Sunday, August 31, 2014

Bantahan ilmiyyah terhadap Website/blogger “gelap” syi’ah ( tidak berani menampakan identitasnya)

Bantahan ilmiyyah terhadap Website/blogger “gelap” syi’ah ( tidak berani menampakan identitasnya) Silahkan di klik :


akan terus dilacak “banyolan blogger2 gelap syi’ah yang lain, dan akan terkuak identitasnya…….Insya Allah

[bersambung …in sya Allah]


Hakikat hasan bin farhan al maliki

By Forum Study Sekte-sekte Islam (FS3I) on Februari 12, 2013 
Hasan bin Farhan al Maliki
Saat ini banyak muncul kalangan yang sesat dan menyimpang; kaum liberal, pluralis, sekuler, Khawarij, Murji’ah, Syi’ah dan lain sebagainya.  Kalangan sesat tersebut tidak lepas dari para pengusungnya dan ada para pengasongnya. Di antara asongan yang menjajkan aliran sesat dan menyimpang adalah sosok yang mempuyai nama Hasan bin Farhan al Maliki.
Banyak kalangan yang tertipu oleh cara dan gaya berpikir Hasan bin Farhan yang terlihat intelek dan logis cara berpikirnya. Bahkan ada aktifis yang ‘nyunnah’ kemudian bisa berubah dan tertarik dengan gagasan-gagasan. Dengan demikian siapa sebenarnya Hasan bin Farhan yang oleh sebagian dipuja dan dielu-elukan? Sebenarnya para ulama kontemporer sudah membahas dan menjelaskan tentang siapa sebenarnya Hasan bin Farhan. Diantara deretan ulama tersebut adalah Syaikh Hamud bin ‘Uqla as Syu’aibi, Ali bin Khudhair al Khudhair, Dr. Abdullah Faqih dalam Markaz fatwanya dll

Foto : Hasan bin Farhan dan ulama syiah
Berikut ini adalah beberapa point tentang gambaran sosok Hasan bin Farhan:
Banyak melecehkan sahabat nabi;
Membatasi sahabat hanya dari kalangan muhajirin dan Asnhar saja; yaitu para sahabat yang hijrah sebelum Hudaibiyah dan Baeat Ridhwan.
Secara umum para sahabat tidak adil dan dia menyatakan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama.
 Abu Hurairah banyak lupanya dan banyak mengambil riwayat Isroiliat
Abu Sufyan keislamannya diragukan oleh para ulama
Mu’awiyah menggunakan kekerasan dalam meraih kepemimpinan dan banyak melakukan kerusakan
Melecehkan Abdullah bin Umar, Abdullah bin ‘Amr, Abdullah bin Zubair dan lain sebagainya.
Khalid bin Walid, Amr bin ‘Ash, Mughairah bin Syu’bah bukan sahabat dan mereka adalah kalangan yang cinta kedudukan.
Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi khalifah sesudah nabi karena Ali bin Abi Thalib berasala dari bani Hasyim dan Bani Hasyim merupakan suku yang paling mulia. Selain itu, menurutnya bahwa pemilihan Abu Bakar ada unsur pemaksaan dan kalangan Anshar sebenarnya ingin memilih Ali.
Menolak hadits tentang penetapan sifat Allah dan menuduh kalangan yang menetapkan sifat-sifat tersebut dengan mujassimah dan musyabbihah.
Dalam hal ini ia menyerupai pendapat kalangan Mu’tazilah dan Jahmiyah.
Menyatakan bahwa prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah dibuat karena benturan politik dan tidak berdasar pada Al Qur’an, Hadits dan sahabat. Kemudian dia mencontohkan permasalah ‘Al Qur’an Bukan Mkhluq’.
Melecehkan beberapa ulama di antaranya Abdullah bin Ahmad, Ibn Taimiyah, Ibn al Qayyim, Dzahabi, al Barbahari, Ibn Baththah dan lain-lain.
Banyak mencela ulama dari kalangan Hanabilah (yang bermadzhab dengan madzhab Imam Ahmad).
Di antara tuduhannya kepada mereka adalah;
banyak memasukan hal-hal baru dalam masalah akidah
mudah memvonis kafir
keberadaan mereka merupakan teror bagi lawannya
memalsukan hadits dan suka merubah sanad-sanad hadits
membunuh sebagian fuqaha madzhab Imam Syafi’i
menggenalisir kesalahan personal atas madzhab secara keseluruhan
melemahkan (riwayat) kalangan yang bersebrangan dengan mereka
kultus terhadap para guru
para pendahulu madzhab Hanabilah pada abad III dan IV melakukan penyimpangan terhadap Ali bin Abi Thalib
menyatakan bahwa buku-buku Akidah Ahlus Sunnah kebenarannya hanya sedikit dan buku-buku tersebut rusak dan merusak. Kemunduran umat ini dikarenakan adanya buku-buku tersebut.
Banyak melakukan advokasi terhadap kalangan yang menyimpang seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Qaramithah, para Filsuf yang menyimpang dan lain-lain.
Dia kemudian menyatakan bahwa yang dimaksud mayoritas adalah mereka (kalangan sesat tersebut). Para tokoh aliran yang menyimpang seperti Jahm bin Shafwan, Amr bin Ubaid, Ja’d bin Dirham, Washil bin ‘Atha, Ghailan ad Dimasyqi dan lain-lain adalah sama dengan yang dengan nama Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibn Taimiyah dan lain-lain.
Berani berbohong atas nama ulama.
Menyandarkan suatu pernyataan kepada ulama akan tetapi ulama tersebut tidak pernh menyatakannya.
Tlisan-tulisannya keras dan arogan terhadap Ahlu Sunnah dan lunak serta loyal kepada kalangan Syi’ah.
Sehingg salah satu karyanya ‘Qira’ah Fi Kutub al ‘Aqaid al Madzhab al Hanbai Namudzajan, diterbitkan oleh salah satu enerbit Syi’ah di Indonesia dan diterjemahkan dengan judul ‘Pilih Islam atau Madzhab’.
Meragukan buku-buku tarikh yang ditulis kalangan Ahlu Sunnah.
Dalam persepsinya, buku-buku sejarah tersebut lahir di bawah kendali penguasa pada masa itu. Dia banyak bersandar kepada.
Menuduh motif umat ini berperang hanya mencari keuntungan dunia. Peperangan pada masa Bani Umayah hanyalah dalam rangka dunia, kekuasaan dan penjajahan. Sehingga pada masa bani Umayah lebih tepat disebut dengan penjajahan Bani Umayah.
Tidak konsisten dengan pendapatnya.
Ketika membela Syi’ah kemudian pendapatnya bisa digugurkan kemudian berbalik kadang membela sahabat. Konsep berpikirnya rapuh.
Dan masih banyak penyimpangan-penyimpangan lainnya sehinaga wajar jika Dr. Abdullah Faqih menyatakan bahwa Hasan bin Farhan adalah sosok yang sesat dan jahil.

Dan wajar juga jika Syaikh Hamud al Uqla mengusulkan beberapa saran di antaranya: Dilarang menulis, Dilarang menerbitkan buku-bukunya dan dilarang penyebarannya, Menjauhkannya dari segala hal yang ada kaitannya dengan mengajar, Diajukan ke pengadilan atas dakwaanya terhadap keadilan para sahabat

Saturday, August 30, 2014

Sejarah Singkat Imam Bukhari


Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari
Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
Keluarga dan Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’ dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti “al-Mubarak” dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Kejeniusan Imam Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja “diputar-balikkan” untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.
Selain terkenal sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.
Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab “At-Tarikh” (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, “Saya menulis buku “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama”.
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta’bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami’ As-Sahih.”
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: “Aku susun kitab Al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun.”
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : “Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : “Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya.”
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.”
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami’ as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab “Al-Jami ‘as-Shahih”.
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. “Saya susun kitab Al-Jami’ as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih”. Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. “Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih”, katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami’ as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Terjadinya Fitnah
Muhammad bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: “Pergilah kalian kepada orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya.” Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah dari orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang berpendapat bahwa “Al-Qur’an adalah makhluk”.
Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli : “Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia.” Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: “Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur’an, makhluk ataukah bukan?” Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: “Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid’ah.” Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah.” Di lain kesempatan, ia berkata: “Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.”
Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.

diambil dari : http://opi.110mb.com/haditsweb/sejarah/sejarah_singkat_imam_bukhari.htm

Friday, August 29, 2014

Hanya Sebagian Shahabat yang Dijanjikan Surga ? [QS. Al-Fath : 29]


Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 00.14 
Label: Al-Qur'an dan TafsirSyi'ah

Pertanyaan : “Orang Syi’ah mengatakan bahwa yang dijanjikan ampunan dan pahalan yang besar (surga) dalam QS. Al-Fath ayat 29 hanyalah sebagian shahabat saja, karena Allah memakai kata ‘minhum’ yang bermakna ‘sebagian’. Benarkah perkataan ini ?”.
Jawab : Terima kasih atas pertanyaannya. Allah taalaberfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih ‘dari mereka’ ampunan dan pahala yang besar” [QS. Al-Fath : 29].
Kata ‘min’ dalam kalimat ‘wa’adallahul-ladziina aamanuu wa ‘amilush-shaalihaati minhummaghfiratan wa ajran ‘adhiiman’ maknanya bukanlah ‘tab’iidl’ (yang menunjukkan sebagian). Para ulama telah menjelaskan bahwa kata ‘min’ di situ maknanya ada dua, yaitu :
1.     Min jinsihim wa amtsalihim (min yang menunjukkan dari jenisnya dan yang semisalnya), sebagaimana firman Allah ta’ala :
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأنْعَامُ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَالأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” [QS. Al-Hajj : 30].
Min dalam ayat di atas bukanlah tab’iidliyyah sehingga bermakna ‘hanya sebagian berhala saja yang dijauhi’. Akan tetapi maknanya adalah ‘min jinsihim wa amtsalihim’ sehingga yang diperintahkan untuk dijauhi adalah kenajisan dari semua macam jenis berhala.
2.     Min muakkidah (min yang menunjukkan makna penekanan), sebagaimana firman Allahta’ala :
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian” [QS. Al-Israa’ : 82].
Min dalam ayat itu maknanya bukan ‘sebagian’, sehingga hanya ‘sebagian’ Al-Qur’an saja yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman. Akan tetapi min di situ menunjukkan penekanan bahwa Al-Qur’an keseluruhannya menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.
Inilah yang dijelaskan para ulama[1] saat membahas QS. Al-Fath ayat 29.
Selain itu, dapat kita lihat bahwa konteks QS. Al-Fath ayat 29 secara keseluruhan membicarakan tentang pujian dengan sifat:
a.     keras terhadap orang-orang kafir;
b.     berkasih sayang sesama mereka;
c.      rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya;
d.     tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Sifat-sifat ini adalah sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang bersama Muhammadshallallaahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan di awal ayat:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ....
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka……”.
Sangat aneh jika kemudian minhum yang ada di akhir ayat dimaknai tab’iidliyyah.
Kesimpulan : Perkataan orang Syi’ah itu salah.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 09031435/11012014 – 00:15 – baca juga artikel : Mencela Shahabat].


[1]      Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
"من" هذه لبيان الجنس
’Min’ dalam ayat ini adalah untuk menjelaskan jenisnya (li-bayaanil-jins)” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 7/363].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وليست {من} في قوله: {منهم} مبعضة لقوم من الصحابة دون قوم، ولكنها عامة مجنسة، مثل قوله تعالى: {فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ} [الحج: 30]
Min’ dalam firman-Nya ‘minhum’ bukanlah untuk menunjukkan sebagian orang dari kalangan shahabat dan tidak sebagian yang lain. Akan tetapi min di situ adalah menunjukkan umum untuk jenisnya, seperti firman-Nya ta’ala : ‘maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu’ (QS. Al-Hajj : 30)” [Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 16/295-296].

Definisi Sahabat
29 June 2012
Jika Anda baru berkunjung, jangan lupa untuk Berlangganan Gratis(via email/RSS). Terima kasih atas kunjungannya!
 “Mereka mengajarkan kepada kita sunnah Rasulullullah, mereka adalah orang – orang yang secara langsung menyaksikan turunnya wahyu kepada Rasulullah “/ Imam Syafi’ie Rahimahullah.
Abu bakar Shiddiq radiyallahu ‘anhu,’Umar bin khatabb Radiyallahu ‘anhu ,’Ustman bin ‘Affan radiyallahu ‘anhu ,’Ali Radiyallahu ‘anhu, Mu’awiyah radiyallahu ‘anhu, Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhuma.
Melihat nama nama di atas, tentu terlintas sesuatu di benak yang mengatakan adanya hubungan antar satu nama dengan lainnya, ..aha.. anda benar “sahabat Nabi !” , deretan nama diatas hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan sahabat Nabi .
“Sahabat Nabi “, ketika terdengung di telinga tak ayal pikiran mengawang menuju masa 14 abad yang lalu dimana gurun pasir terbentang luas di tanah Arab lengkap dengan pedang – pedang yang digenggam para sahabat Nabi  ketika berperang.
Atau terlintas di pikiran kita yaitu orang – orang yang selalu di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan manusia – manusia ahli ibadah. namun sejatinya apakah definisi sahabat ini? Apakah hewan – hewan yang bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di zaman beliau merupakan sahabat? Bagaimana pula dengan Najasyi yang beriman di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , namun tidak pernah bertemu dengan beliau, di sebut sahabatkah? Untuk mengetahui itu semua ada baiknya kita menyelami tulisan tulisan para ulama tentang definisi sahabat, kedudukan mereka dan sebagainya.
DEFINISI SAHABAT
Ibnu Hajar Al-asqolanie -seorang ulama hadist abad ke 9- berkata tentang definisi Sahabat :
“من لقي النبي صلى الله عليه و اله و سلم مؤمنا به و مات على الإسلام”
(Man laqiya an-Nabi yya shollallahu a’laihi wa alihi wa sallam mu’minan bihi wa maata ‘ala al-islam)
“Siapa saja yang berjumpa dengan Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan Islam” (lihat : Al- Isobah fie tamyiezi as-sohabah,ibnu hajar 1/10 . Dinukil dari : Ruwat al-Hadist ,DR.’Awwad Ar-ruwaisyie, hal : 26)
Melihat Definisi di atas maka tergambar jelas siapa saja yang masuk dalam kategori sahabat dan yang bukan.
Yang termasuk dalam definisi Sahabat di atas adalah :
[a] Pria Dan Wanita
Definisi di atas menggunakan kata “man” yang ditunjukkan untuk sesuatu yang berakal, berarti “siapa saja baik laki –laki maupun perempuan yang berakal” termasuk dalam kata ini.
[b] Orang yg bertemu dgn Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam baik lama atau sebentar, baik meriwayatkan hadits dari beliau atau tidak, baik ikut berperang bersama beliau atau tidak. Demikian juga orang yang pernah melihat beliau sekalipun tidak duduk dalam majelis beliau, atau orang yang pernah berjumpa dengan beliau walaupun tidak melihat karena buta
[c] Masuk dalam definisi ini pula orang yg beriman lalu murtad kemudian kembali lagi kedalam Islam dan wafat dalam keadaan Islam seperti Asy’ats bin Qais.
Yang Tidak Termasuk Definisi di Atas :
[a] Orang gila, hewan,batu,tumbuh – tumbuhan dan sebagainya yang tidak berakal.
[b] Orang yang bertemu Rasul ‘alaihissholatu wassalam dalam keadaan kafir meskipun dia masuk Islam sesudah itu (yakni sesudah beliau wafat ).
[c] Orang – orang yang beriman di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wafat dalam keadaan islam namun tidak pernah sama sekali berjumpa dengan beliau , seperti raja An-Najasyie.
[d] Orang yang beriman kepada Rasul shallallahu ‘alaihiwasallam kemudian murtad dan wafat dalam keadaan murtad. Wal’iyaadzu billah
BAGAIMANA BISA DIKETAHUI SESEORANG ITU DIKATAKAN SHAHABAT ?
Sahabat Dapat diketahui dengan beberapa cara :
[1] Kabar Mutawatir.
hafidz ‘iraqie berkata: “seperti abu bakar,’umar, dan sepuluh orang ahli surga” rhadiyallahu ‘anhum (kepastian mereka termasuk sahabat Nabi  shallallahu ‘alihi wasallam melalui kabar mutawatir)
[2] Kabar yang masyhur yg hampir mencapai derajat mutawatir seperti Dhamam bin Tsa’labah dan ‘Ukkaasyah bin Mihsan rhadiyallahu ‘anhuma
[3] Kesaksian oleh seorang shahabat lain atau oleh Tabi’in Tsiqat (terpercaya) bahwa si fulan itu seorang shahabat, seperti Hamamah bin Abi Hamamah Ad-Dausiy wafat di Ashfahan. Abu Musa Al-Asy’ari menyaksikan bahwa ia (Hamamah) mendengar hadits dari Nabi  shallallahu‘alaihiwasallam. [4].Seseorang yang mengaku ia seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi waasallam. Namun hal ini diterima dengan dua syarat :
Pertama : Orang tersebut merupakan seseorang yang terpercaya
Kedua : Memungkinkan bahwa ia bertemu dengan Rasulullah Shalla llahu ‘alaihi wa sallam , dan ulama mensyaratkan wafatnya tidak melebihi tahun 110H
Meminjam pribahasa “tak kenal maka tak sayang’, semoga dengan definisi sahabat di atas dan bagaimana cara mengetahui seseorang dapat dikatakan sahabat atau bukan bisa membuat diri ini semakin sayang dan cinta terhadap mereka.
Bukti cinta yang benar terhadap Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat adalah dengan mengikuti jalan yang mereka tempuh. Ridha ilahi ditambah surga adalah hadiah yang Allah ta’ala berikan kepada orang – orang yang mengikuti para sahabat dengan baik.
Sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٠٠)
“Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” [At-Taubah : 100]
Wallahu ta’ala a’lam.
Madinah, 6 jumadil tsanie 1433 h/ 27 april 2012
Oleh : Rizqo Kamil Ibrahim
Referensi :
- Ruwat al-Hadist,DR.’Awwad ar-ruwaitsi,mudzakkiroh li tullab kulliyat al-hadist mustawa ats-tsanie.
Last modified on Thursday, 10 May 2012 21:28Written by  Rizqo Kamil Ibrahim