Tuesday, August 2, 2016

Barat Khawatir Setelah JN Berpisah Dari Al-Qaidah Akan Banjir Dukungan

Jabhah Nushrah (JN).

Jabhah Nusrah, organisasi cabang terbesar dalam sejarah al-Qaidah, pada hari Kamis (28/07) mengumumkan nama baru bagi entitas mereka menjadi “Jabhah Fath Syam” atau dalam versi Inggris “Levant Conquest Front”, sekaligus menyatakan tidak lagi terkait dengan pihak asing manapun. Yang dikhawatirkan Barat, bahwa Qatar dan sejumlah negara Teluk lainnya akan segera mengirim dukungan/bantuan material kepada organisasi “baru” tersebut, sebagai sebuah kompensasi yang pernah ditawarkan kepada pemimpin Jabhah Nusrah setahun yang lalu.
Washington sebagai penjamin keamanan negara-negara Teluk barangkali merupakan satu-satunya pemain yang mampu mencegah negara-negara Teluk itu memberikan legitimasi kepada sebuah kelompok jihadis. Meskipun telah melakukan re-branding dengan mengubah namanya dan secara resmi memutus hubungan dengan al-Qaidah, namun oleh Barat, kelompok jihadis yang paling efektif di Suriah ini masih dianggap sangat berbahaya.
Komunikasi Publik yang Efektif
Sebelum mengumumkan secara resmi nama barunya, JN telah merilis sebuah rekaman audio Syeikh Hasan Abu al-Khair al- Masri yang diidentifikasi sebagai wakil pemimpin al-Qaidah, Dr Aiman adz-Dzawahiri. Dalam rilisan tersebut, al-Masri memberikan otorisasi kepada JN untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi membela kepentingan Islam dan kaum Muslimin, serta untuk melindungi jihad penduduk Syam.
Tidak lama setelah pesan audio al-Masri, pemimpin JN Abu Muhammad al-Jaulani mengumumkan identitas baru kelompoknya melalui sebuah video yang disiarkan oleh stasiun televisi yang berbasis di Doha dan Dubai. Namun demikian, al-Jaulani tidak secara eksplisit membatalkan baiatnya kepada adz-Dzawahiri atau berjanji bahwa kelompoknya tidak akan bekerja sama dengan al-Qaidah di masa yang akan datang. Sejumlah figur di jajaran pemimpin senior al-Qaidah, termasuk barangkali al-Masri sendiri diduga telah hijrah ke Suriah, sehingga neo-JN ini masih bisa tetap memberikan laporan kepada pemimpin al-Qaidah tanpa harus mengakui memiliki hubungan dengan pihak luar.
Direktur Intelijen Nasional, James Clapper, menyebut deklarasi/pengumuman terbaru JN tersebut lebih sebagai sebuah manuver komunikasi publik. Ia menjelaskan bahwa waktu akan membuktikan apakah mereka betul-betul berpisah dengan al-Qaidah. Sebagaimana yang pernah didokumentasikan TLWJ sebelumnya, bahwa sejak awal al-Qaidah memang tidak ingin terlalu membuka hubungannya dengan JN.
Meski demikian, orang-orang Amerika dan media internasional secara luas terlanjur mengartikan pengumuman al-Jaulani itu betul-betul sebagai pemisahan JN dari al-Qaidah, dan ini adalah sebuah contoh komunikasi publik jihadis yang berhasil. Mengingat bahwa publik telah menerima “rebranding” tersebut, ada alasan bagi musuh-musuh jihadis untuk khawatir bahwa Qatar dan sejumlah negara Teluk lainnya akan segera mengambil langkah-langkah dengan memberikan bantuan finansial kepada “entitas baru” organisasi jihadis itu.
Investigasi Reuters
Maret 2015, Reuters pernah membuat laporan adanya upaya beberapa pihak/negara di bawah koordinasi Qatar yang mendorong “rebranding” Jabhah Nusrah sehingga memungkinkan oposisi jihadis tersebut menerima dukungan/bantuan yang lebih besar. Mengutip dari sumber orang dalam dan dari pihak yang dekat dengan kelompok itu, Reuter melaporkan bahwa sejumlah pejabat intelijen Qatar dan negara-negara Teluk lainnya pernah lebih dari sekali menemui al-Jaulani dalam beberapa bulan terakhir.
Meskipun pejabat-pejabat Qatar menolak berkomentar mengenahi pertemuan tersebut, sebagaimana laporan Reuters, sebuah sumber yang dekat dengan Kementerian Luar Negeri di Doha mengkonfirmasi bahwa Qatar memang menjanjikan akan memberikan bantuan & dukungan lainnya, termasuk finansial dan material/logistik, begitu JN memutus hubungan dengan al-Qaidah.
Pada bulan Desember 2015, Reuters kembali menyebutkan bahwa Qatar melihat Jabhah Nusrah sebagai salah satu kelompok pejuang dengan kemampuan bertempur sangat efektif di Suriah. Oleh karena itu, Doha menginginkan kelompok tersebut mau melunak dengan harapan pada akhirnya mau berpisah dengan al-Qaidah, sehingga bisa diberikan bantuan senjata.
Wall Street Journal mengutip pernyataan seorang anggota JN pada hari Kamis (28/07) bahwa Qatar, Arab Saudi, dan Turki menekan supaya dilakukan pemutusan hubungan JN dengan al-Qaidah melalui kelompok jihadis sekutu mereka, yaitu Ahrarus Syam. Di hari yang sama, Reuters menulis bahwa pesan al-Masri akan memberikan jalan bagi dukungan & bantuan yang lebih besar kepada JN dari Qatar dan negara-negara Teluk lainnya.
Tantangan Bagi Kebijakan AS dan Resolusi DK PBB
Jika bantuan Qatar dan negara-negara Teluk lainnya benar-benar terwujud, bantuan semacam itu akan bertentangan dengan kebijakan AS yang tertuang dalam sebuah kesepakatan multilateral Amerika dengan negara-negara kawasan Teluk, termasuk “melanggar” sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB.
Tidak lama setelah pengumuman al-Jaulani, juru bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby menekankan bahwa “mereka (Jabhah Nusrah) masih dianggap sebagai organisasi teroris asing, karena kami melabeli sebuah kelompok berdasarkan apa yang mereka lakukan, bukan berdasarkan cara mereka menamakan diri mereka sendiri.” Lebih lanjut, pada tahun 2013 Jabhah Nusrah mendapat sanksi pembekuan aset, pelarangan melakukan perjalanan, dan embargo senjata, berdasarkan resolusi DK PBB terkait perang melawan terorisme, dan juga berdasarkan Piagam PBB Bab VII.
Qatar dan beberapa monarkhi di kawasan Teluk juga berkewajiban memenuhi komitmen kesepakatan berupa inisiatif diplomatik yang diprakarsai oleh AS pada tahun 2014 yang dikenal sebagai “Komunike Jeddah”. Dalam kesepakatan tersebut, mereka berjanji melakukan aksi bersama memerangi “semua terorisme”, termasuk “melakukan kebijakan kontra-finansial terhadap ISIS dan berbagai ekstrimisme kekerasan lainnya”. Ada keraguan bahwa pasca pengumuman rebranding oleh al-Jaulani tersebut, apakah “JN baru” itu akan masuk dalam kategori seperti yang dimaksud dalam Komunike Jeddah. Jika tidak, inilah yang dikhawatirkan sejumlah pihak di Barat yang selama ini melihat reputasi Qatar terkait dengan JN bermasalah.
Reputasi Qatar di Mata Washington
Dalam laporan Deplu AS yang dirilis pada bulan Juni kemarin menyebutkan sejumlah entitas dan individu di Qatar masih terus menyediakan sumber finansial bagi kelompok-kelompok teroris dan ekstrimisme kekerasan, terutama cabang-cabang regional al-Qaidah seperti JN. Belum ada bukti bahwa Doha yang pada tahun 2014 mendapat predikat sebagai negara yang memiliki “aturan yang longgar” terkait keuangan terorisme, pernah menghukum salah satu di antara individu-individu tersebut. Dan juga, Qatar dilaporkan membiarkan sejumlah komandan Jabhah Nusrah berkunjung ke Doha untuk keperluan penggalangan dana dan konsultasi militer di awal tahun 2012.
Peran Amerika sebagai superpower pelindung Qatar, berarti tidak banyak yang bisa dilakukan oleh komunitas internasional untuk mencegah dukungan negara-negara Teluk terhadap JN pasca rebranding kecuali jika Washington lebih dahulu mengambil tindakan. Di samping itu, kemungkinan AS tidak punya banyak waktu untuk membuat semacam sanksi yang jelas yang akan mencegah Doha dan negara-negara Teluk lainnya memberikan bantuan finansial baik secara langsung maupun tidak langsung kepada organisasi jihadis itu.
Terhadap satu negara Qatar, pemerintah Obama dapat dengan mudah menetapkan sanksi bagi pelanggaran komitmen internasional oleh Qatar. Namun secara lebih persuasif, AS bisa menjelaskan bahwa memberikan bantuan uang dan senjata baik secara langsung maupun tidak langsung kepada JN bisa menyebabkan Qatar masuk ke dalam daftar negara sponsor terorisme. Labelisasi semacam ini termasuk jarang terjadi yang berdampak pada pemberlakuan sanksi.
Upaya Berlapis Amerika
Washington juga bisa mengumumkan bahwa mereka akan menggunakan sumber daya intelijen untuk memonitor pelanggaran oleh negara-negara partner. Mereka bisa bekerja untuk mengkonfirmasi bahwa “entitas baru” Jabhah Nusrah masih dikenakan sanksi PBB, termasuk membuat hukuman yang spesifik di Dewan Keamanan bagi negara-negara yang melanggar ketentuan tersebut.
AS juga bisa secara eksplisit memberikan peringatan kepada sekutu-sekutu mereka seperti Qatar untuk tidak mengambil tindakan melalui “pintu belakang” dalam mengalirkan bantuan kepada JN. Seperti contoh, dengan sengaja membiarkan senjata-senjata canggih jatuh ke tangan kelompok tersebut melalui perantara milisi oposisi lain, atau melakukan negosiasi senilai jutaan dolar untuk pembebasan sandera/tawanan dengan kelompok yang sama. Sebagai lembaga eksekutif, pemerintah juga dapat memberikan isyarat dukungan bagi sejumlah legislasi bipartisan di bawah persetujuan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS untuk menghukum negara-negara yang gagal menghentikan aktifitas penggalangan dana kelompok tersebut di wilayah mereka.
Kepala bagian penerangan Gedung Putih, Josh Earnest, mengkonfirmasi pekan ini bahwa pemerintah meyakini Jabhah Nusrah telah berkembang menjadi ancaman yang semakin besar bagi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Sementara peluang untuk mengantisipasi ancaman tersebut semakin menipis tidak sebanding dengan besarnya level ancaman.
Reporter : Yasin Muslim

Sumber : TLWJ