Ketika saya dihubungi agar mengulas tentang satu gerakan yang suka menuduh orang lain
Wahabi, pada awalnya saya malas untuk ikut campur. Di saat negara sedang
bergelut dengan berbagai krisis, ada juga kelompok yang sibuk menjuluki Wahabi
orang lain. Terlebih lagi, saya sudah lama tidak berfikir tentang isu tersebut
karena sibuk dengan isu-isu yang lebih bersifat nasional dan dunia.
Sesungguhnya, di negara kita kini (Malaysia, red) sedang muncul satu golongan yang menyembunyikan identitasnya. Mereka ini jika di negara Arab disebut sebagai Ahbash.
Kelompok ini berpusat di Lebanon dan mempengaruhi sebagian pelajar kita di sana, juga yang di tempat lain. Istilahahbash dinisbatkan kepada pendiri gerakan itu, seseorang keturunan Habasyah (Ethiopia) Afrika. Guru mereka ialah Abdullah Al-Harari. Seorang yang terkenal suka mengafirkan orang lain yang tidak sependapat dengannya. Dia selalu mengklaim bahwa hanya dirinya Ahlus Sunnah wal Jamaah dan bermazhab Syafi’i. Siapa yang tidak sependapat dengannya itu sesat, atau kafir atau Wahabi. Hasilnya terjadilah pembunuhan dan kerusuhan. Mereka telah mengafirkan ulama-ulama terdahulu seperti Imam Ibnu Taimiyyah, Imam Ibnu Qayyim, Imam Adz-Dzahabi, Imam Ibnu Katsir, Muhammad bin Abdul Wahab dan lain-lain.
Ulama kontemporer yang dikafirkan oleh mereka di antaranya adalah Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Dr. Said Ramadhan Al-Buthi, Sayyid Sabiq, Sayyid Quthb, Al-Albani, Mufti Lebanon, Hasan Khalid, dan lain-lain.
Di Malaysia, mereka mulai masuk ke dalam organisasi-organisasi agama, begitu juga di negara-negara lain. Mereka membuat program-program atas nama Ahlussunnah wal Jamaah. Intinya, mereka menuduh siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka sebagai Wahabi. Slogan mereka juga sama, siapa yang memberikan pendapat yang tidak sama dengan mereka maka orang itu sesat atau Wahabi. Dahulu pun dalam negara ini ada gerakan kaum muda seperti Za’ba, Sayid Syeikh Al-Hadi, Burhanudin Al-Helmi, Abu Bakar Al-Baqir dan selain mereka yang memang dikenal kontribusi mereka dalam pembaharuan dan kemerdekaan.
Walaupun ada tentangan terhadap kaum muda dari kelompok konservertif tradisionalis Melayu, namun buku-buku sejarah yang jujur terus mengakui sumbangan kaum muda kepada pendidikan, perjuangan hak wanita, kemajuan pemikiran, pembebasan dari kebodohan dan sejenisnya.
Namun hari ini kelompok Ahbash yang muncul dan menyelinap masuk dalam masyarakat kita mencoba untuk mengungkit perbedaan-perbedaan ini sehingga sampai pada level saling mengafirkan. Menurut mereka (Ahbash, red) golongan pembaharuan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Padahal jika mereka jujur, perpecahan yang sesungguhnya (sedang terjadi saat ini) dalam masyarakat Melayu adalah dalam isu-isu politik dan negara, bukan isu doa arwah, tahlilan dan tarekat yang dipertahankan oleh mereka.
Golongan Ahbash ini menyimpan racun mereka dan menunggu hari untuk menyebarkan racun tersebut. Tidak heran jika beberapa pembunuhan di Lebanon dikaitkan dengan mereka dan banyak tokoh yang menganggap mereka mempunyai hubungan dengan CIA. Oleh karena itu kita melihat pendekatan Ahbash ini mirip Amerika. Jika Amerika yang menjadi teroris di negara orang, menuduh orang lain teroris, maka demikian juga kelompok Ahbash ini yang suka mengafirkan orang lain, bahkan juga membunuh orang yang mereka tuduh kafir. Maka tidak heran jika guru Ahbash itu diberi gelar Al-Fattan atau penyebar fitnah.
Meski kita juga tidak menafikan, bahwa ada segelintir kelompok yang menyebut diri mereka salafi kadang-kala ada ciri-ciri agak keras dalam berinteraksi dengan amalan tradisi lokal atau menimbulkan beberapa pendapat yang terkadang tidak wajar dan dibesar-besarkan. Saya sendiri kurang setuju dengan sikap-sikap keras dan kaku dalam perkara yang diizinkan syari’at untuk berbeda pendapat. Namun, kekeliruan mereka itu hanya pada cara melakukan pendekatan dan penyampaian. Tidak sepatutnya mereka (salafi) dihukumi sesat atau dikafirkan oleh kelompok Ahbash.
Ahbash ini agak unik, mereka menuduh siapa saja yang berbeda pendapat dengan pandangan mereka sebagai Wahabi. Padahal, jika kita bertanya kepada mereka, “Apa itu Wahabi?”. Mereka menjawab dengan tidak pasti dan terkesan tidak konsisten dengan jawaban yang diberikan.
Ada yang mengatakan Wahabi adalah siapa saja yang tidak membaca doa qunut subuh. Jika kita beritahu mereka, bahwa mazhab-mazhab yang lain juga tidak qunut subuh. Apakah Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Hanifah juga Wahabi?
Ada yang mengatakan bahwa Wahabi itu adalah mereka yang melakukan tahlilan. Kita beritahu mereka bahwa tahlil maksudnya La ilaha illa Allah, tahmid maksudnya Alhamdulillah, dan tasbih maksudnya Subhanallah. Setahu kita para ulama ini melakukannya. Mana mungkin, jika tidak, mereka kafir. Bahkan imam-imam di Arab Saudi yang dituduh Wahabi itu menghafal Al-Quran dengan begitu hebat dan bacaan-bacaan mereka diperdengarkan di sana sini. Apakah mereka kafir?
Ada yang mengatakan Wahabi adalah mereka yang belajar di Arab Saudi. Banyak yang tidak belajar di Arab Saudi pun ada juga yang menuduh Wahabi. Kemudian, kalau Wahabi itu sesat, apakah sekarang Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sedang didiami dan diimami oleh golongan yang sesat?
Ada yang mengatakan bahwa Wahabi ialah golongan yang tidak bermazhab. Kita beritahu dia bahwa Arab Saudi yang sering mereka tuduh Wahabi itu bermazhab Hanbali.
Mungkin ada juga yang mengatakan bahwa Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab.
Saya sendiri dalam pengalaman yang singkat ini ada yang menyebut saya Wahabi, sekalipun saya tidak begitu banyak membaca buku-buku Muhammad bin Abdul Wahab. Saya hanya menganggapnya sebagai salah seorang tokoh Islam yang berjasa dan mempunyai sumbangsih terhadap Islam. Di saat yang sama tentu ada kekurangan dan kelemahannya. Dia bukan tokoh mazhab fiqih yang ulung. Dia sendiri bermazhab Hanbali. Bukan juga ahli dalam hadis, sehingga Al-Albani pernah mengkritiknya dengan agak tegas. Namun sekali lagi, sebagai tokoh, dia tetap mempunyai jasa yang tidak dapat dilupakan tersendiri. Dari segi ilmiah, secara pribadi saya tidak mendapat terlalu banyak manfaat darinya. Namun, sekali lagi sumbangsihnya tidak bisa dilupakan.
Dr. Yusuf Al Qaradhawi dalam bukunya Fiqh Al Aulawiyyat memuji Muhammad bin Abdul Wahab, dengan berkata,“Bagi Imam Muhammad bin Abdul Wahab di Jazirah Arab perkara akidah menjadi keutamaannya untuk memelihara benteng tauhid dari syirik yang telah mencemari pancaran tauhid dan dikotori kesuciannya. Beliau telah menulis buku-buku dan risalah-risalah dalam perkara tersebut. Beliau bangkit menanggung beban secara dakwah dan praktikal dalam memusnahkan gambaran-gambaran syirik.” (hal. 263, cetakan Maktabah Wahbah, Mesir).
Salah seorang tokoh ahli fiqih terkenal, Dr. Wahhab Al Zuhaili juga memujinya dengan mengatakan, “Sesuatu yang tidak bisa diragukan, menyadari hakikat yang sesungguhnya, bukan untuk meredhakan siapa, berpegang kepada ayat Al Quran yang agung (maksudnya) “Jangan kamu kurangkan manusia apa yang menjadi hak-haknya (Surah Hud: 85), bahwa suara kebenaran yang paling berani, pendakwah terbesar untuk ishlah (perbaikan), membina umat, jihad dan mengembalikan individu muslim kepada berpegang dengan jalan salaf ash-shalih yang terbesar ialah dakwah Muhammad bin Abdul Wahab pada kurun yang kedua belas Hijrah. Tujuannya untuk memperbarukan kehidupan muslim, setelah secara umum dicemari dengan berbagai khilaf, kekeliruan, bid’ah dan penyelewengan. Maka Muhammad bin Abdul Wahab ialah pemimpin kebangkitan agama dan perbaikan (ishlah) yang dinantikan, yang memperlihatkan timbangan akidah yang bersih.” (Rujukan: Dr Wahbah Al Zuhaili, Risalah Mujaddid Al Din fi Qarn Al Thani ‘Asyar, m.s 57-58).
Bahkan masih banyak puji-pujian untuk beliau dalam risalah tersebut. Banyak lagi tokoh-tokoh lain yang memuji Muhammad bin Abdul Wahab, apakah tokoh-tokoh agama yang begitu banyak itu patut dituduh Wahabi?
Kitab Al Fiqh Al Manhaji ‘ala Mazhab Imam As-Syafi’i merupakan karya tokoh-tokoh kontemporer mazhab Imam Syafi’i, yaitu Syeikh Mustafa Khin, Syeikh Mustafa Al Bugha dan ‘Ali Al Syarbaji. Dan dalam kitab itu dikatakan,“Diantara bid’ah yang dibuat oleh keluarga orang yang meninggal dunia ialah dengan mengundang orang banyak untuk acara makan-makan dengan acara yang dinamakan 40 harian dan lainnya. Sekiranya makanan tersebut dibeli dari harta peninggalan orang yang telah meninggal dunia dan di kalangan waris ada yang belum baligh, maka perkara itu lebih haram. Ini karena ia memakan harta benda anak yatim dan melenyapkannya bukan untuk kepentingan anak yatim tersebut. Termasuk di antara yang melakukan perbuatan haram adalah orang-orang yang mengundang dan memakan makanan tersebut.” (1/263, Damaskus, Dar Al-Qalam).
Apakah semua penulis itu Wahabi? Jika kita melihat kitab-kitab Melayu Jawi, kita akan mendapati perkara yang kurang lebih sama. Kata Syeikh Daud Al Fatani (semoga Allah merahmatinya) dalam Bughyah Al Talab, “Hukumnyamakruh bahkan bid’ah, yakni orang yang ditimpa musibah kematian kemudian memasak makanan dan mengundang orang-orang untuk memakan bersama dia.” (2/34).
Demikian juga pernyataan yang dibuat oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjari dalam Sabil Al Muhtadin. Begitu juga Al Marbawi dalam Bahr Al Mazi menyebutkan, “Itu adalah perbuatan bid’ah yang tidak baik.” (7/130).
Apakah mereka semua juga Wahabi?
Apabila ada yang memberitahu bahwa amalan Nisfu Sya’ban (seperti yang dilakukan oleh masyarakat kita) bukan dari ajaran Nabi. Mereka akan mengatakan, “Dia Wahabi.”
Ini fatwa Dr Yusuf Al Qaradhawi ketika ditanya mengenai nisfu Sya’ban, beliau menjawab, “Tidak pernah diriwayatkan dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabat bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya’ban, membaca doa tertentu dan melakukan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebagian negeri muslim. Bahkan di sebagian negara, setelah shalat maghrib banyak orang yang berkumpul pada malam tersebut di masjid-masjid. Mereka membaca surah Yasin dan shalat dua raka’at agar panjang umur, dua rakaat berikutnya agar tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca doa yang tidak pernah dilakukan oleh golongan salaf (para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in). Doa yang mereka ucapkan sangat panjang dan yang bertentangan dengan dalil (Al-Quran dan Sunnah). Menghidupkan malam nisfu Sya’ban seperti yang kita lihat dan dengar yang terjadi di sebagian negara Islam adalah bid’ah dan diada-adakan. Sepatutnya kita melakukan ibadah cukup seperti yang diterangkan dalam Quran dan Hadits.“ (Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Fatawa Mu`asirah, 1/382-383, Beirut: Dar Uli Al Nuha).
Apakah Dr Yusuf Al-Qaradhawi juga Wahabi?
Imam An-Nawawi (meninggal 676 H) adalah tokoh agung dalam mazhab Syafi’i. Pada zamannya, beliau membantah untuk mengiringi jenazah sambil membaca Al-Quran dengan mengangkat suara (agak dikeraskan, red).
Beliau berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya yang menjadi amalan salaf ash-shalih radhiyallahu ‘anhum adalah diam ketika mengiringi jenazah. Jangan diangkat suara dengan bacaan ayat, zikir dan selainnya. Hikmahnya nyata, yaitu lebih menenangkan hati dan pikiran mengenai apa yang berkaitan dengan jenazah. Itulah yang seharusnya dilakukan dalam keadaan tersebut. Inilah yang cara yang benar. Jangan kamu terpengaruh dengan banyaknya orang yang menyelisihinya.” (An Nawawi, Al Azkar, halaman. 225-226, Damaskus: Maktabah Al Ghazali).
Saya percaya jika Imam An-Nawawi masih hidup di zaman ini dan membuat pernyataan ini, golongan yang fanatik pada Ahbash akan menuduhnya juga sebagai Wahabi.
Bahkan jika Imam As-Syafi’i masih hidup pun mungkin akan dituduh Wahabi. Dalam kitabnya Al Umm disebutkan,“Pendapatku untuk imam dan makmum hendaklah mereka berzikir selesai shalat. Hendaklah mereka berzikir dengan sirr (suara perlahan), kecuali jika imam mau mengajari makmum bacaan-bacaan zikir, maka ketika itu tidak apa-apa zikir bersama-sama dengan suara yang keras. Sehingga apabila zikir itu sudah diajarkan pada makmum. Maka setelah itu hendaklah dia membaca dengan sirr.” (Al Syafi’i, Mausu‘at Imam Syafi’i: Al Umm, 1/353 Beirut: Dar Ihya Al-Turats Al ‘Arabi).
Ada yang mengatakan bahwa Wahabi tidak mewajibkan terikat dengan sesuatu mazhab. Saya kata kalau begitu haramkanlah buku Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Dr Wahbah Al-Zuhaili, Dr. Abdul Karim Zaidan dan berbagai tokoh ulama lain yang disebarkan di Malaysia ini. Sebab mereka ini yang tidak mewajibkan terikat dengan mazhab.
Lihat apa kata Dr Yusuf Al Qaradhawi, “Perkara yang penting untuk Anda ketahui adalah bahwa orang awam mengikuti salah seorang imam mazhab adalah sebuah keharusan dengan syarat yang telah ditentukan. Hal ini bukan sesuatu yang wajib seperti yang dikatakan oleh beberapa orang. Ini karena tiada kewajiban kecuali apa yang diwajibkan oleh Al-Quran dan Hadits, karena Al-Quran dan Hadits tidak mewajibkan seseorang terikat dengan satu mazhab. Maka tidak menjadi halangan untuk seorang muslim bebas dari ikatan mazhab manapun. Dia boleh bertanya berkaitan urusan agamanya kepada siapa saja di kalangan ulama. Tanpa perlu terikat dengan seorang ulama saja dengan tidak mau bertanya kepada orang lain. Inilah jalan para sahabat dan siapa yang mengikuti mereka dengan cara yang baik pada sebaik-baiknya zaman.” ( Al Qaradhawi: Dr Yusuf, Kaif Nata’amal Ma’ Al Turath, m.s. 83-84, Kairo, Maktab Wahbah)
Banyak lagi contoh-contoh lain jika hendak disebutkan, maka akan terbantahkanlah bahwa tuduhan Wahabi pada para ulama kebanyakan adalah fitnah. Ketika mereka tidak bisa menjawab pertanyaan dan persoalan yang disampaikan, biasanya mereka akan mengalihkan isu ke arah yang lain. Itu adalah lambang akhlak dan perilaku buruk mereka. Memburukkan orang lain tanpa bukti dan ilmu. Mereka ini akan didakwa di akhirat karena memutar-balikkan fakta tanpa rasa takut kepada Allah.
Allah berfirman dalam Surah Al Hujurat ayat 11-12:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sangat disayangkan jika medan pembahasan ilmiah dijadikan medan untuk saling memfitnah. Terlebih lagi jika yang dibahas itu adalah tentang agama dan berbagai macam perbedaan yang ada di dalamnya. Kita seharusnya berada dalam batas fakta dan angka saja. Jangan berlebihan sampai menuduh secara tidak berakhlak. Banyak pendakwah yang menjadi mangsa akhlak buruk ini. Sudah sepatutnya kita berduka cita dan bersimpati. Terlebih lagi jika pelaku fitnah ini menyelinap dan menggunakan nama organisasi tertentu untuk melancarkan aksi fitnahnya.
Saya katakan kepada para pendakwah yang difitnah, “Bersabarlah.” Karena sebelum ini para rasul yang mulia juga banyak mendapatkan fitnah. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah dituduh tukang sihir dan orang gila. Imam Syafi’i Rahimahullah pernah dituduh sebagai pendukung Syi’ah di zamannya sehingga dia dihukum. Imam Al-Bukhari Rahimahullah pernah dituduh bersekongkol dengan Mu’tazilah mengenai Al-Quran, sehingga dia terpaksa keluar dari kampung halamannya.
Demikian juga sejarah dan perjalanan para ulama yang tidak pernah sepi dari kejahatan golongan pendengki dan pengkhianat. Demikian tabiat dan sunnatullah (hukum Allah) yang berlaku pada dakwah ini yang sentiasa menuntut keikhlasan dan pengorbanan bagi pengembannya.
Wahai mereka yang suka menuduh orang lain atas sentimen tanpa bukti. Berhentilah, banyak pekerjaan lain yang patut kita lakukan. Jangan halangi orang lain untuk mencari ilmu dan berpikir jernih. Tunjukkan citra dan keistimewaan Islam itu dengan membiarkan berbagi pemikiran hidup dalam iklim yang harmoni agar tidak ada penipuan dan pengkhianatan. Dunia akan menjadi damai ketika dihuni oleh manusia yang cinta ilmu. bukan yang suka mengafirkan orang lain tanpa sebab atau menuduh orang Wahabi hanya karena tidak berkenan di hatinya.
Dr.
Mohammad Asri Zainul Abidin, Malaysia