Saturday, May 16, 2015

Kisah Tahkim Yang Palsu


                                                                            

Oleh: Syaikh DR. Utsman bin Muhammad Al-Khamis

Selesailah peperangan Shiffin dengan cara tahkim (menyelesaikan masalah perbedaan dua kelompok besar kaum Muslimin dengan kembali berhukum kepada Kitab Allah), mereka berhenti berperang karena mushaf-mushaf diangkat di atas tombak-tombak. Ali radhiyallahu ‘anhu menerima usulan tahkim kemudian ia kembali ke Kufah sedangkan Muawiyah ke Syam dan mereka sepakati tahkim dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Setelah tiba masanya, Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari dan Muawiyah mengutus Amr bin Ash –radhiyallahu anhum ajma’in-

Kisah tahkim yang masyhur dan terkenal adalah Amr bin Ash sepakat dengan Abu Musa Al-Asy’ari untuk mencopot Ali dan Muawiyah, kemudian Abu Musa Al-Ays’ari naik ke mimbar dan berkata, “Saya mencopot Ali dari jabatan Khalifah sebagaimana saya lepas cincinku ini,”
Kemudian beliau melepas cincinnya. Setelah Amr bin Ash naik, ia angkat bicara, “Saya juga mencopot Ali sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Musa Al-Asy’ari, saya juga mencopot cincinku ini, setelah itu saya tetapkan Muawiyah sebagaimana saya masukkan kembali cincinku ini!”
Setelah itu terjadi kekacauan, Abu Musa marah dan keluar kembali ke Makkah dan tidak pergi kepada Ali di Kufah, sedangkan Amr bin Ash setelah itu kembali ke Syam. (Tarikh Thabari 4/51 dan Al-Kamil Fi At-Tarikh 3/168)

Kisah ini palsu dan dusta! Riwayat ini ditolak karena di dalam sanadnya ada Abu Mikhnaf yang telah kami sebutkan di beberapa tempat (dalam buku beliau Hiqbah min At-TarikhPenggalan Sejarah).

Kisah yang shahih adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahli kebenaran dengan sanad shahih dari Imam Bukhari dalam At-Tarikh.

Amr bin Ash ketika menjalani proses tahkim dengan Abu Musa Al-Asy’ari, ia berkata, “Bagaimana anda melihat perkara ini?”, 

Abu Musa menjawab, “Saya memandang dia itu termasuk sekumpulan orang yang ketika Rasulullah saw wafat beliau ridha kepada mereka” –yang dimaksud adalah Ali bin Abi Thalib-, 

Amr bin Ash berkata, “Kalau begitu dimana anda menempatkan saya dan Muawiyah?” 

Abu Musa menjawab, “Jika Ali meminta bantuan kepada kalian berdua, maka kalian harus membantunya. Namun, jika dia tidak butuh kalian berdua, maka telah sekian lama urusan Allah tidak butuh pada bantuan kalian berdua” (Tarikh Al-Kabir 5/398)

Setelah itu selesailah kejadiannya dengan keputusan seperti ini, kemudian Amr bin Ash kembali ke Muawiyah dengan membawa kabar ini dan Abu Musa kembali ke Ali juga dengan membawa kabar dan keputusan ini.

Riwayat yang masyhur tadi (yang diriwayatkan dalam Tarikh Thabari dan Al-Kamil Fit-Tarikh) tidak diragukan lagi kepalsuannya dengan tiga bukti berikut ini:

  1. Sanadnya Dhaif, di dalamnya terdapat Abu Mikhnaf  Al Kadzdzab Sang Pendusta 
  2. Khalifah kaum Muslimin tidaklah dicopot oleh Abu Musa Al-Asy’ari dan tidak pula oleh orang lain, di mana menurut Ahlus Sunnah khalifah itu tidak dicopot begitu saja dengan mudah, maka bagaimana mungkin dua orang sepakat untuk mencopot Amirul Mukminin? Perkataan ini tidak benar, dan apa yang terjadi dalam proses tahkim adalah mereka berdua sepakat untuk menetapkan Ali di Kufah dan dia tetap menjadi Khalifah kaum Muslimin dan menetapkan Muawiyah di Syam sebagai gubernur di tempat itu.

        *Buktinya setelah itu Ali bin Abi Thalib tetap menjadi khalifah kaum Muslimin, dan ketika beliau dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, kaum Muslimin sepakat mengangkat anaknya Hasan bin Ali bin Abi Thalib, setelah beberapa bulan memimpin kaum Muslimin, beliau melihat masih ada peluang-peluang konflik politik, akhirnya beliau mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkannya kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Tahun itu dijuluki oleh kaum Muslimin dengan Aam Al-Jama’ah tahun persatuan. Kaum Muslimin bergembira dengan adanya persatuan ini .

Kejadian ini juga menjadi bukti kebenaran sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya anakku ini (Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma) akan menyatukan dua kelompok besar kaum Muslimin”. Kelompok kaum Muslimin di bawah komando sahabat mulia ar rasyid Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dan kelompok kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu anhuma. Dua kelompok besar ini bersatu berkat jasa Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.

Setelah itu kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah bin Abu Sufyan menaklukkan negeri-negeri. Mereka hidup di bawah keadilan sang pemimpin. Sampai-sampai ada ulama yang mengatakan, “Ini adalah Al-Mahdi” mungkin beliau menyamakannya dengan keadilan yang memenuhi bumi yang akan dibawa oleh Imam Mahdi di akhir zaman.-tambahan dari penterjemah 
  
      3. Sedangkan riwayat yang benar adalah yang kami sebutkan di atas.
(Sumber: lihat buku Syekh Utsman Al-Khamis Hiqbah Min At-Tarikh hal 84-85)