Tuesday, July 19, 2016

Eropa Dan AS Merupakan Busted Flush, Telah Kehilangan Semua Otoritas Moral, Tak Lagi Pembawa Lilin Perubahan Demokrasi. Erdogan Menunjukkan Keberanian Dengan Menaiki Sebuah Pesawat Yang Diparalelkan F16 Tentara Kudeta.Hanya Tiga Negara Di Dunia Yang Dengan Jelas Mendukung Erdogan Sejak Awal – Maroko, Qatar, Dan Sudan. Turki Bukanlah Sebuah Negara Amerika Latin Atau Mesir !

Hasil gambar untuk ponsel kudeta turki

How an iPhone defeated the tanks in Turkey


وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. QS. al-Baqarah (2) : 120

Oleh David Hearst*
(Pemimpin Redaksi Middle East Eye)
Untuk melaksanakan sebuah kudeta, para perwira senior tentara Turki dari unit-unit komando, Angkatan Darat, 1st dan 4th Army (pengelompokan/pembagian komando daerah militer di Turki), dan Angkatan Udara melakukan usaha ekstrim untuk merebut kekuasaan.

Mereka menguasai dua Bandara dan menutup yang ketiga. Mereka mencoba untuk memisahkan sisi Eropa Istanbul dari sisi Asia-nya. Mereka mengebom parlemen di Ankara sembilan kali. Ada sebuah kontak senjata diluar markas Badan Intelijen Turki (MIT). Mereka mengerahkan tank, helikopter bersenjata dan jet-jet F-16.

Untuk mengalahkan kudeta ini, sang presiden Turki menggunakan iPhone-nya. Masjid-masjid menggunakan loudspeaker mereka, menyiarkan panggilan shalat sebelum subuh. Para pemimpin politik dari segala latar belakang, beberapa merupakan lawan sang Presiden, secara jelas menyerukan kudeta tersebut untuk dipatahkan. Para polisi menahan para tentara.

Orang-orang tak bersenjata mengambil kembali CNN Turk dan berbagai jembatan di Bosporus, berani menghadapi tembakan senjata api demi mengambil kembali demokrasi demi Negara mereka.

Ini jelas-jelas sebuah kudeta militer. Akan tetapi kedutaan AS di Ankara dalam pesan daruratnya kepada para Warga Negara AS menyebutnya sebuah “pemberontakan/kebangkitan (uprising)”.

Geopolitical Futures mengeluarkan sebuah analisa yang menyebut kudeta ini berhasil. BBC Arabic, Sky News Arabic, El Arabiya TV, editor diplomatic ITN, jaringan berita AS semuanya menurunkan komentar yang menyebut Erdogan telah habis, atau telah kabur ke Jerman.

The Guardian menurunkan sebuah artikel yang headline/judul berita pertamanya (kemudian diubah) mengungkapkan semuanya yang tak mampu menahan kegembiraannya atas kepergian seorang pria (erdogan -ed) yang ia anggap sebagai seorang islamis otoriter: “Bagaimana Recep Tayyip Erdogan membakar ketegangan di Turki”.

Saat rakyat Turki berperang demi masa depan mereka (turun ke jalan menentang kudeta -ed), ada keheningan yang mengejutkan dari para pemimpin barat yang brand image-nya adalah demokrasi. Konsulat Perancis telah tutup dua hari sebelumnya. Apakah mereka mengetahui sesuatu (kudeta) yang tidak diketahui Turki?

Dalam pernyataan awalnya, Menteri Luar Negeri AS John Kerry menggunakan setiap kata kecuali kata “d” (democracy) yang penting. Ia berharap adanya “stabilitas dan kedamaian dan keberlanjutan” didalam Turki.

Tidak ada apapun mengenai dukungan pada seorang presiden yang terpilih secara sah dan parlemen yang terpilih secara sah. Hanya disaat sudah jelas bahwa kudeta ini gagal baru presiden Barack Obama dan (Menlu) Kerry mengeluarkan sebuah penryataan yang secara jelas mendukung Erdogan.

Jika anda ingin tahu mengapa Eropa dan AS merupakan busted flush (entitas menjanjikan yang dikemudian hari gagal), mengapa mereka telah kehilangan semua otoritas moral, bahkan semua otoritas, dan mengapa mereka tak lagi pembawa lilin perubahan demokrasi, tak perlu jauh-jauh, lihat saja dari tiga jam penuh keheningan saat mereka menunggu (hasil kudeta) untuk melihat kearah mana angin bertiup di Istanbul dan Ankara.

Saudi menunggu 15 jam sebelum mengeluarkan sebuah pernyataan yang mendukung Erdogan. Emiratis (Uni Emirat Arab) dan media yang mereka kendalikan menyebarkan berita bahwa Erdogan telah kabur dari Turki.

Hal sebaliknya yang terbukti benar. Erdogan menunjukkan keberanian dengan menaiki sebuah pesawat dan mengarah menuju Istanbul, (padahal)
mengetahui bahwa F16 (yang dikuasai tentara kudeta) ada di udara dan bahwa landasan di Bandara Ataturk bisa saja telah ditutup.

Hanya tiga Negara di dunia yang dengan jelas mendukung Erdogan sejak awal – Maroko, Qatar, dan Sudan.

Yang secara khusus mengesankan adalah pernyataan (sikap) dari para politisi Turki (oposisi) yang memiliki banyak alasan untuk menginginkan Erdogan pergi, dan dimana mereka sendiri telah dikesampingkan olehnya. Pemimpin partai (oposisi) terbesar di Turki, Kemal Kilicdaroglu dari Partai Rakyat Republik (CHP) yang berhaluan kiri-tengah, segera menentang kudeta tersebut dalam sejumlah tweet, menyebut bahwa Turki telah “banyak menderita” dalam berbagai kudeta yang terjadi di masa lalu.

Dua pemimpin AKP dari sayap liberal, yang telah dikesampingkan atau baru-baru ini dipecat oleh Erdogan mendukungnya. Mantan presiden Abdullah Gul memberitahu CNN Turk bahwa “Turki bukanlah sebuah Negara Amerika Latin.. saya menyerukan pada mereka yang mencoba menggulingkan pemerintahan untuk segera kembali ke barak mereka.”

Mantan perdana menteri Turki Ahmet Davutoglu memberitahu Al Jazeera: “Turki adalah sebuah demokrasi… saya tak berpikir usaha ini akan berhasil. Tak boleh ada usaha apapun untuk mengacaukan Turki. Kita menghadapi banyak krisis di Suriah dan kawasan lainnya, ini waktunya untuk memiliki solidaritas dengan rakyat Turki… di saat ini rakyat dari berbagai kota ada di jalanan, di alun-alun (untuk memprotes) upaya kudeta ini.”

Semua orang Turki ini bisa melihat apa yang tak dapat dilihat konsensus Barat mengenai Erdogan. Bahwa prosesnya (jalan demokrasi) lebih penting dari sang pria (presiden). Bangsa Turki, percaya atau tidak, akan berjuang dan mati demi hak mereka untuk memilih presiden mereka, meskipun mayoritas dengan jelas tidak menginginkan beliau memiliki kekuasaan kepresidenan yang berlebihan.

Reaksi bangsa Turki tadi malam adalah sebuah kedewasaan demokrasi. Reaksi barat adalah korupsi demokrasi, secara sementara ternodai oleh dukungan politik dan militernya terhadap autokrasi (kudeta).

Titik balik pada drama moralitas tadi malam terjadi saat rekaman Erdogan yang berbicara melalui iPhone-nya disiarkan dan disebarkan secara cepat lewat media sosial.

Sampai saat itu (sebelum Erdogan bicara via iPhone), terlihat bahwa kudeta ini akan berhasil. Beliau menyerukan pada rakyat untuk keluar menuju jalanan dan tetap dijalanan tersebut. Dan mereka mematuhi seruan tersebut terkadang dengan harga nyawa mereka sendiri. Sebuah iPhone mengalahkan banyak tank.

Turki membuktikan bahwa mereka bukanlah Mesir. Jika ada pelajaran pada hari-hari gelap bagi demokrasi di Timur Tengah, itu (akan tertuju) kepada rakyat yang hidup di sisi lain laut Mediterrania dan yang negaranya mengalami pendarahan sebagai hasil autokrasi militer (kudeta Mursi) yang pernah mereka rayakan sebagai sebuah revolusi kedua (revolusi pertama penggulingan Hosni Mubarak -ed).

Bukan untuk pertama kalinya sejak 2011 (Arab Spring), para diktator diseluruh kawasan pasti bergidik hari ini. Kekuatan demokratis yang mampu melucuti tentara, juga mampu melucuti mereka. [portalpiyungan.com]

______________
*David Hearst (foto atas) adalah Pemimpirj Redaksi Middle East Eye. Dia meninggalkan The Guardian saat menjabat sebagai kepala editor berita luar negeri. Dalam rentang karir jurnalis 29 tahun, ia pernah di Associate Foreign Editor, European Editor, European Correspondent, Ireland Correspondent.
http://www.portalpiyungan.com/2016/07/dibalik-kudeta-bagaimana-sebuah-iphone.html

Ketika Media-Media Barat ‘Bersepakat’ Dalam Menanggapi
 Gagalnya Kudeta Di Turki

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjalan melalui kerumunan rakyat Turki di jalan-jalan Istanbul, yang bergembira atas kegagalan upaya kudeta (16/7/2016). (Reuters / aljazeera.net)

M Sofwan  18/07/16
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjalan melalui kerumunan rakyat Turki di jalan-jalan Istanbul, yang bergembira atas kegagalan upaya kudeta (16/7/2016). (Reuters / aljazeera.net)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjalan melalui kerumunan rakyat Turki di jalan-jalan Istanbul, yang bergembira atas kegagalan upaya kudeta (16/7/2016). (Reuters / aljazeera.net)
dakwatuna.com – Ankara. Dua hari terakhir ini, media-media di Amerika dan Inggris sedang ramai menyerang Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, setelah berhasil menggagalkan upaya kudeta, Sabtu (16/07/2016) yang lalu.

Hal yang mencolok adalah mengapa media-media tersebut bersepakat pandangannya seakan dipublikasikan oleh satu pimpinan redaksi. Pandangan itu adalah bahwa Erdogan telah mengeksploitasi kemenangannya melawan kudeta untuk memperkuat kediktatoran dan membungkam lawan-lawan politiknya.

Bahkan media-media yang biasanya terkenal sangat teliti dalam menganalisis sebuah peristiwa, kini tidak ada bedanya dengan media-media lain saat mengomentari peristiwa Turki terakhir. Media Inggris, The Guardian misalnya, menyebut bahwa permasalahan Turki terakhir ini diperkirakan terus berkembang dan sangat mungkin akan menimbulkan masalah bagi NATO. Padahal The Guardian juga mengakui Turki adalah aset yang sangat penting bagi NATO.

The Guardian menyebutkan bahwa pelajaran yang dapat diambil dari kegagalan kudeta ini adalah, “Turki membutuhkan pemimpin yang dapat menyatukan semua faksi yang berbeda. Atau setidaknya pemimpin yang mempunyai itikad baik untuk mewujudkan hal tersebut.”

Sedangkan The Sunday Times, menulis pada headlinenya hari Ahad (17/07/2016), bahwa saat ini Erdogan mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk melakukan pelanggaran HAM, dan mengekang kebebasan berekspresi. Hal itu akan semakin menjauhkan Turki dari obsesinya untuk menjadi anggota Uni Eropa. Walaupun demikian, negara-negara NATO pun pasti hanya akan diam melihat hal ini, meski pasukan mereka juga sudah berada di wilayah Turki.

Hal yang sama juga disebutkan surat kabar lainnya. Sunday Telegraph menyebut Erdogan sebagai orang yang pendendam, pemaksa, emosional, dan keras kepala. Menurut Telegraph, sifat-sifat buruk itu sudah ada sebelum kudeta. Adapun setelah kudeta, maka sifat terjahat Erdogan benar-benar akan lepas dari kendalinya. Setidaknya hal itu terlihat dari reaksi Erdogan menyusul keberhasilannya menggagalkan kudeta.

Surat kabar The Independent menyebut bahwa Erdogan akan menggunakan kekerasan dalam menguatkan kekuasaannya setelah berhasil menggagalkan kudeta. Turki akan menjadi negara yang meniadakan HAM, kebebasan, dan menjadikan lembaga kehakiman sebagai alat memperkuat posisi partai penguasa.

Menurut The Independent, bukanlah sebuah kebetulan ketika para militer pengkudeta menyebutkan bahwa target aksi mereka adalah mengembalikan konstitusi lama, mengembalikan kehidupan demokrasi, HAM, kebebasan, dan supremasi hukum.

Hal yang sama juga ditemui pada media-media di Amerika. Sama seperti media Inggris, menampakkan kekhawatirannya rezim Erdogan akan berubah menjadi pemerintahan otoriter.

Sebagaimana ditulis New York Times pada headlinenya hari Ahad (17/7/2016), bahwa tidak diragukan lagi, Presiden Erdogan pasti menggebu-gebu ingin membalas dendam, lebih berambisi dengan kekuasaannya, lebih dari sebelumnya. Erdogan akan memanfaatkan keberhasilannya menggagalkan kudeta bukan hanya untuk menghukum para militer pemberontak, tapi juga untuk mematikan lawan-lawan politiknya.”

Sampai majalah sekaliber Foreign Policy pun yang biasanya diisi oleh para pengamat dan politisi besar Amerika, menuliskan, “Jika Presiden Turki menganggap keberadaannya dalam pemerintahan bisa menjadi alat untuk lebih memperkuat kekuasaannya atas negara, maka tentu dia akan segera melaksanakan rencana lamanya mengamandemen konstitusi untuk mengubah sistem parlementer kepada sistem presidensial. Itu berarti kekuasaannya akan lebih besar daripada legislatif maupun perdana menteri.”

Sementara itu, majalah The National Interest menyebut, bukan hal yang aneh jika Erdogan tidak akan membuang kesempatan untuk menyerang jamaah pimpinan tokoh dakwah Islam, yang juga mantan sekutunya, Fethullah Gulen.

Seorang kolumnis di The Washington Post menulis, “Erdogan telah menyeret kehidupan berdemokrasi di Turki ke pinggir jurang. Lalu para perwira yang melakukan kudeta benar-benar telah mendorongnya ke dalam jurang itu.” Akhir tulisannya menyebutkan, untuk menyelamatkannya, Turki membutuhkan pemimpin yang saat tidak belum bisa dijumpai di Turki.

Hal yang penting diperhatikan adalah, media-media Barat sama sekal tidak menyebutkan bahwa sebab gagalnya upaya kudeta ini bukan hanya Erdogan dan rezimnya saja, tapi rakyat yang turun ke jalan dalam jumlah yang sangat besar untuk mempertahankan demokrasi. Kehidupan demokrasi adalah sesuatu yang sebelumnya telah rakyat rebut dari cengkeraman militer yang sebelumnya telah berkali-kali melakukan kudeta.

Menariknya, media-media Barat, khususnya Amerika dan Inggris, tidak bersorak atas kemenangan demokrasi di Turki. Media-media itu malah sibuk membentuk opini bahwa Erdogan adalah pemimpin oportunis, yang akan menggunakan kesempatan ini (gagalnya kudeta) untuk melakukan penindasan dan mengokohkan tirani. (msa/wili/dakwatuna/hdn)
Sumber: Al Jazeera
http://www.dakwatuna.com/2016/07/18/81588/ketika-media-media-barat-bersepakat-dalam-menanggapi-gagalnya-kudeta-di-turki/#axzz4Ep6LPcTC


Syaikh Al-Arifi: Masjid Berperan Besar dalam Gagalkan Kudeta
http://www.dakwatuna.com/2016/07/16/81529/syaikh-al-arifi-masjid-berperan-besar-gagalkan-kudeta/#ixzz4ElxwdwWN
Aneh, AS Marah Jika Turki Menghukum Berat Pelaku Kudeta
Bias Media Barat pada Turki: Jika Kudeta Berhasil, Erdogan Bakal Disebut Diktator yang Digulingkan
(Posted on July 21, 2016)
Digertak AS dan Uni Eropa, Balasan Erdogan Bikin AS-Uni Eropa Mati Gaya
Diancam AS dan Eropa, Erdogan Tetap Tegas Hukum Pemberontak
[Dibalik 3 kudeta] aroma iblis mu makin busuk !!!
Erdogan pada Uni Eropa: Jangan Ikut Campur Urusan Turki!(Posted on July 21, 2016)
Jawaban Telak PM Turki Pada AS: Ketika 9/11 Kalian Penjarakan Ribuan dan Minta Ekstradisi Tanpa Bukti
Kudeta Turki dalam bayang-bayang ketakutan Barat
Kaum Pembenci Islam "Meratapi" Kegagalan Kudeta Turki
[Melawan Fitnah Media Barat] FAKTA: Pelaku Kudeta Adalah Militer Didukung Kaum Sekular Liberal, Bukan Kelompok Islam
Pimpinan Hamas: Sekiranya Kudeta di Turki Berhasil Maka yang Paling Dirugikan Palestina
Setelah Gagal "Mengkudeta" Erdogan, Sekarang AS Ngancam Keluarkan Turki dari NATO