Musuh Yang Kerap Kita Lupakan
Akhir-akhir
ini banyak sekali berkembang isu yang kontroversial terkait permasalahan
kontemporer di dunia Islam. Isu-isu yang beredar sama sekali tidak mencerminkan keabsolutan
universalitas nilai-nilai Islam yang seyogyanya dicerminkan dalam kepribadian
setiap muslim. Sebut saja salah satu isu kekinian yang berhubungan dengan
konflik Sunni-Syiah yang sampai saat ini tidak terselesaikan
dengan baik dan menyeluruh. Satu contoh ini saja sebenarnya sudah memberikan
indikasi bahwa kaum muslim di seluruh dunia tengah menjalani perang pemikiran
yang dahsyat, khususnya umat muslim di Indonesia.
Perang
pemikiran ini, dalam bahasa Arab disebut Ghazwul Fikri, sebenarnya merupakan tantangan
klasik yang sudah muncul ke permukaan sejak zaman Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Dahulu, kaum munafik menjadi golongan terdepan dalam menyebarkan
isu-isu yang menginisiasi adanya perang pemikiran. Bahkan perilaku menghasut
orang lain dan mengadakan adu domba sudah dilakukan oleh orang-orang munafik
saat itu. Maka, tak jarang beberapa kalangan sahabat terjebak dalam pemikiran
orang-orang munafik dan berhasil dilemahkan keimanan mereka. Salah satu
contohnya adalah kisah tiga orang sahabat yang enggan berangkat
untuk berperang di Tabuk karena berhasil dilemahkan keimanan mereka oleh
orang-orang munafik saat itu. Sampai Allah mengisahkan cerita ini di Al Quran
dengan cukup jelas dalam surah At-Taubah.
Berbicara
mengenai perang pemikiran, tidak akan terlepas dari tema liberalisme dan
sekularisme. Dua kata ini menjadi landasan utama mengapa perang pemikiran
sampat saat ini terus subur eksistensinya dalam menjatuhkan bangunan keimanan
seoran muslim. Kata liberalisme mengacu kepada makna kebebasan. Seiring
berjalannya zaman, paham-paham yang pada dasarnya memiliki makna identik dengan
liberalisme bertransformasi menjadi bentuk lain dengan kemasan yang berbeda
sehingga khalayak tidak mengetahui. Sebut saja humanisme yang merupakan
kepanjangan paham liberaslime yang memusatkan titik sentral kepada manusia
sebagai makhluk yang memiliki wewenang untuk melakukan sesuatu pun sesuai
kehendak. Sedangkan sekularisme merupakan paham lain yang berbahaya bagi
kepribadian seorang muslim. Asal kata sekularisme berasal dari bahasa Inggris
yang memiliki akar kata dari bahasa Latin, saeculum, yang berarti “zaman sekarang ini” atau
“dunia. Pada intinya, sekularisme merupakan paham yang berpandangan bahwa
kehidupan dunia tidak pantas beririsan dengan nilai-nilai yang diajarakan oleh
agama. Karena paham inilah yang mulanya membuat umat muslim di dunia sedikit
banyak antipati dengan politik hingga terjadilah dikotomi antara negara dan
agama. Padahal mayoritas dari syariat Islam hanya dapat diimplementasikan
dengan ihsan dan itqan apabila
diatur oleh pemerintah. Contohnya adalah pelaksanaan haji, zakat, waris dan
pernikahan. Maka, sudah sepantasnya paham liberalisme dan sekularisme ini harus
benar-benar dicegah untuk tidak mencemari pemikiran umat muslim sehingga tidak
bermunculan kembali tokoh-tokoh yang sifat kepribadiannya identik dengan
gembong kaum munafik pada zaman Rasulullah SAW, Abdullah bin Ubay bin Salul.
Realitas
kekinian berkata lain. Keberadaan orang-orang munafik akan selalu ada di setiap
zaman yang menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang beriman dalam
menghadapi hegemoni mereka. Maka, pantaslah mereka mendapatkan ganjaran khusus
dari Allah SWT untuk menempati posisi paling dasar dari neraka, fii darkil asfali minan naar. Keberadaan
orang-orang munafik tidak bisa diketahui secara jelas mengenai orang-orang yang
berada di dalamnya. Hal ini disebabkan mereka pada dasarnya mengaku sebagai
seorang muslim, tetapi tidak hanif dan
keimanan mereka perlu dipertanyakan. Berbeda halnya dengan orang-orang kafir
yang sudah jelas posisinya dalam pandangan umat muslim secara umum. Hal inilah
yang menjadi titik fokus yang seharusnya diperhatikan lebih untuk diantisipasi.
Karena masyarakat, khususnya muslim Indonesia pada umumnya masih memiliki pemahaman
agama yang dangkal dan belum mendalam. Pemikiran-pemikiran orang-orang munafik
dapat secara mudah menghancurkan pemahaman keislaman masyarakat muslim secara
menyeluruh jika tidak diantisipasi dengan sigap.
Jika
dihubungkan dengan keadaan saat ini, dapat diumpamakan bahwa orang-orang yang
memiliki pemikiran Islam Liberal dapat direpresentasikan sebagai golongan kaum
munafik seperti halnya pada saat zaman Rasulullah SAW. Karena keduanya memiliki
kesamaan karakter fundamental, yaitu dengki terhadap kejayaan Islam yang murni
dan tidak menerima syariat Islam secara penuh untuk dilaksanakan sesuai manhaj
ulama salaf. Dua sifat inilah yang menjadikan pergerakan mereka harus
diantisipasi agar tidak menyesatkan pemikiran masyarakat.
Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah bagaimana cara terbaik agar perang pemikiran yang
sedang berlangsung ini dapat dimenangkan di tengah khalayak masyarakat? Tentu
hal pertama yang harus diketahui dan dipahami oleh umat Islam adalah bahwa ini
adalah perang sungguhan. Kesadaran akan adanya peperangan membuat umat Islam
bersiap siaga untuk mempersiapkan segalanya untuk melakukan pertahanan dan
peperangan. Karena Allah SWT menjadikan aspek kekuatan adalah hal paling
fundamental yang harus dipersiapkan dan dimiliki oleh umat Islam. Dengan adanya
kekuatan akan terbentuk resistensi sehingga sulit untuk dicemari dari
pihak-pihak yang tidak menyukai Islam. Selanjutnya, jika kesadaran akan adanya
peperangan ini sudah dirasakan, maka hal-hal lain sebagai tindak lanjut dapat
dilakukan dengan sepenuh hati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Semoga
sadarnya umat Islam akan adanya perang pemikiran ini membuat kekuatan jamaah
umat Islam semakin kokoh. Tidak ada lagi isu yang disebar oleh orang-orang
munafik yang bisa menyesatkan pemikiran atau bahkan memecah internal umat.
Islam tidak akan jatuh karena umatnya, namun ia akan jauh lebih kuat jika ada
umat yang sepenuhnya berakhlak dan berpikir islami.