Wednesday, January 31, 2018

Konferensi Sochi, Manifestasi Kesepakatan Busuk Erdogan (Turki), Putin (Komunis Rusia), Hasan Rouhani (Syi’ah Iran) Untuk Menjajah Syam (Suriah). Mereka Mengeliminir Kekuatan Oposisi Paling Dominan (Mujahidin Ahlus Sunnah Syam). Hanya Antek-Antek Erdogan (FSA Sekuler) Yang Bisa Dipaksa Hadir Sebagai Barter Serangan Ke Afrin.

Hasil gambar untuk perang suriah

Tidak mungkin Erdogan (Turki) Menjadikan Syam (Suriah) Menjadi Negara dengan Syariat Islam (Mayoritas Ahlus Sunnah dan Penduduknya dipuji  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam).  

Diperangi Erdogan (Turki)
Haiah Tahrir Syam (HTS)
HTS terdiri dari beberapa kelompok bersenjata kuat yang beroperasi di provinsi Idlib. Setelah 2015, para pejuang dan warga sipil dipaksa keluar dari zona konflik sehingga mendorong mereka ke Idlib. Situasi telah menciptakan persaingan dan perselisihan yang ketat, bersamaan dengan banyaknya aliansi antar berbagai kelompok bersenjata. HTS muncul dari kompetisi ini sebagai salah satu kelompok kuat di Idlib. Pada awal Oktober 2017, sebuah kampanye militer pimpinan Turki mulai menentang HTS di Idlib dengan dalih mempertahankan zona de-eskalasi. Kampanye tersebut melibatkan pemboman udara Turki untuk mendukung kemajuan Free Syrian Army (FSA) melawan HTS.
Telah menjadi pola umum dalam beberapa tahun terakhir di Suriah, sebuah kekuatan darat bergantung pada intervensi eksternal untuk mendukung kemajuan teritorialnya. Dukungan Amerika memungkinkan SDF lebih maju dari ISIS; Dukungan Rusia diberikan kepada pasukan rezim, sehingga merebut kembali Homs, Hama, Aleppo dan daerah-daerah lainnya; dan sekarang dukungan Turki diberikan kepada FSA.

Didukung Erdogan (Turki)
Free Syrian Army (FSA), oposisi sekuler
FSA sebenarnya bukan nama sebuah pasukan. Sejak awal konflik Suriah, FSA telah menjadi aliansi brigade bersenjata yang berjuang di bawah payung longgar dengan pusat koordinasi dan perencanaan militer tidak pernah ada. FSA pada dasarnya adalah oposisi bersenjata, yang tak jarang anggotanya dari militer rezim yang membelot. Dengan demikian tidak ada koalisi ideologis, politis atau militer. Kendati demikian, FSA tetap bertahan sebagai mekanisme organisasi yang longgar untuk kelompok bersenjata. Pada 2016, FSA dimobilisasi melawan pasukan Kurdi SDF untuk mengamankan wilayah Kurdi di sepanjang perbatasan selatan Turki dalam Operasi Efrat Shield. Kemudian hingga saat ini, FSA tetap mendapat dukungan militer Turki dalam hal logistik, dukungan udara dan intelijen.
Tanpa dukungan militer ini, FSA sama sekali tidak mampu menyangi kelompok seperti HTS atau SDF.
Sumber: Al-Jazeera

Tentara Pembebasan Suriah tidak memiliki tujuan politik kecuali untuk melengserkan Bashar Assad sebagai presiden Suriah.[15][16] FSA juga mengklaim bahwa konflik ini bukanlah konflik sektarian. Pada 23 September 2011, Tentara Pembebasan Suriah bergabung dengan Gerakan Perwira Bebas (Arabحركة الضباط الأحرار, ħarakat al-ḍubbaṭ al-aħrar) dan menjadi kelompok oposisi utama tentara.[5][17][18] Pada awal Desember 2011, diperkirakan ada 15.000 sampai 25.000 pembelot dari angkatan bersenjata menurut sumber aktivis dan media,[19][20][21] sumber intelijen Amerika memperkirakan lebih besar dari 10.000 pembelot.[22]jumlah aktual tentara yang membelot kepada Tentara Pembebasan Suriah tidak diketahui.[23][24]
FSA beroperasi di seluruh Suriah, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Pasukan aktif di barat laut (IdlibAleppo), wilayah tengah (HomsHama, dan Rastan), pantai sekitar Latakia, selatan (Daraa dan Houran), timur (Dayr al-ZawrAbu Kamal), dan daerah Damaskus. Konsentrasi terbesar dari kekuatan ini tampaknya di wilayah tengah (Homs, Hama, dan sekitarnya), dengan sembilan atau lebih batalion aktif di sana.[25] Sekjen PBBBan Ki-moon, telah mengatakan bahwa Tentara Pembebasan Suriah mengendalikan bagian signifikan dari beberapa kota.[26]

Negosiasi Suriah di Sochi Rusia Dimulai, Mayoritas Oposisi Memboikot

Selasa, 30 Januari 2018 
Sochi – Konferensi Dialog Nasional Suriah di Sochi, Rusia, (atau lebih dikenal Konferensi Sochi), Senin (29/01), digelar dengan pertemuan-pertemuan pembuka. Oposisi Suriah masih menolak hadir dalam pertemuan yang disponsori Rusia dan Turki itu jika serangan ke Idlib tidak berhenti.
Al-Jazeera melaporkan bahwa oposisi di wilayah utara Suriah dalam pertemuan pra Konferensi Sochi yang digelar di Ankara pada Ahad kemarin (28/01) bersedia duduk dalam pembicaraan Sochi dengan syarat Rusia dan rezim Suriah menghentikan pemboman terhadap Idlib. Pertemuan di Ankara itu sendiri dihadiri tokoh-tokoh politik dan militer oposisi.
Pada bagiannya, Turki memberikan jaminan kepada oposisi Suriah bahwa mereka tidak akan memberi tekanan apapun pada konferensi tersebut. Ankara juga menginformasikan kepada delegasi oposisi bahwa Rusia menyetujui permintaannya untuk mengubah slogan konferensi tersebut, yang hanya mencatumkan bendera Suriah saja.
Sebuah delegasi Turki diperkirakan akan berangkat Ahad malam ke Sochi untuk mendiskusikan syarat dan jaminan yang diajukan oposisi Suriah dalam pertemuan di Ankara, Ahad, kemarin.
Konferensi Sochi hari ini akan diawal dengan pertemuan-pertemuan tertutup untuk membahas sikap banyak pihak-pihak yang terlibat di Suriah. Sementara pertemuan puncak akan digelar pada Selasa besok dengan dihadiri Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, dan sejumlah perwakilan pihak-pihak yang terlibat di Suriah. Rusia mengaku telah mengundang sebanyak 1600 orang untuk hadiri dalam konferensi ini.
Salinan draft peryataan akhir yang akan dibacakan di puncak konferensi, yang bocor ke media, menyebutkan bahwa pembicaraan itu akan memutuskan 12 poin yang isisnya sama seperti usulan utusan PBB dan putaran ke-8 konferensi Jenewa yang digelar November lalu. Draf tersebut berfokus pada amandemen konstitusi, yang mengatur terbentuknya komite konstitusional dengan partisipasi delegasi rezim Suriah dan delegasi lain yang mewakili spektrum oposisi yang luas.
Penolakan yang luas
Komisi Tinggi untuk Negosiasi Pasukan Revolusioner dan oposisi Suriah, Jumat lalu, memutuskan berpartisipasi dalam Konferensi Sochi. Namun, wartawan Al-Jazeera di Sochi melaporkan beberapa anggota hadir dalam di Sochi.
Tak hanya badan negosiasi, kelompok-kelompok militer dan politik revolusi Suriah juga menolak konferensi tersebut dan segala yang dihasilkan pertemuan tersebut. Bahkan, sejumlah konferensi yang digelar di dalam Suriah menuduh setiap kelompok atau pihak yang menghadiri Sochi sama saja berkhianat.
Pada akhir Desember, sekitar 40 faksi bersenjata oposisi Suriah lebih dulu menegaskan menolak Konferensi Sochi. Mereka menuduh Rusia berusaha untuk menghindari proses Jenewa untuk mendapatkan solusi politik.
Pada bagiannya, pemerintahan de factu Kurdi di Suriah utara juga mengumumkan tidak menghadiri konferensi Sochi. Hal itu karena pihaknya tengha menghadapi kampanye militer di kota Afrin.
Sumber: Al-Jazeera
Redaktur: Sulhi El-Izzi
m.kiblat.net

Oposisi Suriah Menolak Kesepakatan Sochi

By adzim
Wednesday, 31 January 2018, 
Peserta sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh Rusia untuk perdamaian di Suriah sepakat membentuk sebuah komisi untuk membuat konstitusi negara yang dilanda perang tersebut.
Wartapilihan.com, Sochi –-Staffan de Mistura, Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah, mengatakan pada hari Selasa (30/1) bahwa delegasi pada konferensi yang berlangsung dua hari di resor Sochi, Laut Hitam, sepakat memasukkan pejabat pemerintah dan oposisi ke dalam 150 anggota komite tersebut.
De Mistura mengatakan bahwa kesepakatan akhir mengenai komite tersebut akan dicapai dalam proses diplomatik yang dipimpin oleh PBB di Jenewa berdasarkan Resolusi 2254 Dewan Keamanan PBB – yang berfungsi sebagai kerangka transisi politik di Suriah.
Namun, nasib Presiden Bashar al-Assad – titik kunci yang berulang kali menyebabkan negosiasi terus berlanjut gagal – tidak disebutkan dalam pernyataan akhir.
Kelompok oposisi utama Suriah, yang memboikot acara tersebut, menolak usulan tersebut.
Blok oposisi utama – Komisi Negosiasi Suriah (SNC) – menuduh Assad dan Rusia, sekutu utama Suriah, terus menggunakan kekuatan militer dan tidak menunjukkan ketulusan untuk melakukan negosiasi yang jujur.
“Kami menolak pembentukan komisi konstitusional apa pun pada tahap ini,” kata Maya Alrahibi, juru bicara SNC.
Sebaliknya, blok tersebut menginginkan pemerintah dan oposisi untuk membentuk badan pengatur transisi terlebih dahulu, katanya kepada Al Jazeera.
“Selama tahap transisi ini di Suriah, sebuah komisi konstitusional dapat dibentuk yang terdiri dari anggota yang dipilih untuk mewakili semua orang Syria,” katanya.
“Komisi konstitusional kemudian akan merancang sebuah konstitusi baru yang harus disetujui setelah memasukkannya ke dalam sebuah referendum yang dilakukan secara adil dan transparan.”
Hisham Marwah, seorang pengacara untuk Koalisi Suriah, sebuah kelompok oposisi yang berbasis di Turki, mengatakan bahwa sebuah “lingkungan yang netral dan aman” di Suriah diperlukan untuk penulisan dan pemungutan suara pada sebuah konstitusi baru.
“Kami tidak memilikinya,” katanya. “Ada tank yang bergerak di jalanan di Suriah sekarang.”
Dia menambahkan bahwa kesepakatan Sochi melanggar resolusi PBB yang lalu serta peta jalan untuk perdamaian yang ditetapkan oleh AS, Rusia, China, Perancis, dan beberapa negara Arab termasuk Irak, Kuwait, dan Qatar pada tahun 2012, yang kesemuanya menyerukan pembentukan termasuk badan pemerintahan transisi untuk mereformasi konstitusi.
“Kita harus melalui proses satu langkah pada satu waktu, seperti yang dinyatakan dalam putusan Jenewa dan resolusi PBB,” katanya.
Tanpa keterlibatan pihak oposisi, kesepakatan Sochi tidak akan membantu mengakhiri perang Suriah, kata analis lainnya.
Charles Lister, seorang analis dari Middle East Institute yang berbasis di AS, mengatakan bahwa konferensi tersebut adalah “cara Rusia untuk menunjukkan bahwa ia dapat menggabungkan spektrum partai pro-rezim dan partai-partai ekstrem yang diadopsi secara luas di Suriah”.
Namun, tanpa keterlibatan pihak oposisi dalam jumlah besar, “maka kita tidak berbicara tentang negosiasi, kita sedang membicarakan diskusi. Kita tidak membicarakan hasilnya, kita sedang membicarakan pernyataan,” katanya kepada Al Jazeera dari Washington DC.
“Sampai perubahan itu, kita akan terus menonton banyak dari berbagai jenis konferensi ini di berbagai kota, dan sayangnya krisis di Suriah akan berlanjut.” Demikian dilaporkan Al Jazeera.
Moedja Adzim

Ikhwanul Muslimin Menolak Perundingan Damai yang Disponsori Rusia

Ikhwanul Muslimin menolak konferensi Sochi yang disponsori oleh Rusia yang dijadwalkan pada akhir Januari 2018 nanti.
Dilansir dari Middle Eye Monitor pada Jumat (29/12/2017), dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kelompok tersebut mengatakan bahwa konferensi tersebut merupakan upaya untuk mengkonsolidasikan pendudukan Rusia dan mengabaikan solusi politik yang ditetapkan dalam resolusi Jenewa, yang dimulai dengan pembentukan otoritas transisi penuh yang tidak termasuk Bashar Al- Assad dan rezimnya.
Mereka juga mengulangi kepatuhannya terhadap prinsip-prinsip revolusi Suriah untuk menggulingkan Al-Assad dan rezimnya dan membangun kembali negara tersebut sebagai sebuah negara keadilan, kebebasan, persamaan dan martabat manusia.
Ini juga meminta semua kekuatan revolusioner dan tokoh nasional Suriah untuk memboikot konferensi Sochi. Badan perunding oposisi Suriah mengatakan ada penolakan luas terhadap konferensi di antara kelompok oposisi.
Rusia, Turki dan Iran, penjamin gencatan senjata di Suriah sepakat pada akhir pertemuan Astana 8 pekan lalu untuk mengadakan konferensi dialog nasional Suriah di resor Sochi Rusia pada tanggal 29-30 Januari 2018 mendatang.*/Sirajuddin Muslim
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Komite Perundingan Tinggi oposisi Suriah (HNC), pada Sabtu mengumumkan bahwa mereka tidak akan menghadiri pertemuan tersebut. "Kami sangat menyesalkan bahwa pimpinan Komite Perundingan Tinggi oposisi Suriah yang mengambil bagian dalam perundingan Suriah di bawah kepemimpinan Staffan de Mistura di Wina membuat pernyataan tentang keengganan untuk ambil bagian dalam kongres, "kata Larentyev.
Kongres Perdamaian Suriah Dimulai di Rusia Tanpa Pemain Kunci. Lebih dari 36 kelompok oposisi Suriah lainnya, termasuk kelompok Islam yang berpengaruh, sebelumnya mengatakan bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam perundingan Sochi. (T/RI-1/B05)
Kongres yang dihadiri 1.400 delegasi dari 1.600 undangan yang bertujuan mencari solusi atas hampir tujuh tahun perang di Suriah ini berakhir tanpa terobosan signifikan mengakhiri perang di Suriah, bahkan sempat diwarnai aksi boikot delegasi dan penundaan sesi pada saat-saat akhir.

Hasil Konferensi Sochi Abaikan Tuntutan Oposisi Suriah

Rabu, 31 Januari 2018
Sochi – Kongres Perdamaian Suriah di Sochi, Rusia, Selasa (30/01), menyimpulkan pernyataan yang menyerukan pemilihan secara demokrasi namun mengabaikan tuntutan utama oposisi.
Para peserta kongres, yang mayoritas pendukung rezim, juga sepakat untuk membentuk komite untuk menulis ulang konstitusi Suriah. Akan tetapi, beberapa perwakilan oposisi mengatakan bahwa konferensi tersebut bertujuan untuk melayani kepentingan Presiden Bashar al-Assad, sedangkan Moskow sekutu utamanya.
Pernyataan terakhir konferensi mengatakan bahwa warga Suriah harus menentukan masa depan mereka sendiri pemilihan. Akan tetapi, tidak dijelaskan apakah pengungsi Suriah dibolehkan ikut dalam pemilihan itu, sebagaimana yang diupayakan oposisi dan Negara-negara Barat. Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa warga Suriah sendiri memiliki hak untuk memilih sistem politik jauh dari intervensi asing.
Lebih lanjut, pernyataan konferensi Sochi mendesak dipertahankannya pasukan keamanan Suriah tanpa menyerukan penataan ulang. Oposisi sendiri menuntut perubahan struktur pasukan keamanan karena pasukan tersebut sudah menjadi alat rezim Assad.
Mustafa Saijary, pejabat senior Pasukan Pembebasan Suriah (FSA), mengatakan bahwa konferensi tersebut merupakan detail dari wajah Assad dan rezim terorisnya. Ia menambahkan bahwa pernyataan Sochi “tidak membantu kami dan bukan hal untuk didiskusikan.”
Rusia, sekutu dekat Assad, menjadi tuan rumah konferensi tersebut, dijuluki Konferensi Dialog Nasional Suriah, di Sochi, Laut Hitam.
Setelah ikut membantu rezim Assad membantu warga Suriah, Rusia kini tampil sebagai perantara perdamian di Negara tersebut. Oleh karenanya, kelompok-kelompok oposisi di lapangan menolak upaya Rusia itu karena hasilnya bisa ditebak, menguntungkan rezim.
Sementara oposisi politik, sempat terjadi tarik ulur, namun akhirnya secara lembaga mereka memboikot. Hanya sebagian dari mereka tetap hadir di bawah koordinasi Turki. Beberapa dari mereka akhirnya pulang sebelum turun dari pesawat karena kecewa melihat slogan-slogan konferensi yang tertempel di bandara identik mendukung rezim Assad.
Sumber: Reuters
Redaktur: Sulhi El-Izzi
m.kiblat.net

Rusia Tarik Pasukan dari Afrin Suriah, Kawasan Ini Digempur Turki

tempo.co | 22/01/2018 
Jet tempur dan pasukan artileri Turki menggempur wilayah Afrin, utara Suriah, setelah pasukan Rusia ditarik dari kawasan tersebut.
Menurut laporan kantor berita Interfax setelah mengutip keterangan Menteri Pertahanan Rusia, Sabtu, 20 Januari 2018, pasukan operasi militer dan polisi militer Rusia ditarik dari Afrin, Sabtu, sebelum Turki melakukan gempuran ke markas Kurdi di sana.
Suriah adalah sekutu dekat Rusia melawan pemberontakan dalam negeri yang pecah sejak 2011 lalu. Negeri itu mengirimkan bala tentara dan senjata perang yang ditempatkan di lokasi tempur, termasuk di Afrin.
Sebelumnya, Reuters melaporkan, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Rusia, Valery Gerasimov, berbicara dengan rekannya dari Amerika Serikat Joseph Dunford melalui telepon.
"Keduanya membicarakan masalah krisis Suriah melalui telepon," tulis kantor berita RIA Novostimengutip keterangan dari kantor Kementerian Pertahanan Rusia. Namun tidak ada penjelasan detail.
Tak lama setelah tentara Rusia ditarik mundur dari Afrin, Middle East Monitor melaporkan, jet tempur Turki didukung tembakan artileri menghantam posisi Kurdi di Afrin. Akibat serangan Turkitersebut, sejumlah media melaporkan, sedikitnya 10 orang tewas di antaranya warga sipil dan anak-anak.

Erdogan: Turki Sepakat Dengan Rusia Mengenai Operasi Militer di Afrin

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki telah mencapai kesepakatan dengan Rusia mengenai operasi militer terbaru Ankara melawan militan Kurdi yang didukung AS di Suriah utara, dengan mengatakan bahwa negaranya tidak akan mundur selangkah dari operasi yang sedang berlangsung.
Pemimpin Turki membuat ucapan tersebut dalam sebuah pidato di televisi yang dia sampaikan di ibukota Ankara, dan menambahkan bahwa tentara Turki akan menguasai kota Afrin di bagian barat laut Suriah seperti yang dilakukan di kota-kota lain, Jarablus, Ra’i dan Bab, serta orang-orang Suriah akan kembali ke rumah mereka.
“Kami yakinkan Afrin akan beres. Kami tidak akan mundur. Kami berbicara tentang hal ini dengan teman-teman Rusia kami. Kami punya kesepakatan,” tambah Erdogan.
Komentar Erdogan muncul dua hari setelah negaranya meluncurkan Operasi Olive Branch sebagai upaya untuk menghapus YPG yang didukung AS, yang oleh Ankara dipandang sebagai organisasi teror dan cabang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang tidak sah.
Operasi tersebut diluncurkan beberapa hari setelah Washington mengatakan akan bekerja sama dengan militan Kurdi untuk membentuk pasukan perbatasan, sebuah langkah yang membuat Ankara marah.
Namun, laporan mengatakan tidak ada konfirmasi resmi dari Kremlin mengenai adanya kesepakatan semacam itu yang telah diberikan.

Rusia Dan Iran Beri Ruang Turki Gempur Kurdi Yang Didukung AS

Militer Rusia dikabarkan mulai menarik mundur pasukannya dari kawasan barat laut Suriah menyusul dimulainya serangan militer Turki terhadap pasukan Kurdi.
Turki mulai membombardir distrik Afrin, yang menjadi basis pasukan Kurdi, sejak Jumat dini hari. Turki menyebut kelompok Kurdi baik PKK dan PYD serta unit militer YPG sebagai kelompok teroris, yang memusuhi Turki dan berupaya separatis.
Kurdi Didukung Amerika Serikat
“Rusia mulai mengambil langkah memindahkan pasukan militernya dari distrik Afrin dan daerah sekitarnya, yang mungkin terjadi 
pertempuran selama operasi militer Turki berlangsung,” kata Ahmet Berat Conkar, yang merupakan ketua delegasi ke Majelis Parlemen NATO, seperti dilansir media Al Jazeera, Jumat, 19 Januari 2018.
Penarikan pasukan Rusia ini menyusul datangnya utusan pemerintah Turki ke Moskow pada Kamis lalu menjelang operasi militer digelar.
Rusia berada di Suriah dalam upaya mendukung pasukan pemerintah Suriah, yang kewalahan untuk mengalahkan para gerilyawan lokal dan pasukan ISIS.
“Saya yakin, setelah pertemuan antara para pimpinan teras militer dan intelejen, perbedaan pandangan antara kedua pihak mengenai operasi militer Turki menghilang dan sampai pada kesimpulan yang sama,” kata Conkar kepada Al Jazeera.
Pemerintah Turki melihat pasukan Kurdi YPG ini sebagai ancaman atas kedaulatan negaranya. Pasukan Kurdistan ini merupakan pasukan lokal yang mendapat senjata danpelatihan dari pasukan khusus AS, yang berjumlah sekitar 2000 orang di perbatasan Suriah.
Pasukan AS bertugas menggalang kekuatan lokal untuk menyerang pasukan ISIS, yang sebelumnya menguasai beberapa kota namun belakangan telah dikalahkan pasukan Suriah dan Rusia.
Seperti dilansir media Reuters dan Anadolu Agency, hubungan AS dan Turki memanas setelah pejabat militer AS mengatakan akan membentuk pasukan perbatasan sekitar 30 ribu orang dengan mayoritas dari pasukan Kurdi.
Turki melihat ini akan meningkatkan serangan terhadap keamanan dan integritas wilayahnya.
Turki menganggap Partai Uni Demokratik Kurdi (PYD) dan sayap militernya Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) sebagai kelompok teroris. Begitu juga dengan Partai Pekerja Kurdi (PKK).
Turki Minta Izin Ke Rusia dan Iran Untuk Serang Kurdi
Seperti diberitakan sebelumnya Panglima militer Turki, Hulusi Akar dan Kepala badan intelijen Turki, Hakan Fidan terbang ke Moscow, Rusia untuk meminta izin pasukannya masuk ke Afrin, Suriah untuk menggempur pasukan Kurdistan
Akar dan Fidan bertemu Kepala Staf angkatan bersenjata Rusia, Valery Gerasimov pada hari Kamis, 18 Januari 2018.
Pertemuan dua petinggi militer Turki dengan Gerasimov, menurut Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu saat diwawancara CNN Turk, fokus membahas rencana Turki melakukan intervensi militer terhadap pasukan Kurdi yang tergabung dalam Unit Perlindungan Rakyat atau YPG di Afrin.
Turki meminta izin Rusia untuk menggunakan langit Afrin karena Turki tidak memiliki kontak langsung dengan pemerintah Suriah. Selain itu, ratusan pasukan militer Rusia ditempatkan di Afrin.
Setelah Rusia, Turki juga meminta izin kepada Iranuntuk menggunakan langit Afrin sebelum melakukan intervensi militernya.
Bagi Turki, YPG sebagai sayap militer dari Partai Pekerja Kurdi atau PKK di Suriah merupakan organisasi teroris.
Turki mencermati rencana YPG untuk membangun koridor teror di utara Suriah sehingga akan mengancam keamanan di perbatasan Turki.
“Kami berbicara dengan Iran dan Rusia tentang penggunaan langit Suriah. Kami harus berkoordinasi dengan mereka untuk operasi udara.,” kata Cavusoglu seperti dikutip dari Hurriyet Daily News, 18 Januari 2018.
“Kami untuk itu harus sangat berhati-hati dalam upaya kami mencegah insiden. Di Suriah banyak negara dan pemain,” kata Cavusoglu.
Menanggapi permintaan Turki, menurut Cavusoglu, Rusia tidak menentang operasi militer Turki di Afrin. Rusia hanya menekankan tentang pentingnya koordinasi dengan Moscow.
Sebelum dua petinggi militer Turki itu terbang ke Moscow, tentara Turki mulai menyerang YPG di distrik Afrin sejak hari Minggu, 14 Januari 2018, seperti dikutip dari Xinhua.
Sebenarnya Turki sudah lama mempersiapkan serangan militer ke Afrin. Dan Wasghinton juga telah menyatakan akan memberikan bantuan kepada Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin milisi YPG.
Sekitar 30 ribu pasukan terlatih kurdi YPG dipersiapkan untuk melawan pasukan Turki ©Tempo.

Iran, Rusia, Turki dan Suriah Bertekad Hancurkan Tentara Bentukan Amerika

By az  On 17/01/2018 
Rencana Amerika untuk membangun kekuatan beranggotakan 30.000 orang di Suriah terus mendapat tentangan dari banyak negara. Iran angkat suara dengan menyebut tindakan Washington tersebut akan “mengipas api perang” dan menyerukan Suriah, Turki dan Rusia untuk bersatu melawanya.
Seperti dilaporkan sebelumnya, koalisi pimpinan Amerika mengatakan bahwa pihaknya bekerja dengan sekutu milisi Suriah, Pasukan Demokratik Suriah yang bermarkas di Kurdi, untuk membentuk sebuah kekuatan yang akan beroperasi di sepanjang perbatasan dengan Turki dan Irak, dan juga di dalam Suriah. Pasukan ini disebut Amerika untuk menahan munculnya lagi ISIS.
Presiden Suriah Bashar al-Assad menanggapi dengan bersumpah untuk menghancurkan pasukan baru tersebut dan mengusir pasukan Amerika dari Suriah. Sekutu Suriah yang kuat, Rusia, menyebut rencana tersebut sebagai rencana untuk merobohkan Suriah dan menempatkan sebagian darinya di bawah kendali Amerika. Sementara Turki menggambarkan kekuatan tersebut sebagai “tentara teror” yang harus dibancurkan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qasemi mengatakan Selasa 16 Januari 2018, kekuatan baru itu akan meningkatkan ketegangan di Suriah. Iran mendukung Assad dalam perang sipil hampir tujuh tahun melawan pasukan pemberontak dan ISIS, mengirim senjata dan tentara.
“Pengumuman Amerika tentang kekuatan perbatasan baru di Suriah merupakan campur tangan yang jelas dalam urusan internal negara ini,” kata Qasemi seperti dikutip oleh kantor berita IRNA.Qasemi mendesak semua pasukan Amerika untuk segera meninggalkan Suriah.
Amerika Serikat adalah pimpinan koalisi internasional yang menggunakan serangan udara dan pasukan khusus untuk membantu pejuang di lapangan dalam memerangi ISIS di Suriah sejak tahun 2014. Pentagon menempatkan sekitar 2.000 tentaranya di Suriah tanpa koordinasi sama sekali dengan Damaskus.

Erdogan Klaim Didukung Rusia, Gagal Yakinkan AS(AFP)
Rusia geser militernya dari Afrin Suriah
Rusia Kecam Rencana AS Bentuk Pasukan di Suriah (Senin, 15 Januari 2018)
Turki & Rusia Kompak Kecam Rencana AS Bentuk 'Pasukan Perbatasan Baru'

7 Alasan Mengapa Rusia Membantu Turki di Suriah

Operasi Cabang Zaitun (Operation Olive Branch) yang diluncurkan Turki di kota Afrin, Suriah telah memberi kemajuan pada proses perbaikan hubungan antara Turki dan Rusia. Bahkan Rusia telah membuka ruang udaranya untuk memudahkan Turki melakukan operasi Afrin tersebut. Apa maksud dan tujuan Rusia membantu Turki di Suriah, berikut analisis dari Sedat Ergin.
Oleh: Sedat Ergin (Hurriyet Daily News)
Operasi Cabang Zaitun (Operation Olive Branch) yang diluncurkan oleh Turki pada tanggal 20 Januari di kota Afrin, Suriah, yang dikuasai oleh Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), telah memberi dorongan pada proses perbaikan hubungan antara Turki dan Rusia.
Jadi mengapa Rusia membuka ruang udaranya untuk Turki di Suriah untuk melakukan operasi Afrin? Apa yang ingin dicapai Rusia dengan membantu Turki dalam hal ini?
Saya telah menemukan beberapa pengamatan berikut, ketika mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
1. BANTUAN RUSIA DALAM OPERASI TERSEBUT SEJALAN DENGAN KEPENTINGAN RUSIA
Langkah Rusia sejalan dengan arah hubungan Turki-Rusia yang baru saja diambil. Rusia memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan regional yang cukup besar di Turki. Dengan berpihak pada Turki di Suriah, Rusia sebenarnya telah melakukan apa yang diperlukan untuk melindungi kepentingannya. Di satu sisi, terdapat kepentingan Rusia di Turki, dan di sisi lain terdapat hubungan antara Rusia dengan Kurdi Suriah. Jelas yang pertama lebih penting dari yang kedua. Moskow juga mungkin mempertimbangkan bahwa diambilnya langkah yang meluas ke Ankara membantunya mendapatkan keuntungan, dan memberikan pengaruh besar dalam negosiasinya dengan Turki. Memang, tidak ada keraguan bahwa langkah semacam itu akan mendorong persepsi Rusia di mata masyarakat Turki.
2. RUSIA INGIN MENUNJUKKAN BAHWA MEREKA ADALAH PEMAIN BESAR
Rusia telah menjadi pihak yang aktif dalam perang di Suriah sejak tahun 2015, mendukung Bashar al-Assad dengan kekuatan militernya dalam melawan kelompok oposisi. Langkah-langkah yang diambil Rusia terhadap Turki di Suriah akan membantu memperkuat strategi utamanya untuk memperkuat rezim Suriah. Sekali lagi, Rusia telah menegaskan dirinya sebagai pemain besar di Suriah.
Rusia telah menunjukkan bahwa semua hal berujung pada Moskow, dan telah mempersiapkan landasan bagi strategi politiknya untuk mewujudkan kehadiran permanen Rusia di Timur Tengah. Hal ini, pada akhirnya, akan membantu Presiden Rusia Vladimir Putin mencapai tujuannya untuk membuat Rusia kembali menjadi pemain global yang kuat.
3. RUSIA INGIN AGAR TURKI BERADA DI PIHAKNYA
Rusia juga mempertimbangkan kemungkinan manfaat menjaga hubungan dekat dengan Turki di Suriah, karena Turki adalah pemain kunci di kawasan ini. Ketika nasib Suriah sedang diputuskan, Rusia telah mengambil inisiatif—seperti konferensi perdamaian baru-baru ini di Sochi—untuk menghasilkan solusi yang dipilihnya sendiri, sambil tetap menjaga dialog dan kerja sama dengan Turki. Semua ini akan memberi Moskow keuntungan saat perundingan.
4. TURKI MENJAUH DARI AMERIKA SERIKAT
Kita tidak dapat berasumsi bahwa langkah Rusia bukanlah bagian dari kebijakannya dalam melawan Amerika Serikat (AS). Perselisihan yang meningkat antara Ankara dan Washington, yang telah menyebabkan keretakan serius di NATO, sama sekali tidak mengganggu Rusia. Dengan memfasilitasi peluncuran serangan Afrin—yang Rusia tahu akan membuat AS merasa tidak nyaman—Rusia telah menyebabkan Turki dan AS semakin menjauh satu sama lain. Dari sudut pandang Moskow, Turki yang menjauh dari Barat akan membawanya semakin mendekat dengan Rusia.
5. RUSIA MENAHAN RENCANA KURDI AMERIKA
Pada saat yang sama, Moskow berusaha untuk menahan rencana AS untuk mewujudkan kehadiran Amerika yang permanen di Suriah utara, dan untuk menciptakan wilayah di bawah pengaruhnya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kemunculan sebuah negara. Dengan demikian, Rusia menunjukkan kepada Kurdi bahwa bekerja sama dengan AS di Suriah, dapat berisiko.
Jika Kurdi tidak mendapatkan cukup dukungan dari AS dalam menghadapi operasi militer Turki di Suriah, masalah bisa timbul antara Washington dan Kurdi Suriah. Ini juga akan membantu Rusia mencapai tujuan geopolitiknya.
6. RUSIA MENCOBA UNTUK MENENGAHI ANTARA ANKARA DAN DAMASKUS
Akibat operasi Turki melawan Partai Persatuan Demokratik Kurdi (PYD) Suriah, Turki telah melakukan kontak tidak langsung dengan rezim al-Assad di Damaskus. Kenyataan bahwa kedua belah pihak memiliki pasukan di sana, mengharuskan agar saluran komunikasi tetap terbuka, setidaknya untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Kita bisa membayangkan bahwa dari keharusan ini, Rusia ingin membantu Turki dan Suriah dalam memperbaiki hubungan. Rusia mungkin bisa mencoba memperkuat rezim Suriah dengan membantu Turki, dan Suriah menormalisasi hubungan mereka melalui dialog.
7. RUSIA MEMPERMUDAH PENGARUH REZIM AL-ASSAD DI IDLIB
Keterlibatan Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dengan PYD di Afrin memiliki konsekuensi tidak langsung lainnya. Rezim di Damaskus akan merasa lebih mudah untuk bertindak dalam rencananya di Idlib, yang saat ini dikuasai oleh kelompok oposisi. Di saat perhatian masyarakat internasional tertuju pada operasi militer Turki di Afrin, al-Assad akan mendapatkan tekanan internasional yang berkurang, sementara ia mendapatkan keuntungan di Idlib.

Rusia Alami Kerugian Besar Akibat Intervensi Militer di Suriah

Sabtu, 27 Januari 2018 15:43 WIB
Belum lama terjun di Suriah, Rusia sudah dihantui dejavu Jihad Afghan. Menurut pengakuan jujur Angkatan Udara Rusia, Beruang Merah telah kehilangan 30 jet tempur dan helikopter selama kampanye militer di Syam sejak September 2015.
Pesawat-pesawat mahal itu rata-rata rontok dihantam peluru mujahidin maupun kelalai-lalaian teknis Rusia sendiri. Tak jarang armada Putin teronggok menjadi besi tua karena kesalahan konyol, seperti yang terjadi di Bandara Tifour. Sebagian lain remuk karena serangan mujahidin ke Bandara Hmeimim tahun baru lalu.
Rusia telah melakukan intervensi militer dengan dalih memerangi terorisme, terutama ISIS. Laporan media dan kelompok hak asasi manusia mengonfirmasi bahwa sebagian besar korban dari serangan udara pengecut Rusia adalah warga sipil. Sebagian besar wilayah yang menjadi target serangan adalah pemukiman, lansir Zaman Alwasl pada Kamis (25/1).
Menurut sebuah laporan oleh Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah (SNHR), pesawat Rusia membunuh lebih dari 5.233 warga sipil termasuk 1.417 anak dan 886 perempuan, dalam sebuah statistik yang mencakup dua tahun intervensi yang membawa kembali kekuatan rezim Asad setelah membantunya merebut banyak wilayah.
SNHR dalam laporannya mengatakan, ”Karena intervensinya, pasukan Rusia telah melakukan ratusan serangan yang tidak beralasan, yang mengakibatkan kerugian manusia dan material yang parah, sebagian besar terkonsentrasi di wilayah yang dikendalikan oleh faksi-faksi oposisi, sekitar 85 %.”
Mereka menambahkan, ”Jumlah serangan terendah berada di wilayah yang dikendalikan ISIS, sekitar 15%. Puluhan insiden pemboman didokumentasikan yang menargetkan lokasi-lokasi warga sipil, melakukan pembantaian terhadap penduduk di daerah itu.”
Menurut statistik yang dikumpulkan Zaman Alwasl, Angkatan Udara Rusia di Suriah sejak dimulainya intervensi militer sampai 31 Desember 2017, melakukan lebih dari 120 ribu penembakan terutama dari pangkalan Hmeimim di Jableh, selain Bandara Shuyarat, Tifour dan Tadmour. Serangan tersebut juga dilakukan dari beberapa bandara Rusia di mana bombardir diluncurkan. Selain itu, serangan tersebut dilakukan dari Bandara Hamdan di Iran di mana Teheran juga melayani bomber Rusia selain kapal induk Rusia Kuznetsov.
Lebih dari 90 persen pilot Angkatan Udara Rusia berpartisipasi dalam serangan udara Rusia di Suriah.
Pesawat yang terlibat
Berbagai jenis pesawat Rusia telah terlibat dalam pemboman udara di Suriah dari beberapa basis militer di Rusia, basis Hamdan di Iran dan Bandara Hmeimim di Suriah. Black Jack atau White Swan TU-160 yang mampu membawa 40 ton amunisi udara dan peluncur TU-95 BEER yang bisa membawa 15 ton amunisi udara dan TU-22 dari semua jenis yang dapat membawa 20 ton amunisi udara.
Sukhoi Sy-30, jet tempur yang bisa menjadi pesawat tempur dan peluncur bisa membawa hingga 8 ton amunisi udara.
Pesawat tempur jarak menengah, Sukhoi Sy-34, sebagian besar dicoba di Suriah dan dapat membawa senjata nuklir atau lebih dari 8 ton berbagai amunisi udara.
Jet tempur juga termasuk Sukhoi Sy-35, salah satu jet tempur Rusia terbaru yang mampu berfungsi sebagai ket tempur atau pembom dan bisa membawa 8 ton berbagai amunisi udara.
Sukhoi Sy-24 yang dapat membawa 8 ton amunisi udara, serta Sukhoi Sy-25 yang dapat membawa 5 ton amunisi udara.
Jet tempur Sukhoi Sy-33 adalah bagian dari kapal induk Rusia Kuznetsov, pesawat angkatan laut Rusia paling modern di kapal induk yang mampu membawa 6 ton rudal udara-ke-udara.
Selain itu, jet tempur MIG-29K juga ambil bagian dari kapal induk Rusia Kuznetsov sebagai jet tempur dan pesawat kargo Ilyushin 76, pesawat kargo Antonov 124, pesawat kargo raksasa Antonov 225 Maria.
Serangan udara Rusia juga melibatkan sejumlah besar helikopter Rusia, yaitu Mi-24, Mi-28, yang terbaru di Rusia dan Mi-8 serta Kamov K-52 yang diterbangkan dari Bandara Hmeimim, Astamou, Al-Shuyarat, Tifour dan Tadmour dan Kamov-kamof-28 dari kapal induk Kuznetsov dan kapal perang.
Mengenai kerugian yang dialami Rusia, Rusia telah kehilangan TU-154 dan kerusakan Antonov an-30 pada malam tahun baru. Ini berarti Rusia kehilangan 31 pesawat dan sebuah helikopter di mana 14 pilot terbaik Rusia tewas.
Kerugian ini dianggap sebagai bencana nyata bagi sebuah kekuatan besar yang merupakan produsen utama untuk penerbangan.

Presiden Erdogan Tegaskan Turki Negara Sekuler, Bukan Negara Islam
2018-01-30
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dalam salah satu pernyataannya menegaskan bahwa Turki adalah negara sekuler dan bukan negara salah satu agama tertentu. Presiden Erdogan memastikan dengan menggunakan sistem sekuler, Turki memiliki jarak yang sama dengan orang-orang dari semua kepercayaan.
“Ada upaya serius yang dilakukan untuk mempersiapkan sebuah konstitusi baru menggantikan sistem sekuler kita. Namun saya tegaskan Turki akan tetap menjadi negara sekuler,” ungkap Erdogan menolak seruan dari Ketua Parlemen Turki untuk membuat konstitusi baru yang akan menyingkirkan konsep sekularisme.
“Turki mendefinisikan sekularisme sebagai negara yang berada pada jarak yang sama dengan semua agama. Sekularisme bukanlah ateisme, Saya Recep Tayyip Erdoğan, seorang Muslim, tapi saya bukan sekuler,” ungkap Erdogan, seperti dilansir dari media Turki, Daily Sabah, Selasa, (30/1/18).
“Dalam sebuah negara sekuler, orang memiliki kebebasan yang sama untuk percaya atau tidak. Saya berharap Mesir akan mengadopsi sebuah konstitusi sekuler karena sekularisme tidak anti agama. Jangan takut akan hal itu,” papar Erdogan.
Ketika ditanya tentang seruan untuk membuat konstitusi baru Turki yang menekankan penerapan Syariat Islam, Presiden Erdoğan mengatakan: “Jika hak dan kebebasan dari semua agama dilindungi, mengapa harus ada kebutuhan untuk menerapkan syariat Islam?”
“Inilah yang telah kami serukan sejak awal, Ketika Partai AK pertama kali berkuasa, seseorang di sebuah acara TV bertanya kepada saya apakah saya akan mengembalikan jilbabnya. Saya mengatakan itu bukan agenda kami, kami tidak pernah menganjurkan jilbab untuk semua orang,” ungkap Erdogan. (DH/MTD)
Simak Videonya :
Sumber : Daily Sabah 

Mumtaz ! Sebut Rusia Sebagai Musuh, Oposisi Suriah Tolak Hadir Di KTT Sochi (Rusia). Si Endorgan Menggunting Dalam Lipatan, Bersama Komunis Rusia Dan Majusi Iran Ikut Membantai Mujahidin Ahlus Sunnah Syam !
Jangan Terpedaya "Gema Islam" Erdogan. Fakta, Dia (Bangsa Turki) Bersama Bangsa Majusi Iran (Syi’ah) Dan Bangsa Rusia (Komunis, Ortodoks) Berkonspirasi Membunuhi Ahlus Sunnah Syams (Arab). Apa Haknya Mereka (Bertiga) Mendefinisikan “Para Mujahidin Ahlus Sunnah Bangsa Arab Syam” Yang Harus Dibinasakan (License To Kill) ? Silahkan Bantah Fakta-Fakta Dibawah.
Kebohongan Erdogan Soal Jerusalem (Al Quds). Bersama Komunis Rusia Dan Majusi Syiah Iran Mengkavling Syam, Mengisolir Mujahidin Ahlus Sunnah Dan Mengamankan Jagal Terkeji Bashar Asaad. Bisa Dipercaya ?
Kejahatan Keji Mengerikan Ali Khamenei Dan Hassan Rouhani Terhadap Ahlus Sunnah Di Suriah, Irak, Yaman Dan Iran, Serta Destruktif Disetiap Musim Haji. Mereka Gerombolan Qum Kelompok Takfiri Tulen. Bersama Erdogan (Turki) Dan Putin (Komunis Rusia), Mengisolasi Dan Membantai Mujahidin Sunni Terkuat Syam.

Bandingkan dengan analisa serampangan dibawah ini :

Erdogan, Jenderal Garang Tanpa Bintang

Oleh: Tengku Zulkifli Usman
(Analis Politik Dunia Islam & Internasional, Jakarta)


Kali ini Erdogan benar-benar tidak kasih ampun kepada pemberontak komunis PKK/YPG.

Di lapangan disikat habis dengan dikirimnya banyak pasukan elit Turki ke Afrin.

Di meja runding, Erdogan paksa Presiden Rusia Vladimir Putin untuk lunak dan ikut apa kata Turki. (???????)

Kali ini YPG benar-benar terdesak, terbukti hanya hitungan hari, spot demi spot daerah kekuasan YPG direbut dan jatuh ke tangan tentara Turki dan pejuang Suriah FSA (Free Syria Army), yang terbaru jatuhnya Bursaya ke tangan Turki-FSA.


Erdogan juga memberi sinyal akan melanjutkan operasi ini sampai barisan YPG benar benar amburadul dan kocar kacir.


Amerika dan Mesir yang mengutuk langkah Erdogan ini menampakkan wajah mereka yang selama ini berkhianat ke Turki lewat tangan-tangan PKK dan YPG.

Erdogan bilang ke Donald Trump: "Jangan atur kami harus berapa lama dalam perang ini, tanya saja diri kalian, sudah berapa lama kalian di Irak dan Afghanistan. Turki tau kapan harus pergi dan kapan harus pulang."

Dalam operasi ini, Erdogan tidak hanya menargetkan YPG dan PKK saja, tapi Erdogan juga menargetkan operasi ini sebagai tekanan kepada Amerika agar menyerahkan Fathullah Gulen.

Gulen adalah otak kudeta gagal turki juli 2016 lalu yang sekarang masih dilindungi Yahudi - Amerika di Pensylvania AS, Erdogan masih memburu ulama kawan zionis tersebut.

Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, Presiden Turki yang hanya lulusan S1 itu hari ini menjadi momok yang menakutkan bagi Trump-Assad dan As sisi.

Langkah-langkah Erdogan terhadap YPG, PKK, Gulen dkk nya benar-benar tidak dihitung oleh lawan-lawannya dengan cermat, Erdogan kasih komando, yang lain hanya bisa menonton sambil nahan kesel.

Disisi lain, Erdogan berhasil menjinakkan Rusia dan Putin agar meninggalkan YPG, YPG sendiri mengaku dikhianati Putin dalam perang ini. (???????)

Di lain waktu juga, Erdogan memaksa Iran agar tidak head to head dengan Turki dalam isu YPG dan PPK, Presiden Iran Rouhani manut sama Erdogan. (???????)

Saya melihat operasi ini adalah jalan baru menuju Suriah yang merdeka tanpa Assad dimasa yang akan datang. (???????)

Operasi ini juga momentum naiknya wibawa Turki didepan AS-Israel-UE, Erdogan seolah ingin mengatakan bahwa turki bukanlah Irak.

Operasi ini lebih jauh akan membuat Turki semakin ditakuti oleh trio rezim arab (Mesir dibawah As Sisi, Ben Salman Saudi, dan Ben Zayed UAE). (???????)

Operasi ini juga akan membuat posisi Erdogan semakin powerfull di dalam negeri Turki, terutama menjelang pemilu Turki 2019 besok untuk melaksanakan hasil referendum konstitusi Turki 2017 lalu.

Bravo Erdogan, lanjutkan kekuasaan hingga 2029 nanti, rakyat Turki dan muslim dunia bersamamu!
[Video - Pasukan Turki dan Pejuang FSA kuasai Bursaya]
[Video - Erdogan's new front in Syria]