Oleh: Ilham
Kadir, Peserta
Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) BAZNAS-DDII; Kandidat Doktor Pascasarjana UIKA
Bogor
SUATU ketika,
seorang teman keturunan sayid mengundang saya dalam sebuah acara Majelis Zikir
di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, dalam surat undangan tertulis lafaz
bahasa Arab, Ya Tarim wa ahlaha. Wahai Negeri Tarim dan penduduknya.
Belakangan, saya baru mengerti jika Tarim adalah nama daerah di negeri Yaman.
Setelah saya telusuri,
ternyata orang Arab Yaman memang sudah lama berada di Indonesia dan memberikan
pengaruh besar, termasuk dari segi klan dan bahasa. Orang Indonesia adalah
bagian dari bangsa yang mu’arrab atau terarabkan. Kalau tidak percaya, lihatlah
bahasa Indonesia, begitu banyak menyerap kosa kata Arab yang sebagian besarnya
ditularkan oleh Arab Yaman tidak terkecuali dari para Sayid bergelar Habib.
Kita pun kenal istilah ane, ente, musyawarah, rakyat, adab, adil, makmur, sifat,
dan seterusnya.
Di Sulawesi, ada
pekampungan Arab namanya Cikoang, di sini, hingga kini penduduknya semua dari
keturuan arab muarrab, mereka telah berdiam berabad-abad, menikah dengan
penduduk lokal, kini mukanya sudah sama dengan penduduk setempat. Sebagaimana
umumnya orang Bugis-Makassar. Mereka adalah keturunan Arab Yaman.
Prolog di atas
bukanlah isapan jempol belaka, sebab sepanjang sejarah Islam, negeri Yaman
adalah bagian tak terpisahkan dari islamisasi belahan dunia lainnya termasuk
Nusantara. Faris Khoirul Anam, sebagaimana dikutif Republika (5/4/2015) dalam
karyanya, “Koloni Indonesia di Hadramaut” menuturkan, bahwa orang-orang
Hadramaut-Yaman sudah lama membuka hubungan dengan kerajaan yang ada di
Nusantara, bahkan gelombang migrasi orang Arab ke Indonesia terjadi secara
masif pada pribode sebelum penjajahan Belanda.
LWC Van Den Berg,
seorang Islamolog Belanda yang mengadakan riset tentang “Hadramaut dan Koloni
Arab Nusantara” mengungkapkan, para keturunan Arab di Indonesia dapat cepat
membaur dengan pribumi. Beberapa kabilah atau etnis Arab di Indonesia dapat
kita jumpai di Hadramaut seperti klan, As-Sagaf, Al-Attas, Al-Jufri, bin
Syiahab, bin Thalib, Sungkar, Al-Katiri, Al-Bar, dan sebagainya.
Menurut Ensyclopedia
Britannica, sebagaimana
dikutipRepublika, keluarga para habib termasuk kelompok
berpengaruh di Yaman. Nenek moyang para sayid di Yaman pertama kali datang dari
Irak selatan lebih dari seribu tahun lampau. Ba ‘Alawi di Hadramaut, Al-Wazir
di Sanaa, Al-Shammam di Sa’adah adalah beberapa klan yang masih eksis di Yaman.
Mohammad Al-Asadi
dalam artikelnya, From Religius Leaders to Ordinary Citizens: The Changing Role
of Sadah in Yamen, yang dipublikasikan majalah The Ambassadors, volume 8, issue
1 (2005) menulis bahwa peneliti tidak menemukan banyak fakta yang mendalam
tentang habaib di Yaman dalam buku-buku sejarah dan antropologi lainnya. Ini
karena, para sayid tersebut hidup dalam diaspora atau memiliki banyak cabang
keluarga di tempat yang berbeda-beda.
Paul Driesch pernah
mencoba merangkum asal usul para sayid di Yaman. Menurutnya, kelompk Syiah
Zaidiyah pernah mendominasi kota Sanaa dan sekitarnya selama berabad-abad. Inti
ajaran dari Syiah Zaidiyah adalah kekuasaan Islam yang sah semestinya
diwariskan oleh keturunan Nabi Muhammad melalui alur pernikahan putrinya,
Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib. Nama kelompok Zaidiyah sendiri mengacu pada
Zaid bin Ali bin Husain bin Ali yang merupakan generasi keempat Nabi Muhammad
dari putrinya, Fatimah.
Keturunan Zaid bin Ali
itulah yang mula-mula diberi gelar sayid. Kelompok ini didirikan di utara Yaman
pada 896 M oleh Imam pertama Syiah Zaidiyah, Al-Hadi. Perlu dicatat bahwa Syiah
Zaidiyah kendati dianggap sesat dan menyimpang dari Ahlussunnah, namun secara
pemahaman dan praktik, inilah Syiah yang paling dekat dan tidak terlalu
bermasalah dengan Ahlussunnah. Bahkan Imam Asy-Syaukani disebut-sebut berpaham
Syiah Zaidiyah, namun karya-karyanya antara lain, kitan, “Nailul Authar”
menjadi rujukan para Ahlussunnah. Ini pula yang ditangkap oleh Sayyid Ali ibn
Ali Al-Zaidi dalam artikelnya, A Short History of the Yemenite Shi’its (2005),
menuturkan, sepanjang sejarah abad ke-12 hingga ke-13, kelompok Zaidiyah hanya
mengakui imam Syiah dari Yaman tetapi mentang imam-imam Syiah yang ada di Iran.
Namun, Mohammed Asad
juga menerangkan bahwa pada 952 M, muncul keluarga sayid lainnya yang didirikan
oleh migrasi asal Irak bernama Isa. Berbeda dengan kolompok Zaidiyah yang
berpaham Syiah, keluarga sayid ini justru berpaham Ahlussunnah bermazhab
Syafi’I. Keluarga sayid inilah yang banyak memainkan peran penting dalam
sejarah Yaman dari dulu hingga sekarang.
Dan jika dikorelasikan
dengan islamisasi Nusantara, maka keluarga ini yang banyak memiliki kesamaan
dalam praktik keagamaan di Indonesia, terutama golongan habib. Para sayid,
kendati ada yang berpaham Syiah namun itu tak seberapa dibandingkan yang
Ahlussunnah dan bermazhab Syafi’I, walaupun tak dapat dipungkiri sebagain kecil
dari mereka, jika terjadi perseteruan dari para Sayid dalam masalah Ahlussunnah
versus Syiah, mereka lebih mendahulukan klan ‘sayed-nya’ daripada akidah.
SYIAH
HOUTHI
Jika menarik simpul
sejarah Islamisasi Yaman, maka awal masuknya Islam ke Yaman bermula pada tahun
630 M, kala itu Rasulullah mengutus saudara sepupu yang juga menantunya, Ali
bin Abi Thalib ke Sanaa, dan sekitarnya untuk menyampaikan syiar Islam. Saat
itu, Yaman merupakan wilayah penting dan maju di Semenangjung Arabia, Bani
Hamdan tercatat sebagai kabilah pertama yang menerima Islam.
Rasulullah juga pernah
mengutus Muaz bin Jabal ke Al-Janad atau saat ini dinamakan Taiz, juga untuk
berdakwah. Dan mereka pun menerima Islam dengan sukarela, bahkan beberapa suku
terkemuka di Yaman, mengirim delegasi ke Madinah antara tahun 630-631 M, untuk
menyatakan kesediaan mereka menerima Islam. Kendati demikian, sejumlah orang
Yaman sudah ada yang lebih dulu masuk Islam, antara lain, Ammar bin Yasir,
Al-Ala’a, Al-Hadrami, dan Miqdad bin Syurahbil.
Delegasi itu meminta
Nabi agar mengirim sejumlah guru yang dapat mengajarkan Islam kepada masyarakat
Yaman. Untuk memenuhi permintaan tersebut Nabi menugaskan sekelompok sahabat
yang berkompeten, lalu menunjuk Muaz bin Jabal sebagai pemimpin.
Selanjutnya, negeri
Yaman berada dalam kondisi stabil selama era pemerintahan Khulafa ar-Rasyidun,
masyarakatnya pun turun berkontribusi besar dalam perkembangan Islam
sepeninggal Rasulullah. “Suku-suku Yaman memainkan peran penting dalam
pembukaan negeri Islam di Mesir, Irak, Persia, dan sekitarnya, juga Anatolia,
Afrika Utara, Sisilia, hingga Andalusia, ungkap Wilfrerd Madelung dalam “The
Succession to Muhammad:A Study of the Early Caliphate”.
Suku-suku Yaman yang
menetap di Suriah juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penguatan
kekuasaan Dinasti Umayyah pada masa kekuasaan Khalifah Marwan I. Beberapa
emirat yang didirikan di Afrika Utara dan Andalusia semasa Umyyah dipimpin
orang-orang Yaman.
Negeri yang kita bahas
itu, sekrang sedang dalam sakratul maut akibat perang saudara. Bermula ketika
pimpinan Syiah, Badruddin al-Hautsi berfaham Syiah Zaidiyyah Jarudiyyah
berangkat berguru ke Iran dan menetap di sana, lalu pada tahun 1994 berubah
menjadi Syiah Imamiyyah Itsna Asyariyyah atau Rafidhah.
Menurut KH Agus Hasan
Bashori, Ideologi para pemberontak Syiah Houtsi ini sama dengan gerakan Syiah
yang ada di Iran, Libanon, Irak, Bahrain, dan mayoritas Syiah yang ada di
dunia. Bahkan sama dengan yang ada di Indonesia, hanya saja mereka yang ada di
Indonesia sering menyebut dirinya dengan sebutan “Ahlulbait” atau “Jamaah
Ahlulbait”.
Di antara ideologi
mereka adalah, berkeyakinan bahwa kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wajib
ditangan Ali bin Abi Thalib, berdasarkan nash (wahyu, wasiat atau pengangkatan
langsung oleh Nabi); Menolak Abu Bakar, Umar dan Usman sebagai imam setelah
Nabi SAW sebab dalam keyakinan mereka ketiga khalifah sebelum Ali itu adalah
tidak sah, zhalim, fasiq, dan kafir. Dengan demikian Syiah pun melaknat mereka
bertiga; Mencaci maki sahabat Thalah, Zubair, dan Muawiyah serta para sahabat
Nabi yang lain, karena dinilai telah kafir menentang Imam Ali RA.
Mereka juga
mengajarkan untuk mencela dan melaknat Ahlulbait Nabi khususnya Ummul Mukminin
Aisyah RA; Memprovokasi dan membangkitkan semangat pengikutnya untuk memerangi
Ahlussunnah. Karena Ahlussunnah meridhai selain Ali sebagai imam dan khalifah,
yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA; Meyakini pemerintah yang sah sekarang ini
hanyalah pemerintah imam Mahdi yang Ghaib atau pemerintah seorang wali al-faqih
yang loyal kepada Imam Mahdi, yang disebut dengan istilah wilayatul faqih. Dan,
atu-satunya negara wilayatul faqih adalah Iran.
Akhirnya, Syiah
Houthi, mengambil nama deklaratornya, berkembang dan meniru Hizbullah di
Lebanon. Mereka membentuk milisi bersenjata bernama Anshar Allah, yang dibiayai
oleh Iran dan dikenal degan “Khoutsiyyin”. Inilah yang menjadi penyebab perang
terjadi, mereka melakukan pemberonrakan dan berhasil menguasai kota-kota vital
di Yaman, termasuk Sanaa sebagai ibu kota negara, bahkan pernah berhasil
menyandera presiden Yaman, Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi, walau pada akhirnya
Al-Hadi lepas dan meminta bantuan pada negara-negara teluk dengan surat yang
begitu menyentuh, menyebut para tetangganya sebagai, akhy.
Isi suratnya,
sebagaimana ditulis KH Agus Hasan Basori, bahwa Al-Hadi mengutip piagam PBB
tentang hak pembelaan diri setiap bangsa, dari gangguan yang mengancam
keselamatan negara, dan kesepakatan antar-negara Teluk untuk bersama-sama
saling melindungi.
Atas dasar ini, beliau
mempersilakan para pemimpin negara Teluk untuk segara mengatasi pemberontak
Syiah Houthi di Yaman dengan kaffah wasail (semua sarana).
Maka pada hari Rabu
malam Kamis, 25 maret 2015, negara-negara Teluk yang dipimpin Saudi Arabia
melakukan gempuran terhadap posisi pemberontak Syiah Houtsi. Lalu terjadilah
perang hingga hari ini. Para pendukung Syiah di belahan dunia pun berang, tak
terkecuali di Indonesia. Padahal, kekejaman Syiah Houthi begitu besar sehingga
sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam menolong saudaranya yang dizalimi dan
ditindas.
Atas dasar itu pula,
Ikatan Ulama Asia Tenggara, termasuk di Indonesia secara sebuat suara mendukung
serangan Koalisi Teluk Pimpinan Arab saudi terhadap pemnerontak Syiah Houthi
berdasarkan kekejaman, dan kejahatan yang mereka lakukan.
PERNYATAAN
SIKAP
Atas Nama Ikatan Ulama
seAsia Tenggara mengeluarkan pernyataan bahwa: Negeri Yaman sejak beberapa
tahun terakhir dilanda berbagai pergolakan dan tragedi. Hal yang paling
memilukan adalah terjadinya pembunuhan kaum muslimin, termasuk ulama dan
pelajar yang dilakukan oleh milisi Syi’ah Hautsi.
Mereka juga melakukan
kudeta terhadap pemerintahan yang sah sehingga keamanan di kawasan tersebut
semakin terancam termasuk terhadap dua kota suci Mekkah dan Madinah. Hal mana
mengundang Arab Saudi dan negara-negara teluk melakukan operasi militer atas
permintaan presiden Yaman yang sah.
Inisiatif
negara-negara teluk ini mengundang kontroversi di kalangan ummat dan
tokoh-tokohnya, bahkan ada yang tanpa mengetahui duduk masalah di sana telah
memberikan vonis atau penilaian negatif atau sinis. Untuk itu demi melaksanakan
kewajiban untuk menyampaikan dan membela kebenaran, juga sebagai solidaritas
sesama ummat, kami menyampaiakan penjelasan atau risalah ini, dalam poin- poin
berikut ini:
Pertama. Mendukung
inisiatif Operasi Militer negara-negara teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi
untuk melumpuhkan gerakan milisi pemberontak Syi’ah Hautsi dengan beberapa
alasan kuat sebagai berikut: a. Untuk menyelamatkan rakyat Yaman dari
pemberontak Syi’ah Houtsi yang telah melakukan serangan dan pembunuhan terhadap
kaum muslimin dan para ulama serta pelajar, termasuk pelajar Indonesia di
Yaman; b. Untuk mencegah gangguan keamanan dikawasan tersebut dan menyelamatkan
dua kota suci dari ancaman pemberontak Houtsi dan negara atau pihak yang
mendukungnya; c. Inisiatif operasi militer tersebut adalah atas permintaan dari
presiden yang konstitusional yang dipilih oleh mayoritas rakyat Yaman; d.
Operasi ini telah disetujui dan didukung penuh oleh Liga Arab yang terdiri dari
28 negara Arab; e. Operasi ini juga didukung oleh Negara-negara Islam lainnya
seperti: Turki, Pakistan dan Malaysia.
Kedua. Meminta agar
kiranya serangan ini betul-betul diarahkan pada pusat pusat kekuatan
pemberontak Houtsi dan menghindari obyek sipil yang tidak ada kaitannya dengan
milisi Houtsi atau orang-orang yang tak berdosa, dimana kami berkeyakinan bahwa
para pimpinan dan panglima operasi telah memperhitungkan hal itu secara cermat.
Ketiga. Mengingatkan
kepada para pemimpin Islam dan rakyat Yaman agar berhati- hati terhadap
pemanfaatan pihak-pihak musuh yang anti Islam, yang senantiasa berusaha mengail
di air keruh memanfaatkan situasi ini untuk kemaslahatan mereka dan
kemudharatan kaum muslimin.
Keemoat. Meminta
Pemerintah Indonesia dan pemimpin negara Islam lainnya untuk membantu rakyat
Yaman memperoleh keamanan dan tegaknya konstitusi mereka bersama dengan
negara-negara teluk dan liga Arab. Sebab bila operasi penyelamatan ini
berlansung lama dan pemberontak Syiah Houtsi tetap eksis maka dapat mengganggu
keamanan di kawasan tersebut, termasuk pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Juga
dapat menjadi tempat yang subur bagi berkembangnya gerakan gerakan radikal,
yang tentu saja dapat melebar keberbegai penjuru dunia termasuk Indonesia.
Kelima. Mengingatkan
pemerintah Indonesia dan kaum muslimin di Indonesia pada umumnya agar
mewaspadai tumbuh dan berkembangnya gerakan seperti pemberontak Hautsi tersebut
yang merupakan sempalan dari syi’ah Zaidiyah setelah pendiri kelompok tersebut
menganut faham Syi’ah Imamiyah. Kita hendaknya tidak memandang remeh dengan
adanya sekolompok kecil Syi’ah di Indonesia saat ini yang telah mulai mengalami
perkembangan pesat, di mana mereka telah berani menunjukan kekerasan dan
serangan serta ancaman mereka kepada para da’i dan ulama, bahkan para tokoh
Ahlussunnah. Mereka juga begitu getol mencaci dan melaknat sahabat serta istri
Nabi kita tercinta Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau
keadaan ini terus berlanjut dan jumlah serta prosentasi mereka semakin banyak
maka dapat menyebabkan perang saudara dan terancamnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (wana’uzu billahi min zalik).
Keenam. Mendukung
upaya Pemerintah Indonesia untuk mengupayakan perlindungan WNI di Yaman dan
memulangkan mereka yang terancam keselamatannya sebagai bentuk nyata eksistensi
negara yang melindungi warga dan rakyatnya. Kami pun mengharapkan apabila
keamanan di Yaman telah pulih, kiranya pemerintah dapat memberikan bantuan bagi
kembalinya mereka ke sana untuk melanjutkan pendidikan dan menuntut ilmu yang
sangat bermanfaat bagi ummat dan bangsa Indonesia kelak insya Allah. []
Setu-Bekasi, 15 April 2015