Menjelang wafat, hanya hal-hal penting yang
diingat. Mari kita simak bersama wasiat Ali bin Abi Thalib menjelang wafat.
Wasiat dari Ali pastilah penting. Apalagi bagi teman-teman syi'ah, yang
meyakini Ali sebagai imam ma’shum yang wajib diikuti. Dari Abu Ali Al Asy’ari,
dari Muhammad bin Abdul Jabbar, dan Muhammad bin Ismail, dari Fadhl bin
Syadzan, dari Shafwan bin Yahya, dari Abdurrahman bin Hajjaj berkata : Abul
Hasan Musa ‘Alaihis salam mengirimkan padaku wasiat Amirul Mukminin
‘Alaihis salam, isinya : Bismillahirrahmanirrahim, ini adalah wasiat dari
pembagian harta dari hamba Allah Ali, demi mencari ridha Allah, kiranya agar
sudi memasukkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka karena wasiat ini,
pada hari di mana ada wajah yang putih dan ada juga wajah yang menghitam,
seluruh harta milikku yang ada di Yanbu’ dan sekitarnya adalah sedekah, dan
seluruh budaknya selain Rabah, Abu Naizar dan Jubair adalah merdeka, tidak ada
yang boleh menghalangi mereka, mereka adalah budak, mengelola harta selama lima
tahun, mereka boleh mengambil bagian harta untuk nafkah pribadi mereka dan
keluarganya, sedangkan harta milik saya yang ada di Wadil Qura, dari harta
milik anak keturunan Fatimah berikut budaknya adalah sedekah, dan yang ada di
Dimah beserta penduduknya adalah sedekah, kecuali Zuraiq, berlaku baginya
seperti yang aku lakukan pada teman-temannya, sedangkan hartaku yang ada di
Adzinah berikut penduduknya adalah sedekah, dan Faqirain seperti yang kalian
ketahui adalah sedekah di jalan Allah, dan yang telah kutentukan dari hartaku
ini adalah sedekah yang wajib kutunaikan baik saat aku hidup maupun sudah mati,
seluruhnya diinfakkan demi mencari keridhoan Allah, di jalan Allah, demi meraih
keridhoan-Nya, dan untuk kerabatku dari golongan Bani Hasyim serta Bani Muthalib,
yang dekat maupun yang jauh, semuanya dikelola oleh Hasan bin Ali, dia boleh
memakan harta itu dengan baik-baik, dan menginfakkan di jalan yang diajarkan
Allah, maka itu halal dilakukannya, tidak ada masalah, jika dia ingin maka
boleh dijadikan miliknya, sesungguhnya anak-anak Ali, budak dan hartanya adalah
dikelola oleh Hasan bin Ali. Jika rumah yang menjadi miliknya bukan
termasuk rumah sedekah, dan dia ingin menjualnya maka dia boleh menjualnya.
jika dia menjualnya, maka hasil penjualannya dibagi menjadi tiga, sepertiga
disedekahkan di jalan Allah, dan dua pertiga untuk Bani Hasyim dan Bani
Muthalib, sepertiganya untuk keluarga Abu Thalib, dibagikan pada mereka sesuai
petunjuk Allah, jika terjadi sesuatu pada Hasan sedangkan Husein masih hidup, maka
dikelola oleh Husein bin Ali, dan Husein harus mengelola sesuai dengan
petunjukku pada Hasan, dia wajib melakukan apa yang dilakukan oleh Hasan,
bagian sedekah untuk anak-anak fatimah adalah sama seperti anak-anak Ali, saya
menggariskan ketentuan untuk anak keturunan Fatimah adalah untuk mencari
keridhoan Allah dan menghormati Rasulullah, mengagungkan dan memuliakan
Rasulullah dan Fatimah, jika terjadi sesuatu pada Hasan dan Husein, maka yang
masih hidup di antara mereka berdua melihat anak cucu Ali , jika ada dari
mereka yang baik agama dan amanatnya, maka diserahkan padanya jika dia mau,
jika tidak ada dari mereka yang baik agama dan amanatnya, maka diserahkan pada
salah satu dari anak cucu Abu Thalib yang dilihatnya baik, jika di antara
anak cucu Abu Thalib sudah tidak ada lagi yang dituakan dan bijaksana, maka
diserahkan pada salah satu dari Bani Hasyim, dengan syarat agar harta itu tetap
dan tidak dijual, dan menginfakkan hasilnya seperti yang telah kutentukan,
yaitu fi sabilillah, dan harta yang ada pada keluarga Bani Hasyim dan Bani
Muthalib tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan, dan harta Muhammad bin
Ali yang menjadi miliknya, maka dia digabungkan dengan bagian anak cucu
Fatimah, dan budak-budak yang namanya ada dalam daftar kecil, mereka seluruhnya
merdeka. Inilah ketentuan yang dituliskan oleh Ali bin Abi Thalib dalam
pengelolaan hartanya pada pagi ini, sehari setelah aku sampai di Muskin (nama
tempat di dekat Kufah), demi mencari keridhoan Allah dan negeri akherat, hanya
Allah lah tempat kita semua meminta tolong dalam segala kondisi, tidak halal
bagi seorang muslim yang beriman pada Allah dan hari akhir untuk merubah dan
melanggar ketentuan ini, baik orang dekat maupun orang jauh. Dan budakku yang
kugauli, jumlahnya 17, ada dari mereka yang memiliki anak, ada yang hamil, ada
lagi yang tidak memiliki anak, siapa yang memiliki anak atau sedang hamil, maka
tidak dimerdekakan, dan menjadi bagian anaknya, jika anaknya mati sedang dia
masih hidup, maka dia merdeka tidak boleh ada yang menggugat, ini adalah
pembagian yang ditentukan oleh Ali bagi hartanya, sehari setelah sampai di
Muskin, disaksikan oleh Abu Samr bin Burhah, Sha’sha’ah bin Shuhan, Yazid bin
Qais, Hiyaj bin Abi Hiyaj. Ali menulis wasiat ini dengan tangannya sendiri pada
10 Jumadil Ula tahun 37 H. Selain berwasiat mengenai pengelolaan hartanya, Ali
juga berwasiat: “Bismillahirrahmanirrahim, inilah wasiat dari Ali bin Abi
Thalib, mewasiatkan bahwa dirinya bersyahadat tiada tuhan selain Allah, hanya
Dia sendiri tidak ada sekutu baginya, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,
diutus dengan petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas
seluruh agama, walaupun orang musyrik benci, Shallallahu ‘alaihi wa
‘aalihi, lalu sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk
Allah Rabbul Alamin, tidak ada sekutu baginya dan itulah yang diperintahkan
padaku, dan aku termasuk golongan muslimin. Lalu aku mewasiatkan padamu
wahai Hasan, dan seluruh Ahlul Baitku, dan anakku, juga seluruh mereka yang
membaca tulisanku ini, agar bertaqwa pada Allah Rabb kalian, jangan sampai
kalian mati kecuali dalam keadaan muslim. Berpeganglah pada tali Allah
bersama-sama, dan janganlah kalian berpecah belah, karena aku mendengar
Rasulullah bersabda: Hubungan baik di antara kaum muslimin lebih baik dari pada
shalat dan puasa secara umum, dan hal yang merontokkan agama serta yang
menghabiskan agama adalah rusaknya hubungan baik di antara kaum muslimin, tidak
ada daya dan upaya melainkan dari Allah semata, yang Maha Tinggi lagi Maha
Agung. Perhatikanlah kerabat dekat kalian, sambunglah silaturahmi, agar Allah
memudahkan hisab amalan kalian. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang anak
yatim, teruslah memberi makanan mereka, jangan sampai terputus, jangan sampai
mereka tidak terurus di depan kalian, aku telah mendengar rasulullah bersabda:
Siapa yang menanggung hidup anak yatim sampai bisa bekerja dan mencukupi
hidupnya, Allah mewajibkan baginya surga, sebagaimana mewajibkan neraka bagi
orang yang memakan anak yatim. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang
Al-Qur’an, jangan sampai kalian ketinggalan dalam mengamalkanya dari orang
lain, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang tetangga kalian, karena Rasulullah
telah berwasiat tentang mereka, dan selalu mewasiatkan sampai kami mengira
bahwa tetangga akan mewarisi harta tetangganya. Aku ingatkan kalian pada Allah
tentang rumah-rumah Allah (masjid) jangan sampai kosong dari kehadiaran kalian
selama kalian masih hidup, jika kalian meninggalkan rumah-rumah Allah, kalian
tidak diberi tenggang lagi dari azab, dan hal yang didapat dari orang
yang pergi ke masjid adalah diampuni dosanya yang telah lalu, Aku ingatkan
kalian pada Allah tentang shalat, karena shalat adalah sebaik-baik amalan,
shalat adalah tiang agama. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang zakat,
sungguh zakat memadamkan kemarahan Rabb kalian, Aku ingatkan kalian pada Allah
tentang puasa Ramadhan, karena berpuasa pada bulan itu adalah perisai dari api
neraka, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang kaum fakir dan miskin, ikutkan
mereka dalam kehidupan kalian, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang jihad
dengan harta, jiwa dan lisan kalian, karena hanya ada dua macam orang yang
berjihad, yaitu imam yang membawa petunjuk, dan orang taat yang mengikuti
petunjuk imam, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang keturunan Nabi kalian,
jangan sampai mereka dizhalimi di depan mata kalian, sedangkan kalian mampu
membela mereka. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang sahabat Nabi kalian,
yang tidak berbuat dosa dan tidak melindungi pendosa, karena Rasulullah mewasiatkan
mereka, dan melaknat orang yang berbuat jahat di antara mereka, atau melindungi
penjahat, juga dari selain mereka. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang
wanita dan budak, karena kata-kata akhir Nabi kalian adalah: Aku wasiatkan pada
kalian dua golongan lemah, yaitu wanita dan budak. Shalat, shalat, shalat, dan
janganlah kalian takut melakukan perintah Allah karena celaan orang, Allah akan
membela kalian dari orang yang mengganggu dan menganiaya kalian, ucapkan
perkataan yang baik pada manusia, seperti telah diperintahkan oleh Allah.
janganlah kalian meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, jika kalian
tinggalkan, Allah akan menjadikan bagi kalian pemimpin dari golongan terjelek
dari kalian, lalu kalian berdo’a dan tidak dikabulkan. Wahai anakku, hendaknya
engkau menyambung hubungan, memberi orang lain dan berbuat baik, hindarilah
memutus hubungan, saling membelakangi dan berpecah belah, hendaknya kalian
saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong
menolong atas perbuatan dosa dan permusuhan, bertakwalah pada Allah,
sesungguhnya hukuman Allah adalah keras, semoga Allah menjaga kalian, seperti
menjaga keluarga Nabi dan Nabi-Nya di antara kalian, kutitipkan kalian pada
Allah, dan aku membaca Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Lalu Ali
terus mengucapkan: Laa Ilaaha Illallah, hingga akhirnya wafat pada malam
tanggal 23 Ramadhan, bertepatan malam jumat, tahun 40 H. Wasiat di atas
tercantum dalam literatur syiah : Al-Kafi, Man La Yahdhuruhul Faqih, Tuhaful
Uqul, Tahdzibul Ahkam, Nahjus Sa’adah, Biharul Anwar, Mustadrak Safinatil
Bihar. Wasiat ini tidak ditujukan pada anak-anak Ali saja, tapi pada siapa saja
yang membaca surat wasiatnya. Yang perlu kita cermati di sini, Ali berwasiat
tentang banyak hal. Ali mengawali wasiatnya dengan wasiat tentang persatuan
umat. Lalu dengan Al-Qur’an, shalat, zakat, puasa Ramadhan dan ibadah
haji. tidak ketinggalan Ali berwasiat agar bersikap baik terhadap para
sahabat Nabi, berlaku baik pada wanita dan budak, tentang anak yatim, dan amar
makruf nahi munkar. Semua poin dalam wasiat ini adalah hal-hal yang sangat
penting. Namun Ali tidak menyinggung satu hal yang dianggap penting oleh syi’ah
hari ini. Ternyata Ali sama sekali tidak menyinggung masalah imamah. Tidak
menyinggung 12 imam, kewajiban mengikuti imam, tidak mewasiatkan pada anak
cucunya berikut umat Islam untuk mengikuti 12 imam. Ini satu pertanda bahwa Ali
tidak mengenal keyakinan imamah seperti yang dikenal oleh syi’ah hari ini. Ali
malah berwasiat untuk bersikap baik kepada para sahabat Nabi, mereka yang
dianggap pengkhianat oleh syi’ah. Berwasiat tentang persatuan umat, melarang
untuk bermusuhan sesama muslim. Sementara syi’ah menganggap kaum muslim yang
tidak meyakini imamah adalah sesat. Ali tidak meyakini imamah sebagaimana
diyakini syi’ah hari ini, dan tidak pernah tahu tentang kewajiban beriman pada
12 imam. Kata Ali bin Abi Thalib: “Jika terjadi sesuatu pada Hasan dan Husein,
maka yang masih hidup di antara mereka berdua melihat anak cucu Ali , jika ada
dari mereka yang baik agama dan amanatnya, maka diserahkan padanya jika dia
mau.” Jika Ali mengimani adanya 12 imam, sebagaimana syi’ah hari ini, mestinya
diserahkan pada Ali bin Husein, bukan salah satu dari anak cucu Ali. Bukankah
12 imam sudah ditunjuk oleh Nabi? Atau Ali, sang pintu ilmu nan ma’shum, kali
ini tidak tahu? Memang Ali tidak mengenal ajaran
imamah. [hakekat/syiahindonesia.com].