr. Ermin Sinanovic mengatakan Islam Indonesia masih belum banyak diketahui oleh umat Islam di dunia lain, kecuali sekedar fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
“Ini adalah proses globalisasi saling mempengaruhi, bukan hanya menerima pengaruh,” katanya dalam Seminar Internasional bertajuk “Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara” yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah dan IMM di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, di Jl.Menteng Raya no.61, Jakarta, siang ini (02/12).
Menurut pria asal Bosnia itu, umat Islam Indonesia seharusnya tidak hanya besar dalam jumlah angka, tetapi juga harus besar dalam memberi pengaruh.
Karena itulah, kata Sinanovic, umat Islam Indonesia harus mampu menceritakan dirinya kepada dunia luar melalui tulisan, penerbitan, penyelenggaraan konferensi, dan program internasional, film-film, dokumenter, dan sebagainya. Ini tentu saja memerlukan kemampuan bahasa asing, terutama bahasa Inggris.
“Muslim Indonesia harus menghasilkan produk intelektual dan budaya, serta menyebarkannya kepada yang lain,” ujarnya.
Sinanovic menjelaskan, orang Islam di negara lain perlu belajar sejarah umat Islam di Indonesia, keragaman Islam, sejarah Muhammadiyah dan NU, perjuangan dan karya-karya mereka baik di zaman kolonial maupun di era kontemporer. Pendeknya, umat Islam di Indonesia perlu meningkatkan produksi budayanya dan harus dalam bentuk yang berkualitas kelas dunia.
Dia menyayangkan sangat sedikitnya buku yang mengulas tentang umat Islam Indonesia, terutama yang ditulis oleh umat Islam Indonesia sendiri. Kalaupun ada, itu ditulis oleh orang asing yang pasti memiliki keterbatasan dalam memahami umat Islam di Indonesia.
“Padahal, penulis dari luar sudah tentu menaruh cara pandangnya di dalam tulisan mereka,” tandasnya.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Fajar Shadiq

Peneliti Nilai Isu Ancaman Arabisasi Berlebihan di Indonesia

3 Des 2015 05:06
Direktur Riset dan Program Akademik International Institute of Islamic Thought (IIIT), Dr. Ermin Sinanovic menilai isu ancaman Arabisasi di Indonesia terlalu dilebih-lebihkan.
“Bahwa Arab Islam telah mengambil alih Islam lokal di Indonesia itu tidak benar,” katanya saat berbicara dalam Seminar Internasional bertajuk “Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara” yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah dan IMM di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, di Jl. Menteng Raya no.61, Jakarta, Rabu (02/12).
Sinanovic sendiri mengaku mengkaji fenomena Arabisasi dalam dua aspek yaitu globalisasi dan usul fiqih.
Selain itu, menurutnya, isu ancaman Arab Islam terhadap Islam lokal telah sukses disebarkan di Indonesia. Sehingga, isu tersebut berpotensi memecah-belah umat Islam.
Padahal, lanjutnya, globalisasi Islam adalah satu kesatuan Islam di Indonesia, tidak berbeda dengan di Arab, di Turki, ataupun di Eropa.
“Globalisasi Islam bukan terpecah belah,” tandasnya.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Hunef Ibrahim