Saturday, March 21, 2015

Ringkasan Sejarah Perang Paderi (Gerakan Wahabi Indonesia)

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
RINGKASAN SEJARAH PERANG PADERI 
(perang yang dilakukan IMAM BONJOL untuk memurnikan ajaran islam dan berjihad melawan penjajah).
__________________________________________________

Bismillah.....
Apabila diteliti masa Perang Padri di daerah Sumatera Barat dalam abad ke-19 dapat digolongkan kepada beberapa priode, yaitu:

(a) Periode 1809 – 1821
Periode ini adalah merupakan pembersihan yang dilakukan oleh kaum Padri terhadap golongan penghulu adat yang dianggap menyimpang dan bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam masa ini terjadilah pertempuran antara kaum Padri melawan golongan penghulu adat.

(b) Periode 1821 – 1832
Priode ini adalah merupakan pertempuran antara kaum Padri dengan Belanda-Kristen yang dibantu sepenuhnya oleh golongan penghulu adat. Dalam masa ini sifat pertempuran telah berubah antara penguasa kolonial Belanda-Kristen yang mau menjajah Sumatera Barat yang dibantu oleh para penguasa bangsa sendiri yang berkolaborasi untuk mempertahankan eksistensinya sebagai penguasa yang ditentang secara gigih oleh kaum Padri.

(c) Periode 1832 – 1837
Periode ini adalah merupakan perjuangan seluruh rakyat Sumatera Barat, dimana kaum Padri dan golongan penghulu adat telah barsatu melawan penguasa kolonial Belanda-Kristen. Dalam masa ini rakyat Sumatera Barat dengan dipelopori dan dipmimpin oleh para ulama yang tergabunig dalam kaum Padri bahu-membahu di medan pertempuran untuk mengusir penguasa kolonial Belanda-Kristen dari Sumatera Barat.

Latar Belakang
Latar belakang lahirnya kaum Padri mempunyai kaitan dengan gerakan Wahabi yang muncul di Saudi Arabia, yaitu gerakan yang dipimpin oleh seorang ulama besar bernama Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787).

Nama gerakan Wahabi sesungguhnya merupakan nama yang mempunyai konotasi yang kurang baik, yang diberikan oleh lawan-lawannya, sedangkan gerakan ini lebih senang dan menamakan dirinya sebagai kaum ‘Muwahhidin’ yaitu kaum yangkonsisten dengan ajaran Tauhid, yang merupakan landasan asasi ajaran Islam.

>> Paham kaum Muwahhidin (Wahabi) ini antara lain mempunyai pemahaman:

(a) Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah semata; dan siapa saja yang menyembah selain Allah, adalah musyrik;

(b) Umat Islam yang meminta syafaat kepada para wali, syeikh atau ulama dan kekuatan ghaib yang dipandang memiliki dan mampu memberikan syafaat adalah suatu kemusyrikan;

(c) Menyebut-nyebut nama Nabi, wali, ulama untuk dijadikan perantara dalam berdo’a adalah termasuk perbuatan syirik;

(d) Mengikuti shalat berjamaah adalah merupakan kewajiban;

(e) Merokok dan segala bentuk candu adalah haram;

(f) Memberantas segala bentuk kemunkaran dan kemaksiatan;


Sifat gerakan yang disebut musuh sebagai Wahabi, benar-benar merupakan tenaga penggerak yang sanggup membangkitkan kembali kesadaran kaum muslimin yang sedang tidur lelap dalam keterbelakangannya.

Dibantu dengan para sahahatnya seperti Ibnu Sa’ud dan Abdul Azis Ibnu Sa’ud, pemikiran dan cita-cita ini diwujudkan dalam sebuah gerakan, akhirnya pada tahun 1921 menjelma menjadi satu pemerintahan yang berdaulat di Saudi Arabia dengan ibukotanya Riyadh. Paham dan gerakan Wahabi inilah yang mewarnai pandangan Haji Miskin dari Pandai Sikat (Luhak Agam), Haji Abdur Rahman dari Piabang (Luhak Lima Puluh) dan Haji Muhammad Arief dari Sumanik (Luhak Tanah Datar) yang bermukim di Mekah Saudi Arabia dan pada tahun 1802 mereka kembali ke Sumatera Barat.

Sesampainya di Sumatera Barat, mereka berpendapat bahwa umat Islam di Minangkabau baru memeluk Islam namanya saja, belum benar-benar mengamalkan ajaran Islam yang sejati. Berdasarkan penilaian semacam itu, maka di daerahnya masing-masing mereka mencoba memberikan fatwanya. Haji Muhammad Arifin di Sumanik mendapat tantangan hebat di daerahnya sehingga terpaksa pindah ke Lintau.

Haji Miskin mendapat perlawanan hebat pula di daerahnya dan terpaksa harus pindah ke Ampat Angkat. Hanya Haji Abdur Rahman di Piabang yang tidak banyak mendapat halangan dan tantangan.Kepindahan Haji Miskin ke Ampat Angkat membawa angin baru, karena di sini ia mendapatkan sahabat-sahabat perjuangan yang setia; diantaranya yaitu Tuanku Nan Renceh di. Kamang, Tuanku di Kubu Sanang; Tuanku di Ladang Lawas, Tuanku di Koto di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Koto Ambalau, Tuanku di Lubuk Aur. Itulah tujuh orang yang berbai’ah (berjanji sehidup semati) dengan Tuanku Haji Miskin.

Jumlah para ulama yang berbai’ah ini menjadi delapan orang, yang kemudian terkenal dengan sebutan ‘Harimau Nan Salapan’. Harimau Nan Salapan ini menyadari bahwa gerakan ini akan lebih berhasil bilamana mendapat sokongan daripada ulama yang lebih tua dan lebih berpengaruh, yaitu Tuanku Nan Tuo di Ampat Angkat. Oleh sebab itu Tuanku Nan Renceh yang lebih berani dan lebih lincah telah berkali-kali menjumpai Tuanku Nan Tuo untuk meminta agar ia bersedia menjadi ‘imam’ atau pemimpin gerakan ini. Tetapi setelah bertukar-pikiran berulang kali, Tuanku Nan Tuo menolak tawaran itu. Sebab pendirian Harimau Nan Salapan hendak dengan segera menjalankan syari’at Islam di setiap nagari yang telah ditaklukkannya. Kalau perlu dengan kekuatan dan kekuasaan.Tetapi Tuanku Nan Tuo mempunyai pendapat Yang berbeda; ia berpendapat apabila telah ada orang beriman di satu nagari walaupun baru seorang, tidaklah boleh nagari itu diserang. Maka yang penting menurut pandangannya ialah menanamkan pengaruh yang besar pada setiap nagari.

Apabila seorang ulama di satu nagari telah besar pengaruhnya, ulama itu dapat memasukkan pengaruhnya kepada penghulu-penghulu, imam-khatib mantri dan dubalang.Pendapat yang berbeda dan bahkan bertolak belakang antara Tuanku Nan Tuo dengan Harimau Nan Salapan sulit untuk dipertemukan, sehingga tidak mungkin Tuanku Nan Tuo dapat diangkat menjadi imam atau pemimpin gerakan ini. Untuk mengatasi masalah ini, Harimau Nan Salapan mencoba mengajak Tuanku di Mansiangan, yaitu putera dari Tuanku Mansiangan Nan Tuo, yakni guru daripada Tuanku Nan Tuo Ampat Angkat.

Rupanya Tuanku yang muda di Mansiangan ini bersedia diangkat menjadi imam atau pemimpin gerakan Harimau Nan Salapan, dengan gelar Tuanku Nan Tuo.Karena yang diangkat menjadi imam itu adalah anak daripada gurunya sendiri, sulitlah bagi Tuanku Nan Tuo Ampat Angkat itu untuk menentang gerakan ini. Padahal hakikatnya yang menjadi imam dari gerakan Hariman Nan Salapan adalah Tuanku Nan Renceh; sedangkan Tuanku di Mansiangan hanya sebagai simbol belaka.

Kaum Harimau Nan Salapan senantiasa memakai pakaian putih-putih sebagai lambang kesucian dan kebersihan, dan kemudian gerakan ini terkenal dengan nama ‘Gerakan Padri’.Setelah berhasil mengangkat Tuanku di Mansiangan menjadi imam gerakan Padri ini, maka Tuanku Nan Renceh selaku pimpinan yang paling menonjol dari Harimau Nan Salapan mencanangkan perjuangan padri ini dan memusatkan gerakannya di daerah Kameng.

Untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara utuh dan murni, tidak ada alternatif lain kecuali memperoleh kekuasaan politik. Sedangkan kekuasaan politik itu berada di tangan para penghulu. Oleh karena itu untuk memperoleh kekuasaan politik itu, tidak ada jalan lain kecuali merebut kekuasaan dari tangan para penghulu. Karena Kamang menjadi pusat perjuangan Padri, maka kekuasaan penghulu Kamang harus diambil alih oleh kaum Padri, dan berhasil dengan baik.Sementara itu para penghulu di luar Kamang yang telah mendengar adanya gerakan Padri ini, ingin membuktikan sampai sejauh mana kemampuan para alim-ulama dalam perjuangan mereka untuk melaksanakan syari’at Islam secara utuh dan murni.

Bertempat di Bukit Batabuah dengan Sungai Puar di lereng Gunung Merapi, para penghulu dengan sengaja dan mencolok mengadakan penyabungan ayam, main judi dan minum-minuman keras yang diramaikan dengan bermacam pertunjukan. Para penghulu itu dengan para pengikutnya seolah-olah memancing apakah para alim-ulama mampu merealisasikan ikrarnya untuk betul-betul melaksanakan syari’at Islam secara keras.Tentu saja tantangan ini menimbulkan kemarahan dari pihak kaum Padri.

Dengan segala persenjataan yang ada pada mereka, seperti setengger (senapan balansa), parang, tombak, cangkul, sabit, pisau dan sebagainya kaum Padri pergi ke Bukit Batabuh tersebut untuk membubarkan pesta ‘maksiat’ yang diselenggarakan oleh golongan penghulu (penguasa). Sesampainya pasukan kaum Padri di Bukit Batabuh disambut dengan pertempuran oleh golongan penghulu. Dengan sikap mental perang sabil dan mati syahid, pertempuran yang banyak menelan korban di kedua belah pihak, akhirnya dimenangkan oleh pasukan kaum Padri. Dengan peristiwa Bukit Batabuh, berarti permulaan peperangan Padri.

Pada waktu itu di daerah Pasaman muncul seorang ulama besar yang membawa rakyatnya ke arah pembaharuan pelaksanaan ajaran Islam sesuai dengan Alquran dan Hadist Nabi. Karena gerakannya berpusat di Benteng Bonjol maka ulama tersebut akhirnya terkenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol, yang semulanya terkenal dengan nama Ahmad Sahab Peto Syarif.

Maka tersibukanlah Imam Bonjol rohimahulloh dengan ta’lim dan pembinaan dan dakwah kepada Alloh dan mengajak manusia kepada kebaikan dan kecintaan karena Alloh, dan tersiarlah perihalnya di kota Bonjol sampai berdatanganlah kepadanya manusia dari daerah tetangga.

Adalah warga Bonjol sebelum dakwah Imam Bonjol -rohimahulloh- dalam suatu keadaan yang tidak akan diridhoi oleh orang-orang yang beriman, dan adalah kesyirikan dan bid’ah dan maksiat telah tumbuh di Bonjol dan merebak sampai menyembah selain Alloh, manusia-manusia berdo’a kepada wali-wali, dan mereka meminum khamr dan melakukan perbuatan-perbuatan keji, dan merebak di Bonjol sihir dan perdukunan, maka ketika Imam Bonjol melihat kemunkaran ini terus-meneruslah Imam Bonjol rohimahulloh dalam dakwah kepada Alloh dan dengan ta’lim dan pembinaan.

kemudian para pelaku kemunkaran marah terhadap dakwahnya rohimahulloh, sampai terjadi peperangan antara mereka dan antara Ahli tauhid sahabat-sahabat Imam Bonjol rohimahulloh, dan mereka menamakan dirinya dengan kaum Adat dan Ahli tauhid (mereka namakan) dengan kaum Padri (bagi penduduk Bonjol: Padri bermakna penuntut ilmu).

Maka dengan sebab peperangan ini terbunuh banyak dari kaum Adat dan dari yang tersisa diantara mereka pergi ke orang-orang kafir dari Belanda dan meminta dari mereka tentara sekutu maka dipenuhilah permintaan mereka, sampai berkumpullah kaum Adat dan orang-orang kafir dari Belanda dalam memerangi ahli tauhid.

Setelah didaerah Minangkabau dapat diperbaharaui ajaran Islamnya oleh kaum paderi,maka gerakan selanjutnya menuju keluar daerah Minangkabau, yaitu ke daerah Tapanuli Selatan yang akhirnya juga dapat dikuasai dan menyebarkan ajaran Islam di sana.

Setelah Tuanku Nan Renceh meninggal tahun 1820, maka pimpinan gerakan paderi diserahkan kepada Tuanku Imam
Bonjol dan diwaktu itu gerakan paderi sudah dihadapkan kepada kekuasaan Belanda yang semenjak tahun 1819 sudah menerima kembali daerah Minangkabau dari tangan Inggris.

Karena terjadinya perbenturan kedua kekuatan di Minangkabau yaitu antara kekuatan paderi di satu pihak yang berusaha dengan sekuat tenaga menyebarkan agama Islam secara murni dengan kekuatan Belanda di lain pihak yang ingin meluaskan pengaruhnya di Minangkabau maka terjadilah ketegangan antara kedua kekuatan itu dan akhirnya terjadi perang antara kaum paderi dengan Belanda di Minangkabau, Perang ini terjadi antara tahun 1821-1833.

Pada akhirnya rakyat Minangkabau melihat dan sadar bahwa kekuatan Belanda tidak hanya ditujukan kepada gerakan kaum paderi saja, maka pada tahun 1833 rakyat Minangkabau secara keseluruhannya juga mengangkat senjata melawan pihak Belanda. Perang ini berlangsung sampai tahun 1837.

Dan sungguh Alloh -Maha Suci Dia- telah memerintahkan bagi siapa yang mempunyai ilmu untuk menyeru kepada jalan-Nya, Berkata -Maha Suci Dia-:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ [يوسف: 108].

“Katakanlah inilah jalanku aku menyeru kepada Alloh diatas bashiroh, saya dan siapa yang mengikutiku dan Maha Suci Alloh dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan” (Yusuf: 108)

Dan dari Abdillah bin ‘amr bin Al-‘Ash –semoga Alloh meridhoinya-: bahwasanya Nabi –Shollallohu ‘alaihi wa sallam- berkata: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat” (Diriwayatkan Bukhary dan Ahmad).

Dan sungguh Alloh telah menerangkan akan keadaan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagaimana di dalam Al-Qur’an ;

:وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (١١٢)
Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (Al-An’am: 112)Dan befirman Alloh ta’ala ;

:وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (١٢٠)
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqoroh: 120)

dan pada akhir tahun 1837 M berkumpullah Kafir Belanda dan Musyrikin Adat pada akhirnya sekali lagi, dan memukul kota Bonjol, dan membunuh banyak dari penduduk kota, dan merampas harta dan anak laki-laki dan anak perempuan dan para wanita, dan menyiksa dan memenjara Imam Bonjol rohimahulloh dari tahun 1837 M sampai wafat Imam Bonjol rohimahulloh di tahun 1864 M. Dan sejak itu terputus dakwah Tauhid di kota Bonjol secara khusus dan di Indonesia secara umum.

Maka kisah ini memberikan pelajaran kepada Ahli Tauhid, jika terjadi peperangan maka tidak mengapa sebagian mereka untuk keluar kepada jihad di jalan Alloh dan sebagian yang lain keluar ke tempat ulama untuk memperdalam ilmu agama, berkata Alloh ta’ala

:وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (١٢٢)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Attaubah: 122).

Dan kami memohon hanya kepada Alloh ta’ala untuk memperbaiki penerus yang tersisa dari keluarga Imam Bonjol rohimahulloh dan dari Muslimin seluruhnya di kota Bonjol dan selainnya dan menfaqihkan mereka semua kepada apa-apa yang diridhoi-Nya dan menunjuki kami dan mereka jalan-Nya yang lurus.

Wallohu 'alam.

Ditulis oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Indonesia Allimbory

Dengan tambahan sumber dari saya ;