Thursday, December 18, 2014

Pertanyaan- Pertanyaan Yang Meruntuhkan Keyakinan Syi’ah

Tentang Ahli Bait
1. Syi’ah meyakini bahwa Ali Radhiyallahu ‘Anhu adalah imam yang ma’shum, lalu kita jumpai-menurut pengakuan mereka- bahwa ia menikahkan putrinya, Ummu Kultsum, saudara sekandung Al Hasan dan Al Husain, dengan Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Hal ini memiliki konsekwensi salah satu dua hal bagi Syi’ah yang paling manis dari keduanya terasa pahit, yaitu:
Pertama: Ali Radhiyallahu ‘Anhu tidak ma’shum, karena menikahkan putrinya dengan orang yang mereka anggap Kafir yaitu Umar Radhiyallahu ‘Anhu. Hal ini mengharuskan mereka meyakini bahwa para imam selainnya tidak ma’shum pula.
Kedua: Umar Radhiyallahu ‘Anhu adalah Muslim. Ali Radhiyallahu ‘Anhu ridha menjadikannya sebagai menantu. Ini adalah dua jawaban yang harus dipilih. keyakinan manakah yang harus kita pilih?!
2. Syi’ah menyangka, Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma adalah Kafir. Lalu kita dapati bahwa Ali, seorang imam yang ma’shum menurut Syi’ah, telah ridha dengan kekhalifahan keduanya, membaiat keduanya, dan tidak memberontak terhadap keduanya. Hali ini berkonsekwensi bahwa Ali tidak ma’shum, karena ia membaiat orang Kafir, zhalim lagi membenci ahli bait, sebagai bentuk persetujuan kepada keduanya. Ini merusak kema’shuman dan menolong orang zhalim atas kezhalimannya. Ini tidak mungkin dilakukan orang yang ma’shum sama sekali. Atau apa yang dilakukannya adalah benar; karena keduanya adalah khalifah yang beriman, jujur dan adil. Dengan demikian kaum Syi’ah telah menyelisihi imam mereka, karena mengkafirkan, mencaci maki, melaknat, dan tidak ridha dengan kekhalifahan keduanya. Akibatnya, kita bingung dengan urusan kita: Apakah menempuh jalan yang ditempuh Abu Al Hasan (Ali), ataukah kita meniti jalan Syi’ah yang bermaksiat?!
3. Setelah wafatnya Fathimah Radhiyallahu ‘Anha, Ali Radhiyallahu ‘Anhu menikah dengan sejumlah wanita yang melahirkan sejumlah anak untuknya, di antaranya: Abbas bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Ali bin Abi Thalib., Ibu mereka adalah Ummu Al Banin binti Hizam bin Darim. (Kasyf Al Ghummah fi Ma’rifah Al Aimmah, Ali Al Arbili).
Juga Ubaidillah bin Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Laila binti Mas’ud Ad Darimiyyah. (Kasyf Al Ghummah).
Juga Yahya bin Ali bin Abi Thalib, Muhammad Al Ashghar bin Ali bin Abi Thalib, ‘Aun bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Asma binti Umais. (Ibid).
Juga Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi Thalib-yang meninggal duni pada usia 35 tahun-. Ibu keduanya adalah Ummu Habib binti Rabi’ah. (Ibid).
Juga Ummu Al Hasan binti Ali bin Abi Thalib, Ramlah Al Kubra binti Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Ummu Mas’ud binti Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafi. (Ibid).
Pertanyaan: Apakah mungkin seorang ayah menamakan buah hatinya dengan musuh bebuyutannya? Lalu bagaimana halnya jika sang ayah ini adalah Ali bin Abi Thalib? Bagaimana mungkin Ali Radhiyallahu ‘Anhu menamakan anak-anaknya dengan nama orang-orang yang kaliana anggap bahwa mereka adalah musuh-musuhnya?! Apakah seorang yang berakal menamakan anak-anak yang dicintainya dengan nama musuh-musuhnya?!
4. Syi’ah menyangka bahwa Fatimah Radhiyallahu ‘Anha, darah daging Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam yang terpilih, telah dihinakan pada zaman Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu, dipatahkan tulang rusuknya, rumahnya hendak dibakar, dan janinnya yang mereka namakan Al Muhsin digugurkan!.
Pertanyaan: Dimanakah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu dari semua ini? Mengapa ia tidak menuntut hak istrinya, padahal dia seorang pemberani lagi kuat?!
5. Kita jumpai banyak para pemuka sahabat berbesan dengan ahli bait Nabi dan menikah dengan mereka, demikian pula sebaliknya. Tak terkecuali Abu Bakar dan Umar, sebagaiman telah disepakati oleh ahli sejarah , baik dari Sunnah maupun Syi’ah. Begitun dengan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:

– Menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhuma.
– Menikah dengan Hafshah binti Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.
– Menikahkan kedua putrinya (Ruqayyah, kemudian Ummu Kultsum) dengan khalifah ketiga yang dermawan dan pemalu. Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu. Karena itu, dia diberi gelar dengan Dzun Nurain.
Kita cukup menyebutkan tiga khalifah dari kalangan sahabat, untuk menjelaskan bahwa mereka mencintai ahli bait. Karena itu, terjadi hubungan pernikahan. Wallahu A’lam (ama).

Al Quran Menurut Versi Syi’ah
1. Syi’ah meyakini, Al Quran telah dibuang dan dirubah ayat-ayatnya oleh Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma. Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far pernah ditanyakan kepadanya: “Mengapa Ali disebut Amirul Mukminin?” Ia menjawab: “Allah yang menamakannya, dan demikianlah Dia menurunkannya dalam kitab-Nya:
“Dan ingatlah ketika Rabmu mengambil dari Bani Adam dari tulang sulbi mereka akan keturunan mereka, dan mengambil persaksian mereka atas diri mereka, ‘Bukankah aku Rab kalian, Muhammad adalah Rasul-Ku, dan Ali adalah Amirul Mukminin?”. (Mirip dengan surat Al A’raf: 172, dengan tambahan kalimat yang ditebalkan). (Ushul Al Kafi).
Alkulaini mengatakan mengenai Tafsir ayat ke 157 dari surat Al A’raf yang berbuyi:
فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Al A’raf: 157) “yakni, orang-orang yang menjauh dari menyembah Jubt dan Thaghut, yaitu fulan dan fulan”. (Ibid). Al Majlisi berkata: “Yang dimaksud dengan fulan dan fulan adalah Abu Bakar dan Umar”. (Bihar Al Anwar).
Karena itu, Syi’ah menganggap keduanya sebagai dua setan, wal iyadzu billah.
Sebagaiman disebutkan dalam Tafsir mereka mengenai firman Allah Ta’ala:
لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
“janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan”. (Q.S An Nuur: 21).
Mereka mengatakan: “Langkah-langkah setan, demi Allah, ialah kekuasaan fulan dan fulan”. (Tafsir Al ‘Ayyasyi dan Tafsir Ash Shafi).
Dari Abu Ja’far, ia berkata: “Jibril menurunkan ayat ini kepada Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam demikian:
“Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya dendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah kepada Ali kerena kedengkian” (Mirip dengan surat Al Baqarah: 90, dengan tambahan kalimat yang ditebalkan). (Ibid).
Ayat-ayat tersebut disangka kaum Syi’ah bahwa itu menunjukkan dengan terang atas keimaman Ali Radhiyallahu ‘Anhu, tapi kemudian Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma merubahnya sebagaimana yang mereka yakini.
Berdasarkan hal tersebut ada dua pertanyaan yang diajukan kepada Syi’ah:
Pertama: Ketika Abu Bakar dan Umar telah mengubah ayat-ayat ini, lalu mengapa Ali ketika menjadi khalifah tidak menjelaskan semua ini?! Atau, minimal, mengembalikan ayat-ayat ini dalam versi Al Quran yang aslinya?!.
Kami tidak mendapati Ali Radhiyallahu ‘Anhu melakukan hal ini. Bahkan Al Quran di masanya seperti pada masa para khalifah sebelumnya, dan sebagaiman di zaman Nabi. Karena Al Quran dipelihara oleh Allah Ta’ala:
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S Al Hijr: 9).
Tetapi Syi’ah tidak mengetahuinya.
Kedua: Sebagian ayat yang mereka simpangkan untuk menetapkan kekuasaan, keimaman dan kekhilafahan Ali itu mengabarkan kepada kita dengan jelas bahwa ini tidak akan pernah ada!.
2. Syi’ah meriwayatkan (penafsiran) dari Abu Al Hasan terhadap firman Allah Ta’ala:
يُرِيدُونَ لِيُطۡفِ‍ُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya”. (Q.S As Shaaf: 8).

“Dan Allah tetap menyempurnakan imamah, dan imamah adalah cahaya. Itulah firman Allah ‘Azza Wajalla:
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang telah kami turunkan”. (At Taghabun: 8).
Abu Al Hasan mengatakan: “Demi Allah, cahaya ialah para imam dari keluarga Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari kiamat”. (Al Kafi).
Pertanyaan: Apakah Allah menyempurnakan cahaya-Nya dengan menyebarkan Islam, ataukah memberi kekuasaan, wasiat dan khilafah kepada ahli bait?
3. Sebagian kitab-kitab Syi’ah meriwayatkan dari Ja’far Ash Shadiq bahwa ia berkata kepada seorang wanita yang bertanya kepadanya tentang Abu Bakar dan Umar: “Apakah aku mencintai keduanya?”, ia menjawab: “Cintailah keduanya”. Wanita tadi berkata: “Kelak aku akan mengatakan kepada Rabbku, jika aku berjumpa dengan-Nya bahwa engkau telah memerintahkan kepadaku utnuk mencintai keduanya?”, ia menjawab: “ya”. (Raudhah Al Kafi).
Sebagian kitab-kitab itu juga meriwayatkan, seorang dari sahabat Al Baqir merasa heran saat mendengarkan Al Baqir mensifati Abu Bakar dengan Ash Shiddiq. Maka ia bertanya: “Apakah engkau mensifatinya demikia?”, Al Baqir berkata: “Ya, Ash Shiddiq. Barangsiapa yang tidak menyebutnya Ash Shiddiq, maka Allah tidak membenarkan ucapannya di akhirat”. (Kasyf Al Ghummah).
Pertanyaan: Lantas apa pendapat Syi’ah tentang Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘Anhuma?. Wallahu A’lam (ama).

Benarkah Syi’ah Mencintai Ahli Bait?
1. Syi’ah mengklaim mencintai ahli bait dan keturunan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Tapi kita dapati pada mereka apa yang bertentangan dengan kecintaan ini, di mana mereka mengingkari nasab sebagian keturunan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, seperti Ruqayyah dan Ummu Kultsum, kedua putri Rasulallahu Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana yang disebutkan dalam buku Syi’ah Indonesia: “Ruqoyah dan Ummu Kultsum, istri khalifah Utsman bukanlah putri Nabi Muhammad”. (“Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi”, Muthohari Press, hlm 164-165.)
Mereka juga mengeluarkan Al Abbas, paman Rasulallah berikut semua anaknya, dan Az Zubair bin Shafiyyah, bibi Rasulallah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam.
Mereka membenci banyak anak-anak Fatimah Radhiyallahu ‘Anha bahkan mencacai maki mereka, seperti Zaid bin Ali dan putranya, Yahya, Ibrahim dan Ja’far kedua putra Musa Al Kazhim, dan Ja’far bin Ali, saudara imam mereka, Al Hasan Al Askari.
Mereka meyakini bahwa Al Hasan bin Al Hasan “Al Mutsanna”, putranya Abdullah “Al Mahd”, dan putranya An Nafs Az Zakiyyah telah murtad!.
Demikian pula keyakinanmereka terhadap Ibrahim bin Abdillah, Zakaria bin Muhammad Al Baqir, Muhammad bin Abdillah bin Al Husain bin Al Hasan, Muhammad bin Al Qasim bin Al Husain, Yahya bin Umar dan lainnya.
Hal ini dibuktikan oleh perkataan salah seorang dari mereka: “Semua Bani Al Hasan bin Ali memiliki perbuatan yang tercela dan tidak tabah untuk melakukan taqiyyah”. (Ibid).
Pertanyaan: Lantas di manakah klaim mencintai ahli bait yang mereka gembar-gemborkan? apakah yang dimaksud ahlu bait adalah yang sesuai dengan kriteria mereka?
3. Syi’ah mengkafirkan semua ahli bait yang hidup pada abad pertama. Hal itu disebutkan dalam Hadts-Hadits dan sumber mereka yang terpercaya bahwa semua manusia setelah wafatnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam telah murtad kecualai tiga orang: Salman Al Farisi, Abu Dzar dan Al Miqdad. Sebagian mereka menyebut hingga tujuh orang. (Tanqih Al Maqaal).
Pertanyaan: Adakah salah satu dari tiga sahabat yang mereka kecualikan termasuk dari kalangan ahlu bait? bagaimana dengan nasib sahabat dari kalangan ahlu bait setelah wafatnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam?
4. Al Hasan Radhiyallahu ‘Anhu meskipun banyak pembela dan pengikutnya rela turun dari kekhilafahan untuk diserahkan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘Anhu. Sementara saudaranya Al Husain, meskipun sedikit pembela dan pengikutnya, menentang Yazid bin Mu’awiyah dan melakukan pemberontakan terhadapnya. Padahal mereka, Al Hasan dan Al Husain adalah imam yang ma’shum menurut Syi’ah.
Jika tindakan Al Hasan benar, berarti tindakan Al Husain itu bathil. Sebaliknya, jika tindakan Al Husain benar, berarti tindakan Al Hasan bathil.
Pertanyaan: Siapakah di antara keduanya, Al Hasan dan Al Husain yang ma’shum, benar dalam mengambil sikap dan jauh dari kesalahan? apa yang mereka lakukan terhadap kesalahan dari salah satu dari mereka yang dianggap imam?
5. Mereka mengkafirkan secara tegas sebagian ahlu bait, seperti Al Abbas, paman Nabi Shollallahu ‘Alaii Wasallam, yang mereka klaim, berkenaan dengannya turun firman Allah Ta’ala:
وَمَن كَانَ فِي هَٰذِهِۦٓ أَعۡمَىٰ فَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ أَعۡمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلٗا
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”. (Q.S Al Isra: 72).
Demikian juga dengan putranya, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, tinta umat dan ahli Tafsir Al Quran. Disebutkan dalam kitab Syi’ah Al Kafi yang isinya mengkafirkannya dan bahwa ia jahil lagi lemah akal. (Rijal Al Kusyi).
Dalam kitab mereka yang berjudul Rijal Al Kusyi disebutkan: “Ya Allah, laknatlah dua putra fulan dan butakanlah mata keduanya seperti buta hati keduanya…”. (Ushul Al Kafi).
Syeikh mereka Hasan Al Mushthafawi mengomentari perkataan tersebut dengan perkataannya: “Maksudnya adalah Abdullah bin Abbas dan Ubaidillah bin Abbas”. (Rijal Al Kusyi).
Pertanyaan: Apakah mereka berani mencela sahabat dari kalangan ahli bait yang Nabi doakan baginya pemahaman dalam ilmu agama dan Tafsir? apakah Nabi salah dalam memilih orang untuk didoakan kebaikan baginya. Wallahu A’lam (ama).
sumber: Asilah Qadat Syabaab Asy Syi’ah, Sulaiman bin Shalih Al Karasyi.