Tidak mungkin Erdogan (Turki) Menjadikan Syam
(Suriah) Menjadi Negara dengan Syariat Islam (Mayoritas Ahlus Sunnah dan
Penduduknya dipuji Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam).
Diperangi
Erdogan (Turki)
Haiah Tahrir Syam (HTS)
HTS terdiri dari beberapa kelompok
bersenjata kuat yang beroperasi di provinsi Idlib. Setelah 2015, para pejuang
dan warga sipil dipaksa keluar dari zona konflik sehingga mendorong mereka ke
Idlib. Situasi telah menciptakan persaingan dan perselisihan yang ketat, bersamaan
dengan banyaknya aliansi antar berbagai kelompok bersenjata. HTS muncul dari
kompetisi ini sebagai salah satu kelompok kuat di Idlib. Pada awal Oktober
2017, sebuah kampanye militer pimpinan Turki mulai menentang HTS di Idlib dengan
dalih mempertahankan zona de-eskalasi. Kampanye tersebut melibatkan pemboman
udara Turki untuk mendukung kemajuan Free Syrian Army (FSA) melawan HTS.
Telah menjadi pola umum dalam beberapa
tahun terakhir di Suriah, sebuah kekuatan darat bergantung pada intervensi
eksternal untuk mendukung kemajuan teritorialnya. Dukungan Amerika memungkinkan
SDF lebih maju dari ISIS; Dukungan Rusia diberikan kepada pasukan rezim,
sehingga merebut kembali Homs, Hama, Aleppo dan daerah-daerah lainnya; dan
sekarang dukungan Turki diberikan kepada FSA.
Didukung Erdogan (Turki)
Free Syrian Army (FSA), oposisi sekuler
FSA sebenarnya bukan nama sebuah pasukan.
Sejak awal konflik Suriah, FSA telah menjadi aliansi brigade bersenjata yang
berjuang di bawah payung longgar dengan pusat koordinasi dan perencanaan
militer tidak pernah ada. FSA pada dasarnya adalah oposisi bersenjata, yang tak
jarang anggotanya dari militer rezim yang membelot. Dengan demikian tidak ada
koalisi ideologis, politis atau militer. Kendati demikian, FSA tetap bertahan
sebagai mekanisme organisasi yang longgar untuk kelompok bersenjata. Pada 2016,
FSA dimobilisasi melawan pasukan Kurdi SDF untuk mengamankan wilayah Kurdi di
sepanjang perbatasan selatan Turki dalam Operasi Efrat Shield. Kemudian hingga
saat ini, FSA tetap mendapat dukungan militer Turki dalam hal logistik,
dukungan udara dan intelijen.
Tanpa dukungan militer ini, FSA sama
sekali tidak mampu menyangi kelompok seperti HTS atau SDF.
Sumber: Al-Jazeera
Tentara Pembebasan Suriah tidak memiliki
tujuan politik kecuali untuk melengserkan Bashar Assad sebagai
presiden Suriah.[15][16] FSA
juga mengklaim bahwa konflik ini bukanlah konflik sektarian. Pada 23 September
2011, Tentara Pembebasan Suriah bergabung dengan Gerakan Perwira Bebas (Arab: حركة
الضباط الأحرار, ħarakat al-ḍubbaṭ al-aħrar) dan menjadi
kelompok oposisi utama tentara.[5][17][18] Pada
awal Desember 2011, diperkirakan ada 15.000 sampai 25.000 pembelot dari
angkatan bersenjata menurut sumber aktivis dan media,[19][20][21] sumber
intelijen Amerika memperkirakan lebih besar dari 10.000 pembelot.[22]jumlah
aktual tentara yang membelot kepada Tentara Pembebasan Suriah tidak diketahui.[23][24]
FSA beroperasi di seluruh Suriah, baik di
daerah perkotaan maupun di pedesaan. Pasukan aktif di barat laut (Idlib, Aleppo),
wilayah tengah (Homs, Hama, dan Rastan), pantai
sekitar Latakia, selatan (Daraa dan Houran), timur (Dayr al-Zawr, Abu Kamal), dan
daerah Damaskus.
Konsentrasi terbesar dari kekuatan ini tampaknya di wilayah tengah (Homs, Hama,
dan sekitarnya), dengan sembilan atau lebih batalion aktif di sana.[25] Sekjen PBB, Ban Ki-moon,
telah mengatakan bahwa Tentara Pembebasan Suriah mengendalikan bagian
signifikan dari beberapa kota.[26]
Negosiasi Suriah di Sochi Rusia Dimulai,
Mayoritas Oposisi Memboikot
Selasa, 30 Januari 2018
Sochi – Konferensi Dialog Nasional Suriah
di Sochi, Rusia, (atau lebih dikenal Konferensi Sochi), Senin (29/01), digelar
dengan pertemuan-pertemuan pembuka. Oposisi Suriah masih menolak hadir dalam
pertemuan yang disponsori Rusia dan Turki itu jika serangan ke Idlib tidak
berhenti.
Al-Jazeera melaporkan bahwa oposisi di
wilayah utara Suriah dalam pertemuan pra Konferensi Sochi yang digelar di
Ankara pada Ahad kemarin (28/01) bersedia duduk dalam pembicaraan Sochi dengan
syarat Rusia dan rezim Suriah menghentikan pemboman terhadap Idlib. Pertemuan di
Ankara itu sendiri dihadiri tokoh-tokoh politik dan militer oposisi.
Pada bagiannya, Turki memberikan jaminan
kepada oposisi Suriah bahwa mereka tidak akan memberi tekanan apapun pada
konferensi tersebut. Ankara juga menginformasikan kepada delegasi oposisi bahwa
Rusia menyetujui permintaannya untuk mengubah slogan konferensi tersebut, yang
hanya mencatumkan bendera Suriah saja.
Sebuah delegasi Turki diperkirakan akan
berangkat Ahad malam ke Sochi untuk mendiskusikan syarat dan jaminan yang
diajukan oposisi Suriah dalam pertemuan di Ankara, Ahad, kemarin.
Konferensi Sochi hari ini akan diawal
dengan pertemuan-pertemuan tertutup untuk membahas sikap banyak pihak-pihak
yang terlibat di Suriah. Sementara pertemuan puncak akan digelar pada Selasa
besok dengan dihadiri Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, dan
sejumlah perwakilan pihak-pihak yang terlibat di Suriah. Rusia mengaku telah
mengundang sebanyak 1600 orang untuk hadiri dalam konferensi ini.
Salinan draft peryataan akhir yang akan
dibacakan di puncak konferensi, yang bocor ke media, menyebutkan bahwa
pembicaraan itu akan memutuskan 12 poin yang isisnya sama seperti usulan utusan
PBB dan putaran ke-8 konferensi Jenewa yang digelar November lalu. Draf
tersebut berfokus pada amandemen konstitusi, yang mengatur terbentuknya komite
konstitusional dengan partisipasi delegasi rezim Suriah dan delegasi lain yang
mewakili spektrum oposisi yang luas.
Penolakan yang luas
Komisi Tinggi untuk Negosiasi Pasukan
Revolusioner dan oposisi Suriah, Jumat lalu, memutuskan berpartisipasi dalam
Konferensi Sochi. Namun, wartawan Al-Jazeera di Sochi melaporkan beberapa
anggota hadir dalam di Sochi.
Tak hanya badan negosiasi,
kelompok-kelompok militer dan politik revolusi Suriah juga menolak konferensi
tersebut dan segala yang dihasilkan pertemuan tersebut. Bahkan, sejumlah
konferensi yang digelar di dalam Suriah menuduh setiap kelompok atau pihak yang
menghadiri Sochi sama saja berkhianat.
Pada akhir Desember, sekitar 40 faksi
bersenjata oposisi Suriah lebih dulu menegaskan menolak Konferensi Sochi.
Mereka menuduh Rusia berusaha untuk menghindari proses Jenewa untuk mendapatkan
solusi politik.
Pada bagiannya, pemerintahan de factu
Kurdi di Suriah utara juga mengumumkan tidak menghadiri konferensi Sochi. Hal
itu karena pihaknya tengha menghadapi kampanye militer di kota Afrin.
Sumber: Al-Jazeera
Oposisi Suriah Menolak Kesepakatan Sochi
By adzim
Wednesday, 31 January 2018,
Peserta sebuah konferensi yang
diselenggarakan oleh Rusia untuk perdamaian di Suriah sepakat membentuk sebuah
komisi untuk membuat konstitusi negara yang dilanda perang tersebut.
Wartapilihan.com, Sochi –-Staffan de
Mistura, Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah, mengatakan pada
hari Selasa (30/1) bahwa delegasi pada konferensi yang berlangsung dua hari di
resor Sochi, Laut Hitam, sepakat memasukkan pejabat pemerintah dan oposisi ke
dalam 150 anggota komite tersebut.
De Mistura mengatakan bahwa kesepakatan
akhir mengenai komite tersebut akan dicapai dalam proses diplomatik yang
dipimpin oleh PBB di Jenewa berdasarkan Resolusi 2254 Dewan Keamanan PBB – yang
berfungsi sebagai kerangka transisi politik di Suriah.
Namun, nasib Presiden Bashar al-Assad –
titik kunci yang berulang kali menyebabkan negosiasi terus berlanjut gagal –
tidak disebutkan dalam pernyataan akhir.
Kelompok oposisi utama Suriah, yang
memboikot acara tersebut, menolak usulan tersebut.
Blok oposisi utama – Komisi Negosiasi
Suriah (SNC) – menuduh Assad dan Rusia, sekutu utama Suriah, terus menggunakan
kekuatan militer dan tidak menunjukkan ketulusan untuk melakukan negosiasi yang
jujur.
“Kami menolak pembentukan komisi
konstitusional apa pun pada tahap ini,” kata Maya Alrahibi, juru bicara SNC.
Sebaliknya, blok tersebut menginginkan pemerintah
dan oposisi untuk membentuk badan pengatur transisi terlebih dahulu, katanya
kepada Al Jazeera.
“Selama tahap transisi ini di Suriah,
sebuah komisi konstitusional dapat dibentuk yang terdiri dari anggota yang
dipilih untuk mewakili semua orang Syria,” katanya.
“Komisi konstitusional kemudian akan
merancang sebuah konstitusi baru yang harus disetujui setelah memasukkannya ke
dalam sebuah referendum yang dilakukan secara adil dan transparan.”
Hisham Marwah, seorang pengacara untuk
Koalisi Suriah, sebuah kelompok oposisi yang berbasis di Turki, mengatakan
bahwa sebuah “lingkungan yang netral dan aman” di Suriah diperlukan untuk
penulisan dan pemungutan suara pada sebuah konstitusi baru.
“Kami tidak memilikinya,” katanya. “Ada
tank yang bergerak di jalanan di Suriah sekarang.”
Dia menambahkan bahwa kesepakatan Sochi
melanggar resolusi PBB yang lalu serta peta jalan untuk perdamaian yang
ditetapkan oleh AS, Rusia, China, Perancis, dan beberapa negara Arab termasuk
Irak, Kuwait, dan Qatar pada tahun 2012, yang kesemuanya menyerukan pembentukan
termasuk badan pemerintahan transisi untuk mereformasi konstitusi.
“Kita harus melalui proses satu langkah
pada satu waktu, seperti yang dinyatakan dalam putusan Jenewa dan resolusi
PBB,” katanya.
Tanpa keterlibatan pihak oposisi,
kesepakatan Sochi tidak akan membantu mengakhiri perang Suriah, kata analis
lainnya.
Charles Lister, seorang analis dari
Middle East Institute yang berbasis di AS, mengatakan bahwa konferensi tersebut
adalah “cara Rusia untuk menunjukkan bahwa ia dapat menggabungkan spektrum
partai pro-rezim dan partai-partai ekstrem yang diadopsi secara luas di
Suriah”.
Namun, tanpa keterlibatan pihak oposisi
dalam jumlah besar, “maka kita tidak berbicara tentang negosiasi, kita sedang
membicarakan diskusi. Kita tidak membicarakan hasilnya, kita sedang
membicarakan pernyataan,” katanya kepada Al Jazeera dari Washington DC.
“Sampai perubahan itu, kita akan terus
menonton banyak dari berbagai jenis konferensi ini di berbagai kota, dan
sayangnya krisis di Suriah akan berlanjut.” Demikian dilaporkan Al Jazeera.
Moedja Adzim
Ikhwanul
Muslimin Menolak Perundingan Damai yang Disponsori Rusia
Ikhwanul Muslimin menolak konferensi
Sochi yang disponsori oleh Rusia yang dijadwalkan pada akhir Januari 2018
nanti.
Dilansir dari Middle Eye
Monitor pada Jumat (29/12/2017), dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan
kelompok tersebut mengatakan bahwa konferensi tersebut merupakan upaya untuk
mengkonsolidasikan pendudukan Rusia dan mengabaikan solusi politik yang
ditetapkan dalam resolusi Jenewa, yang dimulai dengan pembentukan otoritas
transisi penuh yang tidak termasuk Bashar Al- Assad dan rezimnya.
Mereka juga mengulangi kepatuhannya
terhadap prinsip-prinsip revolusi Suriah untuk menggulingkan Al-Assad dan
rezimnya dan membangun kembali negara tersebut sebagai sebuah negara keadilan,
kebebasan, persamaan dan martabat manusia.
Ini juga meminta semua kekuatan
revolusioner dan tokoh nasional Suriah untuk memboikot konferensi
Sochi. Badan perunding oposisi Suriah mengatakan ada penolakan luas
terhadap konferensi di antara kelompok oposisi.
Rusia, Turki dan Iran, penjamin gencatan
senjata di Suriah sepakat pada akhir pertemuan Astana 8 pekan lalu untuk
mengadakan konferensi dialog nasional Suriah di resor Sochi Rusia pada tanggal
29-30 Januari 2018 mendatang.*/Sirajuddin Muslim
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Komite Perundingan Tinggi oposisi Suriah
(HNC), pada Sabtu mengumumkan bahwa mereka tidak akan menghadiri pertemuan
tersebut. "Kami sangat menyesalkan bahwa pimpinan Komite Perundingan
Tinggi oposisi Suriah yang mengambil bagian dalam perundingan Suriah di bawah
kepemimpinan Staffan de Mistura di Wina membuat pernyataan tentang keengganan
untuk ambil bagian dalam kongres, "kata Larentyev.
Kongres
Perdamaian Suriah Dimulai di Rusia Tanpa Pemain Kunci. Lebih dari 36
kelompok oposisi Suriah lainnya, termasuk kelompok Islam yang berpengaruh,
sebelumnya mengatakan bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam perundingan
Sochi. (T/RI-1/B05)
Kongres yang dihadiri 1.400 delegasi dari
1.600 undangan yang bertujuan mencari solusi atas hampir tujuh tahun perang di
Suriah ini berakhir tanpa terobosan signifikan mengakhiri perang di Suriah,
bahkan sempat diwarnai aksi boikot delegasi dan penundaan sesi pada saat-saat
akhir.
Hasil
Konferensi Sochi Abaikan Tuntutan Oposisi Suriah
Rabu, 31 Januari 2018
Sochi – Kongres Perdamaian Suriah di
Sochi, Rusia, Selasa (30/01), menyimpulkan pernyataan yang menyerukan pemilihan
secara demokrasi namun mengabaikan tuntutan utama oposisi.
Para peserta kongres, yang mayoritas
pendukung rezim, juga sepakat untuk membentuk komite untuk menulis ulang
konstitusi Suriah. Akan tetapi, beberapa perwakilan oposisi mengatakan bahwa
konferensi tersebut bertujuan untuk melayani kepentingan Presiden Bashar
al-Assad, sedangkan Moskow sekutu utamanya.
Pernyataan terakhir konferensi mengatakan
bahwa warga Suriah harus menentukan masa depan mereka sendiri pemilihan. Akan
tetapi, tidak dijelaskan apakah pengungsi Suriah dibolehkan ikut dalam
pemilihan itu, sebagaimana yang diupayakan oposisi dan Negara-negara Barat.
Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa warga Suriah sendiri memiliki hak
untuk memilih sistem politik jauh dari intervensi asing.
Lebih lanjut, pernyataan konferensi Sochi
mendesak dipertahankannya pasukan keamanan Suriah tanpa menyerukan penataan
ulang. Oposisi sendiri menuntut perubahan struktur pasukan keamanan karena
pasukan tersebut sudah menjadi alat rezim Assad.
Mustafa Saijary, pejabat senior Pasukan
Pembebasan Suriah (FSA), mengatakan bahwa konferensi tersebut merupakan detail
dari wajah Assad dan rezim terorisnya. Ia menambahkan bahwa pernyataan Sochi
“tidak membantu kami dan bukan hal untuk didiskusikan.”
Rusia, sekutu dekat Assad, menjadi tuan
rumah konferensi tersebut, dijuluki Konferensi Dialog Nasional Suriah, di
Sochi, Laut Hitam.
Setelah ikut membantu rezim Assad
membantu warga Suriah, Rusia kini tampil sebagai perantara perdamian di Negara
tersebut. Oleh karenanya, kelompok-kelompok oposisi di lapangan menolak upaya
Rusia itu karena hasilnya bisa ditebak, menguntungkan rezim.
Sementara oposisi politik, sempat terjadi
tarik ulur, namun akhirnya secara lembaga mereka memboikot. Hanya sebagian dari
mereka tetap hadir di bawah koordinasi Turki. Beberapa dari mereka akhirnya
pulang sebelum turun dari pesawat karena kecewa melihat slogan-slogan
konferensi yang tertempel di bandara identik mendukung rezim Assad.
Sumber: Reuters
Rusia
Tarik Pasukan dari Afrin Suriah, Kawasan Ini Digempur Turki
tempo.co | 22/01/2018
Jet tempur dan pasukan artileri Turki menggempur
wilayah Afrin, utara Suriah, setelah pasukan Rusia ditarik dari kawasan tersebut.
Menurut laporan kantor
berita Interfax setelah mengutip keterangan Menteri Pertahanan Rusia,
Sabtu, 20 Januari 2018, pasukan operasi militer dan polisi militer Rusia
ditarik dari Afrin, Sabtu, sebelum Turki melakukan gempuran ke markas Kurdi di
sana.
Suriah adalah sekutu dekat Rusia melawan
pemberontakan dalam negeri yang pecah sejak 2011 lalu. Negeri itu mengirimkan
bala tentara dan senjata perang yang ditempatkan di lokasi tempur, termasuk di
Afrin.
Sebelumnya, Reuters melaporkan,
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Rusia, Valery Gerasimov, berbicara dengan
rekannya dari Amerika Serikat Joseph Dunford melalui telepon.
"Keduanya membicarakan masalah
krisis Suriah melalui telepon," tulis kantor berita RIA
Novostimengutip keterangan dari kantor Kementerian Pertahanan Rusia. Namun
tidak ada penjelasan detail.
Tak lama setelah tentara Rusia ditarik
mundur dari Afrin, Middle East Monitor melaporkan, jet tempur Turki
didukung tembakan artileri menghantam posisi Kurdi di Afrin. Akibat serangan Turkitersebut, sejumlah media melaporkan, sedikitnya
10 orang tewas di antaranya warga sipil dan anak-anak.
Erdogan:
Turki Sepakat Dengan Rusia Mengenai Operasi Militer di Afrin
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
mengatakan Turki telah mencapai kesepakatan dengan Rusia mengenai operasi
militer terbaru Ankara melawan militan Kurdi yang didukung AS di Suriah utara,
dengan mengatakan bahwa negaranya tidak akan mundur selangkah dari operasi yang
sedang berlangsung.
Pemimpin Turki membuat ucapan tersebut
dalam sebuah pidato di televisi yang dia sampaikan di ibukota Ankara, dan
menambahkan bahwa tentara Turki akan menguasai kota Afrin di bagian barat laut
Suriah seperti yang dilakukan di kota-kota lain, Jarablus, Ra’i dan Bab, serta
orang-orang Suriah akan kembali ke rumah mereka.
“Kami yakinkan Afrin akan beres. Kami
tidak akan mundur. Kami berbicara tentang hal ini dengan teman-teman Rusia
kami. Kami punya kesepakatan,” tambah Erdogan.
Komentar Erdogan muncul dua hari setelah
negaranya meluncurkan Operasi Olive Branch sebagai upaya untuk menghapus YPG
yang didukung AS, yang oleh Ankara dipandang sebagai organisasi teror dan cabang
Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang tidak sah.
Operasi tersebut diluncurkan beberapa
hari setelah Washington mengatakan akan bekerja sama dengan militan Kurdi untuk
membentuk pasukan perbatasan, sebuah langkah yang membuat Ankara marah.
Namun, laporan mengatakan tidak ada
konfirmasi resmi dari Kremlin mengenai adanya kesepakatan semacam itu yang
telah diberikan.
Rusia
Dan Iran Beri Ruang Turki Gempur Kurdi Yang Didukung AS
Militer Rusia dikabarkan mulai menarik
mundur pasukannya dari kawasan barat laut Suriah menyusul dimulainya serangan
militer Turki terhadap pasukan Kurdi.
Turki mulai membombardir distrik Afrin,
yang menjadi basis pasukan Kurdi, sejak Jumat dini hari. Turki menyebut
kelompok Kurdi baik PKK dan PYD serta unit militer YPG sebagai kelompok
teroris, yang memusuhi Turki dan berupaya separatis.
Kurdi Didukung Amerika Serikat
“Rusia mulai mengambil langkah
memindahkan pasukan militernya dari distrik Afrin dan daerah sekitarnya, yang
mungkin terjadi
pertempuran selama operasi militer Turki
berlangsung,” kata Ahmet Berat Conkar, yang merupakan ketua delegasi ke Majelis
Parlemen NATO, seperti dilansir media Al Jazeera, Jumat, 19 Januari 2018.
Penarikan pasukan Rusia ini menyusul
datangnya utusan pemerintah Turki ke Moskow pada Kamis lalu menjelang operasi
militer digelar.
Rusia berada di Suriah dalam upaya
mendukung pasukan pemerintah Suriah, yang kewalahan untuk mengalahkan para
gerilyawan lokal dan pasukan ISIS.
“Saya yakin, setelah pertemuan antara
para pimpinan teras militer dan intelejen, perbedaan pandangan antara kedua
pihak mengenai operasi militer Turki menghilang dan sampai pada kesimpulan yang
sama,” kata Conkar kepada Al Jazeera.
Pemerintah Turki melihat pasukan Kurdi
YPG ini sebagai ancaman atas kedaulatan negaranya. Pasukan Kurdistan ini
merupakan pasukan lokal yang mendapat senjata danpelatihan dari pasukan khusus
AS, yang berjumlah sekitar 2000 orang di perbatasan Suriah.
Pasukan AS bertugas menggalang kekuatan
lokal untuk menyerang pasukan ISIS, yang sebelumnya menguasai beberapa kota
namun belakangan telah dikalahkan pasukan Suriah dan Rusia.
Seperti dilansir media Reuters dan
Anadolu Agency, hubungan AS dan Turki memanas setelah pejabat militer AS
mengatakan akan membentuk pasukan perbatasan sekitar 30 ribu orang dengan
mayoritas dari pasukan Kurdi.
Turki melihat ini akan meningkatkan
serangan terhadap keamanan dan integritas wilayahnya.
Turki menganggap Partai Uni Demokratik
Kurdi (PYD) dan sayap militernya Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) sebagai
kelompok teroris. Begitu juga dengan Partai Pekerja Kurdi (PKK).
Turki Minta Izin Ke Rusia dan Iran Untuk
Serang Kurdi
Seperti diberitakan sebelumnya Panglima
militer Turki, Hulusi Akar dan Kepala badan intelijen Turki, Hakan Fidan
terbang ke Moscow, Rusia untuk meminta izin pasukannya masuk ke Afrin, Suriah
untuk menggempur pasukan Kurdistan
Akar dan Fidan bertemu Kepala Staf
angkatan bersenjata Rusia, Valery Gerasimov pada hari Kamis, 18 Januari 2018.
Pertemuan dua petinggi militer Turki
dengan Gerasimov, menurut Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu saat diwawancara
CNN Turk, fokus membahas rencana Turki melakukan intervensi militer terhadap
pasukan Kurdi yang tergabung dalam Unit Perlindungan Rakyat atau YPG di Afrin.
Turki meminta izin Rusia untuk
menggunakan langit Afrin karena Turki tidak memiliki kontak langsung dengan
pemerintah Suriah. Selain itu, ratusan pasukan militer Rusia ditempatkan di
Afrin.
Setelah Rusia, Turki juga meminta izin
kepada Iranuntuk menggunakan langit Afrin sebelum melakukan intervensi
militernya.
Bagi Turki, YPG sebagai sayap militer
dari Partai Pekerja Kurdi atau PKK di Suriah merupakan organisasi teroris.
Turki mencermati rencana YPG untuk
membangun koridor teror di utara Suriah sehingga akan mengancam keamanan di
perbatasan Turki.
“Kami berbicara dengan Iran dan Rusia
tentang penggunaan langit Suriah. Kami harus berkoordinasi dengan mereka untuk
operasi udara.,” kata Cavusoglu seperti dikutip dari Hurriyet Daily News, 18
Januari 2018.
“Kami untuk itu harus sangat berhati-hati
dalam upaya kami mencegah insiden. Di Suriah banyak negara dan pemain,” kata
Cavusoglu.
Menanggapi permintaan Turki, menurut
Cavusoglu, Rusia tidak menentang operasi militer Turki di Afrin. Rusia hanya
menekankan tentang pentingnya koordinasi dengan Moscow.
Sebelum dua petinggi militer Turki itu
terbang ke Moscow, tentara Turki mulai menyerang YPG di distrik Afrin sejak
hari Minggu, 14 Januari 2018, seperti dikutip dari Xinhua.
Sebenarnya Turki sudah lama mempersiapkan
serangan militer ke Afrin. Dan Wasghinton juga telah menyatakan akan memberikan
bantuan kepada Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin milisi YPG.
Sekitar 30 ribu pasukan terlatih kurdi
YPG dipersiapkan untuk melawan pasukan Turki ©Tempo.
Iran,
Rusia, Turki dan Suriah Bertekad Hancurkan Tentara Bentukan Amerika
By az On 17/01/2018
Rencana Amerika untuk membangun kekuatan
beranggotakan 30.000 orang di Suriah terus mendapat tentangan dari banyak
negara. Iran angkat suara dengan menyebut tindakan Washington tersebut akan
“mengipas api perang” dan menyerukan Suriah, Turki dan Rusia untuk bersatu
melawanya.
Seperti dilaporkan sebelumnya, koalisi
pimpinan Amerika mengatakan bahwa pihaknya bekerja dengan sekutu milisi Suriah,
Pasukan Demokratik Suriah yang bermarkas di Kurdi, untuk membentuk sebuah
kekuatan yang akan beroperasi di sepanjang perbatasan dengan Turki dan Irak,
dan juga di dalam Suriah. Pasukan ini disebut Amerika untuk menahan munculnya
lagi ISIS.
Presiden Suriah Bashar al-Assad
menanggapi dengan bersumpah untuk menghancurkan pasukan baru tersebut dan
mengusir pasukan Amerika dari Suriah. Sekutu Suriah yang kuat, Rusia, menyebut
rencana tersebut sebagai rencana untuk merobohkan Suriah dan menempatkan
sebagian darinya di bawah kendali Amerika. Sementara Turki menggambarkan
kekuatan tersebut sebagai “tentara teror” yang harus dibancurkan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran
Bahram Qasemi mengatakan Selasa 16 Januari 2018, kekuatan baru itu akan
meningkatkan ketegangan di Suriah. Iran mendukung Assad dalam perang sipil
hampir tujuh tahun melawan pasukan pemberontak dan ISIS, mengirim senjata dan
tentara.
“Pengumuman Amerika tentang kekuatan
perbatasan baru di Suriah merupakan campur tangan yang jelas dalam urusan
internal negara ini,” kata Qasemi seperti dikutip oleh kantor berita
IRNA.Qasemi mendesak semua pasukan Amerika untuk segera meninggalkan Suriah.
Amerika Serikat adalah pimpinan koalisi
internasional yang menggunakan serangan udara dan pasukan khusus untuk membantu
pejuang di lapangan dalam memerangi ISIS di Suriah sejak tahun 2014. Pentagon
menempatkan sekitar 2.000 tentaranya di Suriah tanpa koordinasi sama sekali
dengan Damaskus.
Erdogan Klaim Didukung Rusia, Gagal
Yakinkan AS(AFP)
Rusia geser militernya dari Afrin Suriah
Rusia Kecam Rencana AS Bentuk Pasukan di
Suriah (Senin, 15 Januari 2018)
Turki & Rusia Kompak Kecam Rencana AS
Bentuk 'Pasukan Perbatasan Baru'
https://merahputih.com/post/read/iran-kecam-rencana-amerika-serikat-tambah-30-ribu-pasukan-di-suriah
7
Alasan Mengapa Rusia Membantu Turki di Suriah
Operasi Cabang Zaitun (Operation Olive
Branch) yang diluncurkan Turki di kota Afrin, Suriah telah memberi kemajuan
pada proses perbaikan hubungan antara Turki dan Rusia. Bahkan Rusia
telah membuka ruang udaranya untuk memudahkan Turki melakukan operasi Afrin
tersebut. Apa maksud dan tujuan Rusia membantu Turki di Suriah, berikut
analisis dari Sedat Ergin.
Oleh: Sedat Ergin (Hurriyet Daily News)
Operasi Cabang Zaitun (Operation Olive
Branch) yang diluncurkan oleh Turki pada tanggal 20
Januari di kota Afrin, Suriah, yang dikuasai oleh Unit Perlindungan Rakyat
Kurdi (YPG), telah memberi dorongan pada proses perbaikan hubungan antara Turki
dan Rusia.
Jadi mengapa Rusia membuka ruang udaranya
untuk Turki di Suriah untuk melakukan operasi Afrin? Apa yang ingin dicapai
Rusia dengan membantu Turki dalam hal ini?
Saya telah menemukan beberapa pengamatan
berikut, ketika mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
1. BANTUAN RUSIA DALAM OPERASI TERSEBUT
SEJALAN DENGAN KEPENTINGAN RUSIA
Langkah Rusia sejalan dengan arah
hubungan Turki-Rusia yang baru saja diambil. Rusia memiliki kepentingan
ekonomi, politik, dan regional yang cukup besar di Turki. Dengan berpihak pada
Turki di Suriah, Rusia sebenarnya telah melakukan apa yang diperlukan untuk
melindungi kepentingannya. Di satu sisi, terdapat kepentingan Rusia di Turki,
dan di sisi lain terdapat hubungan antara Rusia dengan Kurdi Suriah. Jelas yang
pertama lebih penting dari yang kedua. Moskow juga mungkin mempertimbangkan
bahwa diambilnya langkah yang meluas ke Ankara membantunya mendapatkan
keuntungan, dan memberikan pengaruh besar dalam negosiasinya dengan Turki.
Memang, tidak ada keraguan bahwa langkah semacam itu akan mendorong persepsi
Rusia di mata masyarakat Turki.
2. RUSIA INGIN MENUNJUKKAN BAHWA MEREKA
ADALAH PEMAIN BESAR
Rusia telah menjadi pihak yang aktif
dalam perang di Suriah sejak tahun 2015, mendukung Bashar al-Assad dengan
kekuatan militernya dalam melawan kelompok oposisi. Langkah-langkah yang
diambil Rusia terhadap Turki di Suriah akan membantu memperkuat strategi
utamanya untuk memperkuat rezim Suriah. Sekali lagi, Rusia telah menegaskan
dirinya sebagai pemain besar di Suriah.
Rusia telah menunjukkan bahwa semua hal
berujung pada Moskow, dan telah mempersiapkan landasan bagi strategi politiknya
untuk mewujudkan kehadiran permanen Rusia di Timur Tengah.
Hal ini, pada akhirnya, akan membantu Presiden Rusia Vladimir Putin mencapai
tujuannya untuk membuat Rusia kembali menjadi pemain global yang kuat.
3. RUSIA INGIN AGAR TURKI BERADA DI
PIHAKNYA
Rusia juga mempertimbangkan kemungkinan
manfaat menjaga hubungan dekat dengan Turki di Suriah, karena Turki adalah
pemain kunci di kawasan ini. Ketika nasib Suriah sedang diputuskan, Rusia telah
mengambil inisiatif—seperti konferensi perdamaian baru-baru ini di Sochi—untuk
menghasilkan solusi yang dipilihnya sendiri, sambil tetap menjaga dialog dan
kerja sama dengan Turki. Semua ini akan memberi Moskow keuntungan saat
perundingan.
4. TURKI MENJAUH DARI AMERIKA SERIKAT
Kita tidak dapat berasumsi bahwa langkah
Rusia bukanlah bagian dari kebijakannya dalam melawan Amerika
Serikat (AS). Perselisihan yang meningkat antara Ankara dan
Washington, yang telah menyebabkan keretakan serius di NATO, sama sekali tidak
mengganggu Rusia. Dengan memfasilitasi peluncuran serangan Afrin—yang Rusia
tahu akan membuat AS merasa tidak nyaman—Rusia telah menyebabkan Turki dan AS
semakin menjauh satu sama lain. Dari sudut pandang Moskow, Turki yang menjauh dari
Barat akan membawanya semakin mendekat dengan Rusia.
5. RUSIA MENAHAN RENCANA KURDI AMERIKA
Pada saat yang sama, Moskow berusaha
untuk menahan rencana AS untuk mewujudkan kehadiran Amerika yang permanen di
Suriah utara, dan untuk menciptakan wilayah di bawah pengaruhnya, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kemunculan sebuah negara. Dengan demikian, Rusia
menunjukkan kepada Kurdi bahwa bekerja sama dengan AS di Suriah, dapat
berisiko.
Jika Kurdi tidak mendapatkan cukup
dukungan dari AS dalam menghadapi operasi militer Turki di Suriah, masalah bisa
timbul antara Washington dan Kurdi Suriah. Ini juga akan membantu Rusia
mencapai tujuan geopolitiknya.
6. RUSIA MENCOBA UNTUK MENENGAHI ANTARA
ANKARA DAN DAMASKUS
Akibat operasi Turki melawan Partai
Persatuan Demokratik Kurdi (PYD) Suriah, Turki telah melakukan kontak tidak
langsung dengan rezim al-Assad di Damaskus. Kenyataan bahwa kedua belah pihak
memiliki pasukan di sana, mengharuskan agar saluran komunikasi tetap terbuka,
setidaknya untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Kita bisa membayangkan bahwa
dari keharusan ini, Rusia ingin membantu Turki dan Suriah dalam memperbaiki
hubungan. Rusia mungkin bisa mencoba memperkuat rezim Suriah dengan membantu
Turki, dan Suriah menormalisasi hubungan mereka melalui dialog.
7. RUSIA MEMPERMUDAH PENGARUH REZIM
AL-ASSAD DI IDLIB
Keterlibatan Tentara Pembebasan Suriah
(FSA) dengan PYD di Afrin memiliki konsekuensi tidak langsung lainnya. Rezim di
Damaskus akan merasa lebih mudah untuk bertindak dalam rencananya di Idlib,
yang saat ini dikuasai oleh kelompok oposisi. Di saat perhatian masyarakat
internasional tertuju pada operasi militer Turki di Afrin, al-Assad akan
mendapatkan tekanan internasional yang berkurang, sementara ia mendapatkan
keuntungan di Idlib.
Rusia
Alami Kerugian Besar Akibat Intervensi Militer di Suriah
Sabtu, 27 Januari 2018 15:43 WIB
Belum lama terjun di Suriah, Rusia sudah
dihantui dejavu Jihad Afghan. Menurut pengakuan jujur Angkatan Udara
Rusia, Beruang Merah telah kehilangan 30 jet tempur dan helikopter selama
kampanye militer di Syam sejak September 2015.
Pesawat-pesawat mahal itu rata-rata
rontok dihantam peluru mujahidin maupun kelalai-lalaian teknis Rusia sendiri.
Tak jarang armada Putin teronggok menjadi besi tua karena kesalahan konyol,
seperti yang terjadi di Bandara Tifour. Sebagian lain remuk karena serangan
mujahidin ke Bandara Hmeimim tahun baru lalu.
Rusia telah melakukan intervensi militer
dengan dalih memerangi terorisme, terutama ISIS. Laporan media dan kelompok hak
asasi manusia mengonfirmasi bahwa sebagian besar korban dari serangan udara pengecut
Rusia adalah warga sipil. Sebagian besar wilayah yang menjadi target serangan
adalah pemukiman, lansir Zaman Alwasl pada Kamis (25/1).
Menurut sebuah laporan oleh Jaringan Hak
Asasi Manusia Suriah (SNHR), pesawat Rusia membunuh lebih dari 5.233 warga
sipil termasuk 1.417 anak dan 886 perempuan, dalam sebuah statistik yang
mencakup dua tahun intervensi yang membawa kembali kekuatan rezim Asad setelah
membantunya merebut banyak wilayah.
SNHR dalam laporannya mengatakan, ”Karena
intervensinya, pasukan Rusia telah melakukan ratusan serangan yang tidak
beralasan, yang mengakibatkan kerugian manusia dan material yang parah,
sebagian besar terkonsentrasi di wilayah yang dikendalikan oleh faksi-faksi
oposisi, sekitar 85 %.”
Mereka menambahkan, ”Jumlah serangan
terendah berada di wilayah yang dikendalikan ISIS, sekitar 15%. Puluhan insiden
pemboman didokumentasikan yang menargetkan lokasi-lokasi warga sipil, melakukan
pembantaian terhadap penduduk di daerah itu.”
Menurut statistik yang dikumpulkan Zaman
Alwasl, Angkatan Udara Rusia di Suriah sejak dimulainya intervensi militer
sampai 31 Desember 2017, melakukan lebih dari 120 ribu penembakan terutama dari
pangkalan Hmeimim di Jableh, selain Bandara Shuyarat, Tifour dan Tadmour.
Serangan tersebut juga dilakukan dari beberapa bandara Rusia di mana bombardir
diluncurkan. Selain itu, serangan tersebut dilakukan dari Bandara Hamdan di
Iran di mana Teheran juga melayani bomber Rusia selain kapal induk Rusia
Kuznetsov.
Lebih dari 90 persen pilot Angkatan Udara
Rusia berpartisipasi dalam serangan udara Rusia di Suriah.
Pesawat yang terlibat
Berbagai jenis pesawat Rusia telah
terlibat dalam pemboman udara di Suriah dari beberapa basis militer di Rusia,
basis Hamdan di Iran dan Bandara Hmeimim di Suriah. Black Jack atau White Swan
TU-160 yang mampu membawa 40 ton amunisi udara dan peluncur TU-95 BEER yang
bisa membawa 15 ton amunisi udara dan TU-22 dari semua jenis yang dapat membawa
20 ton amunisi udara.
Sukhoi Sy-30, jet tempur yang bisa
menjadi pesawat tempur dan peluncur bisa membawa hingga 8 ton amunisi udara.
Pesawat tempur jarak menengah, Sukhoi
Sy-34, sebagian besar dicoba di Suriah dan dapat membawa senjata nuklir atau
lebih dari 8 ton berbagai amunisi udara.
Jet tempur juga termasuk Sukhoi Sy-35,
salah satu jet tempur Rusia terbaru yang mampu berfungsi sebagai ket tempur
atau pembom dan bisa membawa 8 ton berbagai amunisi udara.
Sukhoi Sy-24 yang dapat membawa 8 ton
amunisi udara, serta Sukhoi Sy-25 yang dapat membawa 5 ton amunisi udara.
Jet tempur Sukhoi Sy-33 adalah bagian
dari kapal induk Rusia Kuznetsov, pesawat angkatan laut Rusia paling modern di
kapal induk yang mampu membawa 6 ton rudal udara-ke-udara.
Selain itu, jet tempur MIG-29K juga ambil
bagian dari kapal induk Rusia Kuznetsov sebagai jet tempur dan pesawat kargo
Ilyushin 76, pesawat kargo Antonov 124, pesawat kargo raksasa Antonov 225
Maria.
Serangan udara Rusia juga melibatkan
sejumlah besar helikopter Rusia, yaitu Mi-24, Mi-28, yang terbaru di Rusia dan
Mi-8 serta Kamov K-52 yang diterbangkan dari Bandara Hmeimim, Astamou,
Al-Shuyarat, Tifour dan Tadmour dan Kamov-kamof-28 dari kapal induk Kuznetsov
dan kapal perang.
Mengenai kerugian yang dialami Rusia,
Rusia telah kehilangan TU-154 dan kerusakan Antonov an-30 pada malam tahun
baru. Ini berarti Rusia kehilangan 31 pesawat dan sebuah helikopter di mana 14
pilot terbaik Rusia tewas.
Kerugian ini dianggap sebagai bencana
nyata bagi sebuah kekuatan besar yang merupakan produsen utama untuk
penerbangan.
Presiden Erdogan Tegaskan Turki Negara
Sekuler, Bukan Negara Islam
2018-01-30
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dalam
salah satu pernyataannya menegaskan bahwa Turki adalah negara sekuler dan bukan
negara salah satu agama tertentu. Presiden Erdogan memastikan dengan
menggunakan sistem sekuler, Turki memiliki jarak yang sama dengan
orang-orang dari semua kepercayaan.
“Ada upaya serius yang dilakukan untuk
mempersiapkan sebuah konstitusi baru menggantikan sistem sekuler kita. Namun
saya tegaskan Turki akan tetap menjadi negara sekuler,” ungkap Erdogan menolak
seruan dari Ketua Parlemen Turki untuk membuat konstitusi baru yang akan
menyingkirkan konsep sekularisme.
“Turki mendefinisikan sekularisme sebagai
negara yang berada pada jarak yang sama dengan semua agama. Sekularisme
bukanlah ateisme, Saya Recep Tayyip Erdoğan, seorang Muslim, tapi saya bukan
sekuler,” ungkap Erdogan, seperti dilansir dari media Turki, Daily Sabah,
Selasa, (30/1/18).
“Dalam sebuah negara sekuler, orang
memiliki kebebasan yang sama untuk percaya atau tidak. Saya berharap Mesir akan
mengadopsi sebuah konstitusi sekuler karena sekularisme tidak anti agama.
Jangan takut akan hal itu,” papar Erdogan.
Ketika ditanya tentang seruan untuk
membuat konstitusi baru Turki yang menekankan penerapan Syariat Islam, Presiden
Erdoğan mengatakan: “Jika hak dan kebebasan dari semua agama dilindungi,
mengapa harus ada kebutuhan untuk menerapkan syariat Islam?”
“Inilah yang telah kami serukan sejak
awal, Ketika Partai AK pertama kali berkuasa, seseorang di sebuah acara TV
bertanya kepada saya apakah saya akan mengembalikan jilbabnya. Saya mengatakan
itu bukan agenda kami, kami tidak pernah menganjurkan jilbab untuk semua
orang,” ungkap Erdogan. (DH/MTD)
Mumtaz ! Sebut Rusia Sebagai Musuh,
Oposisi Suriah Tolak Hadir Di KTT Sochi (Rusia). Si Endorgan Menggunting Dalam
Lipatan, Bersama Komunis Rusia Dan Majusi Iran Ikut Membantai Mujahidin Ahlus
Sunnah Syam !
Jangan Terpedaya "Gema Islam"
Erdogan. Fakta, Dia (Bangsa Turki) Bersama Bangsa Majusi Iran (Syi’ah) Dan
Bangsa Rusia (Komunis, Ortodoks) Berkonspirasi Membunuhi Ahlus Sunnah Syams
(Arab). Apa Haknya Mereka (Bertiga) Mendefinisikan “Para Mujahidin Ahlus Sunnah
Bangsa Arab Syam” Yang Harus Dibinasakan (License To Kill) ? Silahkan Bantah
Fakta-Fakta Dibawah.
Kebohongan Erdogan Soal Jerusalem (Al
Quds). Bersama Komunis Rusia Dan Majusi Syiah Iran Mengkavling Syam, Mengisolir
Mujahidin Ahlus Sunnah Dan Mengamankan Jagal Terkeji Bashar Asaad. Bisa
Dipercaya ?
Kejahatan Keji Mengerikan Ali Khamenei
Dan Hassan Rouhani Terhadap Ahlus Sunnah Di Suriah, Irak, Yaman Dan Iran, Serta
Destruktif Disetiap Musim Haji. Mereka Gerombolan Qum Kelompok Takfiri Tulen.
Bersama Erdogan (Turki) Dan Putin (Komunis Rusia), Mengisolasi Dan Membantai
Mujahidin Sunni Terkuat Syam.
Bandingkan dengan analisa serampangan
dibawah ini :
Erdogan, Jenderal Garang Tanpa Bintang
Oleh: Tengku Zulkifli Usman
(Analis Politik Dunia Islam & Internasional, Jakarta)
Kali ini Erdogan benar-benar tidak kasih ampun kepada pemberontak komunis
PKK/YPG.
Di lapangan disikat habis dengan dikirimnya banyak pasukan elit Turki ke Afrin.
Di meja runding, Erdogan paksa Presiden Rusia Vladimir Putin untuk lunak dan
ikut apa kata Turki. (???????)
Kali ini YPG benar-benar terdesak, terbukti hanya hitungan hari, spot demi spot
daerah kekuasan YPG direbut dan jatuh ke tangan tentara Turki dan pejuang
Suriah FSA (Free Syria Army), yang terbaru jatuhnya Bursaya ke tangan
Turki-FSA.
Erdogan juga memberi sinyal akan
melanjutkan operasi ini sampai barisan YPG benar benar amburadul dan kocar
kacir.
Amerika dan Mesir yang mengutuk langkah Erdogan ini menampakkan wajah mereka
yang selama ini berkhianat ke Turki lewat tangan-tangan PKK dan YPG.
Erdogan bilang ke Donald Trump: "Jangan atur kami harus berapa lama dalam
perang ini, tanya saja diri kalian, sudah berapa lama kalian di Irak dan
Afghanistan. Turki tau kapan harus pergi dan kapan harus pulang."
Dalam operasi ini, Erdogan tidak hanya menargetkan YPG dan PKK saja, tapi
Erdogan juga menargetkan operasi ini sebagai tekanan kepada Amerika agar
menyerahkan Fathullah Gulen.
Gulen adalah otak kudeta gagal turki juli 2016 lalu yang sekarang masih
dilindungi Yahudi - Amerika di Pensylvania AS, Erdogan masih memburu ulama
kawan zionis tersebut.
Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, Presiden Turki yang hanya lulusan S1
itu hari ini menjadi momok yang menakutkan bagi Trump-Assad dan As sisi.
Langkah-langkah Erdogan terhadap YPG, PKK, Gulen dkk nya benar-benar tidak
dihitung oleh lawan-lawannya dengan cermat, Erdogan kasih komando, yang lain
hanya bisa menonton sambil nahan kesel.
Disisi lain, Erdogan berhasil menjinakkan Rusia dan Putin agar meninggalkan
YPG, YPG sendiri mengaku dikhianati Putin dalam perang ini. (???????)
Di lain waktu juga, Erdogan memaksa Iran agar tidak head to head dengan Turki
dalam isu YPG dan PPK, Presiden Iran Rouhani manut sama Erdogan. (???????)
Saya melihat operasi ini adalah jalan baru menuju Suriah yang merdeka tanpa
Assad dimasa yang akan datang. (???????)
Operasi ini juga momentum naiknya wibawa Turki didepan AS-Israel-UE, Erdogan
seolah ingin mengatakan bahwa turki bukanlah Irak.
Operasi ini lebih jauh akan membuat Turki semakin ditakuti oleh trio rezim arab
(Mesir dibawah As Sisi, Ben Salman Saudi, dan Ben Zayed UAE). (???????)
Operasi ini juga akan membuat posisi Erdogan semakin powerfull di dalam negeri
Turki, terutama menjelang pemilu Turki 2019 besok untuk melaksanakan hasil
referendum konstitusi Turki 2017 lalu.
Bravo Erdogan, lanjutkan kekuasaan hingga
2029 nanti, rakyat Turki dan muslim dunia bersamamu!
[Video - Pasukan Turki dan Pejuang FSA
kuasai Bursaya]
[Video - Erdogan's new front in Syria]