Tuesday, August 12, 2014

Quraish Shihab, Tokoh Tafsir yang Akrab Dengan Kontroversi

KIBLAT.NET – Prof. DR. Quraish Shihab kembali mendapat sorotan dari umat Islam di Indonesia atas komentarnya yang kontroversial dalam program “Tafsir Al-Misbah” yang disiatkan di Metro TV pada 12 Juli 2014 lalu. Namun, bagi Quraish Shihab kontroversi bukanlah barang baru. Ulama lulusan Universitas Al-Azhar Kairo ini kerap mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan jumhur ulama umat Islam dalam urusan syari’at.
Misalnya sekitar tahun 2006 lalu, pengarang Tafsir Al-Misbah ini mengeluarkan buku berjudul “Jilbab Pakaian Wanita Muslimah”. Prof. Quraish Shihab memaparkan pandangannya yang ‘kontroversial’ tentang jilbab. Sudah lama ia mempunyai pendapat bahwa jilbab adalah masalah khilafiah – satu pendapat yang ganjil menurut pandangan para ulama Islam terkemuka.
Dalam bukunya tersebut, Quraish menyimpulkan, bahwa: “ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi.” Juga, dia katakan: “bahwa ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau badan wanita bersifat zhanniy yakni dugaan.”
Masih menurut Quraish, “Perbedaan para pakar hukum itu adalah perbedaan antara pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks situasi zaman serta kondisi masa dan masyarakat mereka, serta pertimbangan-pertimbangan nalar mereka, dan bukannya hukum Allah yang jelas, pasti dan tegas.

Di sini, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa masalah batas aurat wanita merupakan salah satu masalah khilafiyah, yang tidak harus menimbulkan tuduh-menuduh apalagi kafir mengkafirkan. (hal. 165-167). Dalam bukunya yang lain, “Wawasan Al-Quran”, (cetakan ke-11, tahun 2000), hal. 179), Quraish juga sudah menulis: “Bukankah Al-Quran tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun ketika membahasnya berbeda
pendapat.”
Pandangan Quraish Shihab tersebut mendapat kritik keras dari Dr. Eli Maliki, doktor bidang fiqh yang juga lulusan Al-Azhar, Kairo. Membahas QS 24:31 dan 33:59, Eli Maliki menjelaskan, bahwa Al-Quran sendiri sudah secara tegas menyebutkan batas aurat wanita, yaitu seluruh tubuh, kecuali yang biasa tampak, yakni muka dan telapak tangan. Para ulama tidak berbeda pendapat tentang masalah ini. Yang berbeda adalah pada masalah: apakah wajah dan telapak tangan wajib ditutup? Sebagian mengatakan wajib menutup wajah, dan sebagian lain menyatakan, wajah boleh dibuka.
Salah seorang ulama lain yang sama-sama lulusan dari Universitas Al-Azhar, Kairo, DR. Ahmad Zain An-Najah bahkan membantah buku karangan Quraish Shihab dengan judul, “Jilbab Menurut Syariat Islam (Meluruskan Pandangan Quraish Shihab). Doktor bidang fiqh tersebut menguraikan dengan gamblang sejumlah kelemahan ilmiah Quraish Shihab, diantaranya ialah tidak cerman dan teliti dalam penukilan, sangat sedikit menggunakan referensi fiqh, tidak merujuk pada referensi primer, pengaburan terhadap pendapat para ulama, dan seabreg kurangnya pemenuhan amanah ilmiah dalam mengambil kesimpulan hukum. Untuk mendalami masalah ini anda bisa melihat tulisan DR. Ahmad Zain dan merujuknya ke situs ahmadzain.com.

Quraish Shihab dan Syiah
Prof. Dr. Quraish Shihab, juga pernah dikecam karena secara halus memberikan pembelaannya terhadap kaum Syi’ah dengan menulis buku berjudul “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?”. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati pada Maret 2007.
Namun, pembelaan Prof. Dr. Quraish Shihab tersebut mendapat kritikan tajam dari Tim Penulis Buku Pustaka Pondok Pesantren Sidogiri. Tim penulis ini menulis buku sanggahan pembelaan Quraish Shihab terhadap Syiah yang berjudul “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah? Jawaban atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?” pada September 2007.
Kedekatan Quraish Shihab dengan  pemikiran Syiah juga terlihat ketika ia meluncurkan buku berjudul Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, yang diterbitkan oleh Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal bekerjasama dengan Yayasan Bimantara (2007).
Salah satu indikasinya, dalam Ensiklopedi itu kerap menggunakan kitab tafsir yang populer di kalangan Syi’ah berjudul “Al-Mizan” karangan At-Thabathaba’i sebagai referensi dalam penulisan entri. Bahkan dapat dikatakan, rujukan utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syi’ah yang memberikan penafsiran terhadap Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman aliran Syi’ah yang memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula dalam karyanya Tafsir-Al-Misbah, banyak di antara kutipannya yang merujuk pada kitab tafsir Al-Mizan yang sangat dipuja kalangan syi’ah.
Namun, seperti dikutip dari Republika Online, Quraish Shihab menampik tudingan bahwa dirinya adalah pengikut syi’ah.
“Nabi SAW saja difitnah, apalagi cuma Quraish Shihab,” ujarnya sambil tertawa ringan. Dia menjelaskan, prinsip syiah sangat jelas seperti percaya kepada imamah. Tak hanya itu, terdapat ritual khas yang kerap dijalankan penganut syiah seperti shalat di batu karbala dan menangguhkan puasa.
“Orang-orang yang menuding saya Syiah, apakah pernah melihat saya shalat di atas batu Karbala? Apakah, ketika Ramadhan, pernah melihat saya tangguhkan buka puasa 10 hingga 15 menit, sebagaimana keyakinan Syiah,” ujar Quraish seperti dikutip dari Republika pada Senin, 17 Februari 2014.
Meski Quraish Shihab menampik dituduh Syiah, namun kedekatannya dengan kelompok Syiah di Indonesia tak bisa dipungkiri lagi. Di Indonesia, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran bernama, ICC (Islamic Cultural Center). Lembaga ini telah berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan.
Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab (salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat) dan Prof. Quraish Shihab. Ia mengajar di lingkungan Syiah bersama tokoh-tokoh syiah di Indonesia seperti Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, O. Hashem dan sejumlah keturunan alawiyin atau habaib dari kalangan syiah, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Ditulis Oleh: Fajar Shadiq