Thursday, August 14, 2014

Kedudukan Shahih Bukhari Muslim [ bagian I ]


dewa Gilang, Inilah Kedudukan Shahih Bukhari Muslim

Abdullah Al-jakarty
http://filsafat.kompasiana.com/2013/06/22/inilah-kedudukan-shahih-bukhari-muslim-tanggapan-untuk-dewa-gilang-571204.html
22 June 2013 | 22:59 
Apa kedudukan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim di sisi kaum muslimin?
Imam An-Nawawi berkata:
اتفق العلماء -رحمهم الله- على أنّ أصح الكتب بعد القرآن”الصحيحان” البخاري ومسلم،وتلقتهما الأمة بالقبول
“ Para Ulama –semoga Allah merahmati mereka- telah sepakat menyatakan bahwa kitab yang paling Shahih setelah al-Qur’an adalah ash-Shahihain; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Umat telah menerima keduanya dengan baik. ” (Muqaddimah Syarh Shahih Muslim)

Berkata Imam Al-’Aini:
اتفق علماء الشرق والغرب، على أنه ليس بعد كتاب الله تعالى أصح من صحيحي البخاري ومسلم
“Para ulama di timur dan di barat telah sepakat bahwa tidak ada setelah Al-Quran kitab yang lebih sahih dari pada Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. ” (Umdatul Qari 1/5)
Imam Ibnu Ash-Sholah berkata:
جميع ما حكم مسلم بصحته من هذا الكتاب فهو مقطوع بصحته، والعلم النظري حاصل بصحته في نفس الأمر، وهكذا ما حكم البخاري بصحته في كتابه؛ وذلك لأن الأمة تلقت ذلك بالقبول سوى من لا يُعتد بخلافه
“Semua yang dihukumi sahih menurut Imam Muslim dalam kitab ini (Shahih Muslim), maka itu bisa dipastikan sahih. Ilmu an-nazhari terwujud dengan kesahihannya seketika. Demikian pula apa yang dihukumi sahih oleh Imam Bukharia dalam kitabnya (Shahih Bukhari). Yang demikian itu, karena umat telah sepakat untuk menerimanya kecuali orang yang penyelisihannya tidak diakui. ” (Shiyanatu Shahih Muslim hal 85-86)
Berkata Imam Ad-Dahlawi:
أما الصحيحان: فقد اتفق المحدثون على أن جميع ما فيهما من المتصل المرفوع صحيح بالقطع، وأنهما متواتران إلى مصنفيهما، وأن كل من يهون أمرهما فهو مبتدع غير سبيل المؤمنين
“Adapun Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, maka para ahli hadits telah sepakat bahwa seluruh sanad bersambung marfu’ yang ada di keduanya adalah pasti sahih. Dan kedua kitab itu diriwayatkan secara mutawatir sampai kepada penulisnya. Dan (para ulama juga sepakat) bahwa siapa yang meremehkan keduanya, maka ia ahli bidah tidak mengikuti jalan kaum mukminin. ” (Hujatullah Al-Balighah 1/232)
Berkata imam Asy-Syaukani:
واعلم أن ما كان من الأحاديث في الصحيحين أو أحدهما جاز الاحتجاج به من دون بحث لأنهما التزما الصحة وتلقت ما فيهما الأمة بالقبول
“Ketahuilah bahwa seluruh hadits yang ada dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satunya, boleh digunakan untuk berhujjah tanpa perlu diteliti. Sebab, keduanya telah mengharuskan hanya meriwayatkan hadits sahih. Dan umat pun telah menerima keduanya dengan baik. ” (Nailul Author 1/22)
Perkataan ulama-ulama besar tadi dan masih banyak lagi menunjukkan bahwa Shahih Bukhari dan Muslim memiliki kedudukan yang agung di tengah-tengah kaum muslimin. Sebab, keduanya kitab tersahih setelah Al-Quran. Dan siapa yang meragukan keabsahan keduanya, maka ia seorang ahli bidah (lihat perkataan Imam Ibnu Ash-Sholah dan Ad-Dahlawi di atas).
Demikianlah kedudukan 2 kitab ini, begitu jelas dan terang.  Namun, walaupun itu telah terang dan jelas, ada saja orang yang berusaha meragukan keabsahan hadits-hadits dalam keduanya (terutama di era belakangan).
Di antaranya adalah apa yang dilakukan dewa Gilang dalam artikel terbarunya. dewa Gilang menggiring pembaca untuk meragukan keabsahan hadits-hadits sahih Bukhari dan Muslim. dewa Gilang seolah-olah ingin menyatakan bahwa ahlussunnah tidak sepakat akan keabsahan hadits dalam keduanya.
dewa Gilang berkata: “Perlu diketahui, bahwa jauh sebelum “orang Syiah” bernama akun @Dewa Gilang menuliskan kritiknya terhadap Bukhari-Muslim, maka diskursus mengenai keabsahan hadis-hadis dalam dua kitab Bukhari-Muslim telah lama terjadi. Taruhlah nama-nama ulama Sunni seperti Ahmad Amin, Rasyid Riddha, Muhammad Abduh, Muhammad Al-Ghazali adalah segelintir nama dari sekian nama ulama Sunni yang mengkritik hadis-hadis yang terdapat dalam Bukhari-Muslim. Apakah dengan fakta yang demikian, maka Bapak KP akan menyebut mereka sebagai “orang Syiah”, sementara jelas mereka berpaham Sunni? “
Tanggapan saya:
1. Apakah mereka ahli hadits sehingga penyelisihan mereka mu’tabar (bisa diakui)?
Mari kita ulik satu-persatu:
-Ahmad Amin bukanlah ahli hadits, bahkan ia termasuk diantara para peneliti muslim yang banyak sedikitnya terpengaruh dengan para orientalis.
Kalau memang ia ahli hadits, yang pakar dalam mensahihkan dan melemahkan hadits, lantas mana karya tulisnya tentang hadits? Mana karyanya tentang ilmu rijalul hadits? Jarh wata’dil?
-Muhammad Abduh ia bukanlah ahli hadits, bahkan ia seorang ulama mesir yang mengikuti metode pemikiran mutazilah. Bukankah di antara prinsip mu’tazilah adalah menolak hadits apapun jika bertentangan dengan akal?
Dan kalau memang ia ahli hadits, yang pakar dalam mensahihkan dan melemahkan hadits, lantas mana karya tulisnya tentang hadits? Mana karyanya tentang ilmu rijal hadits? Jarh wata’dil?
-Rasyid Ridho ia merupakan salah satu murid Muhammad Abduh. Ia banyak terpengaruh oleh Muhammad Abduh. Namun apakah itu sampai akhir hayatnya?
Tidak!
Ia terpengaruh di awal masa pencarian ilmu. Adapun setelah meninggal gurunya tersebut, ia melepaskan diri dari pengaruh gurunya.
Syaikh Rasyid Ridha berkata, “Bahwasanya setelah aku bebas berbuat sepeninggal beliau (Muhammad Abduh), akupun menyelisihi manhajnya (rahimahullah) dengan memperluas dari hadits-hadits shahih apa-apa yang ada kaitannya dengan suatu ayat baik dalam penafsirannya atau pengambilan hukum darinya.” (Tafsir al-Manar I/16 Muqoddimah).
Makanya, setelah itu beliau rujuk dari pendapat dan penolakan beliau terhadap hadits-hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
-Muhammad Al-Ghazali, ia bukanlah ahli hadits. Apa buktinya ia bukan ahli hadits?
Ia pernah meminta kepada Muhammad Nashiruddin Al-Albani, seorang ahli hadits untuk meneliti dan mentakhrij (menyebutkan riwayat siapa) hadits-hadits dalam karya tulisnya yaitu Fiqhus Sirah.
Kalau memang ia ahli hadits, untuk apa meminta orang lain untuk mentakhrij kitabnya?
Selain itu kalau memang ia ahli hadits, yang pakar dalam mensahihkan dan melemahkan hadits, lantas mana karya tulisnya tentang hadits? Mana karyanya tentang ilmu rijal hadits? Jarh wata’dil?
2. Setelah keadaan mereka begitu, ditambah lagi ternyata pendapat mereka bertentangan dengan ijma ulama! Yaitu ijma’ akan keabsahan hadits-hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
Saya sudah membahas tentang ini di sini:
Kalau dewa Gilang bertanya apakah mesti orang yang menolak hadits dalam sahih Bukhari dan Muslim berarti syiah?
Belum tentu.
Ada orang yang menolak hadits dalam sahih bukhari dan muslim karena awamnya terhadap agama.
Dan adapula yang menolak keduanya karena bertentangan dengan pemikirannya. Siapa sajakah itu?
Seperti orang khawarij atau yang terpengaruh dengan khawarij.
Seperti orang syiah atau yang terpengaruh dengan syiah.
Seperti orang mutazilah atau orang yang terpengaruh dengan mutazilah.
Dan berbagai pemikiran sesat lainnya.
Lalu berikutnya dewa Gilang menyatakan bahwa hadits bisa dikritik dan digugat.
dewa Gilang berkata: “Bagi saya, Hadis tetap memenga peranan sebagai salah satu sumber dalam Islam. Namun itu tidak berarti bahwa strata hadis dan nilai sakral-nya menyamai Alquran yang tak bisa diganggu gugat. Ia (hadis) senantias terbuka untuk dikritik dan digugat keabsahannya. Sebagai catatan, bukan berarti orang yang menolak satu-dua hadis, maka ia meremehkan hadis atau bahkan menolak seluruh hadis.”
Tanggapan saya:
Hadits mana yang digugat? Hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang telah disepakati ulama tentang kesahihannya?
Kalau memang dewa Gilang, ingin mengkritisi hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim, silahkan kritisi dengan ilmiah, bukan dengan dusta dan fitnah.
Mengapa saya katakan begini?
Karena di sini
dewa Gilang dengan beraninya menolak hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim. dewa Gilang menolak hadits itu dengan alasan di dalamnya ada perawi yang bernama Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama tabiin. Memang ada apa dengan Sufyan Ats-Tsauri?
dewa Gilang berkata: Sufyan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, (ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.)
Saya meminta bukti dari dewa Gilang untuk membawakan teks aslinya, namun sampai sekarang tidak pernah mendatangkannya!
Seharusnya, kalau berani menulis, harus berani pula mempertanggungjawabkan tulisannya.
Dan Alhamdulillah, barusan setelah saya coba mencari dan mencari di maktabah syamilah teks perkataan Imam Adz-Dzahabi yang menjelaskan keadaan Sufyan At-Tsauri itu, ternyata saya mendapatkan kejutan. Apa itu?
dewa Gilang memanipulasi data dengan mengutip teks tetapi tidak disempurnakan untuk menguatkan asumsinya!
Tahu dari mana?
Dilihat dari teks aslinya.
Berikut ini teks pernyataan imam Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal:
[صح] سفيان بن سعيد [ع] الحجة الثبت، متفق عليه، مع أنه كان يدلس عن الضعفاء، ولكن له نقد وذوق، ولا عبرة لقول من قاليدلس ويكتب عن الكذابين.
“Sufyan bin Sa’id, hujjah yang kuat, disepakati kesahihannya walaupun pernah melakukan tadlis dari kalangan dhuafa’, namun ia punya kemampuan kritik dan kemahiran, maka tidak dapat diterima siapapun yang berkata: ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.“
Perhatikan, Imam Adz-Dzahabi menolak pernyataan bahwa Imam Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri adalah orang yang melakukan tadlis dan meriwayatkan hadits dari para pendusta.
Namun  perhatikan teks yang dibawakan oleh dewa Gilang: “Sufyan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, (ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.) “
Perhatikan, apakah sama antara keduanya?
Yang satu (teks asli) menyebutkan bahwa Imam Adz-Dzahabi menolak pernyataan bahwa Imam Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri adalah orang yang melakukan tadlis dan meriwayatkan hadits dari para pendusta.
Sedangkan yang satu lagi (teks yang dibawa dewa Gilang) menyebutkan bahwa Imam Adz-Dzahabi menyatakan bahwa Imam Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri adalah orang yang melakukan tadlis dan meriwayatkan hadits dari para pendusta.
Apakah akal yang sehat akan menyatakan bahwa keduanya sama?
Lihatlah, dewa Gilang memanipulasi data dengan mengutip teks tetapi tidak disempurnakan untuk menguatkan asumsinya!
Dan setelah saya cari di internet, ternyata ulah dewa gilang itu dilakukan juga oleh seorang tokoh syiah.
Entah dewa Gilang copas dari tulisannya, atau tokoh tersebut copas dari tulisan dewa Gilang?
Atau tokoh tersebut ternyata adalah dewa Gilang?
Pertanyaan yang menarik untuk dijawab.
Bersambung.

Hadits-Hadits Dalam Bukhari-Muslim Digugat? (Pertanyaan Untuk dewa Gilang)

http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/17/hadits-hadits-dalam-bukhari-muslim-digugat-pertanyaan-untuk-dewa-gilang-561123.html

Di saat saya baru saja dikejutkan oleh artikel yang ‘mempertanyakan’ kewajiban jilbab, tiba-tiba saya dikejutkan kembali dengan munculnya artikel yang ditulis Dewa gilang: http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/17/menggugat-hadis-hadis-dalam-bukhari-muslim-561059.html
Tentu teman-teman masih ingat bagaimana DG dulu mendustakan hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Di sini contohnya: http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/27/benarkah-abu-thalib-muslim-koreksi-atas-ketergelinciran-dewa-gilang-473577.html
Ia menolak hadits shahih Bukhari dan Muslim dengan alasan di situ ada rawi yang bernama Sufyan. Dan Sufyan, menurut DG sudah disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin. “ (ia melakukan tadlis (penyembunyian rawi atau cacat dalam sanad) dan menulis hadits dari para pendusta)
Ketika saya tanyakan apa buktinya? Yang ada, ia kabur. Sampai sekarang tidak menjawab. Yang ada, curhat dengan kompasianer lain seolah-olah dizalimi. Padahal, kalau mau dialog ilmiah, sebutkanlah bukti dan hujjah, bukan curhatan demi curhatan.
Dan sekarang, DG kembali melakukan pendustaan terhadap hadits dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Ia berkata di postingan terbaru: “Tak terbayangkan akan betapa dalam kitab-kitab hadis andalan kaum muslimin terdapat hal-hal yang merendahkan pribadi nan agung, Muhammad Saww. Mirisnya, kita justru tak menyadari bahwa dalam hadis-hadis kita sendiri ternyata terserak hal-hal “aneh nan ganjil” yang menistakan Nabi Muhammad Saww secara tak langsung.”
Dia melecehkan dan mendustakan hadits-hadits Shahih Bukhari yang telah disepakati umat akan kesahihannya dengan alasan hadits itu “merendahkan pribadi Nabi. “
Sama seperti dulu menolak hadits Shahih Bukhari tentang kematian Abu Tholib dengan alasan hadits itu “merendahkan Nabi.”
Kali ini Dewa Gilang  mendustakan hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Ia menolak hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim tentang pernikahan Nabi dengan Aisyah di umur 6 tahun.  Dengan alasan membuka peluang bagi orang-orang untuk menyematkan kata “pedofilia” terhadap sosok Nabi.
Dewa gilang berkata: “Dalam Bukhari dan Muslim, misalnya, terselip riwayat mengenai usia Ibunda Aisyah yang dikisahkan baru berusia 6 tahun kala dinikahi oleh Nabi Saww. Hal ini membuka peluang bagi orang-orang yang menyimpan kedengkian dalam hatinya untuk menyematkan kata “pedofilia” terhadap sosok Nabi. Padahal, Nabi Saww berlepas dari segala riwayat dan tuduhan tersebut. “
Tanggapan saya: Niat yang baik jangan sampai menghalalkan segala cara. Kalau ingin membela Nabi gunakan cara yang elegan, bukan dengan mendustakan hadits yang telah disepakati umat. (Kecuali syiah tentunya)
Apa alasan dewa gilang mendustakan hadits Shahih Bukhari dan Muslim  ini?
Dewa gilang berkata: “Namun, ketika hadis ini dihadapkan dengan fakta sejarah, maka matan hadis ini tak kuat lagi untuk menutupi kejanggalannya.”
Dewa gilang menyebutkan ‘dalil’nya: “Menurut sejarah, usia Asma (kakak Aisyah) lebih tua 10 tahun ketimbang adiknya, Aisyah.”
Pertanyaan dari saya, darimana anda mendapatkan keterangan bahwa jarak usia antara Asma’ dan ‘Aisyah adalah sepuluh tahun?!
Sebutkan kitabnya sekalian teks arabnya agar saya bisa merujuk langsung kitab itu!
Sebenarnya dewa gilang sendiri sepertinya tidak yakin dengan ucapannya sendiri, karena ia berkata setelah itu:
“Menurut “tarikh” pula, Asma wafat pada tahun 73-74 H dalam usia 100 tahun. Dan jika informasi ini akurat, maka usia Asma ketika Nabi hijrah (622M) adalah berkisar 27 atau 28 tahun. Sehingga jika usia Asma lebih tua 10 tahun dari Aisyah, maka usia Aisyah ketika dinikahi oleh Nabi semestinya 17 atau 18 tahun, dan bukan 6 atau 7 tahun sebagaimana yang tertera pada kitab Bukhari dan Muslim.”
Perhatikan kalimat yang saya cetak tebal. DG berkata: “Jika informasi ini akurat. ” berarti DG sendiri belum yakin bahwa yang ia tuliskan itu akurat atau tidak.
Untuk teman-teman yang ingin tahu bantahan bagi orang yang menolak hadits tentang pernikahan Aisyah dan Nabi itu, silahkan lihat di sini:
Selanjutnya DG melanjutkan lagi pendustaannya terhadap hadits Nabi tentang sebab turunnya surat Abasa yang pernah saya tanyakan dan sampai sekarang belum dijawab.
DG berkata: “Andai saya melanjutkan dengan hadis-hadis lainnya, niscaya anda akan tercekat tak percaya ketika mendengar bahwa Nabi bermuka masam -misalnya.”
Dan DG mendustakan lagi hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim tentang tersihirnya Nabi.
DG berkata: “Jika hadis itu tak juga membuat anda terhenyak, maka bagaimana dengan hadis Nabi terkena sihir (pernah menjadi polemik berkepanjangan di Kompasiana), di mana Nabi dikisahkan seperti orang yang berhalusinasi?
Dan itu sudah saya jawab di sini:
Ketika saya memosting tulisan itu, saya pikir ia kapok untuk mendustakan lagi hadits-hadits dalam Shahih Bukhari dan kapok karena kedoknya sudah terlihat, namun sekali lagi, saya terkejut dengan postingan terbarunya itu.
Berikutnya DG menggiring kita untuk meragukan periwayatan hadits-hadits yang sudah beredar di tengah-tengah kita dan meragukan validitas kitab-kitab hadits.
DG berkata: “Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sunnah Nabi Saww pernah mengalami pemasungan dalam waktu yang tidak sebentar. Pencatatan -bahkan periwayatan- sunnah adalah hal terlarang hingga masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang membolehkan pencatatannya.
Hal inilah yang membuka peluang lebar-lebar bagi pemalsuan dan menumbuhsuburkan kebohongan atas nama Nabi Muhammad Saww. Pemalsuan bahkan tak jarang menjadikan Nabi Saww sebagai objek kebohongan. “
Pertanyaan saya: Keterangan dari manakah Anda bisa berkata seperti ini? Dari ulama ahli hadits atau dari syiah rafidhah?
Dan dalam rangka menebarkan aqidah syiahnya, Dewa gilang menguatkan pernyataannya tersebut dengan  ”dalil” perkataan cendikiawan islam belakangan, seperti Syekh Muhammad Al-Ghazali, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha.
Pertanyaan dari saya: Apakah mereka ahli hadits sehingga mempunyai otoritas untuk menolak dan menerima hadits? Silahkan lihat jawaban saya terhadap pernyataannya di sini:
dewa gilang berusaha mengkritisi Hadits shahih dengan menghadapkannya dengan Al-Quran dan Tarikh
DG berkata: “Se-shahih apapun sanadnya, seterang-benderang apapun ia, maka hadapkan matannya dengan Alquran Al-Karim. Cukupkah? Belum, hadapkan lagi hadis itu pada “tarikh” Nabi Muhammad Saww. Jika ditemukan ketidaksesuaian, maka anda wajib curiga terhadap hadis itu, meski sanadnya memuat nama-nama orang yang dinilai adil dan terpercaya.”
Pertanyaan saya: hadits shahih mana yang mau dihadapkan dengan Al-Quran?
Dan hadits shahih mana yang mau dihadapkan dengan tarikh?
Dan kitab tarikh mana yang mau jadi rujukan? Kitab tarikhnya ahlussunnah atau Syiah?
Saya mohon DG kali ini menjawab satu persatu pertanyaan saya.
Kalau Anda mau dialog ilmiah, jawablah satu persatu pertanyaan saya dengan hujjah dan dalil bukan dengan curhat sana-sini.
Saya tunggu.
Saya mohon teman-teman kompasianer kritis dalam menilai.
http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/29/tanggapan-atas-curhatan-dewa-gilang-474210.html

Tanggapan Atas ‘Curhatan’ Dewa Gilang
Abdullah Al-jakarty
29 June 2012 | 14:40Segala puji bagi Allah semata. Shalawat serta Salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada keluarganya dan shahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik, yang menegakkan panji kebenaran Islam dengan cara membersihkan sosok Nabi dan agama serta syariatnya dari pelbagai tuduhan keji yang disematkan kepadanya.
Teman-teman, insya Allah, kali ini saya akan menanggapi tulisan dewa gilang yang terbaru yang kalau boleh saya nilai itu adalah ‘curhatan’nya.
Berikut ini saya ulik tulisannya:
1. Dewa gilang mendorong kita untuk ‘kritis’ dan tidak taqlid (membebek ) dengan orang lain.
Ia berkata:
“Rugilah bagi kita yang menyia-nyiakan nikmat akal, yang menjadi pemisah antara kita dengan hewan, dengan tidak menelaah secara kritis segala masalah, menerima apa adanya, “sumuhun dawuh” pada “guru2″, “syaikh2″, dan fatwa para ulama. Ketahuilah, bahkan Malaikat-pun bertanya kepada Allah Subhanahu wata’ala!”
Tanggapan: Saya setuju, karena itu saya memohon dewa gilang jangan langsung menelan mentah-mentah keterangan ulama syiah dalam menolak hadits dalam Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Ibnu Majah dan Musnad Ahmad dan lainnya yang telah disepakati umat, sebelum mempelajari apa sih keterangan dari para ulama ahlussunnah seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar, Imam An-Nawawi, Al-Khoththobi dan lain-lainnya tentang hadits-hadits yang ia tolak.
2. dewa gilang menyatakan kebenaran Al-Quran sesuatu yang absolut dan mutlak, sedangkan hadits tidaklah demikian walaupun dalam shahih Bukhari dan Muslim yang diakui oleh umat bahwa 2 kitab tersebut sebagai yang tershahih setelah Alquran.
Dewa gilang berkata: “Tetapi, dengan menimbang bahwa 2 kitab tersebut, demikian pula dengan kitab2 lainnya, ialah buah karya manusia dan bukan wahyu Ilahi, maka 2 kitab tersebut tidak luput dari berbagai kesalahan2. Pernyataan ini berdasarkan fakta bahwa selain Alquran tak ada satupun text di muka bumi ini yang bersifat transeden, absolut serta mutlak kebenarannya. “
Tanggapan:
1. Kalau memang maksud dewa gilang dengan pernyataannya itu artinya boleh menolak hadits-hadits shahih yang ada karena itu tidak bersifat absolut, lantas apakah  alasannya menolak hadits-hadits itu bersifat absolut?
Bukankah dia menolak hadits-hadits Shahih Bukhari dan Muslim dan lainnya, karena mengikuti ucapan orang lain seperti syiah dan muktazilah yang  kebenarannya juga tidak absolut?
2. Kalau memang maksud dewa gilang dengan pernyataannya itu artinya boleh menolak hadits-hadits shahih yang ada karena itu tidak bersifat absolut, berarti runtuhlah islam. Karena pondasi islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Kalau salah satunya didustakan, maka hilanglah syariat islam. Orang tak mengenal cara shalat, haji, puasa dan ibadah lainnya melainkan dari As-Sunnah (hadits), karena Al-Quran hanya menyebutkan secara globa seluruh ibadah . adapun perincian cara dan kadarnya ada dalam Hadits.
3. Kalau maksudnya yang ia tolak adalah hadits ahad karena bersifat persangkaan (dzhan) , tidak menimbulkan keyakinan, itu pun tertolak. Lihat:
http://jalansunnah.wordpress.com/2010/08/16/hadits-ahad-hujjah-dalam-aqidah-dan-hukum-1/
4. Menerima hadits yang shahih apalagi dalam Shahih Bukhari dan Muslim adalah sesuatu yang disepakati oleh Ulama (ijma’) , kecuali Syiah dan sekte mu’tazilah tentunya.
Karena itu Al Imam Al Hafidz Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Asy-Syafi’I ( Imam Nawawi ) rahimahullahu ta’ala berkata tentang kedudukan kitab Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim : “Para ulama rahimahullahu ta’ala telah bersepakat bahwa kitab yang paling shahih stelah Al-Qur’anul “Aziz adalah kitab Sahih Al Bukhari dan sahih Muslim. Kedua kitab itu telah terbukti diterima dengan lapang dada dan tangan terbuka oleh ummat Islam”
Dan juga beliau rahimahullahu ta’ala juga berkata : “Karya hadits yang dianggap paling sahih,bahkan dianggap memiliki otoritas mutlak dalam dunia ilmu pengetahuan Islam adalah dua kitab Ash-shahih yang telah disusun oleh dua imam besar yakni Abu `Adillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari dan abul Husain Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairi radliallahu’anhumma.Tidak ada karya hadits yang mampu menyaingi kedua kitab induk ini.”
Asy-Syaikh Abu `Amr bin Ash-Shalah rahimahullahu ta’ala ( yang dikenal juga dengan Imam Ibnu Shalah) berkata : “Semua hadits yang oleh Muslim rahimahullah ta’ala telah dianggap sebagai hadits shahih di dalam kitab ini,maka derajat keshahihannya bisa dikatakan pasti dan bisa dipertanggung jawabkan secara teoritis (ilmiyah).Begitu juga dengan hadits-hadits yang oleh Al Bukhari telah ditetapkan sebagai hadits shahih di dalam kitab Ash-Shahihnya. Hal ini karena ummat telah menerima kualitas shahih kedua kitab tersebut secara ijma’.”
Imam Al Haramain rahimahullahu ta’ala berkata : “Seandainya ada seseorang yang bersumpah akan menceraikan istrinya kalau seandainya sabda Nabi shalallahu `alihi wa sallam yang terkandung dalam kitab Shahih Al Bukhari dan  Shahih Muslim ada yang diragukan keshahihannya,maka perceraian itupun tidak mungkin terjadi.Bahkan diapun tidak akan pernah dianggap melanggar kalimat sumpahnya. Sebab para ulama kaum muslimin telah berijma’ atas kesahihan kedua kitab hadits induk tersebut.”
http://mujitrisno.multiply.com/journal/item/435/Kedudukan_Shahih_Bukhari_Muslim_Dalam_Hujjah
3. dewa gilang mempertanyakan (atau menyatakan?) kebolehan meng’kritisi’  teks-teks dalam hadits.
Ia berkata: “Apakah tidak diperkenankan bagi kita untuk mengkaji, menelaah ulang serta mempertanyakan text2 hadist yang tercantum dalam kitab2 selain Alquran?. Pertanyaaan ini juga berlaku pada kitab2 lainnya? “
Tanggapan:
Ya boleh kalau mumpuni dalam bidang ini. Kalau memang Anda sudah mencurahkan hidup Anda dalam  hadits baik dalam riwayat maupun diroyat sehingga kedudukan Anda  sudah setara Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hanbal dan ahli hadits lainnya, silahkan. Masalahnya, siapakah Anda? Sudah belajar ilmu hadits berapa tahun? Apakah Anda sudah  menyamai mereka (ahli hadits )sehingga dengan lancangnya menolak hadits yang telah disepakati umat bahwa itu adalah shahih?
4. dewa gilang bertanya tentang dosa bagi orang yang mempertanyakan keabsahan suatu hadits.
Ia berkata: ” Dosa, murtad atau kafirkah seorang muslim yang mempertanyakan keabsahan hadist2 dalam berbagai kitab?. Pertanyaan ini juga berlaku untuk individu muslim yang mempertanyakan fatwa2 para ulama mutaqaddimin (terdahulu).”
Tanggapan: mengamalkan hadits Shahih Bukhari dan Muslim serta hadits shahih lainnya dalam kitab hadits adalah suatu keharusan karena itu berarti mengamalkan petunjuk Nabi dalam perkataan, perbuatan dan ikrar nabi.
Sedangkan mengamalkan fatwa ulama tentu berbeda dan bukanlah suatu keharusan karena itu ucapan seorang manusia,  kecuali kalau fatwa itu sudah menjadi  ijma’ atau berlandaskan dasar yang shahih dan jelas.
Sekarang, silahkan dewa gilang berpikir sendiri, dosa atau tidak mempertanyakan keabsahan sesuatu yang sudah dinyatakan absah oleh umat? Dosakah menolak sesuatu yang sebenarnya itu diucapkan dan dilakukan nabi?
5. dewa gilang mempertanyakan semat dan gelar yang buruk terhadap orang yang menolak hadits shahih Bukhari, Muslim dan lain-lainnya tentang Nabi terkena sihir.
Ia berkata: “Apakah pantas disematkan berbagai gelar buruk terhadap seorang muslim yang menolak mengambil hadist Nabi terkena sihir -misalnya-, karena ia ragu dan nuraninya menolak hal yang demikian terjadi pada diri Nabinya? “
Wah, jangan tersinggung dulu, dewa gilang dan jangan marah kepada saya ya…kalau mau marahilah Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Imam An-Nawawi yang sudah menukil ucapan Imam Al-Maziri yang berkata: “Ahlulbid’ahmenolak hadits ini. Mereka menyangka bahwa hadits ini bisa mengurangi kedudukan nubuwwah (kenabian) dan membuat ragu akannya (kenabian)….dst (lihat di pembahasan sebelumnya http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/28/dewa-gilang-mendustakan-hadits-nabi/
Ingat, yang mengatakan itu bukan saya lho…
5. dewa gilang menanyakan ‘keadilan’ bagi syiah yang telah menolak hadits Shahih Bukhari dan Muslim tentang sihir ini
ia berkata: “Apakah adil bagi kita untuk menuduh syiah, menipu, mendustakan dan sederet “gelar” lainnya terhadap seorang muslim yang mencoba menerjemahkan bahwa kemaksuman Nabi-Nya bersifat menyeluruh?. Dengan kata lain, tidak secara lahir, melainkan juga terpelihara secara bathin. Tidak hanya secara fisik, melainkan juga secara mental spiritual. “
tanggapan: silahkan dewa gilang menerjemahkan bahwa kemaksuman Nabi-Nya bersifat menyeluruh, asalkan jangan menolak hadits-hadits shahih yang disepakati umat.
Untuk lebih jelas, silahkan teman-teman menemukan jawaban atas pertanyaan dewa gilang ini di pembahasan sebelum ini: http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/28/dewa-gilang-mendustakan-hadits-nabi/
6. Dewa gilang bertanya apakah orang yang menolak sesuatu dianggap menolak seluruhnya
Ia berkata: “Apakah benar logika yang mengatakan, bahwa jika seorang individu menolak beberapa hadist, maka ia tergolongkan menolak seluruh hadist?. Pertanyaan ini juga berlaku, andai individu tersebut menolak fatwa seorang ulama dalam kitab A, apakah ia berarti juga menolak seluruh isi di dalam kitabnya? “
Tanggapan: tentu saja tidak, siapa bilang sama? Itu kalau dari kadar perbuatannya. Namun kalau dilihat dari akibatnya, ya jelas, siapa yang menolak hadits shahih, sedikit maupun banyak, sama saja sudah mendustakan Rasul, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dengan meriwayatkannya.
Bukankah menolak satu ayat dalam Al-Quran sama saja dengan  menolak seluruhnya?
“Apakah kalian beriman kepada sebahagian Al kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat. (QS. Al-Baqarah:85)
Bukankah mendustakan satu rasul, sama dengan mendustakan seluruh rasul? Allah berfirman:
“Kaum ‘Aad telah mendustakan Para rasul. ” (QS. Asy-Syuara: 123)
Mengapa Allah menyatakan para rasul? Padahal yang diutus kepada kaum Aad hanyalah Nabi Hud? Sebab, mendustakan seorang rasul sama saja mendustakan seluruh rasul.
7. Dewa gilang menyatakan bahwa yang menolak hadits Shahih Bukhari dan Muslim, bukan hanya syiiah
Ia berkata: “Bagaimana jika muslim yang kita tuduh dengan Syiah, mendustakan, menipu, ternyata sanggup menghadirkan bukti bahwa bukan hanya Syiah yang menolak hadist2 demikian -khusus pada artikel ini hanya mengenai hadist Nabi terkena sihir-, apakah sikap kita akan sama terhadap ulama2 tersebut, yaitu “men-stempelnya” dengan berbagai cap2 buruk, seperti Syiah, pendusta, penupa, ahli bid’ah, inkar sunnah, dan lainnya. “
Tanggapan: tentu saja. Karena yang menolak hadits tentang sihir dalam Shahih Bukhari, Muslim dan lainnya, bukan hanya syiah, melainkan juga sekte muktazilah yang telah dinyatakan sesat oleh para ulama salaf terdahulu.
Yang jelas, silahkan sebut siapa saja yang menolak hadits Shahih Bukhari dan Muslim dan lain-lain. Tetapi perlu diketahui, mereka bukan bagian dari Ahlussunnah wal jama’ah yang telah sepakat menerima Shahih Bukhari, Muslim dan hadits-hadits shahih lainnya dalam kitab hadits.
Kalau Anda merasa tersinggung dengan gelar bidah, inkar sunnah, dan semacamnya, ya silahkan anda menyalahkan para ulama Ahlussunnah yang menyatakan begitu. Marahilah Al-Hafizh Ibnu Hajar, Imam An-Nawawi dan semisalnya yang membela hadits-hadits Nabi dari orang yang berusaha meruntuhkannya.
8. Dewa gilang mempertanyakan nasib orang yang menolak hadits shahih
Ia berkata: “Dan yang terakhir, apakah muslim tersebut telah melakukan dosa kategori besar layaknya syirik, sehingga -seakan-akan- pintu surga telah tertutup untuknya, dan hanya kerak Jahannam tempat yang pantas untuknya?”
Tanggapan: silahkan dewa gilang berpikir apa nasib bagi orang yang menolak dan mendustakan sesuatu yang sebenarnya itu dari Nabi? Dan silahkan pula dewa gilang berpikir apa nasib bagi orang yang menolak dan mendustakan sesuatu yang diriwayatkan orang-orang jujur dari pendahulu umat ini (sahabat Nabi) dan disepakati umat?
Kalau masalah taubat, tentu saja terbuka bagi siapapun yang melakukan dosa. Sebejat apapun. Karena itu kalau dewa gilang bertaubat dari kelancangannya menolak hadits nabi sebelum maut menjemput, niscaya Allah mengampuni..karena Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang..
9. Dewa gilang menyatakan bahwa penolakannya terhadap hadits-hadits shahih dengan alasan membersihkan Nabi dari segala hal yang tidak layak adalah mengikuti Imam Asy-Syafi’i
Ia berkata: “mengutip Imam Syafi’i, jika saya yang mencoba membersihkan Nabi dari segala hal yang tak layak ada di diri Nabi Saww -setidaknya menurut saya- adalah Syiah, pendusta dan penipu, maka SAKSIKANLAH WAHAI SELURUH ALAM DAN SEMESTA BAHWA AKU ADALAH SYIAH, PENDUSTA DAN PENIPU ITU. Ya Allah, Saksikanlah…………….”
Tanggapan: sayang, dewa gilang tak paham apa maksud dari pernyataan Imam Asy-Syafi’I itu. Padahal ucapan itu muncul dari beliau, setelah beliau difitnah sebagai seorang syiah. Jadi bukan berarti beliau setuju dengan syiah yang telah lancang menolak hadits-hadits shahih. Untuk lebih jelasnya tentang apa sikap sebenarnya Imam Asy-Syafi’I terhadap syiah, lihat di sini:
Dan yang perlu ditanyakan adalah apa mungkin kita dianggap mensucikan Nabi bila kita mengingkari hadits-haditsnya ?
Mudah-mudahan kita diberi akal yang sehat untuk memahami ini.
Himbauan:
Sebagai penutup, saya menghimbau Anda wahai dewa Gilang untuk membuka topeng Anda. Jika Anda  memang seorang syiah, nyatakanlah dengan jantan bahwa Anda adalah syiah. Tak perlu malu dan takut. Tak perlu ’sembunyi ‘ dibalik “pecinta NU”, “Gusdurian” dan semisalnya. Saya terus terang lebih menghargai orang yang dengan jantan menyatakan identitasnya tanpa malu-malu. Tapi kalau Anda enggan melakukannya, ketahuilah –dengan izin Allah- para pembela sunnahnya tidak pernah tidur. Suatu saat kan terbongkarlah hakikatmu sebenarnya..
Tags:
==============================================
Ketajaman Black Horse (Olas Novel)
09 May 2013 | 04:56
Rasanya hampir semua kompasianer mengenal sosok fenomenal ini. Dengar-dengar, katanya tulisan dan komentar BH itu berbobot beranalisa kritis dan tajam.Sepertinya ketajaman BH terlihat di sini:
Entah, kenapa BH ngamuk di situ.
Apa karena di tulisan itu ada penjelasan Syaikh Hasyim Asyari berikut ini: “Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti” (Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, halaman 9).?
Ketajaman BH makin terlihat lagi di sini:
BH berkata: " Dan Muhammadiyah mempunyai cabang di Iran yang Syiah. . . tahukah Anda wahai kutu kecil?"
Entah, apa yang membuat beliau ngamuk.
Apa karena di situ ada penjelasan PP Muhammadiyah berikut ini, "Keempat: Syiah hanya menerima hadis dari jalur Ahlul Bait, ini berakibat ribuan hadis shahih –walaupun diriwayatkan Bukhari-Muslim- ditolak oleh Syiah. Dengan demikian, banyak sekali perbedaan antara Syiah dan Ahlus Sunnah baik masalah aqidah, ibadah, munakahat, dan lain-lainnya. '?
Dan berikutnya, di sini:
Abu Hurairah sahabat Nabi yang mulia pun tidak luput dari ketajaman BH (Olas Novel).
Kita tentu tahukan  apa kedudukan Abu Hurairah di dalam agama islam? Beliau selain sahabat Nabi, adalah orang yang banyak meriwayatkan hadits dari Nabi. Mayoritas hadits yang terkait hukum islam, apakah itu shalat, zakat, puasa dan hukum lainnya, berporos dari Abu Hurairah.
Karena itu, sampai-sampai ada ulama yang berkata, "Kalau mau menjatuhkan islam, mudah sekali. Jatuhkan saja Abu Hurairah. "
Mengapa begitu? Karena dengan jatuhnya Abu Hurairah, hilanglah sebagian besar syariat islam.
Silahkan lihat lebih jauh kedudukan Abu Hurairah di sini:
Dan kelompok yang terkenal berusaha menjatuhkan Abu Hurairah adalah syiah.
Silahkan lihat:
Kembali ke topik pembahasan.
BH (Olas Novel) di sini menggiring kita untuk menjatuhkan Abu Hurairah.
BH berkata: "Bukankah Abu Hurairah sahabat nabi dan berdusta atas nama nabi? "
Dan ia juga berkata: "Meskipun Bukhari sendiri seorang pendusta seperti yang dikatakan Ummul Muminin Aisah dan Sayidina Umar bin Khatab? "
Beliau adalah tulis, maksudnya "Meskipun Abu Hurairah" malah menjadi "Meskipun Bukhari. "
Beliau memberikan 'bukti' tentang "kedustaan" Abu Hurairah atas nama Nabi.
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ مَا تَرَكَ غِنًى وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ تَقُولُ الْمَرْأَةُ إِمَّا أَنْ تُطْعِمَنِي وَإِمَّا أَنْ تُطَلِّقَنِي وَيَقُولُ الْعَبْدُ أَطْعِمْنِي وَاسْتَعْمِلْنِي وَيَقُولُ الِابْنُ أَطْعِمْنِي إِلَى مَنْ تَدَعُنِي فَقَالُوا يَا أَبَا هُرَيْرَةَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا هَذَا مِنْ كِيسِ أَبِي هُرَيْرَةَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shalih yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah radiallahu ‘anhu yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “sedekah yang paling utama adalah sedekah yang meninggalkan pelakunya dalam kecukupan, tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu, seorang istri akan berkata “kamu memberiku makan atau kamu menceraikanku” dan seorang budak akan berkata “berilah aku makan dan perintahkan aku untuk bekerja” dan seorang anak akan berkata “berilah aku makan, kepada siapa engkau akan meninggalkanku”. Mereka berkata “wahai Abu Hurairah apakah engkau mendengar hal ini dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Abu Hurairah berkata “tidak, hal ini berasal dari Abu Hurairah”. Shahih Bukhari 7/63 no 5355….
Tapi sayang usaha BH itu terbongkar oleh seorang Kompasianer, Anung.
Ia (Anung) berkata:
anda berkata: “Meskipun Abu Hurairah sendiri seorang pendusta seperti yang dikatakan Ummul Muminin Aisah dan Sayidina Umar bin Khatab? “.
apa buktinya mereka berdua menganggap abu hurairah pendusta?adapun hadits yang Anda sebutkan:…wahai Abu Hurairah apakah engkau mendengar hal ini dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Abu Hurairah berkata “tidak, hal ini berasal dari Abu Hurairah”. Shahih Bukhari 7/63 no 5355….lihatlah kecerobohan Anda. sudah copas tapi tak paham apa yang Anda copas.Perhatikanlah, kecerobohan penerjemahan kata (هَذَا مِنْ كِيسِ أَبِي هُرَيْرَةَ )dalam hadits di atas. Apa yang dia terjemahkan? Ia terjemahkan: “hal ini berasal dari Abu Hurairah”. Sehingga seolah-olah perkataan di atas adalah ucapan Abu Hurairah yang mencatut nama Nabi.Lantas, apa makna perkataan tersebut? Berikut ini Al-Hafizh Ibnu Hajar seorang ulama ahlussunah, bukan seorang syiah yang sangat membenci sahabat Nabi menjelaskan:
وَقَوْله مِنْ كِيسِي هُوَ بِكَسْرِ الْكَاف لِلْأَكْثَرِ أَيْ مِنْ حَاصِله إِشَارَة إِلَى أَنَّهُ مِنْ اِسْتِنْبَاطه مِمَّا فَهِمَهُ مِنْ الْحَدِيث الْمَرْفُوع مَعَ الْوَاقِع.
Dan ucapannya (Abu Hurairah): مِنْ كِيسِي dengan kaf yang dikasrahkan karena banyaknya (pengucapannya dengan begitu) artinya adalah dari apa yang didapatnya, sebagai isyarat bahwa ucapan itu adalah hasil istinbath (pemahaman) Abu Hurairah dari apa yang ia pahami dari hadits marfu’ (yang sampai kepada Rasulullah) bersamaan dengan kenyataan. (Fathulbari juz 15 hal.212 maktabah syamilah)Kalau begitu, maksud dari hadits itu adalah bahwa Abu Hurairah mengucapkan perkataan hadits di atas berdasarkan pemahamannya memahami ucapan Rasulullah, bukan dari akal dan pikirannya (Abu Hurairah).Bandingkanlah, cara memahami seorang ulama ahlussunah, Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan seorang syiah yang sangat membenci sahabat Nabi yang mulia yaitu Abu Hurairah..
BH masih punya 'bukti' untuk menggiring kita agar menjatuhkan Abu Hurairah.
BH berkata:— Bukankah Abu Hurairah yang dikatakan oleh khalifah Umar bin Khatab sebagai musuh Allah dengan ucapannya: “Wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, engkau telah mencuri harta Allah”? (ya ‘aduwallah wa ‘aduwa kitabihi saraqta maalallah). (Lihat: at-Tabaqot al-Kubra Jil:4 Hal:335, Siar a’alam an-Nubala’ Jil:2 Hal:612) .Lalu kenapa musuh Allah masih tetap dipakai dan dipercaya oleh Imam Bukhari dalam periwayatan hadits?, apakah Bukhori lebih paham Hadits dari pada Sayidina Umar?Apakah Imam Bukhari tidak percaya lagi terhadap Sayidina Umar bin Khatab, atau bahkan meremehkan seorang khalifatur Rasyidiin? Bukankah Sayidina Umar adalah sahabat dan khalifah Rasul yang harus diikuti oleh Bukhori sendiri?Bukankah Abu Hurairah terkenal dikalangan sahabat sebagai manusia yang tidak dapat dipercaya (baca: pembohong). Hal ini sebagaimana yang telah dinukil dari beberapa sahabat tentang dia, semisal: Ummul mukminin Aisyah, Umar bin Khatab, Marwan bin Hakam, Ali bin Abi Thalib dsb?
Dijawab lagi oleh Anung:
lalu pendalilan Anda dngan perkataan Umar untuk mendustakan Abu Hurairah juga lemah dan rapuh.ada baiknya kita buka dulu teks aslinya:
عن أيوب، عن محمد: أن عمر استعمل أبا هريرة على البحرين، فقدم بعشرة آلاف.
فقال له عمر: استأثرت بهذه الاموال يا عدو الله، وعدو كتابه ؟ فقال أبو هريرة: فقلت: لست بعدو الله وعدو كتابه ; ولكني عدو من عاداهما.
قال: فمن أين هي لك ؟ قلت: خيل نتجت، وغلة رقيق لي، وأعطية تتابعت.
فنظروا، فوجدوه كما قال: فلما كان بعد ذلك، دعاه عمر ليوليه، فأبى.
فقال: تكره العمل وقد طلب العمل من كان خيرا منك: يوسف عليه السلام ! فقال: يوسف نبي ابن نبي ابن نبي وأنا أبو هريرة بن أميمة.
وأخشى ثلاثا واثنتين.
قال: فهلا قلت: خمسا ؟ قال: أخشى أن أقول بغير حلم، وأقضي بغير حلم، وأن يضرب ظهري، وينتزع مالي، ويشتم عرضي
Dari Ayyub, dari Muhammad bahwa Umar menugaskan Abu Hurairah sebagai gubernur di Bahrain.
Lalu, Abu Hurairah pun datang membawa uang 10.000 dirham. Umar berkata kepadanya, “Apakah engkau peruntukkan harta ini untuk kepentingan pribadimu, wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya?!”
Abu Hurairah menjawab, “Aku bukan musuh Allah maupun musuh kitab-Nya, tetapi justru musuh yang memusuhi keduanya.”
Umar menukas, “Lalu, dari mana hartamu ini?”
“Itu adalah kuda yang berkembang biak dan hasil pekerjaan budakku serta pemberian yang datang beberapa kali,” jawab Abu Hurairah.
Mereka pun memeriksanya. Ternyata benar apa yang dikatakan Abu Hurairah.
Setelah hal itu berlalu, Umar memanggil Abu Hurairah untuk ditugaskan kembali, tetapi ia menolak. Kemudian Umar berkata, “Mengapa kamu tidak suka jabatan ini, padahal telah memintanya orang yang lebih baik darimu, Yusuf ?”
Abu Hurairah menjawab,” Yusuf adalah seorang nabi, putra seorang nabi, dan cucu seorang nabi. Sedangkan, saya, Abu Hurairah, putra Amimah. Dan, aku khawatir tiga tambah dua (perkara).”
Umar berkata, “Mengapa tidak kau katakan lima (perkara) saja?”
Abu Hurairah menjawab, “Saya khawatir berkata tanpa ilmu, memutuskan tanpa kesabaran dan pikir panjang, takut punggungku dicambuk, hartaku diambil, dan kehormatanku dicela.”
Inilah cerita lengkapnya.Setelah kita menyimak cerita di atas, perlu kita pahami apa maksud Umar tersebut.Apa artinya Umar memvonis Abu Hurairah adalah seorang musuh Allah sebenarnya sehingga harus didustakan dan dikafirkan seperti keyakinan syiah?Tak ternukil dalam sejarah bahwa Umar bin Khaththab menyatakan bahwa Abu Hurairah sudah murtad dari islam. Dan tak ternukil pula dari seorang sahabat pun (selain umar) yang menyatakan bahwa Abu Hurairah telah murtad sehingga tak layak diterima ucapan dan riwayatnya dari Nabi. Dan tak ada seorang pun sahabat Nabi yang menolak riwayat Abu Hurairah. Begitu pun era setelah sahabat Nabi, yaitu Tabi’in.kalau begitu, perhatikan bagaimana syiah ini mengambil satu kisah yang tidak lengkap untuk menjatuhkan kehormatan seorang Abu Hurairah.Dan sebagai tambahan catatan, perkataan yang diucapkan oleh sahabat Nabi yang mulia ini yaitu Umar jangan sampai dijadikan alasan pula untuk menjatuhkan kehormatan Umar. Tidaklah beliau mengucapkan itu melainkan karena ghirah (kecemburuan)nya beliau terhadap agama. Beliau adalah sosok yang tegas dalam menghadapi kemungkaran. Karena itu tatkala melihat seseorang yang beliau kira melakukan penyelisihan terhdap syariat, beliau langsung bersikap keras kepadanya, sebagai bentuk berpegang teguhnya beliau terhadap al-hak.Kalau begitu, propaganda Anda untuk menjatuhkan Sahabat Nabi ini tak berhasil wahai BH olas. dan Anda juga makin ’semangat’ lagi menjatuhkan Abu Hurairah.anda berkata: “Abu Hurairah terkenal dikalangan sahabat sebagai manusia yang tidak dapat dipercaya (baca: pembohong). Hal ini sebagaimana yang telah dinukil dari beberapa sahabat tentang dia, semisal: Ummul mukminin Aisyah, Umar bin Khatab, Marwan bin Hakam, Ali bin Abi Thalib dsb? ”darimana Anda tahu Ummul mukminin Aisyah, Umar bin Khatab, Marwan bin Hakam, Ali bin Abi Thalib dsb menyatakan bahwa Abu Hurairah adalah pendusta?Lihatlah Ahlussunnah, sahabat Nabi kalian sedang di fitnah dengan keji.
Setelah terlihat kedoknya dan dustanya, untuk menutupi rasa malunya BH  mencounternya dengan ucapan:
"Nanti ana bawakan ibnu taimiyah dan m abdul wahab menghina sahabat ali bin abi thalib k.w dan ahlul beit nabi yah?"
Jawabannya yang sangat nyambung dan lucu.
Silahkan lihat diskusi itu di sini:
Setelah itu BH entah kemana, lalu muncul lagi. Kehadirannya inilah yang mengejutkan.
Sampai-sampai ustadz  Nugraha Entra berkata kepada BH:
saya kira anda setelah artikel ini:
langsung tutup muka dan sembunyi ke hutan nggak bakal keluar lagi, eh ternyata muncul lagi di sini.ya, semoga saja tidak berlaku sabda Nabi:
“Jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka berkehendaklah sesukamu. ” (HR. Bukhari)
Ustad Abdullah; [1. Sahabat nabi bukan munafik dan munafik bukan shahabat]
— Sebagian sahabat nabi munafik dan berbuat dosa. Dan tidak semua sahabat nabi bukan munafik, ada yang munafik dan ada yang tidak. Beberapa ayat Alquran juga menunjukkan bahwa para sahabat pernah melakukan kemunafikan dan sejarah juga menujukkan itu, bahwa para sahabat memerangi satu sama lainnya . . juga lari dalam surah Jumat ayat 11 dan juga akhir surah Muhammad ayat 28. Munafik bukan sebagian sahabat?
[2. Seluruh sahabat Nabi adalah adil, maka tak boleh mencela , melaknat dan mengkafirkan mereka.]
Ibnu Taimiyah yang mengatakan: “Dari kalangan sahabat bisa saja seseorang dari mereka melakukan kesalahan, dan berbuat dosa. Karena mereka bukan orang-orang yang maksum. Namun mereka tidak mungkin sengaja berdusta. Karena siapa yang sengaja berdusta atas nama Nabi saw. niscaya Allah swt akan membongkar dustanya.” Minhaj as Sunnah (1/306-307)
Maka adil adalah tidak mungkin diartikan tidak berbuat dosa, tapi tidak berdusta dengan sengaja atas nama Nabi dan Allah.
Karenanya adil yang diartikan adalah tidak melakukan kesalahan, maka dengan jelas itu tidak mungkin, karena bertentangan dengan Alquran dan juga fakta sejarah. Beberapa ayat Alquran juga menunjukkan bahwa para sahabat pernah melakukan kesalahan dan sejarah juga menujukkan itu, bahwa para sahabat melakukan kesalahan termasuk memerangi satu sama lainnya . . jadi adil dengan artian tidak melakukan kesalahan sama sekli tidak dapat diterima, sekalipun ada hadits yang sahih karena bertentangan dangan Quran, bukankah standard kebenaran ada pada Alquran dan bukan pada hadits.?
Bukankah Abu Hurairah sahabat nabi dan berdusta atas nama nabi?
Ketika Rasulullah memimpin perang, beliau memerintahkan untuk tidak meninggalkan posisinya, tapi ketika tertarik dengan ghanimah mereka berlarian hendak memungut ghanimah…ini permah dilakukan oleh sahabat . . .ingat yang “memerintahkan” untuk tidak meninggalkan posisiya adalah Rasulullah . . . tapi sebagian dari sahabat nabi itu mengigkari perintah rasulullah, adilkah semua sahabat?
Bukankah sahabat yang memerangi salah satu khulafa’ rashidin (Ali KW)? adilkah semua sahabat?



[3. Shahih Bukhari dan Muslim adalah kitab tersahih setelah Al-Quran. Semuanya adalah kitab pedoman agama umat islam menurut kesepakatan umat.]
Meskipun Bukhari sendiri seorang pendusta seperti yang dikatakan Ummul Muminin Aisah dan Sayidina Umar bin Khatab?
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ مَا تَرَكَ غِنًى وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ تَقُولُ الْمَرْأَةُ إِمَّا أَنْ تُطْعِمَنِي وَإِمَّا أَنْ تُطَلِّقَنِي وَيَقُولُ الْعَبْدُ أَطْعِمْنِي وَاسْتَعْمِلْنِي وَيَقُولُ الِابْنُ أَطْعِمْنِي إِلَى مَنْ تَدَعُنِي فَقَالُوا يَا أَبَا هُرَيْرَةَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا هَذَا مِنْ كِيسِ أَبِي هُرَيْرَةَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shalih yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah radiallahu ‘anhu yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “sedekah yang paling utama adalah sedekah yang meninggalkan pelakunya dalam kecukupan, tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu, seorang istri akan berkata “kamu memberiku makan atau kamu menceraikanku” dan seorang budak akan berkata “berilah aku makan dan perintahkan aku untuk bekerja” dan seorang anak akan berkata “berilah aku makan, kepada siapa engkau akan meninggalkanku”. Mereka berkata “wahai Abu Hurairah apakah engkau mendengar hal ini dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Abu Hurairah berkata “tidak, hal ini berasal dari Abu Hurairah”. Shahih Bukhari 7/63 no 5355….
Lihat juga jawaban nomer lima. . .
[4. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH MUSLIM yang menerangkan bahwa Abu Thalib meninggal dalam keadaan belum bersyahadat dengan alasan bahwa hadits itu diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang tidak menyaksikan kejadian itu.]
–Iya, Abu Thalib adalah seorang mukmin. . .
[5. Jika memang Abu Hurairah tertolak di riwayat Muslim ini, apakah ia juga tertolak dalam berbagai riwayatnya yang lain, padahal hampir semua riwayat Abu Hurairah adalah dalam bentuk marashil? Sedangkan Ahlussunnah sepakat bahwa Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang terpercaya.]
— Bukankah Abu Hurairah yang dikatakan oleh khalifah Umar bin Khatab sebagai musuh Allah dengan ucapannya: “Wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, engkau telah mencuri harta Allah”? (ya ‘aduwallah wa ‘aduwa kitabihi saraqta maalallah). (Lihat: at-Tabaqot al-Kubra Jil:4 Hal:335, Siar a’alam an-Nubala’ Jil:2 Hal:612) .
Lalu kenapa musuh Allah masih tetap dipakai dan dipercaya oleh Imam Bukhari dalam periwayatan hadits?, apakah Bukhori lebih paham Hadits dari pada Sayidina Umar?
Apakah Imam Bukhari tidak percaya lagi terhadap Sayidina Umar bin Khatab, atau bahkan meremehkan seorang khalifatur Rasyidiin? Bukankah Sayidina Umar adalah sahabat dan khalifah Rasul yang harus diikuti oleh Bukhori sendiri?
Bukankah Abu Hurairah terkenal dikalangan sahabat sebagai manusia yang tidak dapat dipercaya (baca: pembohong). Hal ini sebagaimana yang telah dinukil dari beberapa sahabat tentang dia, semisal: Ummul mukminin Aisyah, Umar bin Khatab, Marwan bin Hakam, Ali bin Abi Thalib dsb?
Bukankah ummul mukminin Aisyah pernah mengatakan: “Apakah gerangan hadits-hadits yang telah engkau sampaikan atas nama Nabi ini? Bukankah apa yang telah engkau dengar juga sebagaimana yang telah kami dengar? Dan bukankah yang telah engkau lihat juga telah kami lihat?” Lihat: Siar a’lam an-Nubala’ Jil:2 Hal:604/612/613, at-Tabaqot al-Kubra Jil:4 Hal:335.
Apakah imam Bukhari dan Muslim sudah tidak percaya lagi terhadap istri Rasul yang bergelar ummul mukminin serta sahabat-sahabat besar Rasul di atas tadi?
29 June 2012 17:19:12 Totok Kusmardiyan
1.istilah “sahabat” dalam pengertian ahlul hadits tidaklah sama pengertiannya menurut keseharian kita…istilah “sahabat” seperti yang dikatakan dalam artikel di atas adalah semua orang yang berjumpa dengan Nabi saw dan mengimanani dan mengikuti Beliau saw ( masuk Islam )hingga akhir hayat…dengan definisi ini maka orang munafik, musyrik, kafir dll meski telah berjumpa dengan dan bergaul dengan Nabi saw maka bukan sahabat dan tidak bisa diambil riwayat/hadits dari mereka..
2.Seluruh sahabbat ra adalah adil, salah satu artinya periwayatan dari mereka tidak tertolak (artinya mesti diterima), artinya mereka jauh dari berbohong dalam periwayatan hadits dari Nabi saw (mereka menyatakan apa adanya tentang perbuatan, perkataan, dan takrir dari Nabi saw)…adapun ada sahabat berbuat kesalahan, ini bisa terjadi, karena mereka tidaklah ma’sum (terbebas dari kesalahan) dan itu bisa diketahui…
3. Nampaknya ada yang tidak benar dalam komen anda…Bukhori hidup di abad 3 Hijrah adapun Aisyah ra dan Umar ra hidup di zaman Nabi saw, bagaimana aisyah ra dan Umar ra mendustakan Bukhori???…Bukhori itu perowi(periwayat) hadits dan diakui kejujurannya, terbukti dengan diterimanya hadits-hadits yang beliau kumpulkan dalam shohih bukhori oleh para ulama hadits…anda yakin, anda paham hadits???….
4.Lalu bagaimana dengan hadits yang menyatakan bahwa Abu Tholib mati dalam keadaan tidak berislam dan mengikuti millah ayahnya?…anda tolak juga hadits itu???…lalu atas dasar apa anda mengatakan Abu Tholib beriman (muslim), pada hal telah jelas dikatakan dalam hadits itu bahwa dia mati dalam dalam keadaan tidak beriman…bagaimana jika Abu Tholib membantu dan melindungi Muhammad saw bukan karena iman tetepi lebih karena hubungan kekerabatan dan kerena menyayangi pribadi Beliau saw ?…kan sama-sama membantu…
itu saja