Sunday, May 17, 2015

Ilmuwan: Penyebaran dan Gerakan Syiah Berbahaya Bagi Indonesia

Iran melalui bantuan pendidikannya berencana melahirkan seribu doktor (PhD) di Indonesia
Aliran Syiah masuk ke berbagai belahan dunia dengan menggunakan beberapa strategi.  Strategi itu terfokus pada penguasaan tiga asas utama yang ada pada setiap negara, yaitu militer, ilmu pengetahuan (ulama dan intelektual), serta ekonomi (pemilik modal).
Demikian disampaikan Assoc. Prof. Dr. Kamaluddin Marjuni dalam dialog ilmiah tentang Syiah di kampus International Islamic University Malaysia (IIUM) hari Sabtu, 14 Maret 2015.
Acara yang digagas Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) dengan mengangkat tema “Syiah: Apa, Siapa, Mengapa, dan Bagaimana?” itu juga menghadirkan Assoc. Prof. Dr. Syamsuddin Arif.
Menurut Dr. Kamaluddin Marjuni, selain itu, upaya pensyiahan dunia Islam juga dilakukan melalui penguatan hubungan diplomatik, politik, dan kebudayaan.
Sejak Revolusi Iran, pengaruh Syiah terus menyebar ke banyak negeri Muslim. Negeri-negeri berpenduduk mayoritas Sunni, termasuk di antaranya Malaysia, yang kebanyakan menolak penyebaran paham Syiah di negerinya.
Namun, menariknya, di Indonesia, paham apa pun masuk dan diterima, termasuk Syiah, padahal hal itu sangat tidak menguntungkan Indonesia ke depannya.
“Iran melalui bantuan pendidikannya berencana melahirkan seribu doktor (PhD) di Indonesia,” ujar Dr. Kamaluddin.
“Saudi Arabia pun berencana melahirkan seribu doktor di Indonesia. Masing-masing tentu akan menyebarkan paham Syiah dan Salafy ke Indonesia. Jadi bisa dibayangkan akan seperti apa pertarungan intelektual di Tanah Air ke depannya dengan semakin ramainya kedua kelompok yang sangat bermusuhan ini. Hal ini akan menjadi tantangan yang sangat besar bagi kalangan Asy’ari di Tanah Air,” ujarnya.
Jejak Persia
Sementara itu, Dr. Syamsuddin Arif mengamati adanya jejak-jejak Persia di dalam paham dan praktek keagamaan Syiah.
Ia menyebutkan adanya beberapa upaya menghidupkan kembali identitas Persia, sejak negeri itu dikuasai oleh Muslim, melalui gerakan-gerakan perlawanan terhadap pemerintah pusat, antara lain melalui gerakan Syiah.
Banyak hal yang mengundang pertanyaan tentang Syiah. Salah satu contoh mendasar adalah bagaimana “seluruh agama (Islam) disederhanakan menjadi semata-mata isu Ali-Fatimah-Hasan-Husain.”
Dr. Syamsuddin juga menyinggung tentang beberapa praktek keberagamaan Syiah yang ganjil. Ia memberi contoh penelitian Edith Szanto tentang penjualan beberapa barang terkait seks, seperti kondom, Viagra dan krim untuk alat vital, yang dijajakan secara bebas di tempat-tempat ziarah Syiah di Damaskus. Seolah-olah hal itu merupakan satu bentuk dukungan keagamaan bagi para peziarah yang datang.
Dalam dialog ilmiah ini kedua pembicara sama-sama menjelaskan tentang beragamnya kelompok Syiah yang ada, mulai dari yang ekstrim hingga moderat.
Karena itu penting bagi kalangan Ahlu Sunnah untuk tidak mengeneralisir penyikapan terhadap Syiah. Bagaimanapun, keduanya menekankan bahwa penyebaran paham dan gerakan Syiah merupakan hal yang berbahaya bagi Indonesia.*

Dr. M. Kholid Muslih: Syiah di Berbagai Negara Berpotensi Memberontak

Akhir dari gol pergerakan semua kelompok Syi’ah adalah ingin mendapatkan sebuah kekuasaan
Kasus pemberontakan kelompok Syi’ah al Hautsi (Barat menyebut al Houti) yang tengah menduduki Istana Kepresidenan Yaman dan Universitas al Iman, Yaman harus menjadi perhatian umat Islam di Indonesia, khususnya Ahlus Sunnah.
Syi’ah bukanlah semata-mata sebuah kelompok agama melainkan kelompok politik yang orientasinya ingin menguasai seluruh kekuasaan dimana pun Syi’ah berada, termasuk di Indonesia.
Yang perlu diketahui oleh seluruh umat Islam, Syi’ah di berbagai negara selalu ingin memberontak karena dalam rangka urusan politik mereka.
Demikian keterangan yang disampaikan oleh Dr. M. Kholid Muslih, M.A salah satu pakar Syi’ah dari Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor kepada hidayatullah.com, mengutip pendapat para ulama Mesir terkait pendudukan Syiah di Yaman.
“Orientasi utama Syi’ah adalah politik dan mereka menjadikan imamah sebagai salah satu rukun iman. Bahkan ulama-ulama di Mesir mengklarifikasikan Syi’ah sebagai sebuah kelompok politik bukan kelompok agama,” tegas alumni Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir kepada hidayatullah.com, Selasa (23/09/2014) pagi.
Menurut Kholid, Syi’ah yang saat ini ada di Indonesia dinilai memiliki potensi yang sama dengan Syi’ah al-Hautsi yang kini telah menduduki Istana Kepresidenan Yaman.
Bukan hanya Syi’ah al-Hautsi saja, tetapi juga beberapa kelompok Syi’ah yang berhasil menguasai Iraq dan sebagian wilayah di Libanon. Karena akhir dari gol pergerakan semua kelompok Syi’ah adalah ingin mendapatkan sebuah kekuasaan. Hal itu merupakan proses panjang menurut mereka.
“Pergerakan kelompok Syi’ah akan terus merambah kemana-mana. Sebab kelompok Syi’ah selalu berupaya untuk saling menguatkan dan terus bekerja sama guna mencapai orientasi politik mereka dan demi kepentingan kelompok masing-masing,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Muslih menyelesaikan S1 hingga S3 nya di  Fakultas Ushûluddin Jurusan Aqidah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Secara khusus, tesis dan disertasinya meneliti masalah gerakan politik Syiah. Tesisnya berjudul “Al-Ittijâh al-Syi’I al-Itsnâ Asyari (al-Qodim wa al-muâ’shir) wa al-In’ikâsâtuhu ‘alâ al-Mujtama’ al-Sunni bi Indûnisia” sedang disertasinya berjudul “Wilâyatu al-Faqîh wa al-tathbîqâtuhâ al-mu’âshirah; Qirâ’ah naqdiyyah lillidhâm al-siyâsi assî’I al-mu’âshir; muqâranan bi al-syûrâ wa al-dimûkrâthiyah.”*/Ahmad Fazeri

Beberapa Fakta Sejarah Serangan Syiah pada Ahlus Sunnah

Kasus penyerangan pembela Syiah terhadap jamaah Majelis Az-Zikra menurutnya bisa menjadi senjata ampuh pemerintah dan bangsa Indonesia menahan perkembangan paham Syiah
Pakar Syi’ah dari Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Dr. M. Kholid Muslih, M.A membantah pernyataan tokoh Syiah Indonesia yang mengatakan tak ada sejarah Syiah menyerang Sunni.
“Ungkapan tidak ada sejarah Syiah menyerang Ahlus Sunnah itu jelas jelas pernyataan a-historis dan a-argumentatif,” ujarnya.
Dalam sejarah, ujar Kholid, berdirinya kerajaan Shofawiyah 1501-1785 adalah perjalanan berdarah-darah, di mana Ismail as Shofawi setelah berhasil menundukkan beberapa daerah (Kailan, mayotitas daerah negara Persia dahulu, serta Iraq) dengan cara memaksakan paham  Syiah kepada penduduk dengan hanya 3 pilihan; mati, keluar dari daerah mereka atau menganut paham Syiah.
Setelah itu, ujarnya lagi,  Shafawiyah selalu menyerang Utsmaniyah.
Safawiyah (dalam bahasa Parsi Safawian) adalah dinasti Iran yang memerintah dari tahun 1501 hingga 1736. Ketika era inilah Syiah menjadi agama resmi Iran hingga hari ini.
Dalam sejarah lain, kelompok Syiah Qaramithah juga pernah menyerang Makkah dan mengambil Hajar Aswad dari tempatnya.
Penyerangan terhadap Makkah ini kemudian diulang kembali pada tahun 1987.
Menurut Kholid, banyak sejarah lain terkait serangan Syiah terhadap Sunni. Misalnya yang terjadi pada 22 Agustus 2014 kelompok Syiah kembali menyerang masjid Sunni (Mushab Bin Umair) di dekat Kota Ba’quba Iraq dan menewaskan 65 orang dan 16 luka luka.
Yang terakhir adalah pengambil-alihan kekuasaan oleh pemberontak Syiah Hutsi (al-Hautsi atau Haouthi) Yaman dengan jalan senjatatanpa proses demokrasi sebagai bukti paling kongkrit saat ini. [Baca: Dr. M. Kholid Muslih: Syiah di Berbagai Negara Berpotensi Memberontak]
Demikian pula bukti bukti pembinasaan warga Sunni oleh Nusyairiyah di Suriah saat ini.
Lebih jauh pria yang menyelesaikan S2 dan S3 terkait paham politik Syiah di  Fakultas Ushûluddin Jurusan Aqidah di Universitas Al-Azhar, Mesir ini  juga mengatakan pemerintah harusnya cepat tanggap dengan membentuk mensikapi kasus penyerangan pembela Syiah terhadap jamaah Majelis Az-Zikra.
“Kita tidak bisa sekedar mengumpat-ngumpat yang hanya akan melakukan hal-hal di luar hukum.”
“Kasus penyerangan pembela Syiah terhadap jamaah Majelis Az-Zikra menurutnya  bisa menjadi senjata ampuh pemerintah dan bangsa Indonesia menahan perkembangan paham Syiah,” ujarnya.*