Nikmatullah Al-Jazairiy
Ulama Hadits Syiah Nyatakan Tuhan-nya Syiah Berbeda dengan Tuhan-nya
Nabi Muhammad SAW
Salah seorang Muhadits Syiah
bernama Nikmatullah Al-Jazairiy nyatakan bahwa Tuhan-nya orang Syiah berbeda
dengan Tuhan-nya Kaum Muslimin.
Berikut tulisan lengkapnya:
إنا لم نجتمع معهم على إله ولا على نبي ولا على إمام وذلك أنهم يقولون إن
ربهم هو الذي كان محمد صلى الله عليه وآله نبيه وخليفته بعده أبو بكر ونحن لا نقول
بهذا الرب ولا بذلك النبي بل نقول إن الرب الذي خليفة نبيه أبو بكر ليس ربنا ولا
ذلك النبي نبينا
"Sesungguhnya
kami (kaum syi'ah) tidak pernah bersepakat dengan mereka (AhlusSunnah) dalam
menentukan Allah, Nabi maupun Imam..!!! Sebab mereka (Ahlus Sunnah) mengatakan
bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan yang menunjuk Muhammad sebagai Nabi-Nya dan Abu
Bakr sebagai pengganti Muhammad sesudah Beliau wafat. Kami (kaum syi'ah) tidak
setuju dengan Tuhan model seperti ini, juga kami tidak setuju dengan model Nabi
yang seperti itu..!! Sesungguhnya Tuhan yang memilih Abu Bakr sebagai pengganti
Nabi-Nya, bukanlah Tuhan kami..!! Dan Nabi model seperti itu pun bukan Nabi
kami..!!!"[1]
[1] Al-Anwar An-Nukmaniyyah, 2/278.
Aqidah Syiah: Orang yang Menentang Imamah Adalah Kafir,
Sesat
& Kekal di Neraka
Ritual kafir Syiah
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa Syiah menganggap Imamah sebagai salah satu rukun
agama mereka. Bahkan mereka berkeyakinan bagi orang yang menentang rukun
tersebut, maka ia bukanlah orang yang membenarkan Rasulullah saw alias orang
kafir. (Baca: Aqidah Syiah: Imamah Adalah Rukun, Bagi yang Menentangnya Kafir)
Tak hanya sampai
disitu saja, bagi orang yang menentang Imamah, oleh Syiah juga dijuluki sebagai
kafir, sesat dan kelak akan kekal di Neraka. Hal ini sebagaimana ulama besar
mereka, Al Mufid berkata:
و اتفقت الإمامية
على أن من أنكر إمامة أحد الأئمة و جحد ما أوجبه الله تعالى من فرض الطاعة فهو
كافر ضال مستحق للخلود في النار
"Syi'ah
Imamiyyah SEPAKAT bahwa orang yang tidak meyakini keimamahan salah satu dari
para imam dan mengingkari apa yang telah diwajibkan Allah Ta'ala kepadanya dari
kewajiban taat (kepada para imam), MAKA DIA KAFIR, SESAT, DAN LAYAK KEKAL DI
NERAKA."[1]
Tentu saja tidaklah
para ulama mereka di atas menyatakan demikian dengan label kafir kepada para
penyelisihnya kecuali karena para penyelisih telah menyelisihi pokok ajaran
mereka. Sebagaimana di kita, barangsiapa yang menyelisihi dan mengingkari satu
saja dari rukun agama tentu ia kafir.
Begitu pula dalam
aqidah Syi’ah, dikarenakan Imamah dan Wilayah merupakan salah satu rukun dalam
aqidah mereka, maka yang menyelisihinya dihukum kafir. Sebagaimana disebutkan
dalam salah satu kitab induk mereka yang nomor satu, yakni Al-Kafiy seperti
berikut :
عن أبي جعفر عليه
السلام: قال: بني الاسلام على خمس: على الصلاة والزكاة والصوم والحج والولاية ولم
يناد بشئ كما نودي بالولاية
“dari Abu Ja'far, ia
berkata: Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa ramadhan, melaksanakan haji, dan WILAYAH, dan tidak ada
satu pun daripada rukun-rukun yang tersebut yang diseru (keras/tegas)
sebagaimana seruan yang diberikan kepada wilayah”.[2]
عن أبي جعفر عليه
السلام قال: بني الاسلام على خمسة أشياء: على الصلاة والزكاة والحج والصوم
والولاية، قال زرارة: فقلت: وأي شئ من ذلك أفضل؟ فقال: الولاية أفضل، لانها
مفتاحهن والوالي هوالد ليل عليهن
"dari Abu
Ja'far, ia berkata: Islam dibangun di atas lima perkara; mendirikan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan haji, puasa ramadhan, dan WILAYAH. Zurarah
bertanya kepada Abu Ja'far: manakah rukun yg terbaik di antara rukun-rukun
tersebut? Abu Ja'far menjawab: Wilayah adalah rukun yang terbaik, sebab wilayah
merupakan kunci dari semua rukun agama, dan Wali (Imam) adalah penunjuk atas
kesemua rukun tersebut”.[3]
Sebagaimana
disebutkan Rukun Iman / Ushuluddin Syi'ah yang berbeda dengan kita yaitu : [1].
Tauhid (Keesaan Allah), [2]. Al 'Adl (Keadilan Allah), [3]. Nubuwwah
(Kenabian), [4]. Imamah (Kepemimpinan Imam), [5]. Ma'ad (Hari kebangkitan dan
pembalasan).[4]
Sehingga
konsekuensinya, barangsiapa yang menyelisihi satu saja dari rukun tersebut,
maka di sisi Syi’ah ia termasuk ahlul bid’ah dan kafir serta diperbolehkan
mengghibah/menggunjing, melaknat dan mencaci mereka. Hal ini sebagaimana
dinyatakan oleh salah seorang muhaddits besar kontemporer mereka yakni
Al-Khu’iy yang berkata seperti berikut :
حرمة الغيبة مشروطة
بالايمان: قوله: ثم ان ظاهر الاخبار اختصاص حرمة الغيبة بالمؤمن. أقول: المراد من
المؤمن هنا من آمن بالله وبرسوله وبالمعاد وبالائمة الاثنى عشر (عليهم السلام)،
اولهم علي بن أبي طالب (عليه السلام) وآخرهم القائم الحجة المنتظر عجل الله فرجه
وجعلنا من أعوانه وأنصاره، ومن أنكر واحدا منهم جازت غيبته لوجوه: 1 - انه ثبت في
الروايات (1) والادعية والزيارات جواز لعن المخالفين، ووجوب البراءة منهم، واكثار
السب عليهم واتهامهم، والوقيعة فيهم اي غيبتهم، لانهم من اهل البدع والريب (2). بل
لا شبهة في كفرهم، لان انكار الولاية والائمة (عليهم السلام) حتى الواحد منهم
والاعتقاد بخلافة غيرهم، وبالعقائد الخرافية كالجبر ونحوه يوجب الكفر والزندقة،
وتدل عليه الاخبار المتواترة (3) الظاهرة في كفر منكر الولاية وكفر المعتقد
بالعقائد المذكورة وما يشبهها من الضلالات
“Ghibah [menggunjing]
diharamkan dengan syarat apabila yang dituju adalah orang beriman. Kemudian
mengenai perkataannya; “bahwa riwayat-riwayat yang nampak berkenaan keharaman ghibah
dikhususkan [hanya tertuju] kepada orang mukmin. Aku (Al-Khu'iy) katakan, yang
dimaksud dengan “orang Mukmin” disini adalah orang yang beriman kepada ALLAH
dan Rasul-NYA, beriman kepada Al-Ma'ad, dan beriman kepada para 12 Imam
'Alaihim As-Salam. Yang pertama adalah 'Ali bin Abi Thalib 'Alaihis Salam, dan
yang terakhir dari mereka adalah Al-Qaim Al-Hujjah Al-Muntazhar, semoga ALLAH
mempercepat kemunculan beliau dan menjadikan kita dari para pembantu dan
pembelanya. Dan barangsiapa yang mengingkari satu saja dari mereka (para Imam)
maka diperbolehkan untuk meng-ghibahnya karena; pertama: Sesungguhnya telah
tetap dalam riwayat-riwayat, do'a-do'a, dan ziyaaraat, diperbolehkannya
melaknat orang-orang yang menyelisihi Syi'ah (yaitu Ahlus Sunnah), dan wajibnya
berlepas diri dari mereka / memusuhi mereka, dan memperbanyak celaan terhadap
mereka, dan menuduh mereka menyebarkan cerita busuk mereka, karena sesungguhnya
mereka adalah Ahli Bid'ah dan Ragu. Bahkan tidak ada syubhat mengenai kekafiran
mereka karena mereka mengingkari Wilayah dan mengingkari para Imam 'Alaihim
As-Salam meski satu dari mereka (Imam-Imam), dan ber-I'tiqad dengan Khilafah
selain dari para Imam, dan ber-I'tiqad dengan keyakinan khurafat dan
semacamnya. Dan khobar-khobar MUTAWATIR lagi jelas menunjukkan atas hal
tersebut berkenaan kafirnya orang yang mengingkari wilayah dan kafirnya orang
yang ber-I'tiqad seperti yang telah disebutkan dan apa-apa yang menyerupainya
dari kesesatan-kesesatan.”[5]
Ulama kontemporer
mereka lainnya, Kamal Al-Haidariy dalam salah satu kajiannya juga berkata
seperti berikut terkait ushul aqidah Syiah dimana Imamah merupakan bagian
darinya sehingga melazimkan takfiir bagi yang menyelisihinya. Ia berkata
seperti berikut:
“Tidak ada satu pun
dari kalangan ulama Imamiyyah yang tidak menghukum kafir kepada selain Syi’ah,
tanpa pengecualian (2x). Perbedaan antara keduanya (kalangan ulama Syi’ah)
dalam satu perkara yaitu sebagian dari mereka menghukum kafir terhadap
mukhaalifiin (selain Syi’ah) dari sisi zhahir maupun bathin. Sedangkan
sebagiannya lagi menghukum keislaman mukhaalifiin dari sisi zhahir tetapi
mereka dari sisi bathin tetaplah kafir. Namun kesemuanya sepakat akan kekafiran
mereka dari sisi bathin. Tidak ada keraguan dalam hal tersebut. Apa dasarnya?
Dasar dari (manhaj) takfiir ini dikarenakan perkara Imamah yang merupakan
ashl/pokok dari ushuuluddiin, atau pokok dari ushuulul-madzhab. Oleh karenanya,
qadhiyyah ini yakni manhaj takfiir ini dalam madrasah Ahlil Bait bukanlah
sesuatu yang dapat digugat kecuali dengan mengubah ushulnya (‘aqidah).
Sesungguhnya Imamah adalah pokok dari ushuuluddiin, atau pokok dari
ushuulul-madzhab, atau merupakan perkara yang dharuriy (harus/wajib) dari
perkara-perkara dharuriy lainnya dalam agama, yang tentu hal ini melazimkan takfiir
(bagi yang menyelisihinya). Oleh karena itu, engkau akan mendapati
perkataan-perkataan sharih para ulama Imamiyyah ini (tentang takfiir terhadap
mukhaalifiin). Berikut adalah penulis kitab Al-Jawahir (Muhammad Hasan
An-Najafiy) pada juz. 22 hal. 62 yang berkata; “Bahkan telah tawatur (nash-nash
tentang mukhaalifiin telah mutawatir) berkenaan laknat terhadap mereka, celaan
dan hinaan terhadap mereka, juga kekafiran mereka. Sesungguhnya mereka adalah
majusinya umat ini. Mereka lebih buruk daripada nashrani dan lebih najis
daripada anjing.”[6]
Selain julukan di
atas, ada julukan lainnya yang diberikan Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah. Julukan
tersebut adalah “Nawaashib”, mufradnya (bentuk tunggal) adalah “Naashib”.
Setiap Sunniy adalah Nashibiy di mata mereka, yaitu seorang yang membenci Ahlul
Bait. Seringkali mereka mengingkari hal ini dengan mengatakan; “Ahlus Sunnah
kan mencintai Ahlul Bait, jadi mereka bukan Nashibi”. Pengingkaran mereka ini
bisa dikarenakan yang mengucapkan adalah orang Syi’ah awam yang tidak
mengetahui isi kitab mereka sendiri, atau bisa juga karena mereka bertaqiyyah.
[1] Awa’il Al-Maqalat oleh Al-Mufid, hal. 44
[2] Al-Kafiy, 2/18.
[3] Ibid.
[5] Mishbah
Al-Faqahah, 2/11. Terb. Dar Al-Hadiy, Beirut – Lebanon.
[6] Lihat video
aslinya di : https://www.youtube.com/watch?v=ZqkSOXOTplw
Aqidah Syiah: Imamah Adalah Rukun, Bagi yang Menentangnya Kafir
Ritual Agama Syiah, Asyura
Inilah diantara yang
membedakan antara Agama Islam dan Syiah, bahwa bagi Syiah, mereka menganggap
Imamah sebagai salah satu rukun agama mereka. Bahkan mereka berkeyakinan bagi
orang yang menentang rukun tersebut, maka ia bukanlah orang yang membenarkan Rasulullah
saw alias orang kafir.
Hal ini sebagaimana
dikatakan oleh salah seorang ulama Syiah, Al-Hilly. Dia berkata:
أن الإمامة من أركان
الدين وأصوله وقد علم ثبوتها من النبي صلى الله عليه وآله ضرورة فالجاحد بها لا
يكون مصدقا للرسول عليه السلام في جميع ما جاء به فيكون كافرا فلا يستحق الزكاة
ولان الزكاة معونة وإرفاق فلا يعطى غير المؤمن
“Dan bagi kami
(Syi’ah) : Sesungguhnya Imamah termasuk dari rukun agama dan usulnya. Telah
diketahui ketetapannya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi sebagai sesuatu
yang urgen (syarat/keharusan). Maka orang yang menentangnya bukanlah orang yang
membenarkan Rasul ‘alaihis-salaam dengan semua yang datang padanya. Dengan
demikian orang tersebut kafir. Maka tidak berhak zakat, karena zakat adalah
bantuan yang tidak diberikan kepada selain orang beriman.”[1]
[1] Muntaha Al-Mathlab, 1/522
Aqidah
Syiah: Menentang Para Imam seperti Menentang
Nubuwat Para Nabi
Ritual Asyura Syiah di Iran
Syiah berkeyakinan
bahwa perintah Para Imam Syiah mutlak wajib dilaksanakan dan dipatuhi. Adapn
bagi orang yang melanggar ataupun menentang perintah mereka, maka sama halnya
menentang Nubuwat Par Nabi. Hal ini sebagaimana Ulama Syiah, Ash-Shaduq berkata
:
واعتقدنا فيمن جحد
إمامة أمير المؤمنين علي بن أبي طالب والأئمة من بعده - عليهم السلام - أنه بمنزلة
من جحد نبوة جميع الأنبياء
“Dan keyakinan kami
bahwa orang yang menentang Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib dan para Imam
sesudahnya ‘alaihim as-salaam, ia berkedudukan seperti orang yang menentang
kenubuwwahan seluruh para Nabi.”[1]
Dia juga berkata :
واعتقادنا فيمن أقر
بأمير المؤمنين وأنكر واحدا من بعده من الأئمة أنه بمنزلة من أقر بجميع الأنبياء
وأنكر نبوة محمد صلى الله عليه وآله وسلم
“Dan keyakinan kami
bahwa orang yang mengakui Amirul Mukminin namun mengingkari satu saja dari para
Imam setelahnya, ia berkedudukan seperti orang yang mengakui kenubuwwahan
seluruh para Nabi namun mengingkari kenubuwwahan Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa aalihi wasallam.”[2]
[1] Al-I’tiqadat, hal. 104
[2] Ibid