Oleh : Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat:
Sebenarnya firqah najiyah (golongan yang selamat) itu adalah kelompok orang
yang berpegang dengan apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan ahlu baitnya, akan tetapi kalian memalsukan sejarah dan mengubah
sunnah yang shahih, kalian menjadikan hadits itu berbunyi, “Apa yang ada pada
Rasulullah dan para sahabatnya”. Tidakkah kalian malu atas kedustaan dan
pemalsuan serta mempermainkan agama ini. Harusnya kalian tinggalkan kitab-kitab
kalian yang sesat serta ulama kalian yang bodoh, dan mengikuti kitab-kitab
syi’ah serta ulama mereka, akan tetapi Allah akan senantiasa memenangkan ahlu
bait Nabi Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bantahan:
Baiklah, sekarang Anda menuduh ulama ahlussunnah wal jama’ah memalsukan sejarah
dan mengubah-ubah sunnah yang shahih. Tetapi Anda harus siap dengan kejutan
yang tidak pernah Anda perkirakan sebelumnya. Saya akan menetapkan sebuah dalil
bahwa kalianlah yang memalsukan sejarah, kalianlah yang melakukan perubahan
terhadap sunnah yang shahih dengan permainan kalian terhadap hadits yang Anda
sebutkan dalam pertanyaan Anda.
Kaum muslimin,
simaklah bersama saya, kehinaan syi’ah serta dosa besar terhadap agama Allah
ini. Al-Qummi yang dikenal dengan ash-Shaduq menyebutkan dalam bukunya Ma’ani al-Akhbar,
hal. 323, hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini dengan redaksi:
هو ما نحن عليه اليوم أنا وأصحابي
“Yaitu apa yang ada pada kami hari ini;
aku dan para sahabatku.”
Kemudian al-Majlisi
menyebutkan dalam bukunya Bihar al-Anwaar [28/4] hadits yang sama dengan redaksi
berbeda, yakni:
ما نحن عليه اليوم أنا وأهل بيتي
“Apa
yang ada pada kami hari ini; aku dan para ahli baitku.”
Sekarang
perhatikan bersama saya kebobrokan dan kehinaan besar ini dari dua sisi:
1. Periwayat hadits pertama adalah Ibn
Babawaih al-Qummi (w 381 H), sedangkan perawi hadits kedua adalah al-Majlisi
yang meninggal dunia pada tanggal 27 Ramadhan 1111 H.
2. Memperhatikan sanad hadits, kita dapati
bahwa al-Qummi menyebutkan sanad berikut; Muhammad bin Ahmad at-Tamimi, dari
Muhammad bin Idris as-Syami, dari Ishaq bin Israel, dari Abdurrahman bin
Muhammad al-Muharibi, dari al-Afriqi, dari Abdullah bin Yazid, dari Abdullah
bin Umar, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Musibah dan bencananya
sekarang adalah bahwa al-Majlisi menyebutkan sanad yang sama yang digunakan
oleh al-Qummi dalam periwayatan hadits, akan tetapi ia memalsukan matan hadits.
Yakni, setelah 730
tahun, al-Majlisi mentahrif (mengubah) riwayat yang sama. Ia
mengganti kata “sahabatku” dengan menempatkan kata “ahli baitku”. Riwayat yang
sama, sanad yang sama, pembahasan yang sama, akan tetapi akhirnya ditahrif oleh
al-Majlisi, karena sesuai dengan hawa nafsunya. Selamat untuk kalian atas ulama
kalian yang pemalsu itu!
Lihatlah kaum
muslimin, bagaimana firqah najiyah oleh orang syi’ah disulap menjadi pemahaman
lain dan kelompok lain. Ini berarti agama syi’ah berganti dan berkembang sesuai
kemaslahatan (kepentingan, hawa nafsu). Oleh karena itu kita tidak merasa aneh
jika sebagian ulama syi’ah yang menetap di London sekarang seperti Yasir
al-Habib dan lainnya, menetapkan dan menjadikan kelompok yang selamat itu
dimulai dari tahun 2012 yaitu “kelompok yang berada di atas apa yang dipegangi
oleh Rasulullah dan partai buruh Britania”. Ini demi untuk mendapatkan
kewarganegaraan atau untuk memperbaharui izin tinggalnya. Tentu, semua hal
mungkin saja dalam agama syiah selama di sana ada yang mengaku menemui al-Mahdi
dalamsirdab (ruang/lorong/gua bawah tanah), sehingga
ucapannya menjadi sabda yang tidak terbantahkan, sebab ia berasal dari imam
mereka, al-Mahdi al-maz’um (yang diaku-aku).
Saya harap, Anda wahai
penanya, jika Anda mengetahui seseorang berhubungan dengan sirdab tersebut
dan berkomunikasi dengan penghuninya (imam yang bersembunyi di dalamnya) itu
agar menyampaikan salam kami, dan mintalah darinya untuk menunjuk seseorang
atau sekelompok orang agar berdialog bersama kami, dengan dialog yang ilmiah.
Sekarang,
saya kira tidak perlu lagi saya memberitahukan kepada Anda siapa yang
memalsukan dan mengubah-ubah sejarah serta sunnah yang shahih, khususnya hadits
yang Anda sebutkan. Saya mohon agar Allah memberikan hidayah kepada Anda.*
Syubhat:
Mengapa kalian tidak mau jika ahlul bait menjadi rujukan yang hak dalam masalah
agama? Padahal mereka adalah keturunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan
keturunan beliau itu suci dan lebih baik daripada keturunan para sahabat yang
kalian yakini mereka itu ma’shum, dan kalian ikuti sebagai ganti dari mengikuti
ahlul bait?
Bantahan:
Masalah yang sesungguhnya adalah kalian hingga saat ini tidak mengetahui bahwa
sumber agama itu al-Qur`an dan Sunnah yang shahih, bukan sahabat atau ahlul
bait. Bukan kami yang tidak menginginkan ahlul bait menjadi rujukan agama, akan
tetapi Allah dan Rasul Nya yang tidak menginginkan hal itu. Allah tidak
menjadikan ahlul bait sebagai rujukan ketika terjadi perselisihan, sebaliknya
memerintahkan untuk rujuk kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ
فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika
kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
(QS. An-Nisa`: 59)
Coba
perhatikan, mana penyebutan ahlul bait? Mengapa Allah tidak memerintahkan kita
untuk kembali kepada mereka, baik ketika terjadi perselisihan maupun lainnya?
Kemudian kalian harus
memahami dua perkara dalam masalah ini. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam berwasiat untuk berpegang dengan apa yang ada pada diri Nabi dan para
sahabat beliau, itu tidak berarti berpegang dengan apa yang ada pada keturunan
beliau. Sedangkan kalian, berpegang teguh dengan apa yang ada pada ahlul bait
(keturunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) hingga sekarang ini, padahal
kalau kita renungkan, di antara mereka sekarang ini ada ahlul bait yang mengikuti
kebenaran (ahlus sunnah wal jama’ah), ada pula ahlul bait yang sosialis, ada
ahlul bait yang liberalis, ada yang mulhid (atheis), dan ada pula yang meminta
pertolongan kepada kuburan, dan banyak lagi lainnya. Apabila yang wajib atas
kaum muslimin adalah mengikuti ahlul bait, maka bagaimana kita akan mengikuti
ahlul bait dari golongan pengikut paham sosialis, liberal atau lainnya dari
sekte dan agama yang menyimpang?
Apa
yang menjadikan kebenaran itu bersama kelompok kalian, hanya karena alasan di
dalamnya terdapat ahlul bait, dan mengapa tidak kalian jadikan kebenaran itu
bersama kelompok Isma’iliyah serta para imam dan pengikut mereka, karena mereka
juga dari ahlul bait?
Apa
yang menjadikan kebenaran bersama kelompok kalian, karena di dalamnya terdapat
ahlul bait, dan tidak kalian jadikan bersama kelompok Zaidiyah serta imam-imam
mereka, padahal pengikut mereka juga ahlul bait?
Bahkan mengapa
kebenaran itu tidak bersama ratu kerajaan Britania, Elizabeth di mana salah
seorang ulama hauzah Syi’iyah di Iran, yaitu Ali al-Kurani,
mengumumkan dengan suara dan gambar bahwa Ratu Elizabet termasuk ahlul bait,
karena berasal dari keturunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berdasarkan
klaimnya yang dusta, wal iyadzu billah.
Ketika
kalian menuntut kami untuk mengambil agama dari ahlul bait, maka bagaimana kami
akan mengambil agama kami dari ratu Elizabet, khususnya saat ia sibuk mempersiapkan
pernikahan cucunya Pangeran William, di gereja Katolik, London?
Apakah
engkau lihat bagaimana hal ini akan menyeret kaum muslimin kepada pemahaman
yang salah terhadap makna ahlul bait, kepada musibah besar?
Karena
itu kami ajak Anda untuk mengikuti al-Qur`an dan Sunnah yang shahih, yang
secara pasti para sahabat Radhiallahu ‘Anhu -termasuk di dalamnya sahabat dari
kalangan ahlul bait- adalah pengikut dan peneladan keduanya (al-Qur`an dan
Sunnah).
Begitu
juga engkau harus tahu bahwa kami tidak berlebihan dalam hak sahabat, kami
tidak mengagungkan keturunan mereka sebagaimana kalian mengagungkan ahlul bait,
dan menganggap suci keturunan mereka. Sebaliknya kami melihat dua ucapan dari
banyak ucapan para sahabat, dan mengambil apa yang sesuai dengan kebenaran dari
dua pendapat itu tanpa fanatisme terhadap satu sahabat atas lainnya. Yang haq
adalah kitabullah dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Tidak
berarti jawaban saya bahwa kami ahlus sunnah wal jama’ah tidak menghargai ahlul
bait dan tidak mencintai mereka, sebaliknya kami mencintai karena Allah setiap
orang yang berasal dari keturunan Fathimah Radhiallahu ‘Anha, dan ia dalam
kebenaran. Begitu pula kami membenci karena Allah, semua yang berasal dari
keturunannya yang berada di atas kebatilan.*
Syubhat:
sebutkan batasan kepada kami siapa itu ahlul bait, karena tampaknya ahlus
sunnah terlalu memperlebar pengertian ahlul bait sehingga memasukkan
orang yang tidak berhak masuk kepada keluarga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam?
Bantahan:
ahlus sunnah walhamdulillah tidak menghalangi siapa yang berhak
untuk masuk kepada ahlul bait, berbeda dengan selain kami dari pemilik akidah
sesat yang membatasi ahlul bait hanya pada Ali, Fathimah, al-Hasan dan
al-Husain Radhiallahu ‘Anhu. Semestinya ahlul bait itu, selain nama-nama yang
telah disebutkan, adalah para istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berdasarkan pernyataan dari al-Kitab (al-Qur`an), bahkan mereka lebih utama
daripada lainnya. Sebagaimana termasuk dalam keumuman ahlul bait adalah semua orang
yang diharamkan sedekah atas mereka, yaitu keluarga Ja’far, keluarga ‘Aqil,
keluarga Ali, dan keluarga al-Abbas. Semua mereka itu adalah ahlu bait Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan yang paling dekat dengan beliau adalah
pamannya, Al-Abbas, begitu pula dengan anak-anak al-Abbas, anak-anak ‘Aqil bin
Abi Talib, anak-anak Ja’far, anak-anak Abu Sufyan bin Harits bin
Abdulmutthalib, anak-anak Abu Lahab yang masuk Islam, begitu pula dengan
seluruh Bani Hasyim, mereka semua adalah kelurga dan ahlu bait beliau, mereka
haram makan sedekah. Jadi, ahlul bait itu bukan hanya Ali, al-Hasan dan
al-Husein saja seperti yang diklaim oleh Syi’ah. Mereka mengkhususkan ahlul
bait itu hanya dengan Ali, dua putranya, dan istrinya Fathimah. Mereka
mengingkari anak-anak Ali yang lain yang berjumlah 10 orang, di antaranya
adalah Muhammad bin Ali, Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, Utsman bin Ali dan
lainnya.*
Syubhat:
Apa yang menunjukkan batilnya madzhab ahlussunnah wal jama’ah adalah apa yang
ada dalam kitab-kitab kalian sendiri, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian, selama kalian berpegang kepadanya,
niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keluargaku” dalam satu
riwayat, “Aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka, pertama kitabullah, di
dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, ambillah kitabullah dan berpegang
teguhlah kepadanya. Beliau menganjurkan dan memotifasi kepadanya. Kemudian
mengatakan, “dan ahlu baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah dalam hal ahlu
baitku.” Ini adalah perintah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk
berpegang kepada al-Qur`an dan ahlul bait. Hadits ini serta lainnya menjadi
bukti benarnya madzhab Syi’ah dan salahnya ahlussunnah! Aku harap agar Anda
tidak mengingkari keshahihan dua hadits ini.
Bantahan:
Saya persembahkan syubhat ini kepada Majelis Ulama Indonesia, yang menurut
pemahaman Syi’ah, MUI berada di atas madzhab yang batil.
Sehubungan
dengan pertanyaan Anda, maka saya berkata, “Dua hadits ini serta lainnya adalah
shahih menurut ahlussunnah. Akan tetapi karena akal kalian telah rusak dan
melenceng, maka hal itu menjadikan kalian memahami hadits-hadits ini secara
salah, yang sejalan dengan akal kalian yang sakit dan akidah kalian yang sesat.
Justru dua hadits ini secara khusus adalah dalil dan bukti besar atas batilnya
agama kalian. Saya berani menantang siapapun dari kalian untuk masuk dalam
dialog atau debat bersama saya seputar dua hadits itu secara khusus.
Wahai
saudara muslim dan muslimah, secara etika saya berkewajiban untuk menjelaskan
batilnya agama Syi’ah dari sela-sela dua hadits ini. Berikut ini adalah rincian
singkat atas benarnya ucapan saya:
1. Dalam teks hadits pertama,
1. Dalam teks hadits pertama,
(تركت فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله وعترتي)
“Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu,
selama kalian berpegang kepadanya, maka kalian tidak akan tersesat; kitabullah
dan keluargaku.”
Perhatikan sabda Nabi
“berpegang kepadanya” dalam dua riwayat, pasti Anda akan mendapati kata ganti
yang digunakan adalah tunggal (به). Itu berarti bahwa berpegang teguh kembali
kepada al-Qur`an saja, sementara Syi’ah menjadikan kata ganti bentuk mutsanna (dua, نهما), sehingga mereka memaknai
hadits tidak semestinya. Mereka menjadikan berpegang teguh yang disebutkan
dalam hadits meliputi ahlul bait secara dusta. Jika tidak, seandainya Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bermaksud agar umat berpegang teguh kepada ahlul
bait sebagaimana berpegang teguh kepada al-Qur`an, tentu beliau akan
menggunakan kalimat “berpegang teguh” yang meliputi al-Qur`an dan ahlul bait
beliau, ternyata itu tidak terjadi!
Sesungguhnya petunjuk
“berpegang teguh” dengan al-Qur`an yang disebutkan dalam teks hadits, tidak ada
yang mengamalkannya selain Ahlussunnah, karena kitabullah menurut Syi’ah gugur
tidak dianggap, sebagaimana dinyatakan dengan jelas dalam kitab-kitab induk
mereka. Utamanya adalah kitab al-Kafi karya al-Kulaini. Ia meriwayatkan hadits
dari Abu Abdillah bahwa al-Qur`an yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berjumlah 17 ribu ayat. Sudah dimaklumi bahwa
jumlah ayat al-Qur`an adalah 6.236 ayat, yakni –menurut syi’ah- hampir
sepertiga dari al-Qur`an yang gugur (hilang) dan tidak ada di tangan kita.
Sedangkan yang tersisa yang ada di tangan kita tidak selamat dari “tuduhan”
pemalsuan dan permainan tangan jahil. Mereka telah menetapkan dalam ratusan
riwayat dari imam-imam mereka tentang tahrif (pengubahan) yang terjadi pada banyak
ayat al-Qur`an. Cukuplah kita sebutkan di antaranya yaitu tidak berpegang
teguhnya Syi’ah dengan al-Qur`an, bahwa:
Menurut Al-Qur`an, ia
itu terjaga berdasarkan janji Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan
al-Qur`an dan sungguh Kami yang akan menjaganya”. Namun, Syi’ah menetapkan bahwa hal itu
tidak benar.
· Al-Qur`an
menyebutkan keridhaan Allah atas sahabat sementara Syi’ah mengkafirkan dan
melaknat mereka.
· Al-Qur`an
mengkhususkan ilmu gaib hanya untuk Allah, semetara Syi’ah menjadikan para imam
tahu perkara gaib.
· Al-Qur`an
menyatakan bahwa ummul mukminin Aisyah Radhiallahu ‘Anha itu bersih dari
tuduhan, sementara Syi’ah menuduhnya berzina dan melaknatnya dan memusuhinya
secara membabi buta, semoga Allah melindungi kita darinya.
· Dan
pelanggaran-pelanggaran lain yang banyak, yang menetapkan dan menegaskan bahwa
Syiah tidak berpegangan dengan al-Qur`an. Ini menunjukkan bahwa mereka berada
di atas agama lain, agama yang batil dan menyimpang.
2. Pada teks hadits
kedua yang disebutkan dalam Syubhat, Allah membedakan antara Tamassuk (berpegang teguh) dengan al-Qur`an
dengan tadzkir yang ada dalam hadits:
أذكركم الله في أهل بيتي
“Aku peringatkan
kalian kepada Allah tentang ahli baitku”. Jadi, berdasarkan manthuq (sisi eksplisit) dari lafazh hadits yang
Anda jadikan sebagai hujjah, kalimat “berpegang teguh” dengan al-Qur`an, dan
kalimat “aku peringatkan kalian” tentang “ahli baitku”. Perbedaan di antara
keduanya sangat besar dan jelas. Makna kalimat “aku peringatkan kalian kepada
Allah tentang ahli baitku” yakni, jangan menjadikan mereka sebagai sasaran
(sasaran kezhaliman, termasuk sasaran kambing hitam), sementara Syi’ah telah
menjadikan ahli bait sebagai wasilah untuk makan harga manusia secara batil.
Para pemimpin dan ulama mereka memerintahkan para pengikut untuk membayar 1/5
(khumus) dari harta mereka atas nama ahlul bait. Tidak cukup sampai di sini,
bahkan mereka menjadikan seluruh sarana ancaman dan tekanan dengan tidak
diterimanya amalan dari orang yang tidak mau membayarkan 1/5 harta mereka.
Sebagaimana
kalian menjadikan ahlul bait sebagai sasaran dalam kedustaan atas nama mereka,
bahwa mereka membolehkan perzinaan yang kalian namakan dengan Mut’ah, serta
lain dari pada itu berupa penipuan berkedok ahlul bait.
Singkatnya,
kalian telah menjadikan ahlul bait sebagai tujuan untuk merealisasikan
kepentingan dan syahwat saithani kalian. Ketika datang kalimat “Aku peringatkan
kalian” tentang “ahlul bait” itu menunjukkan bahwa yang kita diperintahkan
untuk berpegang teguh kepadanya dan menjadikan orang yang berpegang teguh
dengannya tidak akan tersesat adalah kitabullah, bukan ahlul bait.
Sesungguhnya pemahaman
yang benar terhadap dua hadits yang disebutkan serta lainnya, yang khusus
berkenaan dengan ahlul bait adalah wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
kepada umat beliau untuk berbuat baik kepada ahlul bait, sebagaimana kami
jelaskan sebelumnya, mereka itu adalah keluarga Ali, Aqil, JA’far, al-Abbas,
dan lainnya. Karena itu kita dapati para khalifah Rasulullah memperhatikan
ahlul bait dalam hal nafkah lebih dari pada yang lainnya. Ini sesungguhnya
menunjukkan kuatnya ahlus sunnah dalam memegangi al-Qur`an dan baiknya mereka
dalam memperlakukan ahlul bait tanpa ada sikap ghuluw.
Sebaliknya kita dapati Rafidhah (Syi’ah) menyelisihi al-Qur`an, dan menjadikan
ahlul bait sebagai kedok untuk mengeruk keuntungan duniawi saithani.
Barangkali
sekarang Anda mengetahui secara benar terhadap makna dua hadits dan lainnya,
daripada memahaminya ala (model) Majusi Persia yang telah ditanamkan dalam
benak kalian. Selanjutnya melalui jawaban ini, mudah-mudahan bisa menuntun Anda
–jika memang berakal- untuk memahami siapakah mereka yang berada di atas agama
batil. Saya berharap, daripada para ulama kalian mempermainkan akal dengan
dalil-dalil seperti ini, semoga Anda bisa meyakinkan mereka untuk berani
berdialog bersama kami sebagaimana yang sudah kami umumkan ketentuannya.
Saya
memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar melimpahkan hidayah kepada
agama-Nya yang Dia ridhai untuk hamba-Nya kepada Anda. [*]