Tidak dipungkiri bahwa kedudukan para Nabi
dan Rasul itu tinggi di mata Allah. Namun hal itu bukanlah sebagai jaminan bahwa
seluruh keluarga Nabi dan Rasul mendapatkan petunjuk dan keselamatan serta aman
dari ancaman siksa neraka karena keterkaitan hubungan keluarga dan
nasab. Allah telah berfirman tentang kekafiran anak Nabi Nuh ‘alaihis-salaam yang
akhirnya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan Allah bersama orang-orang
kafir :
وَقِيلَ يَأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ
وَيَسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى
الْجُودِيّ وَقِيلَ بُعْداً لّلْقَوْمِ الظّالِمِينَ * وَنَادَى نُوحٌ رّبّهُ
فَقَالَ رَبّ إِنّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنّ وَعْدَكَ الْحَقّ وَأَنتَ أَحْكَمُ
الْحَاكِمِينَ * قَالَ يَنُوحُ إِنّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنّهُ عَمَلٌ
غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِـي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنّيَ أَعِظُكَ
أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah
airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan,
perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan
dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim “. Dan Nuh berseru kepada
Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya”. Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya
(perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon
kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku
memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan." [QS. Huud : 44-46].
Allah juga berfirman tentang keingkaran Azar
ayah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam :
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ
لأبِيهِ إِلاّ عَن مّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيّاهُ فَلَمّا تَبَيّنَ لَهُ أَنّهُ
عَدُوّ للّهِ تَبَرّأَ مِنْهُ إِنّ إِبْرَاهِيمَ لأوّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa
bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [QS. At-Taubah : 114].
Dan Allah pun berfirman tentang istri Nabi
Luth sebagai orang yang dibinasakan oleh adzab Allah :
فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاّ امْرَأَتَهُ
كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ
Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan). [QS. Al-A’raf : 83].
Tidak terkecuali hal itu terjadi pada kedua
orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Mereka berdua –
sesuai dengan kehendak kauni Allah ta’ala – mati dalam keadaan
kafir. Hal itu ditegaskan oleh beberapa nash di antaranya :
1. Al-Qur’an Al-Kariim
مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن
يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ
مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
Sababun-Nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah
berkaitan dengan permohonan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam kepada
Allah ta’ala untuk memintakan ampun ibunya (namun kemudian
Allah tidak mengijinkannya) [Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir
Ibnu Katsir QS. At-Taubah : 113].
2. As-Sunnah Ash-Shahiihah
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ
أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya
ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
: “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang
berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir,
maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di
neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no.
578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no.
289, dan Abu Ya’la no. 3516].
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Di
dalam hadits tersebut [yaitu hadits : إن أبي وأباك في النار – ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di
neraka”] terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan
kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang
mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu,
hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada
masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk
penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum
penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan
juga para Nabi yang lainshalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah
Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu
Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih
Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ
يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Sesungguhnya
aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak
mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya” [HR. Muslim
no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no.
2034, Ibnu Majah no. 1572, dan Ahmad no. 9686].
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata
:
وأبواه كانا مشركين, بدليل ما أخبرنا
”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami
khabarkan....”. Kemudian beliau membawakan dalil hadits dalam Shahih
Muslim di atas (no. 203 dan 976) di atas [Lihat As-Sunanul-Kubraa juz
7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim].[1]
Al-’Allamah Syamsul-Haq
’Adhim ’Abadi berkata :
فلم يأذن لي : لأنها كافرة والاستغفار
للكافرين لا يجوز
”Sabda beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Dan
Ia (Allah) tidak mengijinkanku” adalah disebabkan Aminah adalah
seorang yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah
tidak diperbolehkan” [’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul-Janaaiz,
Baab Fii Ziyaaratil-Qubuur].[2]
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال "جاء ابنا
مليكة - وهما من الأنصار - فقالا: يَا رَسولَ الله إنَ أمَنَا كَانَت تحفظ عَلَى
البَعل وَتكرم الضَيف، وَقَد وئدت في الجَاهليَة فَأَينَ أمنَا؟ فَقَالَ: أمكمَا
في النَار. فَقَامَا وَقَد شَق ذَلكَ عَلَيهمَا، فَدَعَاهمَا رَسول الله صَلَى
الله عَلَيه وَسَلَمَ فَرَجَعَا، فَقَالَ: أَلا أَنَ أمي مَعَ أمكمَا
Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu ia
berkata : Datang dua orang anak laki-laki Mulaikah – mereka berdua dari
kalangan Anshar – lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami
semasa hidupnya memelihara onta dan memuliakan tamu. Dia dibunuh di jaman
Jahiliyyah. Dimana ibu kami sekarang berada ?”. Maka beliau shallallaahu
‘alaihi wasallam menjawab : “Di neraka”. Lalu mereka berdiri dan merasa berat
mendengar perkataan beliau. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
memanggil keduanya lalu berkata : “Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di
neraka) ?” [Lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur juz 4
halaman 298 – Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3787, Thabarani dalam Al-Kabiir 10/98-99
no. 10017, Al-Bazzar 4/175 no. 3478, dan yang lainnya; shahih].
3. Ijma’
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata :
وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله
عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله
عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallammasih berada dalam
kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah
(tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1
hal. 283].
Al-’Allamah ’Ali bin Muhammad Sulthan Al-Qaari
telah menukil adanya ijma’ tentang kafirnya kedua orang tua Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam dengan perkataannya :
وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من
الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما
هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو
صنف الموافق
”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan
khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin
telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu
’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah
adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang
telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang
menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang
yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adilltaul-Mu’taqad
Abi Haniifah hal. 7 - download dari www.alsoufia.com].
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata
:
ووالدا رسول الله مات على الكفر
”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” [Al-Adillatul-Mu’taqad
Abi Haniifah hal. 1 – download dari www.alsoufia.com].
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah berkata
dalam Tafsirnya ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119 :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه
السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم
”Semua ini berdasar atas keyakinan dari
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang
musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu
’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata ketika berhujjah
dengan hadits ” Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk
memintakan ampun ibuku” ; yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah
bukanlah seorang wanita mukminah” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284].
Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan
hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas
menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka
tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi
wa sallam. Misalnya, Al-Imam Muslim memasukkannya dalam Bab [بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه
قرابة المقربين]
“Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di
neraka dan ia tidak akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya
hubungan kekerabatan”. Al-Imam Ibnu Majah memasukkannya dalam Bab [ما جاء في زيارة قبور المشركين] ”Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke
Kubur Orang-Orang Musyrik”. Al-Imam An-Nasa’i memasukkannya dalam Bab [زيارة قبر المشرك] ”Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik. Dan
yang lainnya.
Keterangan di atas adalah hujjah yang sangat
jelas yang menunjukkan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu
’alaihi wa sallam. Namun, sebagian orang-orang yang datang belakangan
menolak ’aqidah ini dimana mereka membuat khilaf setelah adanya ijma’ (tentang
kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam).
Mereka mengklaim bahwa kedua orang tua beliau termasuk ahli surga. Yang paling
menonjol dalam membela pendapat ini adalah Al-Haafidh As-Suyuthi. Ia telah
menulis beberapa judul khusus yang membahas tentang status kedua orang tua Nabi
seperti : Masaalikul-Hunafaa fii Waalidayal-Musthafaa, At-Ta’dhiim
wal-Minnah fii Anna Abawai Rasuulillah fil-Jannah, As-Subulul-Jaliyyah
fil-Aabaail-’’Aliyyah, dan lain-lain.
Bantahan terhadap Syubuhaat
1. Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi
termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan.
Kita Jawab :
Definisi fatrah menurut
bahasa kelemahan dan penurunan [Lisaanul-’Arab oleh Ibnul-Mandhur
5/43]. Adapun secara istilah, maka fatrah bermakna tenggang
waktu antara dua orang Rasul, dimana ia tidak mendapati Rasul pertama dan tidak
pula menjumpai Rasul kedua” [Jam’ul-Jawaami’ 1/63]. Hal ini seperti
selang waktu antara Nabi Nuh dan Idris ’alaihimas-salaam serta
seperti selang waktu antara Nabi ’Isa ’alaihis-salaam dan
Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam. Definisi ini
dikuatkan oleh firman Allah ta’ala :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ
رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا
جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang
kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus
(pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada
kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi
peringatan" [QS. Al-Maaidah : 19].
Ahli fatrah terbagi menjadi dua macam :
a. Yang telah sampai kepadanya ajaran Nabi.
b. Yang tidak sampai kepadanya ajaran/dakwah
Nabi dan dia dalam keadaan lalai.
Golongan pertama di atas dibagi menjadi dua,
yaitu : Pertama, Yang sampai kepadanya dakwah dan dia bertauhid serta
tidak berbuat syirik. Maka mereka dihukumi seperti ahlul-islam/ahlul-iman.
Contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin
Naufal, dan yang lainnya. Kedua, Yang tidak sampai
kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini
tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman. Tidak ada perselisihan di
antara ulama bahwa mereka merupakan ahli neraka. Contohnya adalah ’Amr bin Luhay[3], Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan, kedua orang
tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, Abu Thalib, dan
yang lainnya.
Golongan kedua, maka mereka akan diuji oleh
Allah kelak di hari kiamat.
Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu
’alaihi wa sallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai
kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka
tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.
2. Hadits-hadits yang menceritakan tentang
dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wa sallam ke dunia, lalu mereka beriman kepada ajaran beliau.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah :
عن عائشة رضي الله عنها قالت: حج بنا رسول
الله حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم فنزل فمكث عني
طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي فسألت الله أن
يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله
Dari ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa ia
berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melakukan
haji bersama kami dalam haji wada’. Beliau melewati satu tempat yang bernama
Hajun dalam keadaan menangis dan sedih. Lalu beliau shallallaahu
’alaihi wasallam turun dan menjauh lama dariku kemudian kembali
kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Maka akupun bertanya kepada
beliau (tentang apa yang terjadi), dan beliau pun menjawab : ”Aku pergi
ke kuburan ibuku untuk berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali.
Maka Allah pun menghidupkannya dan mengembalikan ke dunia dan beriman kepadaku” [Diriwayatkan
oleh Ibnu Syahin dalam An-Nasikh wal-Mansukh no. 656,
Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222, dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283-284].
Hadits ini tidak shahih karena perawi yang
bernama Muhammad bin Yahya Az-Zuhri dan Abu Zinaad. Tentang Abu Zinaad, maka
telah berkata Yahya bin Ma’in : Ia bukanlah orang yang dijadikan hujjah
oleh Ashhaabul-Hadiits, tidak ada apapanya”. Ahmad berkata : ”Orang
yang goncang haditsnya (mudltharibul-hadiits)”. Berkata Ibnul-Madiinii :
”Menurut para shahabat kami ia adalah seorang yang dla’if”. Ia juga
berkata pula : ”Aku melihat Abdurrahman bin Mahdi menulis haditsnya”. An-Nasa’i
berkata : ”Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah”. Ibnu ’Adi berkata : ”Ia
termasuk orang yang ditulis haditsnya” [silakan lihat selengkapnya dalam Tahdzibut-Tahdzib].
Ringkasnya, maka ia termasuk perawi yang ditulis haditsnya namun riwayatnya
sangat lemah jika ia bersendirian.
Adapun Muhammad bin Yahya Az-Zuhri, maka
Ad-Daruquthni berkata : ”Matruk”. Ia juga berkata : ”Munkarul-Hadits,
ia dituduh memalsukan hadits” [lihat selengkapnya dalam Lisaanul-Miizaan 4/234].
Dengan melihat kelemahan itu, maka para ahli
hadits menyimpulkan sebagai berikut : Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/284)
berkata : ”Palsu tanpa ragu lagi”. Ad-Daruquthni dalam Lisaanul Mizan (biografi
’Ali bin Ahmad Al-Ka’by) : ”Munkar lagi bathil”. Ibnu
’Asakir dalam Lisanul-Mizan (4/111) : ”Hadits munkar”.
Adz-Dzahabi berkata (dalam biografi ’Abdul-Wahhab bin Musa) : ”Hadits ini
adalah dusta”.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: إذا كان يوم القيامة شفعت لأبي وأمي وعمي أبي طالب وأخ لي كان
في الجاهلية
Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma ia
berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Pada
hari kiamat nanti aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu
Thalib, dan saudaraku di waktu Jahiliyyah”[Diriwayatkan oleh Tamam Ar-Razi
dalam Al-Fawaaid 2/45].
Hadits ini adalah palsu karena rawi yang bernama Al-Waliid bin
Salamah. Ia adalahpemalsu lagi ditinggalkan haditsnya [lihat Al-Majruhiin oleh
Ibnu Hibban 3/80 danMizaanul-I’tidaal oleh Adz-Dzahabi 4/339].
Pembahasan selengkapnya hadits ini dapat dibaca dalam Silsilah Al-Ahaadits
Adl-Dla’iifah wal-Ma’udluu’ah oleh Asy-Syaikh Al-Albani no. 322.
عن علي مرفوعاً : « هبط جبريل علي فقال إن
الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلبٍ أنزلك وبطنٍ حملك وحجرٍ كفلك
Dari ’Ali radliyallaahu ’anhu secara marfu’ : ”Jibril
turun kepadaku dan berkata : ’Sesungguhnya Allah mengucapkan salaam dan
berfirman : Sesungguhnya Aku haramkan neraka bagi tulang rusuk yang telah
mengeluarkanmu (yaitu Abdullah), perut yang mengandungmu (yaitu Aminah), dan
pangkuan yang merawatmu (yaitu Abu Thalib)” [Diriwayatkan oleh
Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222-223 dan Ibnul-Jauzi
dalam Al-Maudlu’aat 1/283].
Hadits ini adalah palsu (maudlu’) tanpa ada
keraguan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Jauzi
dalam Al-Maudlu’aat (1/283) dan Adz-Dzahabi dalam Ahaadiitsul-Mukhtarah no.
67.
Dan hadits lain yang senada yang tidak lepas
dari status sangat lemah, munkar, atau palsu.
3. Hadits-hadits yang menjelaskan tentang
kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam dinasakh
(dihapus) oleh hadits-hadits yang menjelaskan tentang berimannya kedua orang
tua beliau.
Kita jawab :
Klaim nasakh hanyalah
diterima bila nash naasikh (penghapus) berderajat shahih.
Namun, kedudukan haditsnya yang dianggap naasikh adalah sebagaimana yang kita
lihat (sangat lemah, munkar, atau palsu). Maka bagaimana bisa diterima hadits
shahih di-nasakh oleh hadits yang kedudukannya sangat jauh di
bawahnya ? Itu yang pertama. Adapun yang kedua, nasakh hanyalah
ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil,
anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah.
Pada akhirnya, orang-orang yang menolak hal
ini berhujjah dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Penyelisihan dalam perkara
ini bukan termasuk khilaf yang diterima dalam Islam (karena tidak didasari oleh
hujjahyang kuat). Orang-orang Syi’ah berada pada barisan terdepan dalam
memperjuangkan pendapat bathil ini. Di susul kemudian sebagian habaaib (orang
yang mengaku keturunan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam)
dimana mereka menginginkan atas pendapat itu agar orang berkeyakinan tentang
kemuliaan kedudukan mereka sebagai keturunan Rasulullah. Hakekatnya, motif dua
golongan ini adalah sama. Kultus individu.
Keturunan Nabi adalah nasab yang mulia dalam
Islam. Akan tetapi hal itu bukanlah jaminan – sekali lagi – bahwa mereka akan
dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah hanya akan menilai
seseorang – termasuk mereka yang mengaku memiliki nasab mulia – dari amalnya.
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
وَمَنْ بَطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ
بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka
kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya” [HR. Muslim – Arba’un Nawawiyyah
no. 36].
Kesimpulan : Kedua orang tua Nabi shallallaahu
’alaihi wasallam adalah meninggal dalam keadaan kafir. Wallaahu
a’lam.
[direvisi dan diperbaiki tanggal 11-5-2011].
[1] Perkataan Imam Al-Baihaqi tentang kekafiran kedua orang tua
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga dapat ditemui dalam
kitab Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192, Daarul-Kutub, Cet. I,
1405 H, tahqiq : Dr. Abdul-Mu’thi Al-Qal’aji].
[2] Karena ibu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk
orang-orang kafir. Allah telah melarang Nabi shallallaahu ‘alaihi was
allam dan kaum mukminin secara umum untuk memintakan ampun orang-orang
yang meninggal dalam keadaan kafir sebagaimana firman-Nya :
مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ
لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi
Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat
(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah
penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
[3] Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
قال النبي صلى الله عليه وسلم رأيت عمرو بن
عامر بن لحي الخزاعي يجر قصبه في النار وكان أول من سيب السوائب
Telah berkata Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu :
Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku
melihat ‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuzaa’i menarik-narik ususnya di neraka.
Dia adalah orang pertama yang melepaskan onta-onta (untuk dipersembahkan kepada
berhala)” [HR. Bukhari no. 3333 – tartib maktabah sahab, Muslim no.
2856].
Nisbah Al-Khuzaa’i merupakan nisbah kepada sebuah suku besar Arab,
yaitu Bani Khuza’ah. Ibnu Katsir menjelaskan sebagai berikut :
عمرو هذا هو ابن لحي بن قمعة, أحد رؤساء خزاعة
الذين ولوا البيت بعد جرهم وكان أول من غير دين إبراهيم الخليل, فأدخل الأصنام إلى
الحجاز, ودعا الرعاع من الناس إلى عبادتها والتقرب بها, وشرع لهم هذه الشرائع
الجاهلية في الأنعام وغيرها
“‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuza’i merupakan salah satu
pemimpin Khuza’ah yang memegang kekuasaan atas Ka’bah setelah Kabilah Jurhum. Ia adalah orang yang pertama kali mengubah
agama Ibrahim (atas bangsa Arab). Ia memasukkan berhala-berhala ke Hijaz, lalu
menyeru kepada beberapa orang jahil untuk menyembahnya dan bertaqarrub
dengannya, dan ia membuat beberapa ketentuan jahiliyyah ini bagi mereka yang
berkenaan dengan binatang ternak dan lain-lain……” [lihat Tafsir Ibnu
Katsir 2/148 QS. Al-Maidah ayat 103].
Afwan ustadz, mau tanya. Setelah baca penjelasan ustadz, saya membuat
kesimpulan sbb (tolong dikoreksi jika salah):
1. Aminah & Abdulloh bukanlah golongan fatrah. Mereka musyrik sejati krn
merubah ajaran & berbuat syirik.
2. Dgn demikian, pernikahan mereka yg dilakukan scr syirik juga tidak sah
menurut agama Ibrohim & Nabi2 terdahulu.
Jd, mereka hakekatnya tdk pernah menikah alias melakukan perzinahan. Begitu
juga Abdul Muttolib dst. ke atas jg berzina, kecuali generasi yg masih
mengikuti agama Ibrohim.
Nah, dr perzinahan turun-temurun inilah lahir Rosululloh. Tp, Rosul tetap suci
krn setiap bayi dilahirkan suci.
Apakah spt itu kesimpulannya, ustadz...? bahwa Rosululloh bisa dikatakan hasil
zina krn Abdulloh & Aminah syirik/merubah ajaran Ibrohim.
Thx before.
Mamad
Afwan ustadz, menurut saya, ada kontradiksi pd tulisan ustadz...
ustadz menulis :
"nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah
khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah."
sementara ustadz jg menulis:
"Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di
atas dalam Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka
tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam."
berarti, imam ahli hadits bukan menganggap itu khabar, melainkan fiqh... apa bukan
begitu, ustadz...?
Thx before
Mamad
Kalo diperbolehkan, saya ingin tanya lagi:
“Apakah orang tua Rosul di neraka selama2nya?”
Saya baca di buku “Sirah Nabawiyah” oleh Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury
(juara I lomba penulisan sejarah Nabi oleh Rabithah Al-Alam al-Islamy)
disebutkan Bani Al-Khuzaa’i berkuasa sekitar pertengahan abad II M. Itu berarti
ratusan tahun sebelum Rosululloh lahir (sekitar 300-350 tahun).
Jd, penyembahan berhala yg dimulai oleh ‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuzaa’i
dimulai oleh generasi jauh di atas Rosul.
Nah, Abdul Muttolib, Abdulloh & Aminah tentu tidak tahu bahwa itu sebuah
kesalahan fatal. Di Al-Qur’an sendiri orang2 Jahiliyah mengatakan bhw berhala
itu utk mendekatkan diri kpd Alloh. Jd, mereka tdk tahu bhw itu salah besar.
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya” [Az-Zumar : 3)
Syaikh Shafiyyur Rahman juga menulis di Bab AGAMA BANGSA ARAB hal. 50:
“Mereka jg mempunyai beberapa tradisi & upacara penyembahan berhala, yg
mayoritas diciptakan amr bin Luhay. Sementara orang2 mengira apa yg diciptakan
Amr itu adalah sesuatu yg baru & baik serta TDK MERUBAH AGAMA
IBRAHIM."
Nah, jelas bhw Abdul Muttolib dst tdk tahu itu kesalahn fatal.
Di samping itu, saya tdk menemukan dlm sirah bhw para pendeta semisal Waraqah
bin Naufal, Buhaira dll melakukan dakwah utk memurnikan ajaran
Ibrohim/Musa/Isa.
Itu berarti tdk ada peringatan ttg kesalahan menyembah berhala kpd Abdul
Muttolib, Abdulloh dan Aminah. Mereka melakukan itu krn kondisi masyarakat ya
spt itu sejak dulu & mereka ga tahu itu salah.
Bgmn kita menghukumi mereka masuk neraka selamanya kalau tdk ada peringatan thd
mereka?
Mengapa pendeta2 spt Waraqah, Buhaira tdk berdakwah memurnikan tauhid? Bukankah
mendiamkan penyimpangan aqidah itu sebuah kesalahan? Ataukah memang tdk ada
perintah u/ itu krn para Nabi/Rosul sebelum Rosululloh diutus terbatas tempat
& waktunya?
Jika tdk ada peringatan datang, apa mereka tidak termasuk golongan fatrah?
Kalaupun masuk neraka juga tidak selama2nya atau walaupun diperintahkan masuk
neraka tdk akan kepanasan spt yg dimaksud dlm hadits yg terjemahnya:
“Dan orang yg mati di masa fatrah berkata: Wahai Rabbku, belum pernah seorang
rosul datang pdku. Kemudian Alloh mengambil perjanjian dg mereka utk taat pd
perintah-Nya lalu Allah mengutus seorang utusan (menyerukan): ‘Masuklah ke
Neraka.’ Nabi bersabda: Demi Dzat yg jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya
mereka memasuki Neraka, niscaya mereka akan mendapati rasa dingin dan
keselamatan” (HR Thabrani dlm Mu’jam Kabir (1/287), Ahmad (4/24), Ibnu Hibban
(1828), Bazzar (2174), Baihaqi dlm Al-I’tiqad(92). Dishahihkan Abdul Haq,
Baihaqi, Ibnul Qayyim & Syaikh Albani dlm As-Shahihah no. 1434).
“dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isro’ :
15)
Dari hal2 tsb., saya berkesimpulan bhw orang tua Rosul termasuk golongan
fatrah, jd kalaupun masuk neraka tdk selamanya atau bahkan tdk kepanasan.
Lalu, Kenapa kok ayah Rosul bernama Abdulloh? Tidakkah itu berarti hamba Alloh?
Itu berarti Abdul Muttolib meyakini Alloh sbg Robb. Hanya sj, ia tdk tahu bhw
berhala itu merusak ajaran Ibrohim.
(bersambung)
(sambungan)
Selain itu juga, Imam Baihaqi menulis di Dalailun Nubuwah ttg Mengapa Abdul
Muttolib memberi nama “Muhammad”. Dia
ingin agar bayi tsb. Allah memujinya di langit & di dunia.
فلما كان اليوم السابع ذبح عنه ، ودعا له قريشا ، فلما أكلوا قالوا :
يا عبد المطلب ، أرأيت ابنك هذا الذي أكرمتنا على وجهه ، ما سميته ؟ قال : سميته
محمدا . قالوا : فلم رغبت به عن أسماء أهل بيته ؟ قال : أردت أن يحمده الله تعالى
في السماء ، وخلقه في الأرض
Selain itu, Abdul Muttolib & Aminah (setahu saya) jg mengerti akan
kelahiran seorang Nabi dr keturunan mereka. Dan beliau berdua bangga akan hal
itu, tdk spt Fir’aun yg memerintahkan membunuh semua bayi yg baru lahir.
Kebangaan & Kebahagiaan beliau berdua sdh menjadi isyarat bhw mereka berdua
mengimani Nabi2 terdahulu & Rosul, termasuk Rosululloh yg akan lahir, serta
tak tahu kesalahan selama ini ttg berhala.
Imam Baihaqi menulis lagi:
فقال لي رجل من أهل الزبور : يا عبد المطلب : أتأذن لي أن أنظر إلى
بدنك ؟ فقلت : انظر ما لم يكن عورة . قال : ففتح إحدى منخري (2) فنظر فيه ، ثم نظر
في الآخر ، فقال : أشهد أن في إحدى يديك ملكا ، وفي الأخرى نبوة ، وأرى ذلك في بني
زهرة ، فكيف ذلك ؟ فقلت : لا أدري . قال : هل لك من شاعة ؟ قال : قلت : وما الشاعة
؟ قال : زوجة . قلت : أما اليوم فلا . قال : إذا قدمت فتزوج فيهن . فرجع عبد
المطلب إلى مكة ، فتزوج هالة بنت وهب بن عبد مناف ، فولدت له : حمزة ، وصفية .
وتزوج عبد الله بن عبد المطلب ، آمنة بنت وهب ، فولدت رسول الله صلى الله عليه
وسلم ، فقالت قريش حين تزوج عبد الله آمنة : فلج (3) عبد الله على أبيه . وقد قيل
: إنها كانت امرأة من خثعم »
Menurut saya, ustadz , dg hal2 tsb. semakin yakinlah saya bhw beliau berdua
termasuk fatrah. Jika pun masuk neraka tak kekal atau mendapati rasa dingin dan
nyaman.
Bgmn menurut ustadz?
NB : Buku Sirah Nabawiyah yg saya maksud terjemahan Kathur Suhardi, Pustaka
Al-Kautsar, Cet. kelima, Des 1998
Thx before.
Mamad
Afwan, ustadz...
pertanyaan saya ttg pernikahan orang tua Rosul, saya sdh tahu jawabannya
sekarang...
Ternyata sah, sebagaimana penjelasan Imam Baihaqi di Dalailun Nubuwah.
وأمرهم لا يقدح في نسب رسول الله صلى الله عليه وسلم ؛ لأن أنكحة
الكفار صحيحة ، ألا تراهم يسلمون مع زوجاتهم فلا يلزمهم تجديد العقد ، ولا
مفارقتهن إذا كان مثله يجوز في الإسلام؟ . وبالله التوفيق
Thx.
Mamad
LOHHH AKANG YANG PUNYA
MANA KOK GAK DI KOMENT, UNTUNG GAK DI HAPUS
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Maaf kalau ada komentar
yang terlewat.
1. Pernikahan yang dilakukan di jaman Jahiliyyah adalah sah dan tidak perlu
diulang. Oleh karena itu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bukan anak
yang terlahir dari hubungan zina.
2. Maksud fiqh dalam kalimat : Beberapa
imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam
Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman)
dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam
adalah pemahaman, bukan ilmu fiqh sebagaimana yang Anda maksudkan. Dan itu sudah saya berikan
penjelasan pada kata yang diberi tanda kurung.
3. Orang tua Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan
kafir. Dan itu sangat jelas ada dalam nash, ijma', dan penjelasan ulama
sebagaimana telah saya tuliskan pada artikel di atas. Tidak boleh kita ragu
akan hal itu, karena nashnya shahih dan dilalahnya pun sharih (jelas). Tidak
boleh kita menolaknya dengan mengandalkan logika-logika semata. Anda bisa
cermati bahwa Allah melarang Nabi memintakan ampun kepada ibu beliau yang telah
meninggal. Orang yang dilarang dimintakan ampun dalam syari'at Islam hanyalah
orang yang meninggal dalam keadaan kafir. Konsekuensinya, kedua orang tua Nabi
kekal di dalam neraka.
Wallaahu a'lam bish-shawwaab.
mohon tanggapan, dengan para ulama' besar dibawah ini ustad. pendapat
sebagian besar para imam bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan
neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tidak ada pula nash yang
menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara mereka adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii,
Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh
Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah
buku khusus tentang keselamatan ayah bunda Nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn
Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari,
Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya,
APAKAH KAPASITAS ILMU DARI ULAMA' DIATAS PERLU DIRAGUKAN
2. MENGENAI HADIST : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
APA BENAR BERMAKNA AYAH KANDUNG, APA ADA ARTI LAINYA, SEMISAL KAKEK, PAMAN DAN
LAINNYA. MOHON PENJELASAN
DIATAS ARTIKEL USTAD DITULIS SEBAGAI BERIKUT :
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu
adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang
musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
TOLONG YANG DIMAKSUT DENGA PERKATAAN
" WALAUPUN ORANG ORANG MUSYRIK ITU ADALAH KAUM KERABATNYA, SESUDAH JELAS
BAGI MEREKA ........".
YANG SAYA TANYAKAN, KALIMAT YANG SUDAH JELAS BAGI MEREKA ITU APA.
APA RISALAH SUDAH DITERIMA ( SETELAH MENDAPAT PENYAMPAIAN DARI PARA NABI ATAU
UTUSAN )TAPI TETAP DALAM KEKUFURAN. APA ITU YANG DIMAKSUT DENGA KATA KATA
" YANG SUDAH JELAS BAGI MEREKA "
JADI JELAS BAGI MEREKA ITU KALAU MENURUT PENDAPAT SAYA ADALAH, JELAS LARANGAN,
JELAS AQIDAH, JELAS SESEMBAHAN DLL, YANG DISAMPAIKAN OLES SEORANG NABI DAN
ROSUL.
APAKAN BEGITU.
Afwan ana coba jawab Anonim di atas.
pendapat sebagian besar para imam bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari
kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tidak ada
pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara mereka adalah:
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii,
Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh
Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah
buku khusus tentang keselamatan ayah bunda Nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn
Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari,
Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya
Perkataan antum masih perlu pembuktian referensi. Kecuali, Imam asSuyuthi
memang pernah membuat risalah khusus sebagaimana antum tulis di atas. Mengenai
Imam atThobariy dan Imam alQurthubiy, ana pernah membaca tafsirnya dan tidak
seperti yang antum kira, mereka malah termasuk golongan yang menyatakan
kafirnya orang tua Nabi shollallaahu`alaihiwasallam. Sebaiknya antum baca lagi
lebih teliti uraian alAkh AbulJauzaa di atas.
APAKAH KAPASITAS ILMU DARI ULAMA' DIATAS PERLU DIRAGUKAN
Tidak perlu diragukan lagi. Akan tetapi, setiap manusia perkataannya bisa benar
bisa juga salah, kecuali Baginda Nabi shollallahu`alaihiwasallam. Imam
alBaihaqi, Imam Muslim, Imam athThobari, Imam Ibnu Katsir dan lain-lain yang
menyatakan kafirnya orang tua Nabi shollallaahu`alaihiwasallam apakah keilmuwan
mereka pun diragukan?
Tentu tidak!
Parameter benar tidaknya suatu pendapat adalah dengan melihat kepada dalil yang
menjadi pegangan pendapat tersebut.
MENGENAI HADIST : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
APA BENAR BERMAKNA AYAH KANDUNG, APA ADA ARTI LAINYA, SEMISAL KAKEK, PAMAN DAN
LAINNYA. MOHON PENJELASAN
Kaidahnya telah dijelaskan oleh alAkh AbulJauzaa bahwa setiap perkataan PADA
DASARNYA dimaknai secara harfiah bukan kiasan. Pemaknaan secara kiasan bisa
dilakukan bilamana tidak mungkin dimaknai secara harfiah kecuali dengan kiasan
dan memang ada indikasi jelas yang mengharuskannya dimaknai secara kiasan.
TOLONG YANG DIMAKSUT DENGA PERKATAAN
" WALAUPUN ORANG ORANG MUSYRIK ITU ADALAH KAUM KERABATNYA, SESUDAH JELAS
BAGI MEREKA ........".
YANG SAYA TANYAKAN, KALIMAT YANG SUDAH JELAS BAGI MEREKA ITU APA.
Kalimat "sesudah jelas bagi mereka" adalah ketika kematian telah
menjemput sementara orang yang bersangkutan masih tetap dalam kekafiran. Hal
ini sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibroohim `alaihissalam terhadap bapaknya
yang kafir yang terus-menerus mendo`akannya hingga wafat. Ketika wafat,
Ibroohim `alaihissalaam berhenti mendo`kan bapaknya. Begitu pula dilakukan oleh
para sahabat Rosulullaah shollalaahu`alaihiwasallam, mereka terus mendo`akan
orang tua mereka yang masih kafir, sehingga "JELAS BAHWA MEREKA ADALAH
PENGHUNI JAHANNAM", yakni wafat dalam keadaan kafir. Silahkan, baca Tafsir
Ibnu Katsir untuk penjelasan lebih detail mengenai ayat tersebut
(atTaubah:113).
Wallaahu `alam.
-- Abu `Abdullaah --
anda curang, komen saya anda sengaja tidka tampilkan biar kebohongan tetap
terjaga. Allah maha tahu.
atau akal anda buntuk setelah dalil mengalir dan membantah testimo anda
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Komen Anda bahkan sudah saya hapus karena tidak layak ditampilkan. Kalaupun
ditampilkan, sebenarnya artikel di atas telah menjawabnya. Anda terlalu bermain
pada logika, bukan pada nash ataupun kaidah yang ma'ruf dari ulama. Dalil2 di
atas adalah begitu jelas dan gamblang, namun nampaknya mata dan pikiran Anda
tertutup karena ta'ashub yang telah kronis Anda derita.
Saya tidak berpikir untuk melakukan kebohongan publik, padahal yang saya tulis
adalah fakta yang sangat mudah ditemukan di kitab2 ulama. Sebaliknya, tulisan
yang berseberangan dengan di atas banyak bersandar pada kitab As-Suyuthiy yang
banyak bersandar pada hadits lemah (bahkan palsu) dan hadits2 yang tidak sharih
dilalahnya.
Kalau Anda merasa tidak puas, silakan buat blog sendiri.
Blog ini bukan blog sampah yang mewajibkan saya menampilkan semua komentar
berkualitas apkiran. Sayangnya, komentar Anda salah satu di antaranya. Maaf.
Dani mengatakan...
kenapa sih jadi pada berantem sesama muslim hanya karena berbeda pendapat.
Toh nanti kalau kita mati kita nggak ditanya siapa ayah ibu nabi muhammad.
Udah deh nambah nambahin dosa aja.
dajjal mengatakan...
iya nich pada berantem segala ...
sejarah lebih baik kita ambil saja kebaikannya ...
kok seakan-akan pernah hidup di jamannya ...
segala sesuatu yang berlebihan itu jelek mah ... yang serba kekurangan juga
jelek .. dan yang bisa membatasi untuk cukup cuma diri kita sendiri ...
sadar... musuh kalau tahu malah tertawa ...
memang sudah pernah di alam baka yaaa.. terus hidup lagi ... ??
manusia-manusia...
Mudah-mudahan hati manusia yang tertutup oleh kesombongan di bukakan oleh Allah
..
Asyrop Bunder mengatakan...
Gampangnya gini sih.
Ahlul fatrah ada banyak. Nah, kita nggak tahu nih nasib mereka, mungkin ada
yang masuk neraka, mungkin ada yang masuk surga, mungkin ada tahap lain,
pokoknya terserah Allah karena Allah mengetahui keadaan mereka semuanya saat
hidup, kita yakin Allah adil.
Nah, dari sekian banyak ahlul fatrah itu, Allah memberi bocoran ke kita bahwa
kedua orangtua Nabi termasuk dari apa yang ditulis Ustad Abul Jauzaa di atas.
Jadi kita nggak ngejudge, bukan begitu Ustad? kita hanya nge-relay informasi
saja, bocoran itu tadi. Simple. don't sweat it. Dan kita tidak gembira atas hal
ini. Tapi ini di luar kekuasaan kita (dan Nabi sekalipun)
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya juga berpikir gampang. Telah ada hadits shahih yang menjelaskan bahwa
kedua orang tua Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam termasuk orang kafir. Jadi,
mereka pun dihukumi kafir. Sederhana sebenarnya..... Namun saya tidak habis
pikir dengan logika sebagian orang yang muter-muter yang ujungnya ingin menolak
hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di atas. Mereka pikir, mereka
lebih tahu tentang hal itu dibandingkan beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Dalam buku siri Ensiklopedia akidah ahlusunah berjodol ENERGI ZIKIR &
SALAWAT oleh Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani telah menyatakan perbahasan
bertajuk "orangtua Nabi Berada di dalam syurga" Perbahasan mulai ms
159-177.
Apakah hujah dalam buku ini boleh diterima??? Apakah manhaj pengarang buku ini
?
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Perkataan itu tidak benar. Kabbaaniy adalah penganut thariqah sufi.
weleh.. weleh..
Nyimak..nambah ilmu
Mohon komentar bahan berkaitan ibubapa Nabi bukan ahli Neraka difb ini
http://www.facebook.com/note.php?note_id=210433215648544
Adakah benar ?
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Aqil mengatakan...
wah yg tukang dhoifkan
hadits kok albany semua serta al jauzi, apakah mereka berdua muhadits dan hidup
zaman ulama salaf serta disepakati jumhur ulama?qiqiqiqiqiq.... ini
permasalhannya
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Al-Albaaniy adalah
muhaddits di masa sekarang, terlepas Anda setuju ataukah tidak. Dan ini
mendapat pengakuan dari kawan ataupun lawan. Permasalahannya adalah, ada orang
yang punya sedikit modal, tapi maunya bicara banyak. Naasnya, itu adalah Anda.
Maaf.
Tentang Al-Jauzi, apakah yang Anda maksud Ibnul-Jauziy ?. Kalau memang beliau
yang Anda maksud, maka beliau adalah seorang ulama hadits yang besar.
assalamu 'alaikum ustadz.
pembahasan
ttg kafirnya abu thalib ada ga ??
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ada, silakan baca : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/03/beberapa-riwayat-tentang-kafirnya-abu.html.
semoga ada manfaatnya.
ustadz mohon jangan ada komen di blognya. sakit telinga mendengarnya.
bahkan yang ga pernah ngaji ikut2 an komen dengan logikanya. lama lama sholat
bisa cuma sekali setahun dengan alasan kesibukan dan dunia modern.
yang penting sudah disampaikan sunnahnya. mereka (yang tidak setuju) selalu
berlandaskan logika pikiran masing masing.
1. hadits abiy wa abuuka fi an naari itu ditulis oleh Imam Muslim HANYA
berdasarkan ar ruwah fi al ma'na.
2. hadits tersebut diriwayatkan oleh Hammad yang hafalannya masih sering
dipersoalkan. padahal ada hadits yang sama matannya, akan tetapi tidak mengatakan
"abiyy wa abuuka fi an naari", akan tetapi mengatakan :
حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ مُشْرِكٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّا
anda dapat melihat haditsnya di sini :
Abdu ar Razaq as Shan’aniy, al Mushannif, Juz 10, hal 454, hadits ke 19687 ;
Thabrani, Mu’jamu al Kabir, Juz 1, hal 143, hadits yang ke 330 ; Baihaqi,
Dalailu an Nubuwwah, Juz 1, hal 121, hadits ke 105 ; Abu Nu’aim al Ashbahani,
Ma’rifatu as shahabah, Juz 2, hal 79, hadits ke 522
dan lain-lain
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Perkataan Anda keliru. Saya telah menuliskannya di sini :
Semoga ada manfaatnya.
NB : Riwayat Muslim di atas lebih shahih daripada hadits yang Anda sebut.
Anwar mengatakan...
mau tanya dunk ustadz2,,,
nama dari ibu nabi Ibrahim as siapa ya?
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya belum tahu.
Wallaahu a'lam.
Ade Malsasa Akbar mengatakan...
Ustadz, honestly,
saya ingin komentari komentar ustadz yang ini:
"Al-Albaaniy adalah muhaddits di masa sekarang, terlepas Anda setuju
ataukah tidak. Dan ini mendapat pengakuan dari kawan ataupun lawan. Permasalahannya adalah, ada orang yang punya sedikit
modal, tapi maunya bicara banyak. Naasnya, itu adalah Anda. Maaf.
Tentang Al-Jauzi, apakah yang Anda maksud Ibnul-Jauziy ?. Kalau memang beliau
yang Anda maksud, maka beliau adalah seorang ulama hadits yang besar."
Ustadz, honestly,
indah sekali. Keren banget. Tak terpikirkan buat saya cara menjawab seperti
itu. Saya cinta Syaikh Al-Albani karena Allah dan aku akan lebih tidak peduli kalangan sufi ngomong apa... Komentar ustadz jadi
pelajaran berharga buat saya.
Semoga Allah selalu merahmati ustadz.
Akhy Abu Jauza,
ada orang yang membantah pemahaman tentang kafirnya orang tua Rosululloh dengan
mengartikan kata "aby" dan "ummy" dengan "paman"
dan "bibi"-nya Nabi Muhammad. Penerapannya seperti: Si Fulan punya
paman 'Abu Alan', nah Si Fulan memanggil pamannya dengan Aby?!?!?!
memang orang arab memanggil yang punya kun-yah "abu"/"ummu"
dengan "aby"/"ummy", kok JANGGAL banget.
Oh ya, makanya saya tanyakan di sini karena dia beralasan bukan berdasarkan
pemikirannya saja tapi dengan tameng Imam Suyuthi.
Ini
alamatnya:
http://warkopmbahlalar.com/kesalahpahaman-terhadap-sabda-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-bapakku-dan-bapakmu-di-dalam-neraka-hadits-muslim/
Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw di
neraka (Bag I) :
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.tw/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan.html
Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka
(Bag II) :
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.tw/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan_12.html
Wahhabi-salafi mendahului Allah dan Rasul-Nya dengan memvonis kedua orangtua
Rasul Saw dalam neraka (Bag III).
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.tw/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dan.html
Segeralah Taubat dari Aqidah Wahabi, sebelum terlambat masuk neraka :)
tidak ada dalil shorih akan kekafiran Abdullah dan Aminah, namun tidak ada
dalil shorih pula akan keimanan keduanya. kita sama-sama buta akan hal
tersebut.
akan tetapi telah ada dalil shorih tentang masuk nerakanya kedua orang tua
Nabi. dalil tentang masuk neraka ini lebih kuat daripada dalil tentang
kekafiran. sepengetahuan saya, para ulama banyak yang memvonis takfir mu'ayyan
terhadap seseorang, namun tidak ada satu pun ulama yang memvonis seseorang
masuk neraka (kecuali berdasarkan Al Qur'an atau Al Hadits). banyak ulama yang
berkata "Fulan kafir", tapi tidak ada satu pun yang berkata
"Fulan masuk neraka".
mengapa demikian? hal ini karena kita bisa memastikan kekafirannya, namun tidak
bisa memastikan akhir hidupnya. boleh jadi, tanpa kita ketahui, orang tersebut
telah bertaubat dari kekafirannya dan mati dalam keislaman.
orang yang divonis kafir oleh Nabi, belum tentu dia masuk neraka, karena boleh
jadi dia bertaubat setelah itu dan mati dalam islam.
sedangkan orang yang divonis masuk neraka oleh Nabi, maka jelas dia benar-benar
masuk neraka, sekalipun ketika kita bersamanya, dia masih dalam keadaan islam.
orang awam mengatakan...
Assalamu'alaykum
[quote Anonim @ 6 Juli 2012 15:53]
"ada orang yang membantah pemahaman tentang kafirnya orang tua Rosululloh
dengan mengartikan kata "aby" dan "ummy" dengan
"paman" dan "bibi"-nya Nabi Muhammad."..
justeru saya malah bingung, apabila ada seseorang yang memanggil paman-nya
dengan sebutan "ayah", sementara ayahnya masih ada, dan orang itu
bukan anak asuh / anak angkat pamannya
kemudian seorang bibi dipanggil dengan sebutan "ibu", padahal orang
tersebut mengetahui dengan persis siapa ibunya.
apakah itu semua termasuk kebiasaan2 bangsa arab ?
karena terus terang saya sendiri tidak tahu kebiasaan2 bangsa arab.
yang saya pahami, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
إن من أعظم الفرى أن يدَّعي الرجل إلى غير
أبيه
[ رواه البخاري 3509]
"..salah satu kebohongan terbesar adalah menisbahkan diri kepada selain
ayahnya.."
[riwayat al-Bukhariy 3509]
riwayat yang senada..
ليس من رجل ادعى لغير
أبيه وهو يعلمه إلا كفر بالله
[ رواه البخاري 3508]
Lantas,
bagaimana dengan orang yang ngaku-ngaku sebagai keturunan Rasulullah
Shallallahu 'alihi wasallam, ngaku-ngaku Rasulullah sebagai bapaknya (nasab-nya
sampai pada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam) ?
Wallohu ta'alaa a'lam
orang awam mengatakan...
To ; Anonim, 8 Juli 2012
20:45
Assalamu'alaykum.
[quote]
"Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw
di neraka"
Segeralah Taubat dari Aqidah Wahabi, sebelum terlambat masuk neraka :)..
he he he ..lucunya antum, lalu bagaimana dengan Habib Mundzir al-Musawa yang
mendahului Allah 'Azza wa Jalla di dalam menentukan takdir seseorang ?
nih, saya nukilkan dari fans berat Habib Mundzir ~Semoga Allah memberkahinya,
dan menunjuki beliau jalan yang lurus~
[quote]
ketika orang ramai minta agar Hb Umar maulakhela didoakan karena sakit, maka
beliau tenagn tenang saja, dan berkata : Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat (??!), dan Hb Umar
Maulakhela masih panjang usianya.. (???) benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat,
dan Hb Umar maulakhela sembuh dan keluar dari opname.., itu beberapa tahun yg
lalu.. [selesai kutipan]
eniwei, untuk lebih jelasnya, silahkan simak kisah-kisah ajaib lainnya di ;
#terus terang saya bingung, lantas apa bedanya Habaib dengan dukun
"sakti" yang bisa meramal nasib seseorang .. (o_0' )?
وَٱللَّهُ ٱلْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anonim 8 Juli 2012 20:45, 8 Juli 2012 20:45, dan 9 Juli 2012 09:39.......
Dalil akan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah sangat jelas. Dan saya sendiri
bingung mengenai statement orang yang menganggapnya tidak jelas.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي
قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي
النَّارِ
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah
tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di
neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu
berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu
Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam
Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].
Apakah hadits ini tidak jelas ?. Bahkan sangat jelas, kecuali dilihat oleh
orang yang buta. Ketika orang tersebut bertanya kepada Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam tentang ayahnya (bukan pamannya), maka Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam menjawab bahwa ayah orang tersebut dan ayah beliau ada di
neraka. Adalah logika aneh menganggap jawaban Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam itu terkait dengan status pamannya (Abu Thaalib), bukan ayahnya
('Abdullah). Mengapa ?. Karena
jawaban beliau itu dikaitkan dengan status ayah orang yang bertanya.
Oleh karenanya An-Nawawiy rahimahullah berkata :
فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة
على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل
بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء
“Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di
neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas
perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini
bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai
dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi “ [selesai].
Siapakah orang yang meninggal di atas kekafiran yang dimaksudkan oleh
An-Nawawiy ?. Tentu saja ayah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan ayah
orang yang bertanya kepada beliau. Jelas sekali, karena haditsnya memang
berbicara tentang itu.
Anehnya, ada orang yang mendatangkan pemahaman bahasa alien dan mengatakan :
"Beliau berkomentar demikian bukan berarti berpendapat kedua orangtua nabi Saw di
neraka. Jika beliau mengatakan demikian maka beliau akan mengatakannya secara
jelas karena beliau juga pensyarah hadits Muslim.
Mereka terlalu memaksakan hujjah dengan mengatakan bahwa beliau juga
berpendapat orangtua nabi Saw di neraka. Seandainya beliau berpendapat seperti
itu, niscaya beliau akan memperjelas komentarnya, semisal :
فيه دليل على ان
ابويه ماتا على الكفر فهما في النار
“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa kedua orangtua nabi Saw wafat dalam
keadaan kafir dan masuk neraka “.
Namun beliau tidak mengatakannya. Maka komentar beliau sebenarnya ditujukan kepada ayah
orang yang bertanya bukan pada ayah nabi Saw sendiri. Sedangkan beliau diam dan
tidak berkomentar tentang ayah nabi Saw karena beliau paham bahwa menyakiti
hati nabi Saw hukumnya haram dan tak ada perkara yang lebih menyakitkan hati
Nabi Saw selain mengatakan kedua orantuanya di neraka" [selesai].
Saya yakin, seandainya ada orang yang sudah mengenal peradaban budaya bahasa
manusia, akan mudah memahami perkataan An-Nawawiy. Tapi entahlah, mengapa
perkataan An-Nawawiy itu dibuat sulit oleh orang-orang berpemahaman aneh ini.
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Apalagi mengkais-kais pelemahan dari sisi sanad hadits dengan mengatakan :
Namun permasalahannya ada ketika Hammad menginjak usia lanjut. Dan para
ulama ahli hadits sepakat bahwa ketika usia lanjut, hafalan Hammad mengalami
gangguan. Bahkan dicurigai anak angkatnya melakukan penyisipan teks pada
hadits-hadits Hammad. Beliau memang orang shalih yang ahli ibadah, namun dalam
ilmu hadits untuk menjaga kemurniaan hadits-hadits Nabi Saw yang merupakan
sumber hukum kedua setelah al-Quran, haruslah benar-benar diperketat, sehingga
para ulama membagi hadits-hadits dengan berbagai macam jenis dan hukumnya.
Oleh sebab itulah imam Baihaqi berkata :
حماد ساء حفظه في آخر
عمره، فالحفاظ لا يحتجون بما يخالف فيه
“ Hammad buruk hafalannya di akhir usianya, maka para ulama hadits tidak
menjadikan hujjah dengan hadits Hammad yang terdapat kontradiksi di dalamnya“.
(Syarh al-‘Ilal : 2/783)
Imam Abu Hathim berkata :
حماد ساء حفظه فى آخر
عمره
“ Hammad buruk hafalannya di usia lanjutnya “ (Al-Jarh wa At-Ta’dil : 9/66)
Imam Az-Zaila’i berkata :
لما طعن فى السن ساء
حفظه. فالاحتياط أن لا يُحتج به فيما يخالف الثقات
“ Ketika Hammad berusia lanjut, hafalannya menjadi buruk, maka untuk lebih
hati-hatinya hendaknya tidak menjadikannya sebagai hujjah pad hadits-haditsnya
yang menyelisihi periwayat-periwayat tsiqah lainnya “ (Nashbu Ar-Rayah : 1/285)
Dan hadits riwayat Hammad ini mengenai ayahanda Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam
menyelisihi dan kontradiksi dengan ayat-ayat al-quran dan hadits-hadits shahih
lainnya. Karena tidak mungkin menolak nash-nash al-Quran yang lebih pasti
ketsubutan dan dalalahnya dengan nash-nash hadits yang masih belum pasti
kestubutan dan dalalahnya" [selesai].
Ulasan ini tidaklah bermanfaat sama sekali untuk menolong melemahkan sanad
riwayat Al-Imaam Muslim di atas. Saya telah membuat sedikit perincian
jawabannya di sini :
Syubuhaat tentang Perkataan Abu Haniifah
Adalah terlalu mengada-ada metode orang yang menafikkan teks perkataan Abu
Haniifah dalam Al-Fiqhul-Akbar yang menyatakan :
ووالدا رسول الله مات على الكفر”Dan
kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan
kafir” [selesai].
Perkataan ini diklaim telah dimanipulasi. Dan biasa, orang-orang bingung ini
melemparkan kekesalannya kepada 'Wahabiy' :
"Benarkah imam Abu Hanifah berkata demikian ? setelah dilakukan
pengecekan, ternyata lagi-lagi mereka
berbuat curang untuk memperkuat asumsi
mereka dengan mendistorsi kalam imam Abu Hanifah tersebut"[selesai].
Perlu Anda ketahui, perkataan itu ada dalam kitab Al-Fiqhul-Akbar yang
tersimpan dalam banyak perpustakaan orang-orang Hanafiyyah. Mulla 'Aliy
Al-Qaariy pun menukilnya dalam kitab Adillatul-Mu'taqad Abi Haniifah. Juga dalam kitab fiqh madzhab Hanafiy yang berjudul
Raddul-Mukhtaar juga dituliskan :
وَلَا يُنَافِي أَيْضًا مَا قَالَهُ الْإِمَامُ فِي الْفِقْهِ
الْأَكْبَرِ مِنْ أَنَّ وَالِدَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاتَا
عَلَى الْكُفْرِ
"Dan tidak pula pemanfikkan apa yang yang dikatakan Al-Imaam (Abu
Haniifah) dalam Al-Fiqhul-Akbar yang menyatakan bahwa kedua orang tua beliau
shallallaahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kufur"
[Raddul-Mukhtaar, 10/273].
Apakah 'mereka' yang telah melakukan kecurangan ini termasuk Al-Qaariy dan Ibnu
'Aabidiin yang keduanya termasuk ulama dan fuqahaa terkemuka madzhab Hanafiyyah
?
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Syubhat Rujuknya Mullaa 'Aliy Al-Qaariy
Ini adalah alasan lain yang dipakai oleh orang-orang bingung tersebut untuk
menguatkan alasannya :
"Memang pada awalnya beliau berpendapat seperti itu namun tiga tahun
sebelum kewafatannya, beliau menarik kembali pendapatnya tersebut ketika
menulis kitab Syarh Syifa’ Qadhi ‘Iyadh. Imam Ali Al-Qaari menegaskan bahwa
pendapat mengenai keislaman kedua orang tua Nabi Muhammad Saw merupakan
pendapat yang lebih kuat. Berikut
teksnya :
وأبو طالب لم يصح
إسلامه وأما إسلام أبويه ففيه أقوال، والأصح إسلامهما على ما اتفق عليه الأجلّة من
الأمة، كما بيّنه السيوطي في رسائله الثلاث المؤلفة.أهـ
“ Dan Abu Thalib tidak sah keislamannya adapaun keislaman kedua orangtua Nabi
Saw maka ada tiga
pendapat dan yang palin
shahih adalah bahwa kedua orangtua Nabi Saw muslim menurut kesepakatan para ulama besar sebagaimana dijelaskan As-Suyuthi dalam tiga risalah
karyanya “. (Syarh Asy-Syifa, Ali Al-Qaari : 1/648)" [selesai].
Sikap kritisnya terhadap perkataan Abu Haniifah sebagaimana sebelumnya,
mendadak menjadi melempem dalam menyikapi perkataan Mullaa ‘Aliy Al-Qaariy di
atas. Apakah Anda tidak menyimak kejanggalan dalam perkataan di atas ?.
Pertama, Al-Qaariy mengatakan bahwa permasalahan keislaman kedua orang tua Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam ada tiga pendapat, namun kemudian di bagian
kesimpulannya menukil kesepakatan ulama besar. Ini jelas bertentangan dengan
logika perkataan, dan juga perkataan Al-Qaariy dalam kitab Adillatul-Mu’taqad :
وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة
الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق
لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
”Adapun ijma’, maka sungguh ulama
salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh
mujtahidin telah bersepakat tentang
hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam)
tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka
tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah
hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihiijma’ (di era setelahnya) atau dari
orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat
menyelisihi ijma’) [Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7].
Saya merasa kesulitan untuk memahami ambigu klaim ijma’ ini. Awal dikatakan
secara tegas bahwa ijma’ kalangan salaf adalah kekafiran kedua orang tua Nabi,
namun di akhir hayatnya ijma’ ini dinisbatkan akan ketidakkafirannya.
Kedua,... justru ada perbedaan teks antara cetakan lama dengan cetakan baru
Syarhusy-Syifaa’. Dalam edisi terbitan Al-Mathba’ah Al-Azhar Kairo, tahun 1327
H tertuliskan begini :
أبو طالب لم يصح إسلامه، وأما قول التلمساني وروى إسلام أمه بإسناد
صحيح وروى إسلام أبوه فمردود عليه كما بينت هذه المسألة في رسالة مستقلة ردا على
السيوطي في رسالته الثلاث
“...Abu Thaalib, maka tidak benar tentang pernyataan keislamannya. Adapun
perkataan At-Tilmisaaniy, telah diriwayatkan tentang keislaman ibunya (Aminah)
dengan sanad shahih, dan telah diriwayatkan tentang keislaman ayahnya
(‘Abdullah); maka hal itu tertolak sebagaimana telah aku jelaskan permasalahan
ini dalam satu risalah tersendiri sebagai bantahan terhadap As-Suyuuthiy dalam
tiga risalahnya” [selesai].
Lihat :
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Dan kemudian dalam kitab Syarhusy-Syifaa’ terbitan Daarul-Kutub
Al-‘Ilmiyyah, tertulis sebagaimana yang disebutkan oleh orang tersebut di atas.
Saya pribadi tidak akan terburu-buru menyebutkan adanya perbedaan dua teks tadi
merupakan buah karya pentahrifan orang-orang Shuufiy dan orang-orang yang
ghulluw terhadap para habaaib. Namun perbedaan tersebut dapat ditarjih dengan
melihat kecondongan-kecondongan yang ada. Dan yang benar – wallaahu a’lam - ,
perkataan Al-Qaariy dalam Syarhusy-Syifaa’ itu adalah yang ada pada terbitan Al-Azhar
Mesir karena sesuai dengan perkataannya yang lain dalam Adillatul-Mu’taqad.
Syubhat Kedua Orang Tua Nabi Termasuk Ahlul-Fatrah
Di atas pun telah dijelaskan, tidak perlu diulang. An-Nawawiy rahimahullah pun telah menjelaskan :
فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة
على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل
بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء
“Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di
neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang
yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka
dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena
sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari
para nabi “ [selesai].
Syubhat bahwa Hadits Ahad Tidak Dapat Dipergunakan Sebagai Hujjah dalam Masalah
‘Aqidah
Ini adalah syubhat usang kaum Mu’tazilah yang kemudian diwarisi sebagai
Asyaa’irah. Dan inilah jurus simpanan terakhir jika alasan dan analisa ilmiah sudah
tidak lagi dipunya. Al-Imam
Asy-Syafi’i berkata :
ولو جاز لأحد من الناس أن يقول في علم الخاصة أحمع المسلمون قديما
وحديثا على تثبيت خبر الواحد والانتهاء إليه بأنه لم يعلم من فقهاء المسلمين أحد
إلا وقد ثبته جاز لي ولكن أقول لم أحفظ عن فقهاء المسلمين اختلفوا في تثبيت خبر
الواحد.....
“Seandainya diperbolehkan bagi seseorang awam untuk mengatakan sesuatu dalam
pembahasan ilmu khusus : ‘Kaum muslimin telah bersepakat dulu dan sekarang atas
tetapnya khabar wahid (hadits ahad) dan berhenti di atasnya (yaitu
menjadikannya hujjah)’; dimana ia tidak mengetahui seorangpun dari fuqahaa kaum
muslimin yang menetapkannya, maka hal itu diperbolehkan menurutku. Akan tetapi
aku katakan : “Tidaklah aku menghafal dari fuqahaa kaum muslimin bahwa mereka
telah berselisih pendapat dalam penetapan khabar ahad…….” [Ar-Risalah oleh Imam
Asy-Syafi’i, hal. 154; Maktabah Sahab].
فلا يجوز عندي عن عالم أن يثبت خبر واحد كثيرا ويحل به ويحرم ويرد
مثله إلا من جهة أن يكون عنده حديث يخالفه أو يكون ما سمع من سمع منه أوثق عنده
ممن حدثه خلافه أو يكون من حدثه ليس بحافظ أو يكون متهما عنده أو يتهم من فوقه ممن
حدثه أو يكون الحديث محتملا معنيين فيتأول فيذهب إلى أحدهما دون الآخر
“Menurut pandanganku, tidak boleh bagi seorang ulama untuk menetapkan banyak
hadits ahad, kemudian ia menghalalkan dan mengharamkan sesuai dengannya, akan
tetapi ia juga menolak hadits sepertinya (dalam beberapa hal) kecuali jika ia
memiliki hadits yang bertolak belakang dengannya akan lebih kuat atau orang
yang riwayatnya diambil lebihtsiqah (terpercaya) baginya dari orang yang
meriwayatkan kepadanya dengan riwayat yang berbeda, atau orang yang
meriwayatkannya bukan hafidh (orang yang hafal hadits). Atau orang itu
dicurigai/dituduh berdusta atau perawi yang di atasnya tertuduh (berdusta) atau
karena hadits itu mengandung kemungkinan dua makna sehingga di-ta’wildan salah
satu maknanya diambil”. [idem].
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ibnu ‘Abdil-Barr
Al-Andalusy telah mengisyaratkan ijma’ tentang penerimaan dan pengamalan
khabar/hadits ahad dalam semua permasalahan agama (termasuk aqidah dan hukum),
dimana beliau berkata :
وكلهم يدين بخبر الواحد العدل في الاعتقادات ، ويعادي ويوالي عليها ،
ويجعلها شرعاً وديناً في معتقده ، على ذلك جميع أهل السنة
“….Dan semuanya berpegang kepada satu riwayat satu orang yang adil dalam hal
‘aqidah; membela, mempertahankannya, serta menjadikannya sebagai syari’at dan
agama. Seperti itu pula pendapat jama’ah Ahlus-Sunnah” [At-Tamhiid oleh Ibnu
‘Abdil-Barr 1/8].
وأجمع أهل العلم من أهل الفقه والأثر في جميع الأمصار فيما علمت على
قبول خبر الواحد العدل وايجاب العمل به إذا ثبت ولم ينسخه غيره من أثر أو أجماع
على هذا جميع الفقهاء في كل عصر من لدن الصحابة الى يومنا هذا الا الخوارج وطوائف
من أهل البدع شرذمة لا تعد خلافا
“Telah ijma’ ahli ilmu dari ahli fiqh dan atsar di seluruh penjuru
(negeri-negeri Islam) – sepanjang saya ketahui – untuk menerima hadits ahad
(hadits riwayat satu orang) yang adil (shalih dan terpercaya). Begitu pula
(telah ijma’) untuk wajib mengamalkannya, jika ia telah shahih dan tidak
dinasakh (dihapus) oleh yang lainnya, baik dari atsar atau ijma’. Inilah
prinsip seluruh fuqahaa di setiap negeri, sejak jaman shahabat hingga hari ini,
kecuali Khawarij dan Ahli Bid’ah, yaitu sekelompok kecil yang
(ketidaksepakatannya) tidak sebagai perbedaan pendapat” [idem 1/11].
Wallaahu a’lam.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
O iya, ada satu lagi hal
penting yang terlewat. Orang yang anti Wahabiy ini juga mengkritik sanad
riwayat Al-Imaam Muslim sebagai berikut :
"Setelah saya
komparasikan ternyata para
Imam Hadis seperti Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan al-Bayhaqi memang hanya melalui
jalur Hammad dari Tsabit dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu. Hadis ini tidak
diriwayatkan dengan jalur selain mereka.
Dalam periwayatan yang lebih
tsiqah yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh Ma’mar, tidak terdapat lafadz yang mengindikasikan bahwa orang tua Nabi
Saw. termasuk ahli neraka. Adapun redaksinya adalah sebagai berikut.
إذا مررت بقبر كافر
فبشره بالنار
“ Apabila kamu melewati kuburan orang kafir maka kabarkanlah dengan neraka.”
Dalam periwayatan ini, lebih dipercaya karena diriwyatakan dari Ma’mar. Oleh karena itulah
imam Bukhari hanya
mentakhrij hadits dari Ma’mar dan tidak mentakhrijnya dari Hammad. Dan tak ada satu pun para ulama ahli hadits yang mempermasalahkan Ma’mar. Maka seharusnya
hadits periwayatan dari jalur Ma’mar lebih didahulukan ketimbang hadits
periwayatan imam Muslim dari jalur Hammad"
Dan dikuatkan lagi dengan hadits yang telah ditakhrij oleh imam Baihaqi,
Al-Bazzar dan At-Thabrani dari jalur Sa’ad bin Abi Waqqash, beliau berkata :
أنّ أعرابيًا أتى
النبى صلّى الله عليه و سلّم فقال " يا رسول الله أين أبى .. ؟ " قال
" فى النار " قال " فأين أبوك .. ؟ " قال " حيثما مررت
بقبر كافر فبشّره بالنار " .
“ Bahwasanya ada seorang dusun arab dating kepada Nabi Saw dan bertanya “ Wahai
Rasulullah di mana ayahku ? Rasulullah menjawab “ Di neraka “, Lalu orang dusun
arab itu bertanya lagi “ Lalu di mana pula ayahmu ?, Maka Nabi Saw menjawab “
Sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan
neraka “.
Dari riwayat-riwayat yang lebih tsiqah (terpercaya) ini, tidak menyebutkan ayah
Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam di neraka. Tapi langsung menyebutkan “ Jika
kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “.
Maka seharusnya lebih dipegang dan diambil hadits-hadits ini ketimbang hadits
riwayat imam Muslim dari jalur Hammad. Karena tidak mungkin menggabungkan
(thariqah al-jam’i) di antara hadits jika salah satu haditsnya kontradiksi
dengan nash-nash al-Quran. Maka dalam hal ini, hadits riwayat Ma'mar lebih kuat
dan harus didahulukan. [selesai].
Saya pribadi tidak begitu paham apa yang ia komparasikan dan periksa. Dari yang
saya ketahui, orang ini hanyalah taqlid terhadap perkataan As-Suyuuthiy. Bahkan
kekeliruan orang ini hampir persis dengan kekeliruan As-Suyuuthiy.
Banyak kekeliruan fatal yang terkandung dalam kalimat-kalimat di atas.
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ma'mar secara umum memang perawi tsiqah. Namun memutlakkan bahwa ia lebih
tsiqah dari Hammaad bin Salamah dalam semua riwayat adalah kekeliruan. Hammaad
bin Salamah ini orang yang paling tsabt dalam riwayat Tsaabit Al-Bunaaniy.
Ahmad bin Hanbal menegaskan riwayat Hammaad dari Tsaabit ini lebih kuat
daripada Ma’mar :
حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر
“Hammaad bin Salamah lebih tsabt (kokoh) dalam hadits Tsaabit daripada Ma’mar”
[Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/141; dan Tahdziibul-Kamaal, 7/259].
Itu yang pertama.
Yang kedua,.... jika dikatakan bahwa Hammaad bin Salamah telah diselisihi
Ma'mar dalam periwayatan hadits ini, maka ini tidak benar. Sebab, riwayat
Ma'mar yang ia maksud itu adalah riwayat dari Az-Zuhriy secara mursal
sebagaimana diriwayatkan oleh 'Abdurrazzaaq dalam Mushannaf-nya no. 1968,
sedangkan riwayat Hammaad itu berasal dari Tsaabit dari Anas. jadi bagaimana dikatakan
ada penyelisihan ?.
Kalau ia ingin menguatkan riwayat Ma'mar, maka ia sebenarnya menguatkan riwayat
yang lemah (karena mursal). Inikah yang disebut 'kuat' ?. Hadits tersebut juga
diriwayatkan oleh Ibraahiim bin Sa'd Al-Madaniy secara maushul. Akan tetapi
riwayat Ma'mar dari Az-Zuhriy secara mursal ini lebih kuat daripada riwayat
Ibraahiim dari Az-Zuhriy secara maushul (melalui perantaraan 'Aamir bin Sa'd,
dari ayahnya, Sa'd bin Abi Waqqaash). Itulah yang dikatakan Ad-Daaruquthniy
dalam Al-'Ilal.
Kalau ia mengatakan bahwa riwayat Ma'mar itu dikuatkan oleh riwayat Al-Baihaqi,
Al-Bazzar dan At-Thabrani dari jalur Sa’ad bin Abi Waqqash; ini tidak benar,
karena riwayat ini porosnya ada pada Az-Zuhriy. Dan inilah letak
perselisihannya (antara riwayat mursal dan maushul).
Intinya,... klaim penyelisihan di atas - yang mentaqlidi As-Suyuthiy tanpa kros
cek - adalah tidak benar.
wallaahu a'lam.
afwan ustadz, saya anonim 9 Juli 2012 09:39. maksud saya berkata tidak ada
dalil shorih akan kekafiran Abdullah dan Aminah adalah karena hadits-hadits
yang ada tidak menyebutkan lafadh "KAFIR" atau "MUSYRIK".
hadits-hadits yang ada menyebutkan keduanya "MASUK NERAKA" tanpa ada
keterangan apa sebab mereka masuk neraka.
bagi saya, dalil tentang MASUK NERAKA adalah lebih kuat daripada dalil tentang
KEKAFIRAN untuk menetapkan bahwa orang tua Nabi masuk neraka atau mati dalam
kekafiran. karena seandainya musuh wahabi itu menuntut hadits vonis KAFIR
terhadap ayah dan ibu Nabi untuk menetapkan keduanya masuk neraka, maka hadits
KEKAFIRAN ayah dan ibu Nabi itu tidak bisa dipakai untuk memvonis keduanya
masuk neraka.
seseorang yang telah divonis kafir belum tentu bisa dan boleh divonis masuk
neraka, karena boleh jadi dia bertaubat setelah itu dan mati dalam keadaan
islam.
ini adalah untuk menjawab syubhat musuh wahabi, dimana mereka berkata bahwa
harus dipastikan kekafirannya dulu sebelum dipastikan masuk neraka, sedangkan
hadits-hadits yang ada tidak menyebut lafadh "KAFIR". sehingga
menurut mereka, karena ketidakadaan vonis KAFIR terhadap Abdullah dan Aminah,
maka tidak boleh memvonis mereka berdua masuk neraka
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ketika dimutlakkan dengan perkataan 'di neraka', maka pada asalnya ini
kembalinya kepada orang kafir. Antum bisa lihat sendiri bagaimana pemahaman para
ulama mengenai hal ini. Dan oleh karena itu, banyak orang-orang anti-Wahabiy
yang memberikan bantahan bahwa ayah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam selamat
dari neraka. Mengapa ? karena mereka tahu bahwa dhahir hadits menunjukkan bahwa
ayah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir
berdasarkan hadits Anas. Dan mengenai ibu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam,
telah jelas mengenai kekafirannya berdasarkan hadits Abu Hurairah yang
disebutkan dalam artikel di atas.
Perkataan antum :
"seseorang yang telah divonis kafir belum tentu bisa dan boleh divonis
masuk neraka, karena boleh jadi dia bertaubat setelah itu dan mati dalam
keadaan islam" [selesai].
Ini adalah filsafat aneh. Ketika dikatakan seseorang itu kafir, tentu saja
konsekuensinya tempat kembalinya adalah neraka. Kecuali jika ada qarinah kuat
yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan bertaubat memeluk Islam. Pertanyaannya
adalah : Adakah dalil yang menunjukkan demikian ? (dalam kasus hadits Anas
tentu saja).
Menjawab syubhat bukanlah asal menjawab tanpa didasarkan kaedah-kaedah syar'iy
dan penjelasan ulama.
wallaahul-musta'aan.
oh...begitu yah?
apabila telah divonis masuk neraka, maka sudah bisa dipastikan kekafirannya.
adapun yang saya sangkakan sebelumnya adalah apabila telah divonis
kekafirannya, maka belum bisa dipastikan masuk neraka.
karena sejauh ini saya sering membaca buku dan artikel, banyak ulama memvonis
"fulan kafir", misalnya kepada Mirza Ghulam Ahmad, akan tetapi
tidak/belum menemukan ada vonis ulama "fulan masuk neraka", sekalipun
pada orang kafir.
untuk menambah wawasan, bolehkah saya ditunjukkan contohnya ustadz. syukron
sebelumnya atas penjelasannya.
Rahmat - Malang
oiya, ada tambahan pertanyaan.
ada sahabat Nabi yang ikut berperang. orang-orang mengira dia berhak masuk
surga. akan tetapi Nabi memvonisnya sebagai penghuni neraka. akhirnya benarlah,
sahabat itu bunuh diri karena tidak tahan menderita luka akibat berperang.
jika Nabi telah memutlakkan sahabat itu masuk neraka, apakah ini bisa dijadikan
dalil bahwa dia KAFIR?
syukron sebelumnya ustadz
rahmat - malang
jazakallah ustadz sudah menulis Rad 'alal majhuliin wal muqallidiin.. :)
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Mas Rahmat, coba anda perhatikan apa yang saya tulis : "Ketika
dimutlakkan dengan perkataan 'di neraka', maka pada asalnya ini kembalinya kepada orang kafir".
Antum paham dengan makna 'pada asalnya' ?. Ya, jika tidak terdapat qaarinah
bahwa orang tersebut adalah orang Islam yang melakukan dosa-dosa yang tidak
mengkafirkan, maka perkataan ' fin-naar' itu kembali pada orang kafir. Adapun
beberapa nash yang menyebutkan pelaku kemaksiatan dari kalangan muslimin
disebutkan tempatnya di neraka, maka itu keluar dari makna asal karena adanya
qarinah yang kuat yang memalingkan dari makna asal.
Saya tanya saja pada antum : Ada nggak qarinah yang menyatakan tentang
keislaman kedua orang tua Nabi ?. Jika tidak ada, maka perkataan fin-naar itu
kembali pada penunjukkan asalnya, yaitu ditujukan pada orang kafir.
Dan coba Anda sedikit pikirkan. Jika memang orang tua Nabi itu muslim atau
minimal termasuk ahlul-fatrah yang diampuni kesalahannya, apa faedahnya
mengatakan bahwa tempat kembali kedua orang tua beliau shallallaahu 'alaihi wa
sallam di neraka ? (jika maksudnya hanya 'sementara' saja, yang akhirnya
dimasukkan ke surga). Coba pahami konteks haditsnya.
Adapun perkataan ulama bahwa Fulan kafir, maka jika si Fulan itu masih hidup, maka
benar perkataan antum bahwa ada kemungkinan bahwa Fulan itu bertaubat sehingga
tidak dipastikan masuk neraka. Namun jika telah diketahui si Fulan itu mati
dalam kekafiran, maka sudah barang tentu konsekuensinya masuk ke dalama neraka.
Ini adalah dasar-dasar 'aqidah yang harus diketahui oleh setiap muslim. Jika
antum belum mengetahuinya, maka ada baiknya antum pelajari ilmu 'aqidah secara
lebih serius.
wallaahu a'lam.
wah, mantap sekali...syukron ustadz atas penjelasannya. menambah ilmu dan
wawasan saya.
namun saya bukannya mengingkari bahwa apabila orang kafir telah meninggal dan
meninggalnya telah dipastikan dalam kekafiran, maka bisa dipastikan tempatnya
adalah neraka.
namun yang saya maksud adalah, apabila kita telah memastikan kekafirannya,
namun tidak mengetahui bagaimana akhir hidupnya. jadi kita tidak tahu apakah
dia sudah bertaubat atau belum sebelum dia meninggal.
misalnya tahun 2010 lalu kita bertemu dengan dia dalam keadaan kafir. kemudian
lama tak bertemu dan tak terdengar kabarnya, tahu-tahu sekarang kita mendengar
kabar bahwa dia telah meninggal.
anyway, syukron sekali lagi atas penjelasannya yang akurat
rahmat - malang
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Antum katakan :
"namun saya bukannya mengingkari bahwa apabila orang kafir telah
meninggal dan meninggalnya telah dipastikan dalam kekafiran, maka bisa
dipastikan tempatnya adalah neraka.
namun yang saya maksud adalah, apabila kita telah memastikan kekafirannya,
namun tidak mengetahui bagaimana akhir hidupnya. jadi kita tidak tahu apakah
dia sudah bertaubat atau belum sebelum dia meninggal" [selesai].
Nah,... itu di atas kok mencontohkan Mirza Ghulam Ahmad ?. Padahal sudah diketahui
dia itu mati di atas 'aqidah kafirnya. Tentu saja, neraka adalah tempat
kembalinya. Ini hukum dunia yang wajib kita katakan kepada setiap orang kafir
yang meninggal di atas kekafirannya.
Sekarang antum mengatakan dengan contoh kasus orang kafir yang ditemui tahun
2010. Saya kira antum pun sudah tahu jawabannya - jika antum sudah paham basic
pemahaman 'aqidah tentang iman dan kufur.
Jika sudah lama gak ketemu, ya tinggal ditanyakan saja kepada rekan dan handai
taulannya : apakah ia mati dalam keadaan memeluk Islam atau kafir. Kalau kafir,
tempat kembalinya neraka, kalau muslim tempat kembalinya adalah surga (walau
mungkin akan mampir dulu ke neraka). Mudah sebenarnya.
Kalau misalnya gak ada yang tahu keadaan bagaimana ia meninggal, ya antum boleh
menghukumi sejauh pengetahuan antum saja, yaitu terakhir bertemu ia memeluk
keyakinan kafir. Itu saja sudah cukup.
ustadz, ana terkena syubhat dari blognya al-katibi, dan antum sudah
menjawabnya.
karena mengutip perkataan ulama seperti abu hanifah, dll.
syukron ustadz, ane dapat kesimpulan penting "Intinya harus banyak
menuntut ilmu"
Syukron,
Semoga Allah menambah ilmu antum, menjaga antum di dunia dan di akhirat.
Amiin
Ibnu Abi
Irfan mengatakan...
benar-benar mengherankan mereka itu...
dengan alasan agar tidak menyakiti hati Nabi dan tidak membuat Nabi bersedih,
mereka mengingkari kafirnya kedua orang tua Nabi.
bukankah Nabi juga sangat bersedih ketika mengetahui paman beliau, Abu Thalib
meninggal dalam keadaan kafir? lantas, apakah dengan alasan agar tidak
menyakiti hati Nabi dan tidak membuat Nabi bersedih, mereka juga akan
mengingkari kafirnya Abu Thalib?
begitu pula hadits di atas. orang yang bertanya kepada Nabi tentang keadaan
ayahnya, kemudian dijawab oleh Nabi bahwa ayahnya di neraka, orang itu pun
sangat sedih. akan tetapi untuk menghibur kesedihan orang itu, Nabi tidak
meralat sabdanya.
Irfan mengatakan...
Ustadz,
Tentang bagian ini:
Misalnya, Al-Imam Muslim memasukkannya dalam Bab [بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه
قرابة المقربين] “Penjelasan
bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan
ia akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan”
Apakah Imam Muslim yang membuat judul bab dalam shahih muslim atau pensyarahnya
(imam nawawi)?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Imam Muslim.
Irfan mengatakan...
Saya baca di sini:
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=222684
13. التبويبات التي على صحيح مسلم ليست من مسلم
، وإنما من الشراح لذا نجدها مختلفة .
Tapi memang tidak dijelaskan dengan rinci sumber perkataannya. Karenanya saya
mau konfirmasi kebenaran perihal ini.
Irfan
Irfan mengatakan...
Kalau lihat diskusi di
sini, sepertinya judul bab dalam shahih Muslim bukan berasal dari Imam Muslim.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=5915
wallahu a'lam.
Salam ustaz, ada yang
berpendapat Abu Talib adalah muslim dan asbab an-Nuzul surah at-Taubah itu
keliru kerna Abu Talib wafat sebelum hijrah dan surah itu surah madaniyah
Mohon komentar ustaz
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Tentang kafirnya Abu
Thaalib adalah sudah pasti. Tidak perlu digubris pendapat yang lainnya. Baca :
Sis Wanto mengatakan...
maksud antum apa
membuat resah umat
rvstam mengatakan...
Pendapat ulama selaiun Al Albani dan Al Jauzi ada gak stadz.. ??
Oiya.. masalah sufi.. bukannya Imam Syafi'i rohimahullah mengatakan jadilah
Ahli Fiqh dan Ahli Sufi, jangan jadi salah satu diantaranya..
Kok redaksi jadilah ahli sufinya bisa simsalabim hilang ya stadz..
Syukron.. :)
Setidaknya ada 6 ulama lain yang disebutkan dalam artikel diatas selain
Imam Al Albani dan Ibnul Jauzi rahimakumullah.. apakah segitu sulitnya membaca
dan menghitung ??
Dan juga dijelaskan ada nukilan ijma.. Tapi memang buat sebagian muslim jaman
sekarang ijma hampir tidak berarti apa2..
Dijaman sekarang sangat penting sekali membahas dan mendiseminasi ilmu2 yang
"sensitif" seperti ini dan yang lain.. Karena maraknya shubuhat dari
kalangan non-muslim yang selalu menyerang islam dari berbagai sisi.. Satu2nya
alat perang kita adalah ilmu, sehingga kita tahu dalil, kenapa begini-kenapa
begitu tidak sedikit2 kaget sedikit2 resah..
Apakah kekafiran kedua orang tua Nabi 'alayhi sholatu was salam berdampak pada
Islam ?? Bahkan Istri dan salah seorang anak Nabi Nuh 'alayhis salam adalah
orang kafir, Ayah Nabi Ibrahim juga orang kafir.. Kenapa ga resah juga ??
rvstam mengatakan...
Apakah ulama Ahlussunnah wal jama'ah hanya sebatas 6 orang itu..?? :)
Nabi-nabi sebelumnya diturunkan untuk kaumnya masing-masing.. berbeda dengan
Sayyidina Rosulillah Sholallahu'alaihi wasalam yang sebagai Nabi penutup bagi
semua manusia diseluruh bumi ini hingga kiamat.
anda mengqiyaskan Orang Tua Rosulullah dengan anak Nabi Nuh alaihi salam, ayah
Nabi Ibrohim alaihi salam.. apa anda tidak bisa membedakan..??
Orang tua Sayyidina Rosulillah meninggal apakah sudah sampai risalah kepada
mereka..? Apakah sudah sampai dakwah Rosulullah kepada mereka..?? :)
Jika menggunakan kerangka berpikir anda adalah aka terbentuk analogi bahwa
ummat sebelum Rosulullah itu adalah Kafir.. :)
Dan satu lagi.. Jikalau.. walaupun.. seandainya.. Orang Tua anda yang bukan
seorang Muslim atau belum sampai risalah dari Rosulullah Sholallhu'alaihi
wasalam.. apakah akan dengan LANTANG anda akan mengatakan mereka sedang disiksa
dalam kubur dan neraka kelak.. tanpa
sedikitpun berdoa memohon ampunan untuk mereka..??
عن أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قال يا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أبي قال في
النَّارِ فلما قفي دَعَاهُ فقال إِنَّ أبي وَأَبَاكَ في النَّارِ
Jika anda menafsirkan hadits tersebut secara serampangan maka anda akan
terjerumus dan bertentangan dengan mayoritas ulama. Lalu bagaimana dengan
kaidahnya..??
ومتى خالف خبر الاحاد نص القران او اجماعا وجب ترك ظاهره
lalu ini juga
قال الكرماني : ليعلم انما هو اي – خبر الاحاد – في العمليات لا في
الاعتقاد
dan ini Syaikhul Ibn Taimiyah
ان هذا من خبر الاحاد فكيف يثبت به اصل الدين اللذي لا يصح لايمان الا
به
Lalu bertentangan dengan Al Qur'an
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
dan
وما ارسلنا اليهم قبلك من نذير
Juga bertentangan dengan Hadits
الهالك في الفترة يقول : ربي لم يأتني كتاب ولا رسول. ثم قرأ هذه
الاية ” ربنا لولا ارسلت الينا رسولا فنتبع اياتك ونكون من المؤمنين “
(Isnadnya Jayyid)
hadits ini juga
لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات
Ini aja dulu.. :)
Ibnu Abi Irfan mengatakan...
sabda Rosululloh itu
pada dasarnya bukan dari logika dan hawa nafsu Rosululloh sendiri, melainkan
wahyu dari Alloh. ketika beliau mengabarkan seseorang masuk surga atau masuk
neraka, apakah antum tidak berfikir bahwa tidak mungkin Rosululloh akan mengatakannya
kecuali telah ada wahyu turun dari Alloh?
seandainya ana mempunyai orang tua yang kafir, ana memang tidak LANTANG
meneriakkan kekafiran orang tua ana. akan tetapi bukan berarti karena tidak
berani LANTANG meneriakkan kekafiran mereka terus lantas ana tidak melakukan
TAKFIR mereka sama sekali. sama juga seperti Rosululloh. beliau juga tidak
meneriakkan kekafiran orang tuanya dengan LANTANG. beliau mengatakan kekafiran
kedua orang tuanya hanya dalam rangka menghibur sahabat yang mempunyai nasib
yang sama dengan beliau.
Ibnu Abi Irfan mengatakan...
jangan jadikan
KETIDAK-ADAAN hadits tentang keadaan orang tua Nabi semasa hidupnya (apakah
beriman pada Alloh atau menyembah berhala) sebagai dalil untuk menolak hadits
masuk neraka orang tua Nabi.
justru sebaliknya, jadikanlah hadits tentang masuk neraka orang tua Nabi itu
sebagai dalil yang menjelaskan keadaan mereka semasa hidupnya, yaitu kafir
kepada Alloh.
rvstam mengatakan...
Sudah ana jelaskan
kaidahnya diatas..
Itu
aja dulu.. :)
@rvstam
antum ini bgaimana.. Jangan asal nulis kaidah tapi ga baca artikel.. diatas kan
ada ijma'.. ada banyak hadistnya dan aqwal ulama pula.. Antum runtuhkan dulu
ini semua baru kita bahas.. Minimal ijma' salaf, monggo diruntuhkan dulu klaim
itu.. percuma juga kalo 1000 ulama kholaf bilang B tetapi ijma' bilang A.. 1000
atau 10000 tidak ada artinya..
Yang kedua, antum ini bagaimana (lagi).. kan Rasul salallahu'alayhi wasallam
sudah memohon ijin utk mendoakan ibunya tapi ditolak.. kok antum malah mau
mendoakan mereka ?? Dapet ijin dari siapa antum ??
Sebenarnya komentar antum sudah dibahas di komentar2 sebelumnya.. jadi baca
dulu sebelum komen.. Itu aja dulu.. malas soalnya cyclic saja.. hehe
Ibnu Abi
Irfan mengatakan...
afwan yaa akhi rvstam...
kaidah yang mana yang antum maksud?
kaidah itu buatan siapa?
buatan antum sendiri atau buatan ulama ahlus sunnah?
Perumnas I
Jl.Selada Raya mengatakan...
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
Izinkan share artikel-artikel di blog ini, terima kasih.
A.JML mengatakan...
Ust. Pada tulisan
penjelasan imam muslim dalam bab kitabnya, pd kata syafa'at kurang kata TIDAK.
Harusnya ia TIDAK memperoleh syafaat.
Maaf jk keliru.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
terima kasih atas masukannya. Telah saya tambahkan kata 'tidak'.
Jazaakallaahu khairan.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu cukup banyak, antara lain berdasarkan
Firman Allah subahanahu wa ta’ala :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬ (١٥)
Artinya : Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul
(Surah al Isra’ ayat 15)
ذَٲلِكَ أَن لَّمۡ يَكُن رَّبُّكَ مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٍ۬
وَأَهۡلُهَا غَـٰفِلُونَ (
١٣١)
Artinya : Yang demikian itu adalah kerana Tuhanmu tidaklah
membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan
yang lengah (maksudnya : penduduk suatu kota tidak akan diazab sebelum
diutuskan seorang Rasul yang akan memberikan peringatan kepada mereka.)
(Surah al An’am ayat 131)
وَمَآ أَهۡلَكۡنَا مِن قَرۡيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنذِرُونَ (٢٠٨)
Artinya : Dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun, melainkan sesudah ada
baginya orang-orang yang memberikan peringatan.
(Surah Asy Syu’ara ayat 208)
Al-Qunduzi juga meriwayatkan dalam bab-2 kitab abkaru al afkar,
karya syeihk salahudin bin zainuddin yg terkenal dengan sebutan ibnu
shalah, dan juga lihat pada al-kibritu al-ahmar karya sheikh Abdul kadir
dengan riwayat yg sama dari jabir. ( dalam hadist yg panjang ) yaitu
berbunyi:
dari jabir bin Abdullah al-anshori. saya bertanya kepada Rasulullah tentang yg
pertama sekali diciptakan Allah.Rasulullah bersabda : ia adalah cahaya nabimu
wahai jabir……..Beginilah Allah memindahkan cahayakudari orang baik-baik keorang
baik-baik lainnya. dan dari orang yg suci
keorang suci lainnya, Sehingga sampailah kepada ABDUL MUTHALIB.Dan dari
dialah Allah memindahkan pada ibuku AMINAH kemudian dia mengeluarkanku
kedunia dan menjadikan aku orang yg paling muliadiantara para rasul yg
diutus kepada seluruh alam dan menjadi pempinan yg berwibawa serta
kharismatik. begitulah awal penciptaan nabimu wahai jabir
aldy
ansyah mengatakan...
pokoknya yang simple aja dan gk usah neko2 imani sj rosulullah itu dri
keturan suci mulai dari nabi adam sampai padanya bahkan
ada pendapat nabi itu 'ainu dzat , sirrudzdzat,dan sirrul maujudzaat
kalo masih mau debat moggo ane tunggu di facebook : ni alamatnya :saya.8os atau
twitter : twiterMadura
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya pun berpikir jauh lebih simpel daripada Anda, yaitu : mengimani apa
yang terdapat dalam nash. Gampang bukan ?.
Keimanan itu didasarkan oleh dalil, bukan pepesan kosong.
younedi
edi mengatakan...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Saya tidak berpikir untuk melakukan kebohongan publik,
jawab
saya mau tanya sejak kapan orang salafi-wahabi jujur dalam berdalil
sejak kapan orang salafi-wahabi itu pintar dan dapat mengunakan akalnya dengan
baik ?
sejak kapan orang salafi-wahabi memahami Al-quran dan hadist dengan benar ?
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
padahal yang saya tulis adalah fakta yang sangat mudah ditemukan di kitab2
ulama. Sebaliknya, tulisan yang berseberangan dengan di atas banyak bersandar
pada kitab As-Suyuthiy yang banyak
bersandar pada hadits lemah (bahkan palsu) dan hadits2 yang tidak sharih
dilalahnya.
jawab
anda bisa membedakan mana FAKTA MANA TULISAN ? KALO INI SAJA ANDA TIDAK BISA
MEMBEDAKAN BAGAIMANA ANDA BISA MENGAMBIL DALIL SGN BENAR !!!
saya mau tanya mana fakta yg menyebut ibu nabi saw menyembah berhala ? sehingga
dia termasuk org kafir atau musryik ? MEMANG PARAH LOGIKA NASHIBI YG SATU
INI...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Kalau Anda merasa tidak puas, silakan buat blog sendiri.
JAWAB :
apa hubungannya ketidak puasan orang dengan buat bloq ? etika dan kejujuran
antum yg harus diperbaiki dalam berdialoq dengan menampilkan coment orang apa
adanya.
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Blog ini bukan blog sampah yang mewajibkan saya menampilkan semua komentar
berkualitas apkiran. Sayangnya, komentar Anda salah satu di antaranya. Maaf.
jawab
kalo bukan ini adalah bloq SAMPAH lalu apa namanya ? anda disini membuka bloq
diskusi bukan pemungutan suara. Dimana kalo ada hujjah org yg berlawanan/
mematahkan argumentasimu maka tidak dimuat tp yg mendukungmu sekalipun nyata2
orang bodoh, jahil bahkan mungkin org gila sekalipun antum muat.
younedi
edi mengatakan...
24 Mei 2013 15.45
Abu Al-Jauzaa'
Tentang kafirnya Abu Thaalib adalah sudah pasti. Tidak perlu digubris pendapat
yang lainnya. Baca :
Beberapa Riwayat tentang Kafirnya Abu Thaalib dan Pastinya Ia Masuk Neraka
Jahannam.
jawab
astaqfirullah al azim
berani betul antum ini kalo ngomong. pake kata memastikan lagi. memang kau ini
murni 100% nashibi. Apa kapasitasmu dalam ilmu hadist, sudah kau kuasai 15
cabang ilmu syarat seseorang bisa menfsirkan Al-Quran atau hadist. (semoga
laknat Allah menimpamu).
memang betul2 goblok dan dunggu antum ini. sudah BODOH, JAHIL lagi
kau itu jangan terlalu banyak kombur, menyebar fitnah. nanti kalo ditantang
berdiskusi sembunyi seperti perempuan tak berani menghadapi orang yg berilmu.
LEBIH BAIK KAU PAKE ROK SAJA MULAI SEKARANG.
saya tantang antum berdiskusi dibloq salafi-wahabi sendiri, tentang kafirnya
paman nabi saw abu thalib dan ortu nabi saw. disini
http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/27/benarkah-abu-thalib-muslim-koreksi-atas-ketergelinciran-dewa-gilang-473577.html
atau disini
http://blumewahabi.wordpress.com/2007/05/05/islamkah-abu-thalib/
kedua sinashibi ini (penulis bloq) sudah kehabisan hujjah siapa tahu antum bisa
membantu mereka.
Demi Allah yg jiwaku dalam genggamanNYA jika antum bisa membuktikan dengan
dalil yg qothi bahwa abu thalib dan ortu nabi saw adalah manusia kafir/musryik
maka saya beri antum hadiah 40 juta rupiah. Dan jika ana melangarnya maka ana
ikhlas laknat Allah menimpa saya baik didunia maupun diakhirat kelak.
jangan lupa pangil syeikh2 antum yg berilmu tsb kebloq salafi-wahabi yg ana
referensikan.
karena melihat tulisanmu itu dan dalil yg kau gunakan, maka dengan berat hati
ana katakan : "ANTUM BUKAN LAWAN YG SEBANDING BUAT ANA. PAHAM"
ANA TUNGGU MULUTMU YG BESAR ITU DIBLOQ TERSEBUT.
SALAM
Younedi
younedi
edi mengatakan...
“ cukuplah seseorang dianggap PENDUSTA jika dia berkata berdasarkan apa yg
dia dengar dari telinganya”
Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh Allah”
padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim
1/79 no 61]
semoga menjadi renungan bagi orang yg berakal.....tp ana sangsikan buat
pengikut salafi-wahabi yg taqlid dgn ibnu taimiyah, abdul wahab dan syeikh2
disaudi yg nashibi ini
Abu Al-Jauzaa'
: mengatakan...
Ngomong apa si Anda ini ?. Kok gak jelas, dan sepertinya masih asing dengan
budaya manusia dan intelektualitas. Kalau Anda membawa paham Yahudi (Syi'ah
Raafidlah), ngaku saja..... Kok pake membonceng kata 'Nashibiy' segala terhadap
pendapat kafirnya Abu Thaalib. Trik Anda sudah terlalu usang.
Yang mengatakan kafirnya Abu Thaalib adalah Ahlus-Sunnah dan yang mengatakan
Islamnya Abu Thaalib itu Syi'ah Raafidlah. Pemisahan pendapat itu sudah sejak
lama, sebelum Anda, bapak ibu Anda, kakek nenek Anda, atau bahkan Ibnu
Taimiyyah dilahirkan.
Harap diketahui saja, saya tidak butuh menang debat dengan Anda atau
rekan-rekan Anda. Dan saya pun - alhamdulillah - sudah terlalu cukup untuk
menerima hadiah recehan 40 juta Anda jika menang debat dengan Anda.
Jangan berceramah soal dusta di blog ini, karena spesies Syi'ah Raafidlah
justru kesohor di kolong langit karena dustanya (baca ini dan ini). Saya merasa cukup berakal dengan mengikuti sunnah
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang shahihah, sesuatu yang oleh kaum
Syi'ah Raafidlah ini diinjak-injak. Saya merasa terpuji dengan celaan Anda
karena mengikuti sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Jadi, jangan pernah berpikir saya terserang migrain karena omong kosong Anda di
atas. OK ?.
Tommi
Marsetio mengatakan...
Sungguh kasihan yang diatasnya Abul Jauzaa'
Semoga Allah menjaga dan merahmati yg diatasnya Tommi Marsetio.
younedi
edi mengatakan...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Ngomong apa si Anda ini ?
jawab
ngomong ttg orang2 yg penakut, pendusta dan penyebar fitnah seperti antum.
PAHAM
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
. Kok gak jelas,
jawab
ahhhh....masa...jgn pura2 bego ah...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
dan sepertinya masih asing dengan budaya manusia dan intelektualitas.
jawab.
emang antum punya intelektualiats. ana ngak peracya.
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Kalau Anda membawa paham Yahudi (Syi'ah Raafidlah), ngaku saja.....
jawab
bagaimana sy mau ngaku wong...ketemu sama org syiah atau yahudi walaupun cuma 1
org sy belum pernah...
abu jauza (semoga Allah melaknatmu):
Kok pake membonceng kata 'Nashibiy' segala terhadap pendapat kafirnya Abu
Thaalib.
jawab
emang kenapa...? MASALAH BUAT LO...HEHEHEH
itu memang fakta bro bahwa org yg mengembar gemborkan abu thalib dan ortu nabi
saw mati dalam keadaan kafir memang orang2 nashibi (pembenci keluarga nabi saw)
makanya anda sy undang keboq tsb.
younedi
edi mengatakan...
hadist ttg ortu nabi yg mati dlm keadaan kafir bertentangan dengan hadist
shahih dan kitab pedoman umat islam yaitu Al-Quran. banyak ayat yg menulis ttg
keutamaan ortu nabi saw (ahlulbit). anda saja yg jarang buka Al-quran.
khusus hadist bukhari dan muslim yg menyatakan abu thalib mati dalam keadaan
kafir, itu adalah HADIST PALSU ALIAS BATHIL bro. (baca: MITOS salafi-wahabi
menyatakan "kitab bukhari muslim adalah kitab tershahih setelah Al-Quran
dan semua sahabat nabi saw adil, jujur dan paling taat pada Allah dan RasulNYA
adalah pepesan kosong)
kalo mau jelasnya silahkan antum kebloq salafi-wahabi yg saya referensikan
kan...itu bloq konco...konco ente yg nashibi...kenapa mesti takut bro ? TAKUT
KETAHUAN YA....KEBODOHAN DAN
boongnya.....AYO...NGAKU...AYO...NGAKU..HEHEHEHEHEH
younedi
edi mengatakan...
abu al-jauza (semoga Allah melaknatmu):
Trik Anda sudah terlalu usang.
jawab.
bukan trik ana yg sudah usang tapi KAPASITAS ILMUMU YG MASIH RENDAH +
KENASHIBIANMU + KETAQLIDAN BUTAMU PD SYEIKH2MU DISAUDI.
kalo memang antum benar dan berada dalam kebenaran kenapa antum takut membantah
hujjah ana tsb.
kebenaran model apa yg antum pake. memberi jawaban yg relefan, mengatakan yahudi,
syiah rafudhah dll.
kalo cuma berani dikandang itu bukan seorang muslim yg baik. kalo cuma
menumpahkan pikiran sesat dan dangkal dengan membuat suatu bloq semua org juga
bisa. bahkan anak yg baru lulus SD saja mampu bro.
apa susahnya buat bloq lalu masukan pikiran2mu yg sesat dan dangkal itu.tingal
comot ayat ini dan itu hadist ini dn itu. GAMPANGKAN
ketika ada org yg membantah dgn dalil kuat tidak usah ditampilkan komentnya
(delete). lalu tampilkan yg bisa dijawab DENGAN MUDAH. seperti yg kau lakukan
sehari-hari. MUDAHKAN..
itulah kalo akal dan pikiran sdh teracuni dgn taqlid buta sheikh2mu tsb. mau
berapa puluh nasehat tdk akan mempan belasan ayat akan mental dan tak berguna.
antum sdh buta dgn ayat2 Allah
younedi
edi mengatakan...
Apakah antum tdk berfikir dengan menyebut ortu nabi saw mati dlm keadaan
kafir atau musryik berarti antum bodoh dan sombong !! tahu kenapa ?
Al-Quran mengatakan org muslim kedudukannya jauh lebih baik dari org
kafir/musryik
artinya Dengan berkata seperti itu antum menganggap orang tuamu atau ibu dan
ayahmu jauh lebih baik kedudukannya disisi Allah ketimbang ortu nabi saw. nasab
antum jauh lebih baik dari nasab nabi saw, karena ortu antum adalah seorang
muslim sedangkan ortu nabi saw adalah kafir atau musryik.
MASUK DIOTAKMU LOGIKA SEPERTI ITU. COBALAH KAU PIKIRKAN DALAM2. JGN ASBUN SAJA.
parah....parah.....parah logika sinashibi ini....
note; itulah kalo akal antum sudah dinon aktifkan atau lama sudah tak terpake
kalo antum tak pnya ilmu jgn malu kasih tahu ustad2 dan syeikh2 antum. daripada
antum bakal malu dibloq tersebut.SEKALI LAGI ANA TUNGGU COMENT ANTUM DAN JANGAN
PAKE NAMA SAMARAN.
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya sudah punya banyak jam terbang berdebat dengan orang. Dari pengalaman
tersebut, saya jadi punya kesimpulan bahwa sepintar apapun orang, saya masih
punya kans untuk menang debat. Hanya satu jenis orang saja yang tidak pernah
mampu saya tundukkan, yaitu orang bodoh. Puluhan referensi saya gunakan, tetap
saja tidak berguna. Tumpul. Berkaca dari pengalaman itu, mohon maaf jika saya
tidak menerima undangan debat Anda. Saya minder dan keder, karena saya sudah
pasti cepat mengibarkan bendera putih kepada Anda dan Pemirsa. Jadi simpanlah,
uang hadiah Anda, barangkali nanti ada orang semisal Anda yang dapat meladeni
debat Anda dan mendapatkan recehan 40 juta itu.
[Atau barangkali Anda memang tidak punya uang receh 40 juta itu sehingga sudah
yakin saya tidak mampu menang debat dengan Anda ?].
'Terima kasih' pula atas doa laknatnya.
Saya punya pengalaman yang semisal ketika disumpah-serapahi oleh seorang wanita
penderita schizophrenia ketika masih duduk di bangku kuliah dulu. Dan memang,
hampir semua orang, mulai mahasiswa hingga guru besar yang berinteraksi
dengannya, pernah mengalami hal yang serupa dengan saya. Mau marah bagaimana,
lha wong sarafnya sedang mengalami kerusakan. Ia hanya akan diam jika dibawakan
pentungan atau disiram air panas. Tapi memperlakukannya demikian bukanlah
budaya manusia bermartabat.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh" [QS. Al-A'raaf : 199].
NB : Komentar Anda cukup menghibur kejenuhan saya. Terima kasih atas lawakannya
(atau jangan-jangan Anda salah satu anggota Srimulat yang sedang menyamar ?).
Alhamdulillah,
Saya bersyukur bahwasanya ustadz abul jauzaa tidak terpancing emosi dan berjiwa
besar memaafkan kekasaran saudara younedi edi.
Dari koment2 beliau yang emosional & kurang ilmiah saya kurang tau apakah
beliau muslim, yang saya khawatirkan beliau hanya menyamar sbagai muslim dan
berusaha merusak dari dalam.
Smoga Allah ta'ala memberi petunjuk jalan yang haq kpd kita smua.
Baarokallhu Fiykum.
Abdur ro'uf.
younedi: sesama muslim kok melaknat, oh iya mungkin dia syiah yang lagi
taqiyyah.
eM Y D mengatakan...
Jikalau ada komentar selevel Younedi mohon abaikan saja tadz, bukan level
antum untuk meladeni orang-orang semodel itu.
Kalimat gemar melaknat dan gemar melontarkan syubhat mengenai keshahihan
Bukhori-Muslim sudah menjadi ciri Khas Nashibi Syi'i Rafidhi yang masih satu
ordo dengan Yahudi.
Pendusta/Taqiyers di mana-mana memang tidak punya rasa malu!
sy sih org awam, cuma mau ngungkapin pendapat ane aja.
koq si juned nyalahin Ulama Saudi, Jujur sy lenih percaya ama Ulama Saudi,
karena ISLAM turunnya di SAUDI siapa yg lebih paham dengan perkataan dan bahasa
Arab selain orang Arab itu sendiri (sekaum dengan Rasulullah).
ntar Imam Mahdi keluar dari madinah, dan akan diikuti oleh pemuda pemuda
terbaik, yg berasal dari Madinah.
so, what ever you say juned, gw sih tetap ikutin rujukan Ulama Saudi dan
murid-muridnya serta yang mengambil ilmu dari pada mereka.
Barakallahu fiikum ustadz
Nampak benar siapa yang berpikiran menyimpang, kasar dalam bertutur dan tak
beradab.
Mereka menuduh kita menghinakan Nabi, padahal kita hanya meninggikan sabda
beliau dan membenarkan perkataannya. Sementara mereka dengan dalih memuliakan
orang tua Rasulullah, kemudian mencampakkan khabar dari beliau.
Jazaakumullah ustadz, tulisan ini sangat bermanfaat.
Iyan junho mengatakan...
younedi itu adalah tentara iblis yang menyamar sebagai orang islam,,,dari
perkataannya saja sudah kebaca bahwa si iblis ini lagi merusak agama dan
menghasut sesama orang islam ditambah sombong lagi memamerkan kecerdasan
pengetahuan dan menawarkan hadiah 40 juta...perlu anda ketahui bahwa iblis di
laknat ALLAH karena kesombongannya...solusi saya adalah younedi itu perlu di
ruqyah deh supaya iblis iblis yang ada didalam tubuhnya pada keluar.
Wajah
Baroe mengatakan...
ko Aneh mengapa Riwayat Imam Muslim ini ngga di munculin... tadz...
إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة
واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak2 Ibrahim: Ismail, mensucikan
daripada anak2 Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan
mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada
Bani Hasyim. Rowahu Muslim
Coba tadz di pikir, jangan pakai dengkul, apakah mungkin Allah mensucikan
mereka, dari generasi ke generasi, sementara mereka adalah orang2
kafir--termasuk orang tua nabi???
Trus Ayat ini juga ngga di munculin
juga
إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت
وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً
trus pernyataan ustadz..yg katanya
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah berkata dalam Tafsirnya ketika
menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119 :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من
أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم
”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang
tua Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
saya cek ternyata kopas dari sini فإن ظن ظان أن الخبر الذي روي عن محمد بن كعب صحيح ، فإن في استحالة
الشك من الرسول عليه السلام - في أن أهل الشرك من أهل الجحيم ، وأن أبويه كانا
منهم ، ما يدفع صحة ما قاله محمد بن كعب
ko ngga liat keteranga/catatan kaki tafsir ...kan ada
- هما حديثان مرسلان . فإن محمد بن كعب بن
سليم القرظي : تابعي . والمرسل لا تقوم به حجة ، ثم هما إسنادان ضعيفان أيضًا ،
بضعف راويهما : موسى بن عبيدة بن نشيط الربذي : ضعيف جدا ، مترجم في التهذيب ،
والكبير للبخاري 4 /1/ 291
Riwayat Mursal ...
Katanya pemakai hadis shohih lah ko mursal; di embat juga....
buat menguatkan hawa nafsunya
Naudzubillah tsumma na'udzubillah
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Sejak kapan kata اصطفاني dipahami sebagai 'mensucikan' sehingga menafikkan
kemungkinan keturunan Ibraahiim masuk neraka ?. Bukankah Abu Thaalib juga
termasuk dalam keumuman hadits itu.
Tentang
QS. Al-Ahzaab ayat 33, sama dengan di atas. Intinya, tak ada korelasinya.
Tentang perkataan Ath-Thabariy :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من
أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم”Semua
ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa
orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu
’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
Ini bukan hadits, akan tetapi pemahaman Ath-Thabariy.
Bisa dicek :
Zulkarnain El-Madury mengatakan...
وقال بن أبي حاتم في
تفسيره حدثنا أبي حدثنا خالد بن خداش حدثنا عبد الله بن وهب عن بن جريج عن أيوب بن
هانئ عن مسروق عن عبد الله بن مسعود قال خرج رسول الله يوما إلى المقابر فاتبعناه
فجاء حتى جلس إلى قبر منها فناجاه طويلا ثم بكى فبكينا لبكائه ثم قام فقام إليه
عمر بن الخطاب فدعاه ثم دعانا فقال ما أبكاكم فقلنا بكينا لبكائك قال إن القبر
الذي جلست عنده قبر آمنة وإني استأذنت ربي في زيارتها فأذن لي ثم أورده من وجه آخر
ثم ذكر من حديث بن مسعود قريبا منه وفيه وإني استأذنت ربي في الدعاء لها فلم يأذن
لي وأنزل علي ( ما كان للنبي والذين آمنوا ) الآية فأخذني ما يأخذ الولد للوالد
وكنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنها تذكر الآخرة
hadist ini menjelaskan, menyebut nama orang tua nabi langsung, bahwa memang
benar Aminah dan suaminya tidak diampuni dosanya atas permohonan
nabi...perhatikan kata kata "Aminah"
Yang dimaksud oleh
saudara Younedi Edi adalah sebagai berikut:
"Kamu sadar ataukah tidak bahwa jika kita mengkafirkan orangtua Nabi,
berarti kita sudah menempatkan diri kita diatas orangtua Nabi!
Orangtua Nabi kan suci, sama seperti nabi, mereka tak pernah berbuat salah dan
tak mungkin masuk neraka!"
Pendapat saudara Juneidi Edi diatas termasuk asal muasal ilmu hadits kaum
Syi'ah & Suffi Habibiyyun.
~> Semua yang dikatakan oleh Sayyid/Habib dan orang-orang yang telah diakui
oleh mereka ADALAH BENAR DAN WAJIB DIIKUTI!
~> Semua hadits yang diucapkan oleh Sayyid/Habib dan orang-orang yang telah
diakui mereka ADALAH SHAHIH!
Berbeda dengan hadits Ahlussunnah yang tak memandang dia Habib/Sayyid atau
bukan, asalkan Islam, jujur, amanah, tidak pelupa, tidak lalai, dan memiliki
tetangga yang baik DAN semuanya itu diakui oleh saksi-saksi yang berderajat
Ulama dan sangat terpercaya, maka barulah perkataannya bisa diterima.
30 Juni 2014 13.26
Anonim mengatakan...
Anonim mengatakan...
Azzam mengatakan...
Sangkakala Zaman mengatakan...
Sangkakala Zaman mengatakan...
Sangkakala Zaman mengatakan...
Mana Akhlak Kalian terhadap Rosul kalian?
Mohon maaf semuanya, tegakkan hukum tanpa kepentingan pribadi atau golongan untuk mencapai ridho Allah. Raih kemaslahatan hidup dengan tetap berpegang teguh pada kaidah yang haq.Ingat apa yang difirmankan Allah dan sabda rosul adalah kebenaran yang haqiqi dan janganlah ditumpangi dengan nafsu atau kecintaan akan sesuatu yang berlebihan. Sudah cukup bagi kita bahwa Rosulullah SAW sebagai contoh dan tauladan !!!!
@Anonim 29 Desember 2014 11.31 :
Rasul sendiri yang mengatakan dalam rangka meninggikan ke-Maha Adil-an Allah.
Menjelaskan hal ini penting, karena banyak orang Islam jadi murtad gara-gara salah memaknai kaidah suci.
Dikira Nabi suci, maka semua keluarganya jadi ikut suci, termasuk keturunannya meskipun banyak yang nakal pun juga dianggap suci, meskipun kafir akan diampuni.
truskan prjuangan akhi,duri ranjau yg mghalangi jalan nash alquran assunnah itu umpama rerumput liar yg ngak ada nilai haq hokum(dalil),hanya prsangka logika kmanusiaan semata2 tnpa batasan alquran assunah..brsifat parasit..kondisinya hanya di bwh telapak kaki mnusia sifatnya.. sunnatullah..smoga Illahi menebarkan redha sabar,teguh pda kalian..cinta kalian.peace
jalan alquran assunnah itu sifatnya ngak brcampur brsifat kmanusiaan,emosi,snsitif n dll.hnya mnilai dari prasaan semata2..
stiap nash dalil (sahih) brwujud mthlak krna datangnya brsumber dari Illahi mlalui prutusanNYA(MUHAMMAD saw).apa hanya dsbbkan unsur2 sifat2 mnusia sdemikian kita layak menolak,memutarnya mgikut akal logic (prsaan) kita smata2?..syubhat loo..asalan prkara yg jelas terang sifatnya masih mahu dibengkokkan,dicabangkan,diputar.,sunnatullah akhir zaman..ayuh ikhlas ikhlaskan..skadar prkgsian..peace
teman AZZAM;;benar bro,,bukti kebutaan,kelencongan SYIAH n the gang..maaf..haq!..peace
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/05/shahih-hadits-ayahku-dan-ayahmu-di.html
Al-Imaam Muslim rahimahullah berkata :
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ،
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا،
قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النَّارِ، فَلَمَّا قَفَّى،
دَعَاهُ، فَقَالَ: " إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ "
Dan telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan :
Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit, dari Anas :
Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah,
dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau
menjawab : “Di neraka”. Ketika
orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [Diriwayatkan oleh Muslim no. 203].
Hadits di atas juga
diriwayatkan oleh Ahmad 3/268, Abu Ya’laa no. 3516, Abu ‘Awaanah no. 289, Ibnu
Hibbaan no. 578, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad
Al-Mustakhraj no. 503, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan 2/871 no. 926, Al-Baihaqiy
dalam Al-Kubraa 7/190 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/191, Ibnu
Masykuwaal dalam Ghawaamidlul-Asmaa’
Al-Mubhamah 1/400; semuanya dari
jalan ‘Affaan, dari Hammaad bin Salamah dan selanjutnya seperti riwayat di
atas.
‘Affaan dalam periwayatan
dari Hammaad bin Salamah mempunyai mutaba’ah dari :
1. Muusaa bin Ismaa’iil
At-Tabuudzakiy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud
no. 4718, Abu ‘Awaanah no. 289, Al-Baihaqiy dalamAl-Kubraa 7/190 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/191, serta Al-Jurqaaniy dalamAl-Abaathiil
wal-Manaakiir no. 212.
2. Wakii’ bin Al-Jarraah;
seorang yang tsiqah, haafidh, lagi imam.
Diriwayatkan oleh Ahmad 3/119 dan Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 502.
3. Rauh bin ‘Ubaadah Al-Qaisiy; seorang
yang tsiqah.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 6806.
Hadits ini telah dilemahkan sebagian orang, yang kebanyakan di antara
mereka mengikuti pelemahan Al-Imaam As-Suyuuthiy rahimahullah, dan beliau telah keliru
dalam hal ini. Pelemahan ini ada dua segi, dari segi sanad dan segi matan.
1. Segi sanad.
Hammaad bin Salamah, meskipun tsiqah, tapi ia berubah hapalannya di akhir
hayatnya.
Dijawab :
Benar, bahwasannya Hammaad disifati dengan apa yang dikatakan dalam kritik
tersebut.
Haammaad ini selengkapnya bernama Hammaad bin Salamah bin Diinaar
Al-Bashriy, Abu Salamah bin Abi Sakhrah maulaa Rabii’ah bin Maalik bin
Handhalah bin Bani Tamiim. Ia perawi yang dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya (muallaq), Muslim,
Abu Daawud, Ar-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk generasi
pertengahan atbaa’ut-taabi’iin (thabaqah 8), wafat tahun 167
H. Ibnu Hajar berkata tentangnya : “Tsiqah, lagi ‘aabid, orang yang paling tsabt dalam periwayatan hadits
Tsaabit (Al-Bunaaniy). Berubah hapalannya di akhir usianya” [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 268-269 no. 1507].
Al-Baihaqiy rahimahullah berkata :
هو أحد أئمة المسلمين إلا أنه لما كبر ساء حفظه فلذا تركه البخاري
وأما مسلم فاجتهد وأخرج من حديثه عن ثابت ما سمع منه قبل تغيره وما سوى حديثه عن
ثابت لا يبلغ اثني عشر
“Ia adalah salah seorang imam di antara para imam kaum muslimin. Akan
tetapi ketika lanjut usia, hapalannya menjadi buruk. Oleh karena itu
Al-Bukhaariy meninggalkannya. Adapun Muslim, maka ia berijtihad dan
meriwayatkan haditsnya dari Tsaabit yang didengarnya sebelum berubah hapalannya. Adapun selain haditsnya dari
Tsaabit, tidak sampai berjumlah 12 buah yang ia riwayatkan dalamsyawaahid”
[Tahdziibut-Tahdziib, 3/14].
Lebih penting dari pernyataan ini, ada empat orang yang meriwayatkan
darinya, yaitu ‘Affaan, Muusaa bin Ismaa’iil, Wakii’ bin Al-Jarrah, dan Rauh
bin ‘Ubaadah yang kesemuanya merupakan para perawi tsiqaat. Khusus tentang riwayat
Hammaad yang berasal dari ‘Affaan, Ibnu Rajab rahimahumullah berkata :
قال عبد الله بن أحمد : سمعتُ يحيى بن معين يقول : من أراد أن يكتب
حديث حماد بن سلمة، فعليه بعفان بن مسلم
“Telah berkata ‘Abdullah bin
Ahmad : Aku mendengar Yahyaa bin Ma’iin berkata : ‘Barangsiapa yang ingin
menulis hadits Hammaad, maka wajib baginya berpegang pada ‘Affaan bin Muslim” [Syarh
‘Ilal At-Tirmidziy, 2/707].
Artinya, menurut Ibnu
Ma’iin, ‘Affaan bin Muslim termasuk orang yang kokoh dan diterima
periwayatannya dari Hammaad. Faedahnya, ‘Affaan mendengarkan hadits Hammaad bin
Salamah sebelum berubah hapalannya. ‘Affaan bin Muslim sendiri adalah seorang
yang tsiqah lagi tsabat, hanya kadang
ia keliru/ragu [Taqriibut-Tahdziib, hal. 681-682 no. 4659].
Akurasi hadits ‘Affaan dari
Hammaad ini dipersaksikan oleh tiga perawi tsiqaatlainnya. Tidak ada ruang (atau sangat kecil kemungkinannya)
untuk mengatakan bahwa hadits Hammaad ini keliru karena faktor berubah
hapalannya.
Hammaad bin Salamah,
meskpiun ia tsiqah, namun beberapa imam mengatakan bahwa ia banyak kelirunya.
Ahmad bin Hanbal berkata : “Hammad bin Salamah sering keliru (yukhthi’)” [Bahrud-Damm,
no. 227]. Begitu juga dengan Ibnu Hibbaan.
As-Suyuthiy menambahkan
bahwa Hammaad ini menyelisihi Ma’mar dalam periwayatan dari Tsaabit, dimana
Ma’mar tidak menyertakan lafadh : ‘ayahku dan ayahmu di neraka’, namun dengan
lafadh : ‘jika engkau melewati kubur orang kafir, berikanlah khabar gembira
tentang neraka’. Ma’mar lebih tsabt daripada Hammaad [lihat : Al-Haawiy,
2/273].
Dijawab :
Perkataan ini jika ditujukan
untuk melemahkan hadits dalam bahasan, maka sangat jauh dari kebenaran.
Hammaad, sebagaimana telah
lalu penjelasannya, dicela sebagian ulama karena berubahnya hapalannya di akhir
usianya sehingga ia keliru meriwayatkan beberapa hadits. Ahmad bin Hanbal
memang benar diriwayatkan mengatakan demikian.
Akan tetapi Ahmad sendiri
menetapkan Hammaad adalah seorang yang tsiqah [Al-Kaamil fidl-Dlu’afaa’ oleh Ibnu ‘Adiy, 3/39 no. 431]. Dan Ahmad pun menetapkan
Hammaad bin Salamah adalah orang yang paling tsabt dalam hadits
Tsaabit Al-Bunaaniy.
وقال عبد الله : سمعتُ أَبي يقول : حماد بن سلمة , أثبت الناس في
ثابت البناني.
‘Abdullah berkata : Aku
mendengar ayahku berkata : “Hammaad bin Salamah, orang yang paling tsabt periwayatannya dalam
hadits Tsaabit Al-Bunaaniy” [Al-‘Ilal, no. 1783 & 5189].
وقال ابن هانىء : وسَمِعتُهُ يقول : كان حماد بن سلمة من أثبت أصحاب
ثابت .
Ibnu Haani’ berkata : Aku
mendengarnya (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hammaad bin Salamah termasuk orang
yang paling tsabt di antara ashhaab Tsaabit” [Suaalaat
Ibni Haani’, 2/197 no. 2063].
Banyak riwayat lain dari
Ahmad yang menunjukkan penegasan serupa. Apa yang dikatakan oleh Ahmad itu juga
dikatakan oleh ulama lain.
Ibnu Ma’iin berkata :
من خالف حماد بن سلمة في ثابت فالقول قول حماد، قيل : فسليمان بن
المغيرة عن ثابت ؟. قال : سليمان ثبت، وحماد أعلم الناس بثابت
“Barangsiapa menyelisihi
Hammaad dalam periwayatan dari Tsaabit, maka perkataan yang dipegang adalah
perkataan Hammaad”. Dikatakan : “Riwayat Sulaimaan bin Al-Mughiirah dari
Tsaabit ?”. Ibnu Ma’iin berkata : “Sulaimaan itutsabt (kokoh), namun Hammaad orang yang paling mengetahui tentang
riwayat Tsaabit” [Tahdziibul-Kamaal, 7/262].
Abu Haatim berkata :
حماد بن سلمة في ثابت، وعلي بن زيد أحب إليَّ من همام، وهو أضبط
الناس وأعلمهم بحديثهما
“Hammaad bin Salamah dalam
riwayat Tsaabit dan ‘Aliy bin Zaid, lebih aku sukai daripada Hammaam. Dan ia
(Hammaad) adalah orang yang paling dlabth (akurat) dan yang paling mengetahui tentang hadits
keduanya” [idem, 7/264].
Dan, Ahmad bin Hanbal
menegaskan riwayat Hammaad dari Tsaabit ini lebih kuat daripada Ma’mar :
حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر
“Hammaad bin Salamah lebih tsabt (kokoh) dalam
hadits Tsaabit daripada Ma’mar” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/141; dan Tahdziibul-Kamaal,
7/259].
Adapun perkataan Ibnu
Hibbaan, maka itu sama sekali tidak menjatuhkan kedudukan riwayat Hammaad dari
Tsaabit.
Maka, di sini nampak ketidakakuratan jarh yang dialamatkan
As-Suyuthiyrahimahullah dan orang yang
sepakat dengannya.
Tsaabit (bin Aslam)
Al-Bunaaniy sendiri adalah seorang yang tsiqah lagi ‘aabid[Taqriibut-Tahdziib, hal. 185 no. 818].
Kesimpulannya, sanad riwayat ini sangat shahih.
2. Segi Matan.
Sebagian ulama menganggap bahwa matan hadits ini ma’lul karena bertentangan dengan
ayat :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Dan Kami tidak akan
mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul”
[QS. Al-Israa’ : 15].
Dijawab :
Tidak akan pernah satupun
hadits shahih bertentangan dengan hadits shahih lain ataupun ayat, karena apa
yang dikatakan Rasul shallallaahu ‘alaihi wa
sallam juga merupakan wahyu dari Allah ta’ala :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” [QS. An-Najm : 3-4].
Termasuk hadits di atas.
Ta’lil terhadap matan hadits ini berangkat dari pemahaman bahwa
kedua orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam termasuk ahlul-fatrah yang akan dimaafkan, karena belum sampai kepada mereka
berdua risaalah (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Pernyataan ini tidak
sepenuhnya benar, sebab ada beberapa yang disebutkan para ulama sebagai ahlul-fatrah, namun
masuk neraka. Seperti misal : ‘Amru bin ‘Aamir bin Luhay Al-Khuzaa’iy :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنْ
الزُّهْرِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، قَالَ الْبَحِيرَةُ:
الَّتِي يُمْنَعُ دَرُّهَا لِلطَّوَاغِيتِ وَلَا يَحْلُبُهَا أَحَدٌ مِنَ
النَّاسِ، وَالسَّائِبَةُ: الَّتِي كَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِآلِهَتِهِمْ فَلَا
يُحْمَلُ عَلَيْهَا شَيْءٌ، قَالَ: وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ، قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرِ بْنِ
لُحَيٍّ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ
سَيَّبَ السَّوَائِبَ "
Telah menceritakan kepada
kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Az-Zuhriy, ia berkata : Aku
mendengar Sa’iid bin Al-Musayyib, ia berkata : “Al-Bahiirah adalah onta yang tidak boleh ditunggangi dan diambil
susunya oleh seorang pun, yang dipersembahkan kepada berhala. Adapun As-Saaibah adalah onta yang
tidak bunting lagi yang akan mereka persembahkan kepada tuhan-tuhan mereka”.
Ibnul-Musayyib berkata : Telah berkata Abu Hurairah : “Telah bersabda Nabishallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Aku melihat ‘Amru bin ‘Aamir bin Luhay Al-Khuzaa’i
menarik-narik ususnya di neraka. Dia adalah orang pertama yang melepaskan onta-onta
(untuk dipersembahkan kepada berhala)” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 3521].
‘Amru bin ‘Aamir bin Luhay
Al-Khuzaa’iy adalah orang yang hidup di masa fatrah, namun ia
mengubah ajaran Nabi Ibraahiim bagi bangsa ‘Arab sehingga mereka menyembah
berhala. ‘Amru bin Luhay tidak diberikan ‘udzur karena masa fatrah, karena telah sampai kepadanya ajaran Nabi Ibraahiim ‘alaihis-salaam.
Begitu pula dengan shaahibul-mihjan (si pemilik tongkat) :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ. ح وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
نُمَيْرٍ، وَتَقَارَبَا فِي اللَّفْظِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْمَلِكِ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ...... لَقَدْ جِيءَ بِالنَّارِ وَذَلِكُمْ حِينَ
رَأَيْتُمُونِي تَأَخَّرْتُ مَخَافَةَ أَنْ يُصِيبَنِي مِنْ لَفْحِهَا، وَحَتَّى
رَأَيْتُ فِيهَا صَاحِبَ الْمِحْجَنِ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ، كَانَ
يَسْرِقُ الْحَاجَّ بِمِحْجَنِهِ، فَإِنْ فُطِنَ لَهُ، قَالَ: إِنَّمَا تَعَلَّقَ
بِمِحْجَنِي، وَإِنْ غُفِلَ عَنْهُ ذَهَبَ بِهِ....."
Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
Numair (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin
Numair – dan lafadh keduanya mirip - , ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Malik, dari ‘Athaa’, dari
Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “……….Dan sungguh telah diperlihatkan neraka kepadaku,
yaitu ketika kalian melihat aku mundur, karena aku takut hangus (oleh
jilatannya). Hingga aku melihat di dalamnya shaahibul-mihjan (pemilik tongkat
yang bengkok kepalanya.) menyeret ususnya dalam neraka. Dahulunya, ia mencuri
(barang milik) orang yang haji. Jika ketahuan, ia berkilah : ‘Barang itu
tersangkut di mihjanku”. Tetapi jika orang itu lengah dari barangnya, maka si
pencuri membawanya (pergi)….” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 903].
Jika kita bisa menghukumi
bahwa dua orang di atas masuk neraka berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lantas apa halangannya kita mengatakan bahwa orang tua
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga masuk neraka berdasarkan sabda beliau pula ?.
Bisa juga hal itu dijamak dengan riwayat :
أَخْبَرَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ صَاحِبُ الدَّسْتُوَائِيِّ،
حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الأحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ الأَسْوَدِ
بْنِ سَرِيعٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
" أَرْبَعَةٌ يَحْتَجُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ، وَرَجُلٌ
أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرِمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَأَمَّا الأَصَمُّ
فَيَقُولُ: رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَلَمْ أَسْمَعْ شَيْئًا، وَأَمَّا
الأَحْمَقُ، فَيَقُولُ: رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَالصِّبْيَانُ
يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ، وَأَمَّا الْهَرِمُ، فَيَقُولُ: رَبِّ لَقَدْ جَاءَ
الإِسْلامُ وَمَا أَعْقِلُ، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَيَقُولُ:
رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ، فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعَنَّهُ،
فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ رَسُولا أَنِ ادْخُلُوا النَّارَ، قَالَ: فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا كَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلامًا ".
Telah mengkhabarkan kepada
kami Mu’aadz bin Hisyaam shaahibu Ad-Dastuwaaiy : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari
Qataadah, dari Al-Ahnaf bin Qais, dari Al-Aswad bin Sarii’, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda :“Ada empat orang yang akan berhujjah
(beralasan) kelak di hari kiamat : (1) orang tuli, (2) orang idiot, (3) orang
pikun, dan (4) orang yang mati dalam masa fatrah. Orang yang tuli akan berkata
: ‘Wahai Rabbku, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak mendengarnya sama
sekali’. Orang yang idiot akan berkata : ‘Wahai Rabbku, sungguh Islam telah
datang, namun anak-anak melempariku dengan kotoran hewan’. Orang yang pikun
akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak dapat
memahaminya’. Adapun orang yang mati dalam masa fatrah akan berkata : ‘Wahai
Rabb, tidak ada satu pun utusan-Mu yang datang kepadaku’. Maka diambillah
perjanjian mereka untuk mentaati-Nya. Diutuslah kepada mereka seorang Rasul
yang memerintahkan mereka agar masuk ke dalam api/neraka”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam kembali bersabda : “Demi Dzat yang
jiwaku ada di tangan-Nya. Seandainya mereka masuk ke dalamnya, niscaya mereka
akan merasakan dingin dan selamat”
[Diriwayatkan oleh Ishaaq bin Rahawaih dalamAl-Musnad no. 41; shahih].
Yaitu, orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk neraka setelah diuji oleh Allah ta’ala di hari kiamat,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsiir rahimahullah[Al-Aayaatu wal-Ahaadiitsu wal-Aatsaar Al-Waaridah fii
Ahlil-Fatrah oleh Marwaan bin Ahmad
Al-Hamdaan, hal. 251; thesis Univ. Ummul-Qurraa’, tahun 1411].
Oleh karena itu, hadits Anas
tetap dapat dijamak dengan ayat yang dipertentangkan bersamaan dengan hadits
Al-Aswad bin Sarii’ radliyallaahu ‘anhumaa ini.
Tidak ada satu hal pun yang
menyebabkan hadits Anas ini cacat lagi dla’iif sebagaimana Pembaca dapat lihat.
Kesimpulannya : Riwayat ini
shahih, para perawinya tsiqaat, sanadnya bersambung, dan tidak ada syudzuudz ataupun ‘ilat.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – ngaglik,
sele-man, yogyakarta, 1432, malam hari nan sunyi].
COMMENTS
Abu Haatim berkata :
حماد بن سلمة في ثابت، وعلي بن زيد أحب
إليَّ من همام، وهو أضبط الناس وأعلمهم بحديثهما
“Hammaad bin Salamah dalam riwayat Tsaabit dan ‘Aliy bin Zaid, lebih aku sukai
daripada Hammaad. Dan ia (Hammaad) adalah orang yang paling dlabth (akurat) dan
yang paling mengetahui tentang hadits keduanya” [idem, 7/264]
Maksudnya mungkin:
"Hammad bin Salamah dalam riwyat Tsaabit dan 'Aliy bin Zaid, lebih aku
sukai dari pada HAMMAAM(?)..."
-- Abu Yahya ---
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Benar, salah ketik.
Seharusnya Hammaa(M), malah tertulis Hammaa(D).
Syukran wa jazaakallaahu khairan. Segera saya perbaiki.
harqi mengatakan...
ana minta ya mas