Thursday, April 9, 2015

Nasihat untuk Ahlus Sunnah Aceh dan Seluruh Negeri (Disertai Jawaban Ilmiah Atas Fatwa Sesat dari MPU Aceh)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Tak Perlu Heran

"Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu" Lebih Besar Dosanya Dari Dosa Syirik...
Kadis Syariat Islam Aceh: Siapa Salafi Wahabi? Tunjukkan!
Apakah Para Ulama Atjeh Yang Mengumandangkan Perang Sabil Melawan Penjajah Belanda Adalah PARA ULAMA WAHABI??
Fatwa MPU Aceh No. 9 Tahun 2014 Terkait Manhaj Salaf Tampak Janggal Dan Terkesan Tidak Ilmiyyah, Bertentangan Dengan Dalil Alquran Dan Sunnah. Berseberangan Dengan Fatwa Yang Pernah Dikeluarkan Oleh MUI Jakarta Utara Tentang Salafi. Tidak Jujur Menyalin/Memahami Manhaj Salaf Dari Tokoh-Tokoh Salafi Aceh, Dilakukan Tanpa Proses Peradilan Di Mahkamah Syar’iyah Dan Terkesan Ada Vested Interested.
Index ”Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”



Alhamdulillaah, dakwah Ahlus Sunnah semakin berkembang pesat, khususnya yang diemban oleh sebagian ustadz Ahlus Sunnah, tidak lagi berjalan di tempat, tidak lagi terlalu sibuk dengan fitnah perpecahan antara sesama Ahlus Sunnah sebagaimana yang dinasihatkan para ulama, khususnya para ulama besar di masa ini yang telah dimintai fatwa mereka yaitu Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Washiyullah ‘Abbas, Asy-Syaikh ‘Utsman As-Saalimi dan para ulama yang lainnya hafizhahumullah telah menasihatkan untuk terus berdakwah dan tidak usah peduli dengan celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah ta’ala.
Dan saat itulah…

Orang-orang yang memusuhi dakwah ini akan semakin khawatir akan hancurnya kebatilan mereka dan tersebarnya dakwah kepada tauhid dan sunnah, mereka pun bangkit untuk berusaha menghadang laju gerak dakwah yang penuh berkah ini, sebagai ketetapan Allah ta’ala yang mesti dihadapi.
Allah ta’ala berfirman,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa.  Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” [Al-Furqon: 31]
Juga firman Allah Ta’ala,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” [Al-An’am: 112]
Tak Perlu Heran…! Pengikut Kebenaran Akan Selalu Mendapat Pertolongan dan Ujian dari Allah Ta’ala:
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
والحق منصور وممتحنٌ! فلا تعجب فهذي سنة الرحمن
“Dan kebenaran itu selalu ditolong dan diuji, maka tak perlu kamu heran karena ini adalah sunnah (ketetapan) Allah Ar-Rahman.” [Matan Qosidah Nuniyah, 2/14]
Dan semua itu walhamdulillah tidak akan membahayakan Ahlus Sunnah sedikit pun, yang justru berbahaya ketika Ahlus Sunnah tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan disibukkan dengan perpecahan antara satu dengan yang lainnya.
Allah ta’ala berfirman,
وَأَطِيعُواْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Anfal: 46]
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
صاحب الصدق مع الله لا تضره الفتن
“Orang yang jujur kepada Allah maka fitnah-fitnah tidak akan membahayakannya.” [Fathul Baari, 6/483]
Beliau rahimahullah juga berkata,
وأن الله يجعل لأوليائه عند ابتلائهم مخارج وإنما يتأخر ذلك عن بعضهم في بعض الأوقات تهذيبا وزيادة لهم في الثواب
“Dan bahwa Allah senantiasa menjadikan bagi wali-wali-Nya; jalan-jalan keluar ketika mereka ditimba bala, hanya saja jalan keluar itu terkadang lambat bagi sebagian mereka pada sebagian waktu untuk pembersihan (dari dosa) dan tambahan pahala untuk mereka.” [Fathul Baari, 6/483]

Nasihat untuk Ahlus Sunnah Aceh, Lombok dan Seluruh Negeri (Disertai Jawaban Ilmiah Atas Fatwa Sesat dari MPU Aceh)

Allah ta’ala berfirman,
وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui (meliputi) segala apa yang mereka kerjakan.” [Ali Imron: 120]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
يرشدهم تعالى إلى السلامة من شر الأشرار وكَيْدِ الفُجّار، باستعمال الصبر والتقوى، والتوكل على الله الذي هو محيط بأعدائهم، فلا حول ولا قوة لهم إلا به، وهو الذي ما شاء كان، وما لم يشأ لم يكن. ولا يقع في الوجود شيء إلا بتقديره ومشيئته، ومن توكل عليه كفاه
“Allah ta’ala membimbing kaum mukminin untuk selamat dari keburukan orang-orang jelek dan makar orang-orang jahat, dengan mengamalkan sabar, takwa dan tawakkal kepada Allah yang maha mampu meliputi musuh-musuh mereka, maka tidak ada daya dan kekuatan bagi kaum mukminin kecuali dengan-Nya, Dialah yang kehendak-Nya pasti terjadi, dan yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terjadi, dan tidak ada sedikitpun yang dapat menjadi kenyataan kecuali dengan taqdir-Nya dan kehendak-Nya, maka siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupinya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 2/109]
Demikianlah, apabila Ahlus Sunnah menyibukkan diri dengan ilmu, amal, dakwah dan sabar maka mereka akan menghadapi berbagai macam musuh yang nyata, dan belum lama ini, ketika merebak fitnah ISIS, maka Ahlus Sunnah di masjid Al-Muhajirin wal Anshor Depok dituduh secara dusta sebagai pendukung ISIS, padahal kenyataannya adalah sebaliknya.
Demikian pula saudara-saudara kita Ahlus Sunnah di Aceh, dituduh secara sepihak sebagai aliran sesat dan dibenturkan dengan MPU Aceh, maka berikut ini kami lampirkan jawaban ilmiah para Ustadz Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Salafi Aceh:
PENJELASAN ILMIAH TERHADAP FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH (MPU ACEH)
NOMOR 09 TAHUN 2014
TENTANG:

PEMAHAMAN, PEMIKIRAN, PENGAMALAN DAN PENYIARAN
AGAMA ISLAM DI ACEH
TIM PENYUSUN:
USTADZ HARITS ABU NAUFAL
USTADZ IMAM ABU ABDILLAH
USTADZ ADAM ABU RIFKY
BANDA ACEH, SYAWAL 1435 / AGUSTUS 2014
    
        

                                
Segala puji bagi Allah, al-Malik Al-Haqq, Al-Mubin, yang memberikan kita iman dan keyakinan. Ya Allah, limpahkan shalawat pada pemimpin kami Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam, penutup para nabi dan rasul, dan begitu pula pada keluarganya yang baik, kepada para sahabat pilihan, dan yang mengikuti mereka dengan penuh ihsan hingga hari kiamat.
Amma ba’du,
Diantara kenikmatan yang patut kita syukuri di negeri Aceh ini adalah semakin semaraknya masyarakat yang ingin memahami agama Islam lebih mendalam, karena memang Islamlah satu-satunya solusi untuk mengatasi problematika yang dihadapi oleh kaum muslimin. Terwujudnya hal ini tidak terlepas dari peran dan jasa para ulama yang telah mengorbankan waktu, fikiran, dan tenaga mereka demi terbentuknya masyarakat yang Islami.
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh memiliki peran strategis di dalam meningkatkan pemahaman agama serta membentengi masyarakat terhadap pengaruh pemahaman agama yang menyimpang. Sudah cukup banyak fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MPU Aceh yang sangat bermanfaat bagi masyarakat sehingga kerukunan hidup beragama tetap terjaga dan masyarakat dapat beribadah dengan nyaman.
Terkait dengan fatwa MPU Aceh no. 9 Tahun 2014 tentang pemahaman, pemikiran, pengamalan, dan penyiaran agama Islam di Aceh, kami ucapkan terimakasih atas nasehat dan saran yang termaktub di dalam fatwa tersebut. Nasehat dan saran tersebut semoga dapat menjadi bahan instropeksi dan koreksi bagi kami, dan semoga Allah ‘Azza wajalla memberikan petunjuk kepada kita semua kepada jalan yang benar dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.
Setelah kami membaca, mempelajari, dan memahami poin-poin fatwa tersebut, tanpa mengurangi rasa hormat, ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan agar tidak terjadi kekeliruan di dalam memahami apa yang menjadi pendapat kami tentang perkara-perkara yang disandarkan kepada kami. Namun, sebelum kami memberikan klarifikasi, ada baiknya untuk dijelaskan disini apa yang dimaksud dengan salafi, sehingga dapat terwujud persepsi atau pemahaman yang sama terhadap kata tersebut.
Berikut kita tinjau bagaimana penjelasan para ‘ulama dalam hal ini.
a. Berdasarkan Etimologi (bahasa):
Dalam kamus “Lisanul ‘Arab” dijelaskan sebagai berikut : “Salaf”adalah orang-orang yang mendahuluimu, baik ayah dan kakek-kakekmu ataupun karib kerabat yang mereka itu di atasmu dalam umur dan keutamaan.” (lihat Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur IX/158)
Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepada Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu’anha putri Beliau Shallallahu’alaihi wasallam:
“Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) untukmu adalah aku.” (HR. Muslim).
b. Berdasarkan Terminologi (istilah)
Adapun makna Salaf secara terminologi adalah sebagaimana diterangkan oleh para ‘ulama berikut :
Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, I/55).
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah (w. 256 H) – penulis kitab Shahih Al-Bukhari yang disepakati sebagai salah satu kitab rujukan utama oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah – menyebutkan dalam kitab Shahih-nya tersebut : Bab tentang Mengendarai Hewan Yang Kuat dan Kuda Jantan. Rasyid bin Sa’d berkata,

“Dahulu para Salaf menyukai kuda jantan yang ia lebih tangkas dan lebih cepat. Al- Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah – salah seorang ‘ulama besar dari kalangan Syafi’iyyah – menjelaskan makna Salaf pada perkataan Rasyid bin Sa’d di atas, “yaitu dari kalangan para shahabat dan para ‘ulama setelahnya.”
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah juga berkata : Bab Bahwa Salafdulu menyimpan makanan, daging, dan lainnya dalam rumah- rumah mereka atau dalam safarnya.
Al-Imam ‘Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah (w. 181 H) – salah seorang ‘ulama besar dari kalangan tabi’it tabi’in – juga pernah berkata dihadapan khalayak ramai, “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena sesungguhnya dia telah mencela salaf.” (lihat Muqaddimah Shahih Muslim)
Bolehkah menisbahkan diri kepada salafi?
Asal penamaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salafadalah sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam sebagai mana yang telah disebutkan diatas:
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.”(Dikeluarkan oleh Bukhâry no. 5928 dan Muslim no. 2450)
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dari hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan sesuatu yang telah lama dikenal, akan tetapi karena keterbatasan ilmu dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam , maka muncullah anggapan bahwa manhaj Salaf itu adalah suatu aliran, ajaran, kelompok atau pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya, “Saya telah mendapati sekelompok dari para ulama Salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak apa-apa.” Lihat Shahîh Bukhâry bersama Fathul Bâry jilid 1 hal. 342.
Dan berkata As-Suyûthy dalam Lubbul Lubâb jilid 2 hal. 22, “Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf.”
Setelah kita memahami makna kata diatas dan bolehnya menisbahlkan kepada kata tersebut, berikut penjelasan dari kami terkait dengan beberapa perkara yang disandarkan kepada kami sebagaimana tersebut didalam fatwa MPU Nomor 09 Tahun 2014 Tentang pemahaman,pemikiran, pengamalan dan penyiaran agama islam di Aceh.
NB:

Mengingat penjelasan ilmiah terhadap fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (MPU Aceh) Nomor 09 Tahun 2014 ini sangat panjang, maka untuk melanjutkan silahkan download file asli dari Penjelasan Ilmiah Terhadap Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (MPU Aceh) pada alamat berikut:
Sumber lampiran: Blog Al-Akh Abu Abdillah di Aceh.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


Sebagian cuplikan Buku Putih pada point 1 diatas (ma'af ayat Al-Qur'an tidak tersalin)

PERTAMA : Bidang Aqidah

A. Mengimani bahwa zat Allah “hanya” di atas langit/’arasy adalah sesat danmenyesatkan;
Jawaban :
Sejauh dari yang kami ketahui dari Al-Qur’an dan hadits serta ucapan para ulama
dijelaskan bahwa Allah diatas langit/’arsy-Nya.Allah berfirman :
(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.(Thaha: 5)
Sesungguhnya Allah beristiwa’ diatas ‘arasy, tetapi Allah tidak berhajatkepadanya, bahkan Dia beristiwa’ dengan hikmah yang Dia Maha Mengetahui. Istiwa’   Allah di atas ‘arasy bukan berarti Allah dibatasi (terikat) oleh arah (jihah),tempat dan waktu, bahkan Allah yang meliputi segala-galanya.
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiripasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula),dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yangserupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.(Asy-Syura : 11)
Akan tetapi istiwa’ Allah mengikut cara yang layak bagi-Nya yang Maha Suci lagiMaha Besar, yang tidak dapat diketahui dan dijangkau oleh akal makhluk-Nya akankaifyat (bagaimananya) dan hakikatnya. Inilah yang kami yakini sebagai ‘itiqad Ahlussunnah Waljama’ah daripada junjungan kita baginda Rasulullah , sahabat, tabi’in, tabi’ut-Tabi’in, para imam 4 (empat) mazhab, para salafusshalih (ulama-ulamaterdahulu) dan  yang mengikuti mereka dengan baik. Dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami radhiyallahu ‘anhu; dia berkata,
”Aku mempunyai seorang budak perempuan yang menggembalakan kambingku di antara gunung Uhud dan Al-Jawaniyah. Suatu hari aku mengawasinya; tiba-tiba seekor serigalamenerkam kambing yang dia gembalakan. Sebagai manusia biasa, tentu saja aku merasakecewa sebagaimana orang lain kecewa. Aku pun memukul dan menampar budakku itu.Kemudian aku menemui Rasulullah dan beliau menegurku. Aku berkata, ‘WahaiRasulullah, apa aku harus memerdekaannya?’ Beliau berkata, ‘Bawa dia kemari.’Kemudian beliau bertanya kepadanya, ‘Di mana Allah?’
Budak itu menjawab, ‘Di langit.’
Beliau berkata, ‘Siapakah aku?’
Dia menjawab, ‘Engkau adalah Rasulullah.’
Rasulullah bersabda :
Bebaskanlah dia (budak perempuan) karena dia adalah seorang mukminah
(HR.Muslim)
Kemudian lebih jelas lagi pernyataan Al-Imam As-Syafi’i Muhammad bin Idrisrahimahullah yang mana beliau adalah Imam kita dan juga Imam seluruh kaummuslimin, tanpa terkecuali kaum muslimin yang ada di Aceh. Berikut ini pernyataanbeliau, Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
"Perkataan yang mengikuti sunnah yang mana aku berada di atasnya serta aku melihatorang-orang yang berada di atasnya seperti Sufyan, Malik dan selain mereka berduaialah berikrar (mengakui) dengan persaksian bahwasanya Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah , dan bahwasanya Allah beristiwa` di atas 'ArasyNya di atas langitNya, dekatdengan makhlukNya sebagaimana yang dikehendakiNya, dan Dia
(Allah) turun ke langitdunia sebagaimana yang dikehendakiNya (juga)." (Istbat Sifat Al-'Uluw, halaman 123-124)
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah suatu ketika ditanya, benarkah Allahberada di atas langit yang ketujuh, di atas 'Arasy-Nya jauh dari makhluk-Nya, dan qudratserta ilmu-Nya berada di setiap tempat? Maka beliau menjawab:
"Ya, Dia berada di atas 'ArasyNya, dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dariilmu-Nya." (Istbat Sifat Al-'Uluw, halaman 116)
Imam Malik -rahimahullah- berkata:
"Allah berada di atas langit, dan ilmu-Nya ada di setiap tempat dan tidak ada yangtersembunyi dari pada- Nya sesuatu pun." (Itsbat Sifat Al-'Uluw, halaman 115)
Dalam ucapan lain, beliau berkata:
"Kaifiat (tatacara bagaimana Istiwa`) itu tidak dapat digambarkan oleh akal, dan (sifat)Istiwa’ itu tidaklah majhul (diketahui akan maknanya), dan mengimaninya adalahkewajiban, dan bertanya tentangnya (yaitu bagaimana kaifiatnya) adalah bid'ah (sesuatuyang baru)." (Istbat Sifat Al-'Uluw, halaman 119)
Dari nukilan dalil-dalil diatas dapat disimpulkan bahwa Allah berada di atas langit,istiwa’ diatas ‘arasy-Nya
B. Mengimani bahwa zat Allah terikat dengan waktu, tempat dan arah(berjihat) adalah sesat dan menyesatkan;
Jawaban :
Kami tidaklah meyakini bahwa zat Allah terikat dengan waktu, tempat dan arah(berjihat) sebagaimana sifat makhluk-Nya. Merupakan keyakinan kami di dalam nama-
nama dan sifat Allah adalah menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah dan rasul-
Nya dari nama nama Allah dan sifatNya, serta menafikan apa yang Allah dan rasul-Nya nafikan. Kami sampai saat ini belum mendapatkan dalil, baik dari Al-Quran ataupundari Hadits yang menyatakan bahwa Allah berada di ARAH (jihah).
C. Mengimani bahwa kalamullah itu berhuruf dan bersuara adalah sesat danmenyesatkan;
Jawaban :
Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits Rasulullah serta ucapan para ulama dari apayang kami ketahui telah mengucapkan bahwa kalamullah berhuruf dan bersalam, diantaranya adalah:
Rasulullah bersabda:
“Allah akan mengumpulkan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat, kemudian Allahmemanggil mereka dari jarak jauh dengan suara yang terdengar jelas seperti suara yang terdengar dari jarak dekat: “Aku adalah Al-Malik (Maharaja), Aku adalah Ad-Dayyan (Maha Membalas)….” (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Unais RA)
Di dalam hadist di atas disebutkan : yang artinya adalah : dengan suara, maka iniadalah nash yang jelas bahwa Allah berfirman (berbicara) dengan suara, akan tetapikalam (firman) Allah tidak sama seperti berbicara makhluk-Nya. Dan kami
meyakini bahwa Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk.
Adapun yang menujukkan bahwa Allah berbicara dengan huruf adalah haditsRasulullah , yaitu:
Barang siapa yang membaca satu huruf saja dari Al-Quran, maka dia akanmendapatkan  satu kebaikan, dan kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kalilipat. Aku tidak mengatakan Alif  lamm miim satu huruf, tetapi Aliif satu huruf, laamsatu huruf dan mim satu huruf. ( HR Tirmidzi dengan sanad yang sohih )
Al-Imam Al-Bukhary mengatakan didalam kitab Kholq Af’allil ‘Ibaad :
" Dan Allah menyeru dengan suara yang didengar orang yang jauh sebagaimanadidengar oleh yang dekat , tentunya ini bukan untuk selain Allah .
Beliau juga berkata : didalam hadist diatas dalil bahwa suara Allah tidak
sesuai dengan suara makhluq-Nya karena suara Allah didengar oleh orang yangjauh sebagaimana didengar oleh yang dekat dan malaikat tersungkur pingsan ketika
mendengar ucapan Allah .
D. Mengimani bahwa Nabi Adam AS dan Nabi Idris AS bukan Rasulullah adalah sesat dan menyesatkan.
Jawaban :
Masalah yang disebutkan dalam pernyataan di atas adalah masalah khilafiyyah ,telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama apakah Nabi Adam seorang Rasul
ataukah hanya seorang Nabi saja
Kalau kita melihat dalil dari Al-Quran dan Sunnah ,kita mendapatkan nash yang jelasbahwa Adam adalah Nabi, sedangkan rasul yang pertama adalah Nuh.
Dari Anas bin Malik beliau berkata, dari Rasulullah beliau bersabda : nabiyang pertama kali diutus sebagai rasul adalah Nuh ( HR Ad-Dailami dengan sanad yanghasan )
:"Dari Abu hurairoh secara marfu’ didalam hadist Syafaat yang panjang , di dalamnyadisebutkan : lalu mereka (manusia ) mendatangi Nuh dan berkata : wahai Nuh engkauAdalah Rasul pertama yang diutus kemuka Bumi. (HR Muslim )
Dari dua hadist di atas menunjukkan bahwa Nuh Adalah rasul pertama yang Allah
utus di atas permukaan bumi dan ini yang dipahami oleh beberapa ulama Islamseperti syaikh bin baaz beserta jajarannya di Haiah Kibarul Ulama, begitu juga syaikhibnu Utsaimin dan syaikh Al-Fauzan yang notabene mereka adalah Ulama besar diNegeri Saudi Arabia.
Sehingga Al-Imam Hurosyi di dalam mukhtashor Al-kholil berkata :
Awal Rasul adalah Nabi Adam , Dan awal nabi yang Allah utus ke muka bumiAdalah Idris , dan Awal rasul juga Nabu Nuh . dan tidak ada kontradiksi dalam dua
ungkapan ini , adapun Adam, maka Allah utus kepada keluarga beliau untuk
mengajarkan mereka dan memberikan petunjuk kepada apa yang Allah perintahkan,maka Adam adalah rasul yang pertama, adapun Nuh dikatakan sebagai awal rasul,maksudnya adalah awal rasul yang diutus kepada orang kuffar.
Jika ditinjau dari sisi Nabi Adam adalah nabi yang diutus kepada keluarganyauntuk menyampaikan wahyu dari Allah , maka kami katakan bahwa beliau adalahRASULULLAH.
Adapun dalil yang lain terkait permasalahan di atas adalah:
Sesungguhnya kami telah wahyukan kepada engkau sebagaimana kami telah wahyukankepada Nuh dan para nabi setelahnya.
hadist yang di riwayatkan oleh Al Imam Bukhori no.4476 dan Al Imam Muslim no.322
Dari Anas bin Malik dari nabi beliau berkata: pada hari kiamat manusia di kumpulkan
oleh Allah maka mereka saling berkata:duhai kalau kita meminta syafa'at kepadaRabb kita, maka mereka pun mendatangi adam berkata kepadanya: engkau adalah
bapaknya manusia, Allah telah menciptakan engkau dengan tangannya,
memerintahkan para malaikat sujud kepadamu dan memberikan ilmu kpdmu tentangsegala sesuatu, maka mintalah syafa'at untuk kami kepada Rabbmu sehingga kami bisaberistrahat dari tempat ini, maka nabi adam berkata:"aku bukanlah orangnya dan beliaumenyebut akan dosanya, maka beliaupuh malu,(beliaupun berkata) datangilah oleh
kalian Nuh, karna beliau adalah rasul yang pertama kali di utus oleh Allah dipermukaan bumi
Barikut ini beberapa beberapa ulama yang berpendapat bah nuh adalah rasul yangpertama:
1. Ibnu Batthol sebagaimana yang di nisbatkan oleh Imam Ibnu Hajar dalam fathulbari ketika beliau menerangkan hadits no 6565, dimana beliau berkata:
Atau ketiganya adalah nabi bukan rasul dan inilah pendapat Imam Batthol pada
nabi Adam
2. Al Imam Qurtubi di dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat:
(annisa ayat 163) juga menyatakan bahwa Rasul yang pertama adalah nuhberdasarkan ayat di atas. Berikut ini ucapan beliau:
Di kedepannya penyebutan Nuh, dikarenakan beliau adalah nabi pertama yangterjalannya syari'at melalui lisan beliau (rasul).
Dapat kita simpulkan bahwa, telah terjadi khilafiyah di kalangan ulama tentang
siapa rasul yang pertama kali di utus oleh Allah , sebagiannya ada yang mengatakanbahwa Adam -alaihissalam- sebagai rasul, adapula yang menyatakan Idris -alaihissalam-dan ada juga yang menyatakan adalah Nuh-alaihissalam- sebagai rasul berdasarkan haditsyang di riwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Anas yang telah kita sebutkan di atas.Namun bersamaan itu mereka para ulama tidak saling menyesatkan satu sama lain karenaperbedaan pendapat dalam masalah ini.. Silahkan melihat kitab fathulbari karya Ibnu
Hajar tatkala beliau mensyarah hadits no,6565 dan syarah shohih Muslim karya ImamNawawi tatkala beliau mensyarah hadits no,474.
B . BAGIAN IBADAH
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan masalah Ibadah, maka jawabannya sebagai
berikut:
1. Pemahaman yang membolehkan niat shalat di luar takbiratul ihram adalah salah:
Jawaban :
Mari kita simak perkataan Imam Nawawi -rohimahulloh- dalam masalah ini:
Imamul Haromain (al-Juwaini), al-Ghozali dalam kitabnya al-Basith, dan (ulamamadzhab syafi'i) yg lainnya memilih pendapat, bahwa: tidaklah diwajibkan untuk terlaludetail dalam hal membarengkan niat dengan takbir seperti yg disebutkan (yakni: bahwaniat harus benar-benar berbarengan dengan takbiratul ihrom dari awal takbir, hinggaakhir takbir). Tapi niat sudah cukup dengan 'muqoronah urfiyyah aammiyah' (yaknikebersamaan yg biasa dan dimampui oleh orang awam), yang penting ia sudah dianggapmenghadirkan kesadarannya akan sholatnya dan tidak dianggap lalai dari sholatnya,(dalil dalam hal ini adalah) karena mengikuti generasi awal umat islam dalam sikapmereka yang toleran dalam masalah ini.
Dan pendapat yang dipilih oleh dua orang ini, adalah pendapat yang terpilih(dalam madzhab syafi'i), wallahu a'lam". (Al-Majmu', karya Imam Nawawi 3/277-3278)
Bahkan sebagian pengikut madzhab syafi'i mengatakan bahwa: bahwa niat harusmendahului awal ibadah, agar tidak ada sebagian ibadah yg kosong dari niat. ImamNawawi -rohimahulloh- mengatakan:
Pendapatnya Abu Manshur Ibnu Mahron gurunya Abu Bakar al-Audni: Bahwa niatwajib mendahului awal takbirotul ihrom dengan waktu yang sedikit, agar awal niatnyatidak terlambat dari awal takbirnya. (Al-Majmu', karya Imam Nawawi 3/277)
Bahkan Imamul Haromain (al-Juwaini) -rohimahulloh- mengatakan:
Adapun mengharuskan barengnya niat dengan waktu takbir sebagaimana disebutkanoleh ahli fikih, maka itu termasuk sesuatu yang tidak dimampui oleh manusia (NihayatulMathlab, karya Al-Juwaini, 2/117)
Kalau kita tinjau definisi niat menurut ulama syafi’iyyah, maka kita dapatkanmereka memiliki beberapa definisi. Diantaranya apa yang didefinisikan oleh Al ImamAn-Nawawy .Berkata Al-Imam An-Nawawy di dalam Al-Majmu’ menukilkan dari Al-ImamAl- Azhary :
Niat adalah keinginan seseorang untuk melakukan amalan wajib atau yang selain wajib
(Al-Majmu’ : 1/353).
Dzhahir dari ucapan Al-Imam An-Nawawy bahwa niat adalah kenginan yang
mutlak baik muqoronah (disertai) dengan amalan ataukah sebelum amalan.
Untuk lebih jelas lagi kami nukilkan ucapan Al-Imam Al-Bajury di dalam
hasyiyahnya terhadap kitab Al-Khotiib :
dan penganggapan muqoronah (kebersamaan) dalam niat itu sangat berpolemik , karenaniat akan sah walaupun tidak ada muqoronah (kebersamaan) dengan amalan seperti didalam amalan puasa, kecuali kalau iqhtiran itu hanya ungkapan yang dipahami secara
umum, maka mungkin saja.
Dengan demikian , maka adanya muqoronah niat didalam amalan bukan syaratsahnya amalan tersebut sebagaimana disebutkan olem Al Imam Al bajury diatas.Walaupun kami tetap mengatakan afdhiliyyah jika niat tersebut muqaranah denganamalan sebagaimana ini adalah pendapat jumhur.
2. Pemahaman yang mengharamkan qunut pada shalat shubuh adalah salah.
Jawaban :
Sepengetahuan kami. Masalah qunut shubuh terjadi khilafiyah dikalangan para
ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.
Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalahpendapat Imam Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itusudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury danlain-lainnya dari ulama Kufah.Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunutnazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Iniadalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahlifiqh dari para ulama ahlul hadits.
Selama ini, kami melihat dari tiga perbedaan pendapat dikalangan ulama in,ipendapat ketiga lebih bersesuaian dengan dalil-dalil shohih yang ada.
Adapun yang menjadi landasan dalil bagi pendapat ketiga adalah sebagai berikut:
Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang

Rasulullah dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu
‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut padasholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh)
adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzydalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkanoleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.
Dua : Hadits Ibnu ‘Umar
Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yang menahanmu (tidakmelakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para
shahabatku”. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1\246, Al-Baihaqy 2\213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan Al-Haitsamy berkata
:”rawi-rawinya tsiqoh”.
Dengan penjelasan diatas dipahami bahwa tidak ada dalil yang shohihmenunjukkan disyari’atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus. Bahkan qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan parashahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar diatas. Itulah pendapat kami selamaini.
Adapun pendapat pertama yang menjadi amalan sebagian kaum muslimin lainnya,yang kami pahami menggunakan dalil-dalil sebagai berikut :
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut
subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
Terus-menerus Rasulullah qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkandunia.
Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162,Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam NasikhulHadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimanadalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthnydalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, IbnulJauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalamMudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalamkitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq1/463.
Semuanya periwayatan diatas dari jalan Abu Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari
Anas bin Malik.Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimanadalamKhulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy.
Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : “Bagaimanabisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Robi’ binAnas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”.Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : “Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)”.Berkata Abu Zur’ah : “Yahimu katsiran (Banyak salahnya)”.Berkata Al-Fallas : “Sayyi`ul hifzh(Jelek hafalannya)”.
Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang
mungkar”.”
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil suatuketerangan dari gurunya tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkanoleh Abu Ja’far Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-Rozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakaiberhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia
bersendirian dengannya”.
Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja’far Ar-Rozy

ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far ini adalah Jarhmufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apayang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliauberkata : “Shoduqun sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya,terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah). Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits
qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yangmungkar.
Ada beberapa dalil lainnya terkait Rasulullah melakukan qunut shubuh secaraterus menerus, namun sebagaimana kami sebutkan diatas kedudukan hadits-haditslainnya lebih lemah dibandingkan dengan hadits diatas.Atas pertimbangan hal tersebutlah kami menilai pendapat ketiga dari tiga pendapat yangada ebih kuat pendalilannya.
3 Pemahaman yang menyatakan bahwa haram memperingati maulid NabiMuhammad adalah salah.
Jawaban :
Sebagaimana yang kita pahami bersama, hal yang mendasari kaum muslimindalam melaksanakan peringatan maulid nabi adalah kecintaan dan pengagungan terhadap
Rasulullah , dan kecintaan terhadap Rasulullah adalah termasuk dari kesempurnaaniman , bahkan Allah telah memerintahkan hamba hambanya untuk mencintaiRasulullah .
Allah berfirman : [157 : Surat Al-A'raf]
Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya danmengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulahorang-orang yang beruntung.
Tentunya tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang telah mengucapkan duakalimat syahadat kecuali akan terpancar di dalam hatinya kecintaan kepada Rasulullah
.Akan tetapi sungguh kami menginginkan di dalam merealisasikan kecintaan kami
kepada Rasulullah untuk sesuai dengan apa yang diajarkan dan diarahkan Rasulullah
sendiri.Selama ini sejauh yang telah kami pelajari, kami tidak pernah mendapatkan dari
Rasulullah , baik perintah, perbuatan, atau hasungan untuk merayakan peringatanmaulid nabi tersebut, sehingga kami memilih untuk menahan diri agar tidak
melakukannya, dan menyibukkan diri kami dengan sunnah-sunnah Rasulullah yanglain yang kiranya masih banyak yang belum kita lakukan, tentunya sebagai perwujudan
cinta sejati kepada Rasulullah .
4 Pemahaman yang menyatakan bahwa haram berzikir dan berdo’a secaraberjama’ah adalah salah
Jawaban :
Tanggapan kami atas substansi fatwa tersebut adalah, bahwa kami mengharamkansecara mutlak berdoa secara jamaah, ini tidak benar berasal dari keyakinan kami, karenakami meyakini  doa berjamaah disyariatkan dalam shalat Isitisqa, adapun do`a berjamaahdalam hal selain shalat istisqa, maka kami belum menemukan dalil pensyariatannya,begitu pula dalam hal dzikir jamaah
Terkait dengan hal di atas, telah datang penjelasan kepada kita tentangpermasalahan ini dari ulama ahlussunnah diantaranya adalah Pendapat Imam Ahmad BinHambal;
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya:
“Apakah diperbolehkan sekelompok orang berkumpul, berdoa kepada Allah ,denganmengangkat tangan?” Maka beliau mengatakan:
 “Aku tidak melarangnya jika mereka tidak berkumpul dengan sengaja, kecuali kalau terlalu sering.” (Diriwayatkan oleh Al-Marwazy di dalam Masail Imam Ahmad bin
Hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879)Berkata Al-Marwazy:
“Dan makna “jangan terlalu sering” adalah jangan menjadikannya sebagai kebiasaan,sehingga dikenal oleh manusia dengan amalan tersebut.” (Masail Imam Ahmad bin
hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879).
Adapun dzikir bersama, dipimpin oleh seseorang kemudian yang lain mengikutisecara bersama-sama maka hal ini kami tidak mendapatkan nukilan dan contohnya dariulama terdahulu, tidak ada dalilnya dan tidak diamalkan para salaf. Bahkan merekamengingkari dzikir dengan cara seperti ini, sebagaimana dalam kisah Abdullah bin
Mas’ud ketika beliau mendatangi sekelompok orang di masjid yang sedang berdzikir
secara berjamaah, maka beliau mengatakan:
 “Apa yang kalian lakukan?! Celaka kalian wahai ummat Muhammad, betapa cepatnya kebinasaan kalian, para sahabat nabi kalian masih banyak, dan ini pakaian beliau jugabelum rusak, perkakas beliau juga belum pecah, demi Dzat yang jiwaku ada ditangannya, kalian ini berada di atas agama yang lebih baik dari agama Muhammad,atau kalian sedang membuka pintu kesesatan? (Diriwayatkan oleh Ad-Darimy didalam Sunannya no. 204, dan dishahihkan sanadnya oleh Syeikh Al-Al-Albany didalam Ash-Shahihah 5/12)
Berkata Asy-Syathiby rahimahullahu:
“Jika syariat telah menganjurkan untuk dzikrullah misalnya, kemudian sekelompok
orang membiasakan diri mereka berkumpul untuknya (dzikrullah) dengan satu lisan dansatu suara, atau pada waktu tertentu yang khusus maka tidak ada di dalam anjuransyariat yang menunjukkan pengkhususan ini, justru di dalamnya ada hal yangmenyelisihinya, karena membiasakan perkara yang tidak lazim secara syariat akandipahami bahwa itu adalah syariat, khususnya kalau dihadiri oleh orang yang dijadikanteladan di tempat-tempat berkumpulnya manusia seperti masjid-masjid.” (Al-
I’tisham 2/190)
Wallahu a’lam.
5 Pemahaman yang menyatakan bahwa wajib mengikuti hanya Al-Quran dan Hadits dalam bidang Aqidah, Syari’ah dan Akhlak adalah salah
Jawaban :
Kami meyakini diantara prinsip ahlussunnah waljama’ah membangun aqidah,syariah, akhlak, dan muamalah di atas 4 pondasi, yang pertama Al-Quran, As-Sunnah
yang shohih, ijma’ yang mundhobid, dan qiyas yang shohih. Jadi tidak benar bahwa
kami hanya mencukupkan kepada Al Qur’an dan Sunnah saja. Hal ini dapat dilihat dari
penjelasan-penjelasan kami diatas dimana kami tidak mencukupkan dengan dalil-dalil
dari Al Qur’an dan Sunnah saja.
Berkata Al Imam Asyafi’ie rahimahullah :
 ““ dan semua apa yang aku sifatkan dari apa yang aku sebutkan dan apa yang aku diam
atasnya semua itu dari hukum Allah dan hukum rasulnya juga hukum muslimin, dalilbahwa tidak boleh bagi orang yang menyiapkan dirinya untuk menjadi seorang hakimataupun seorang mufti ( Ahli fatwa ) untuk berhukum ataupun memberikan fatwa kecualidari berita yang pasti dan itu bersumber dari alkitab dan assunnah atau apa yang
diucapkan ahli ilmu yang mereka tidak berselisih ( ijma’) , atau qiyas kepada salah satu
dari yang diatas… ( Al Umm : 7 / 298 )
Berkata pula Imam Syafi’i rahimahullah ketika menjawab orang yang bertanya
kepada beliau tentang perselisihan diantara para shahabat, beliau berkata:
 “kita kembali kepada apa yang sesuai dengan Al Kitab atau as Sunnah atau ijma’ atau
qiyas yang shahih”. (Ar Risalah: 596)
Demikianlah penjelasan ilmiyah secara rigkas dari kami terkait dengan fatwaMPU Aceh no.9 tahun 2014, semoga dengan penjelasan ini dapat memberikanpencerahan kepada semua pihak sehingga tidak menimbulkan salah persepsi.Terkait dengan pemanggilan kami ke MPU Aceh pada tanggal 21 Juni 2014 tidaktertutup kemungkinan ada kalimat yang kami ucapkan tidak sesuai dengan penjelasan diatas karena keterbatasan kami dalam penguasaan dalil dan dikarenakan pemanggilanyang mendadak tanpa ada penjelasan agenda.
Perlu pula diketahui bahwa perkara-perkara yang disamapaikan dalam fatwaMPU Aceh, merupakan perkara yang bukan menjadi pokok bahasan didalam majelis–majelis ta’lim yang kami selenggarakan, karena kami sangat mempertimbangkankesiapan masyarakat dalam menerima khilafiyyah dari perkara- perkara yang dimaksud.Kami sangat berlapang dada untuk menerima kebenaran , sebagaimana pepatahArab mengatakan :
Kebenaran Adalah barang hilangnya seorang mukmin.
Bahkan Kami khawatir terhadap diri diri kami akan adzab Allah jika kami
menyelisihi kebenaran sebagaiman Allah berfirman :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, danmengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasaterhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalamJahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (QS: An Nisaa: 115)
Akhirnya kami mengharap fatwa yang dikeluarkan MPU Aceh nomor 09 tahun2014 dapat dilakukan peninjauan kembali. Dan kami mohon maaf apa bila ada perkataandan sikap kami yang tidak pada tempatnya selama berinteraksi .tentunya nasehat yang
membangun sangatlah kami harapkan.  Semoga Allah memberikan kepada kita
taufiq dan inayahnya untuk selalu mengikuti petunjuknya, dan semoga Allahmenganugerahkan kepada kita keistiqomahan untuk meraih husnul khotimah.Amin YaRobbal Alamien.