Friday, October 28, 2016

Gerakan Tawwabin, Ketika Syiah Menyesali Pengkhiantan Mereka di Karbala

Gerakan Tawwabin, Ketika Syiah Menyesali Pengkhiantan Mereka di Karbala

Ketika Yazid bin Muawiyah wafat pada tahun 64 H, terjadilah kekosongan kepemimpinan. Keadaan pun kacau. Stabilitas negara Islam tengah goyah berhadapan dengan fitnah. Di Hijaz Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhu mengumumkan kekhalifahannya. Dan di Kufah, ada Jaisy at-Tawwabin yang menuntut balas atas syahidnya cucu Rasulullah di Karbala.


Gerakan Tawwabin
Kata tawwabin artinya adalah orang-orang yang bertaubat. Mengapa orang-orang yang tergabung dalam gerakan ini menamakan gerakan mereka gerakan tawwabin? Karena mereka menyesal atas pengkhianatan mereka terhadap Husein di Karbala. Mereka menyesal telah mengundangnya ke Kufah, lalu meninggalkannya hingga syahid di sana. Mereka hendak menebus kesalahan tersebut dengan mengobarkan semangat menuntut balas atas kematian cucu Rasulullah .
Syaikh Utsman al-Khomis dalam ceramahnya Haqiqatu asy-Syiah menyebutkan bahwa Gerakan at-Tawwabin adalah gerakan yang menghidupkan kembali dakwah Abdullah bin Saba dari beberapa sisi. Ketika Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menghukum orang-orang yang berlebihan terhadapnya, nyaris dakwah Abdullah bin Saba menghilang. Hingga muncullah Gerakan at-Tawwabin yang disengaja atau tidak menghidupkan kembali dakwah pengagungan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Menurut Syaikh Utsman, sejak muncul pemikiran Abdullah bin Saba di akhir kekhalifahan Utsman bin Affan hingga munculnya Gerakan Tawwabin, kelompok ini belum dikenal dengan nama kelompok Syiah. Syiah sebagai sebuah sekte baru dikenal pada abad ke-3 H.
Setelah sepakat menuntut balas atas kematian Husein radhiallahu ‘anhu, orang-orang yang tergabung dalam Gerakan Tawwabin mengadakan rapat perdana. Dipimpin oleh Sulaiman bin Shard al-Khuza’i. Agenda rapat adalah menentukan sikap, teknis operasi perlawanan yang akan dilancarkan, dan pembahasan utama dalam pertemuan ini adalah permasalahan taubat dan ampunan. Setelah itu mereka mulai menjadikan simpatisan sipil ini menjadi sebuah pasukan. Jadilah mereka Jaisy at-Tawwabin. Kemudian 4000 personil Jaisy at-Tawwabin pun mulai bergerak. Operasi tersebut dimulai pada bulan Rabiul Awal tahun 65 H.
Pertama-tama mereka mendatangi makam Husein. Mereka menangis, menyatakan taubat, dan menyesali perbuatan mereka. Setelah berkabung selama 1 hari penuh, mereka membulatkan tekad untuk berangkat ke Syam, memerangi Ubaidullah bin Ziyad sebgai orang yang paling bertanggung jawab atas terbunuhnya Husein. Mereka melintasi Sungai Eufrat. Menyusuri sungai tersebut. Hingga tiba di daerah Circesium, di Suriah (al-Kamil fi at-Tarikh, 2/638).
Mereka disambut oleh pimpinan wilayah Circesium, Zafar bin al-Harits al-Kilabi, yang mendukung kekhalifahan Abdullah bin az-Zubair. Zafar menyarankan agar mereka mengajak simpatisan Ibnu az-Zubair bersekutu dalam misi mereka. Namun usulan tersebut mereka tolak. Perjalanan pembalasan dendam pun dilanjutkan (Tarikh ad-Daulah al-Umawiyah, Hal 72 dan al-Kamil fi at-Tarikh, 2/639).
Perang Ainul Wardah Tahun 65 H
Bertemulah orang-orang Syiah ini dengan pasukan bani Umayyah di Ainul Wardah. Sebuah daerah yang terletak di Jazirah hingga mencapai bagian barat laut Shiffin. Peperangan berjalan tidak seimbang, pasukan Umayyah dengan mudah melibas Jaisy at-Tawwabin yang jumlahnya tidak mengimbangi mereka. Tokoh-tokoh mereka pun tewas kecuali Rifa’ah bin Syaddad yang berhasil pulang ke Kufah bersama sebagian kecil dari mereka (Tarikh ad-Daulah al-Umawiyah, Hal 72).
Penutup
Dari beberapa keterangan, Jaisy at-Tawwabin ini bukanlah seperti orang-orang Syiah yang kita kenal pada hari ini –al-Ilmu ‘Indallah-. Peristiwa ini terjadi pada abad pertama hijriyah, yakni pada tahun 65 H. Kemudian menurut penjelasan Syaikh Utsman al-Khomis Syiah menjadi sebuah sekte muncul pada abad ke-3 H. Saat itu orang-orang baru mengenal ini Syiah dan ini Sunni. Ini Huseiniyat (tempat ibadah) Syiah dan ini masjid-masjid Sunni. Ini kitab-kitab Syiah dan ini kitab-kita Sunni. Ini ulama-ulama Syiah dan ini ulama-ulama Sunni. Adapun sebelum zaman ini, belum dikenal istilah demikian.
Adz-Dzahabi mengomentari Sulaiman bin Shard pemimpin Jaisy at-Tawwabin dengan mengatakan, “Dia adalah seorang yang shaleh dan ahli ibadah. Ia tergabung dalam pasukan taubat kepada Allah dari pengkhianatan yang mereka lakukan terhadap Husein asy-syahid. Mereka berangkat menuntut hukum terhadap pembunuh Husein. Mereka menamakan diri dengan Jaisy at-Tawwabin.” (Siyar Alamin Nubala, 3/395).
Imam Ibnu Katsir mengomentari Jaisy at-Tawwabin dengan mengatakan, “Sekiranya tekad dan persekutuan ini ada sebelum Husein tiba di Karbala, niscaya hal ini bermanfaat untuk Husein dan mampu menolongnya. Daripada mereka berkumpul dan baru menyatakan pembelaan terhadapnya setelah 4 tahun (peristiwa Karbala).” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 11/697).
Apa yang dinyatakan oleh Imam Ibnu Katsir juga menjadi pertanyaan bagi kita. Dimana keberanian dan keikhlasan mereka menolong Husein, saat peristiwa itu terjadi? Di saat cucu Rasulullah berhadapan dengan maut?
Sumber:
– http://islamstory.com/ar/حركة-التوابين-ومعركة-عين-الوردة
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)