Tuesday, June 9, 2015

“Madzhab Ahlul Bait”

Ja’far memang bukanlah berakidah Syiah, tapi beliau adalah imam besar kaum Ahlus Sunnah

Oleh: Kholili Hasib
SEBAGAIMANA sudah menjadi tradisi di kalangan Syiah, peringatan ‘Asyura (tahun ini bertepatan dengan tanggal 24 November, Sabtu kemarin) diisi dengan ritual pengkultusan Husein bin Ali r.a dan Ahlul Bait. Dalam ceramah-ceramah, da’i Syiah memberi pesan tentang keutamaan Ahlul Bait. Namun, yang disampaikan sejatinya lebih tepat disebut pengkultusan berlebihan terhadap Ahlul Bait. Ahlul Bait menjadi icon Syiah, dan belakangan menyebut-nyebut sebagai “madzhab Ahlul Bait”.



Sejauh ini, belum ada catatan sejak kapan tepatnya Syiah (Imamiyah) mendeklarasikan sebagai madzhab Ahlul Bait. Tapi sebutan ini sudah cukup populer. Dua ormas Syiah menggunakan sebutan ini, yaitu IJABI (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) dan ABI (Ahlul Bait Indonesia).
Bagi Syiah, Ahlul Bait (keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam) dijadikan icon utama. Dalam hadis, Syiah hanya menerima jalur periwayatan yang hanya ditransmisikan oleh Ahlul Bait. Di luar Ahlul Bait jalurnya ‘ditutup’. Tapi bisa diterima jika isi hadisnya mendukung keutamaan Ahlul Bait. Akibatnya, Syiah menolak mayoritas hadis yang beredar di kalangan kaum Muslimin (Ahlus Sunnah wal Jama’ah).
Berbeda dengan Ahlus Sunnah, semua hadis diterima baik diriwayatkan oleh Ahlul Bait atau bukan asalkan memenuhi syarat-syarat keabsahan hadis dan perawinya. Ahlus Sunnah juga mencitai Ahlul Biat. Mereka mencintai Ahlul Bait berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan atas dasar fanatisme. Ahlul Bait merupakan orang-orang baik, tapi mereka manusia biasa, tidak ma’shum.
Dalam keyakinan Sunni Ahlul Bait itu adalah satu kesatuan rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang terdiri dari bapak, ibu, mertua, anak, menantu dan para cucu. Namun Syiah menyempitkan anggota Ahlul Bait, terbatas Fatimah, Ali dan keturunannya. Abu Bakar yang menjadi mertua Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam didiskualifikasi. Ustman bin Affan yang menjadi menantu Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dua kali dibenci dikeluarkan dari anggota keluarga besar rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.
Pendiskualifikasian dan penyempitan makna oleh Syiah awalnya didasarkan oleh ideologi kebencian, yang termakan propaganda palsu Abdullah bin Saba’ bahwa ada sengketa politik bahwa sahabat (termasuk Abu Bakar, Umar dan Ustman) memusuhi Ahlul Bait.
Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, dalam bukunya Kasf al-Asrar menulis dongeng tentang Abu Bakar. Bahwa ambisi Abu Bakar untuk berkuasa sudah tertanam sebelum Abu Bakar masuk Islam. Dikisahkan, Abu Bakar masuk Islam atas petunjuk seorang dukun. Si Dukun menganjurkan Abu Bakar untuk masuk Islam, mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam, dan setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam wafat Abu Bakar bisa langsung menggantikan kekuasaan. Cerita palsu ini kemudian menjadi landasan ideologis.
Padahal tidak ada permusuhan atau sengketa apapun antara sahabat dan Ahlul Bait. Ali bin Abi Thalib pernah berwasiat kepada anak keturunannya agar menjaga hak-hak sahabat. Sebab hal itu telah dipesankan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam (Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah). Dalam satu pidatonya, Ali r.a mengingatkan, “Saya sudah lihat sendiri sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Tidak seorangpun dari kalian yang dapat menyamai keutamaan mereka”. Nasihat-nasihat Ali r.a ini cukup banyak ditulis dalam buku-buku sejarah. Sama sekali tidak ditemukan cercaan terhadap sahabat, justru yang banyak adalah pesan keutamaan sahabat.
Imam Ja’far al-Shadiq ketika membicarakan keutamaan Abu Bakar r.a beliau berkata, “Di samping saya mengharap syafa’at dari Ali, saya juga mengharap syafa’at dari Abu Bakar” (riwayat al-Daraqutni).
Imam Ja’far pernah mengatakan, “Aku dilahirkan oleh Abu Bakar dua kali” (Ahmad bin Zain al-Habsyi,Syarhul ‘Ainiyah, 22). Ketika ia masih hidup, nama beliau (Ja’far) pernah dibajak oleh orang-orang Syiah. Syiah membuat fitnah bahwa Ja’far berlepas diri dari Syaikhoni (Abu Bakar dan Umar). Sontak ia marah. Beliau mengatakan, “Allah berlepas dari mereka (orang-orang Syiah). Demi Allah, sesungguhnya aku berharap Allah memberiku manfaat berkat hubungan kekerabatku dengan Abu Bakar” (Abdullah bin Syekh al-Aidarus,Al-Iqdun Nabawi, 230).
Pernyataan Ja’far al-Shadiq ini menunjukkan bahwa antara dia beserta nasab-nasabnya mengakui Abu Bakar sebagai kerabat (Ahlul Bait). Keturunan Ja’far juga berkeyakinan sama. Ini menunjukkan, bahwa Ja’far, yang diagungkan oleh Syiah sebagai imam, tidak menyempitkan makna Ahlul Bait. Definisi ini sama dengan keyakinan Ahlus Sunnah dari dulu hingga kini.
Definisi ini lebih masuk akal, sebab pendapat ini berdiri secara adil. Tanpa ada cacian, pilih-pilih sahabat. Yang dikedepankan Ahlus Sunnah adalah metodologi, bukan doktrin mitologi.

Ja’far memang bukanlah berakidah Syiah, tapi beliau adalah imam besar kaum Ahlus Sunnah. Jadi sesungghunya pendahulu dan pembesar Ahlul Bait berakidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan Syiah.
Syeikh Yusuf al-Nabhani dalam Sywahidu al-Haq mengatakan bahwa para Ahlul Bait dan keturunannya berakidah Ahlus Sunnah mencintai sahabat dan mayoritas bermadzhab Syafi’i.
Ali bin Husein, salah satu pembesar Ahlul Bait, pernah didatangi oleh orang-orang Syiah yang mencela Abu Bakar, Umar dan Ustman. Ali lantas berbicara panjang lebar dan menyebut mereka (kelompok yang mencela sahabat) itu bukan golongan yang diselamatkan oleh Allah swt. Habib Abdullah al-Haddad, ulama yang disegani di kalangan bani Alawi, menilai Syiah itu seperti kotoran hewan dibelah dua (Tastbitul Fuad, 226).
Sejatinya madzhab Ahlul Bait itu tidak ada. Yang ada adalah madzhabnya Ahlul Bait (madzhab yang dianut oleh Ahlul Bait). Syiah tidak tepat disebut madzhab Ahlul Bait sebab, ternyata Ahlul Bait sendiri mencela Syiah karena akidahnya yang mencaci sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Para habaib, hampir semuanya berakidah Sunni.
Belakangan Syiah tampil lebih pede dengan nama “madzhab Ahlul Bait” daripada dengan nama Syiah Imamiyah. MUI Jawa Timur telah mengkaji bahwa nama madzhab Ahlul Bait itu bagian dari propaganda Syiah untuk menarik simpati kalangan habaib. Tertulis dalam fatwa MUI Jatim yang terbit Januari 2012 lalu, bahwa nama Ahlul Bait dibajak Syiah. Tujuannya untuk kepentingan kampanye ideologis.*
Penulis adalah alumni Pascasarjana ISID Gontor, Peneliti InPAS Surabaya

Siapa yang Dimaksud dengan Ahlul Bait oleh Syiah?

karbala1
SALAH satu yang santer menjadi hujjah orang Syiah adalah mereka berdalih sebagai orang-orang yang bermadzhab Ahlul Bait. Apa sebenarnya Madzhab Ahlul  Bait dalam Syiah itu?
Ahlul adalah nama samaran dari sekian banyak aliran-aliran Syiah. Dimana setiap aliran Syiah mengklaim alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Sebagai contoh, aliran Syiah Zaidiyah mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Begitu pula aliran Syiah Ismailiyah, mereka juga mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Bahkan aliran Syiah yang paling sesat saat ini, yaitu aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) juga berani mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Penyebab mereka sampai berani menyebut alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait, dikarenakan saat ini masyarakat dunia Islam sudah mengetahui bahwa aliran-aliran Syiah tersebut sesat dan menyesatkan dan ajarannya sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. dan ajaran Ahlul Bait.
Karena itu dalam usahanya menipu dan menyesatkan umat Islam, mereka menggunakan nama samaran sebagai Madzhab Ahlul Bait. Dan ternyata usaha mereka tersebut berhasil, sehingga ada dari umat Islam yang tertipu dan akhirnya terjerumus masuk Syiah.
Oleh karena aliran-aliran Syiah yang mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait tersebut berbeda rukun imannya, maka mereka saling mengkafirkan, Syiah yang satu mengkafirkan Syiah yang lain.
Jika aliran-aliran Syiah yang saling mengkafirkan itu benar-benar sebagai Madzhab Ahlul Bait, berarti hal itu menggambarkan bahwa pendiri madzhab-madzhab tersebut saling mengkafirkan, maka pertanyaan yang timbul adalah; mungkinkah Ahlul Bait yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah itu saling mengkafirkan ?.
Jawabnya, pasti tidak mungkin, dan itu hanyalah rekayasa dan tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang tidak memikirkan akibatnya.
Dengan demikian yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu tidak ada, yang ada adalah Madzhabnya Ahlul Bait, bukan Madzhab Ahlul Bait tapi madzhabnya Ahlul Bait atau akidah-nya Ahlul Bait. Yaitu akidah yang sekarang dikenal dengan nama akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Satu akidah yang berpegang kepada apa-apa yang diyakini dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW, Ahlul Bait dan para sahabatnya.
Jika yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu ada dan benar, pasti yang mengikuti madzhab tersebut adalah keturunan Ahlul Bait, yaitu para habaib bukan orang-orang ajam dari Iran.
Tapi kenyataannya para habaib hampir semuanya mengikuti akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Mereka mengikuti akidah itu secara sambung menyambung sampai kedatuk mereka baginda Rasulullah SAW.
Hal ini dapat dibaca dalam kitab Iqdul Yawaqid Aljauhariyyah, karya Al-Allamah al-Habib Edrus bin Umar Al-Habsyi, dan dapat dibaca dalam puluhan, bahkan ratusan kitab-kitab yang ditulis oleh para habaib dzurriyaturrasul.
Jadi yang benar, akidahnya golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidahnya Ahlul Bait atau madzhabnya Ahlul Bait yang sampai sekarang diikuti oleh keturunan Ahlul Bait atau para habaib Al-Alawiyin dzurriyaturrasul.
Apabila dari sekian juta habaib itu ada dua, tiga orang yang menyimpang (syad), maka orang-orang tersebut tidak tergolong sebagai tokoh habaib yang menjadi panutan. Tapi mereka adalah korban-korban yang rusak akidahnya akibat membaca buku-buku yang ditulis oleh orang-orang orientalis dan Zionis Yahudi. [sumber: albayyinat]


Artikel terkait :

Syi’ah ( Rafidhah ) : Mengapa kalian tidak mau jika ahlul bait menjadi rujukan yang hak dalam masalah agama?
Bukti nyata kepalsuan Madzhab Syi’ah