Monday, April 6, 2015

[ Peristiwa Lama Melawan Lupa ] Prof. Dr. Quraish shihab, Umar Shihab, Azyumardi Azra, Amien Rais, dan Din Syamsuddin menyatakan mazhab syi’ah tidak sesat

Syubhat: Syi’ah mempedomani imam Ali, Hasan, Husain dan 9 keturunan Imam Husain. Dari 12 imam itulah hadits-hadits Syiah diambil. Memang syiah hanya mempedomani sebagian hadis sunni karena sebagian lagi dianggap rekayasa penguasa. Prof. Dr. Quraish shihab, Umar Shihab, Azyumardi Azra, Amien Rais, dan Din Syamsuddin menyatakan mazhab syi’ah tidak sesat. 
Jawab: Dalam perkara yang mengkhususkan satu sisi, yaitu bahwa Syi’ah mengambil hadits-haditsnya dari para Imam, maka sungguh Anda telah mencukupi bantahan saya, dan Anda sendiri telah membatalkan agama Syi’ah tanpa Anda ketahui. Karena memang tidak ditemukan dari mereka ilmu hadits, dan barangkali Anda kembali kepada makalah saya pada edisi yang lalu, dan edisi ini, yaitu tentang ilmu hadits pada Syi’ah. Anda akan menyingkap sendiri hakikat itu tanpa kesulitan. Dan saya berharap agar Anda mengikuti edisi-edisi mendatang dengan izin Allah, agar Anda bisa menyingkap tambahan-tambahan informasi dan ilmu yang mengagetkan, dan dengan yakin bahwa perkara yang mengagetkan itu bukanlah sebuah rahasia bagi Syi’ah.
Adapun ucapan Anda bahwa Syi’ah berpedoman pada kesembilan Imam dari keturunan al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, maka Anda juga telah membatalkan agama Syi’ah tanpa Anda  rasakan. Mengapa kesembilan Imam tersebut tidak dari keturunan al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Sementara beliau adalah lebih tua dari al-Husain Radhiallahu ‘Anhu? Maka manakah dalil atas pengangkatan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi anak-anak al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, tanpa anak-anak al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Kami menginginkan dalil dari al-Qur`an, karena ini adalah aqidah dan satu pokok dari pokok-pokok agama. Satu pokok agama haruslah dari dalil yang qath’iy yang di dalamnya tidak ada ruang kemungkinan. Karena suatu dalil, jika disebutkan suatu kemungkinan di dalamnya, maka batallah berdalil dengannya.
Kemudian bertanyalah pada diri Anda sendiri pertanyaan ini yang Anda tidak akan menemukan jawabannya pada Syi’ah; yaitu mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menentukan para Imam dari keturunan al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Bukankah dia yang sulung? Maka bagaimana Syi’ah menjadikan syarat pengangkatan Imam adalah putra sulung dari keturunan al-Husain, yaitu bahwa Imam setelah al-Husain adalah putra sulungnya, dan putra sulung ini diganti oleh putra sulungnya, dan demikian seterusnya…
Jika memang demikian, maka mengapa imamah tidak jatuh kepada putra sulung Ali, yaitu al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Pertanyaan dalam sisi ini sangat banyak, dan pembicaraan di dalamnya tidak akan pernah berhenti di atas angan-angan. Kami menunggu seseorang yang maju berdialog bersama kami.
Akan tetapi saya mengajak Anda untuk melihat ke dalam Biharul Anwar (45/329), oleh al-Majlisi, cet. Muassasah al-Wafa`, Beirut (Cet. II, 1403), dan rujukan lainnya, bahwa pengagungan keturunan al-Husain, bukan keturunan al-Hasan, karena orang-orang Persia adalah paman-paman mereka, karena keberadaan istri al-Husain adalah Putri Yazdajir, orang Persia, dan beragama Majusi.
Adapun berkenaan dengan tokoh-tokoh di Indonesia yang tercinta, dan bersamaan dengan ketidak tahuanku jika ada di antara tokoh-tokoh itu adalah seorang Syi’ah atau Liberal, atau tidak, maka sesungguhnya saya mulai sebuah pertanyaan kepada Anda; ‘Apakah Anda mengambil agama Anda dari “Allah berfirman, Rasul-Nya bersabda” ataukah dari “Fulan berkata, dan Fulan berkata”?!
Orang yang telah Anda sebutkan, bersamaan dengan penghormatan saya kepada mereka, mereka bukanlah para ulama Syari’ah, tidak juga orang-orang yang ahli. Keberadaan mereka dikenal di masyarakat tidak berarti bahwa kita menjadikan apa yang mereka katakan sebagai sebuah hukum atas kitabullah, dan sunnah Nabi-Nya. Bahkan kita jadikan Kitabullah, Sunnah Nabi-Nya lah yang menghukumi kita dan mereka, dan setiap orang yang berselisih. Jika benar ucapan mereka yang datang di dalam pertanyaan Anda, maka tidaklah mereka menjadi orang pertama dan terakhir yang berbicara tanpa ilmu dalam masalah Syi’ah secara khusus dan aqidah secara umum.
Pergilah kepada salah seorang dari para tokoh penyeru taqrib (pendekatan) antara sunnah dan Syi’ah, kemudian mintalah darinya untuk menulis dalil-dalilnya dari al-Kitab dan Sunnah akan keshahihan agama Syi’ah, yang kemudian kami akan menyebarkannya di dalam majalah secara langsung. Saat itu akan tersingkaplah kepada umat, akan kebenaran ucapan saya, bahwa mereka bukanlah para ulama, dan bukan ahli ilmu dalam hal ini.
Bahkan saya menjadi bergembira, seandainya ada satu orang dari para tokoh penyeru taqrib ini yang maju, sama saja orang yang telah Anda sebutkan, atau selain mereka untuk masuk dalam dialog damai bersama kami yang umat ini akan bisa mengambil faidah darinya. Akan tetapi saya katakan dengan terus terang dengan keyakinan seorang mukmin, ‘Jika orang-orang Syi’ah pada umumnya takut untuk menghadapi kami, maka apakah Anda akan menyangka orang yang bukan termasuk Syi’ah memiliki kemampuan dan keberanian untuk menghadapi kami (majalah Qiblati) dalam masalah Pembelaan Terhadap Syi’ah? Dengan yakin, bahwa ini adalah mustahil, dan semacam khayalan- biidznillah-.
Kemudian, wahai putraku, bukanlah popularitas itu yang menjadi ukuran dalam mengetahui kebenaran dari kebatilan, karena orang itu dikenal dengan agama, bukan agama dikenal dengan orang. Tidak logis, jika seseorang tidak enak badan terus dia pergi ke penjual arang atau kayu bakar, sebagai ganti dari dokter. Juga tidak logis saat mobil mogok, pemiliknya pergi ke apotik, tidak ke bengkel.
Ingat, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan peringatan kepada para hamba-Nya dari mengikuti orang-orang yang kesohor, bangsawan, dan para pembesar, tokoh masyarakat, dan bahkan ulama-ulama sesat. Allah berfirman menceritakan lisan kaum yang nanti datang pada hari kiamat yang mereka sesat dengan kesesatan yang besar karena mengikuti para tokoh:
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا (٦٧)رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (٦٨)
“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati para pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 67-68)

Dari sini, kami ambil buah, yaitu bahwa hujjah dari pertanyaan Anda gugur secara ilmiah, dan tidak layak berdalil denganya dalam menshahihkan agama Syi’ah. Bahkan itu merugikan syi’ah, dan tidak memberikan manfaat kepada mereka, karena Anda tidak bertumpu dari al-Kitab dan Sunnah yang sahih atas pembenaran agama mereka, namun dengan ucapan-ucapan para tokoh. Ini merupakan sebuah cacat atas agama manapun. Kami akan menemukan para tokoh yang membenarkan agama Qodyaniah, dan kita akan menemukan para tokoh yang membenarkan pikiran liberal, dan kita akan medapati orang-orang tenar yang menshahihkan persatuan agama, demikian seterusnya. Oleh karena itu, ibrahnya adalah dalil dari Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya, bukan dengan ucapan orang-orang tenar.
Terakhir, saya tutup dengan mengatakan bahwa pintu majalah Qiblati terbuka untuk dialog damai dengan semuanya. Barangkali kami salah dalam penghukuman kami. Oleh karena itulah kami menerima orang yang maju dan meluruskan kesalahan-kesalahan kami. Maka hak bantahan terjamin dan terjaga untuk semuanya, selamat datang bagi Anda sekalian. Dan terima kasih atas perhatiannya. (AR)*
Oleh Syeikh Mamduh Farhan Al-Buhairi, Musyrif Majalah Islam Internasional QIBLATI


Sumber: http://qiblati.com/jawaban-syubhat-syiah-11.html