Saturday, February 20, 2016

Diplomasi Militer Saudi-Turki Gentarkan Aliansi Majusi-Komunis. Saad Al-Hariri : Libanon Tidak Akan Pernah Menjadi ‘Provinsi Iran’


Diplomasi Militer Saudi-Turki Gentarkan Aliansi Majusi-Komunis

Diplomasi adalah penting. Tetapi diplomasi yang tidak didukung kekuatan ekonomi yang besar dan kekuatan militer yang mengetarkan tak bisa menghasilkan kesepakatan dan keputusan yang adil.

Dalam menyelesaikan masalah Syria kekuatan ekonomi dan kekuatan militer punya peran signifikan.
Gabungan Turki dan Negara-negara Arab adalah kekuatan ekonomi dan militer yang besar. Persatuan itu akan menjadi kekuatan alternatif ketiga selain Amerika plus NATO dan Rusia di kawasan.

Ketika Arab Saudi memutuskan akan melakukan perang darat untuk menumpas ISIS dan mendongkel Basyar Asad maka Rusia, Iran, dan rejim Syria berhitung ulang.

Saudi Arabia tak main-main. Keberhasilan melakukan latihan operasi militer skala besar dengan sandi "Ra'dusy Syimaal" dengan melibatkan puluhan ribu tentara dan sejumlah besar arsenal darat dan udara di kompleks militer Raja Khalid "memaksa" Iran untuk melunak. Sehingga Iran buru-buru menyatakan siap berunding untuk membahas masa depan Syria. Tetapi Raja Salman menjawab dengan tegas bahwa "mau'idunaa fii suuriyaa" (perhitungan antara kita akan diselesaikan di Syria).

Kondisi tambah tak nyaman bagi negara-negara aliansi majusi dan komunis setelah baru lalu Saudi Arabia mengakui memiliki "qunbulah nawawiyyah" (bom nuklir) yang siap digunakan untuk meluluhlantakkan Teheran, Damascus, dan Baghdad bila kondisi menuntut.

Tak berhenti sampai disitu. Aliansi negara-negara arab bergerak cepat dan menyebarkan pasukan siap tempur dan arsenal siap serang Syria dari Iraq, Jordania, dan Turki.

Sikap Turki yang keras terhadap kaum komunis Kurdi tak ayal membuat Amerika plus Uni Eropa dan Rusia berselisih tajam dalam dewan keamanan PBB.

Dengan sikap tegas Erdogan berkata pada Amerika, "Silahkan Amerika memilih antara Turki atau teroris pemberontakan Kurdi (wahdaat himaayatisy sya'ab). Kalau Amerika pilih Kurdi silahkan umumkan pada dunia."

Tekanan Turki memaksa John Kerry, menteri luar negeri Amerika, mengatakan, "Satuan Pelindung Rakyat Kurdi (YPG/wahdaat himaayatisy sya'ab) hanyalah sebuah organisasi. Kerjasama dengannya tak bisa dipercaya."

Dan dalam sidang darurat dewan keamanan PBB kemarin (19/2) malam akhirnya Amerika dan Prancis menolak proposal Rusia yang ingin mengucilkan, memberikan sangsi, serta meminta tanggung jawab Turki karena telah menyerang Halab dan Idlib. Juga menambah keruwetan dan ketegangan dengan menyebarkan puluhan ribu pasukan berikut arsenal siap gebuk di perbatasan Syria.

Kita akan lihat. Mana solusi yang akhirnya dipilih Turki plus aliansi negara-negara arab dipimpin Arab Saudi; solusi diplomatik yang adil bagi rakyat Syria dengan Asad hengkang dan Rusia-Iran keluar dari Syria atau perang darat dengan potensi kerugian besar utamanya bagi Rusia dalam bidang ekonomi.


Saad al-Hariri : Libanon tidak akan pernah menjadi ‘provinsi Iran’


February 15, 2016
Politisi Sunni dan mantan perdana menteri Lebanon, Saad al-Hariri mengatakan pada hari Minggu Lebanon tidak akan pernah menjadi “provinsi Iran” dan bermusuhan dengan Arab Saudi, dia juga mengecam peran Syiah Hizbullat dalam perang Suriah dalam sebuah pidato yang mencerminkan ketegangan regional.
Ketegangan antara Arab Saudi dan Iran, yang keduanya memiliki pengaruh yang kuat di Lebanon dan masing-masing mendukung blok politik yang berseberangan
“Kami tidak akan membiarkan siapa pun untuk menarik Libanon ke wilayah permusuhan terhadap Arab Saudi dan saudara Arab lainnya. Lebanon tidak akan, dalam keadaan apapun, menjadi sebuah provinsi Iran. Kami adalah orang Arab, dan kami akan tetap menjadi orang Arab,” kata Hariri, tokoh Lebanon yang didukung oleh Arab Saudi.
Hizbullat, didukung oleh Iran, berjuang bersama tentara rezim Suriah dalam mendukung Bashar al-Assad dalam perang melawan pejuang oposisi yang telah menerima dukungan dari Arab Saudi, Turki dan negara-negara lain.

Lima anggota Hizbullat telah didakwa oleh pengadilan internasional pada 2005 atas pembunuhan terhadap Rafik al-Hariri, perdana menteri Lebanon dan juga ayah Saad al Hariri.

Kelompok ini telah membantah terlibat dalam pembunuhan tersebut, yang mendorong Lebanon ke ambang perang dan masih membangkitkan emosi 11 tahun kemudian. Pembunuhan itu memperdalam perpecahan sektarian dalam politik Lebanon yang masih mempengaruhi Lebanon sampai hari ini.
Hariri, terakhir mengunjugi Lebanon pada peringatan 10 tahun kematian ayahnya, memimpin aliansi politik pada 14 Maret yang dibentuk setelah pembunuhan ayahnya.
Dia secara terbuka menegaskan untuk pertama kalinya bahwa akhir tahun lalu ia mengajukan penawaran kepada Suleiman Franjieh, yang selama ini dekat dengan Hizbullat, untuk mengisi jabatan presiden yang telah kosong selama 21 bulan.
Tapi dia mempertanyakan apakah rival politiknya benar-benar ingin mengakhiri krisis yang mencerminkan kelumpuhan yang lebih luas dalam pemerintahan Lebanon. Inisiatifnya belum memperoleh tanggapan. Hizbullat mengatakan mereka lebih mendukung calon yang mereka sukai, Michel Aoun.
“Kami tulus. Kami ingin presiden republik ini. Kami ingin mengakhiri kevakuman. Kami telah membayar harga tinggi di dalam dan di luar negeri,” kata Hariri.

Mengomentari saingannya, ia berkata: “Silakan pergi ke parlemen dan pilihlah presiden, kecuali jika calon kalian sesungguhnya adalah vakum”
Reuters
http://www.middleeastupdate.net/saad-al-hariri-libanon-tidak-akan-pernah-menjadi-provinsi-iran/

Menhan Turki: Perdamaian Suriah Hanya Ada 1 Solusi, PERANG!!

Kondisi Terbaru Suriah 2016: Ankara – Menteri Pertahanan Turki mengatakan bahwa pasukan Rusia dan rezim Assad menggunakan tragedi pembunuhan massal di Suriah sebagai senjata untuk melawan Turki dan Eropa.

Menteri Ismet Yilmaz menyatakan pada Rabu (17/02), untuk menakut-nakuti Eropa, Rusia kini telah melakukan 7.200 serangan udara sejak intervensi pertamanya pada 30 September. Namun sejumlah besar serangannya hanya menargetkan warga sipil dan pasukan oposisi Suriah, yang mana hal ini berbeda dengan tujuan yang pernah dinyatakan Rusia dalam intervensi militer Moskow di Suriah.

“Sebanyak 88 persen dari serangan udara Rusia menargetkan warga sipil dan pejuang oposisi, sementara hanya 12 persen dari serangan yang menargetkan ISIS. Dan kita tidak melihat mereka menyerang ISIS, sebaliknya mereka hanya menghancurkan oposisi Suriah,” katanya seperti dikutip Anadolu.

Menurutnya, dalam menanggapi konflik berkepanjangan Suriah, Rusia tidak akan mencari solusi lain dalam politik Suriah melainkan hanya serangan militer.

“Pemerintah Rusia tidak akan mencari solusi politik apapun di Suriah kecuali hanya satu hal, militer,” ungkapnya.

Pada hari Senin lalu, lima unit medis dan dua sekolah telah dibombardir oleh jet tempur Rusia, dan menewaskan 50 warga sipil dan melukai puluhan orang lainnya, termasuk anak-anak.

Mengomentari hal ini, Menlu Turki menyatakan, “Terlalu banyak kejahatan perang (yang dilakukan) menurut hukum internasional.”

Setali tiga uang dengan Turki, Jubir HAM PBB, Rupert Colville juga mengomentari bahwa, jika (penargetan) terhadap berbagai fasilitas umum itu disengaja, hal tersebut bisa dianggap kejahatan perang.
Sumber: Kiblat.net