Friday, June 19, 2015

Syiah, dari Nusantara Hingga ke Houthi di Yaman

Oleh: Ilham Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) BAZNAS-DDII; Kandidat Doktor Pascasarjana UIKA Bogor
SUATU ketika, seorang teman keturunan sayid mengundang saya dalam sebuah acara Majelis Zikir di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, dalam surat undangan tertulis lafaz bahasa Arab, Ya Tarim wa ahlaha. Wahai Negeri Tarim dan penduduknya. Belakangan, saya baru mengerti jika Tarim adalah nama daerah di negeri Yaman.
Di lain waktu di Johor Malaysia, saya bersama orang Arab, ketika sedang bercakap-cakap dengannya, tiba-tiba didatangi oleh orang Melayu, dia bertanya ke saya, Apakah Anda juga orang Arab? Sebab saya liiht bahasa Anda dengan orang Mesir itu tidak berbeda. Pertanyaan ini dijawab teman Arab saya, Kemungkinan dia juga orang Arab tapi keturunan Yaman.
Setelah saya telusuri, ternyata orang Arab Yaman memang sudah lama berada di Indonesia dan memberikan pengaruh besar, termasuk dari segi klan dan bahasa. Orang Indonesia adalah bagian dari bangsa yang mu’arrab atau terarabkan. Kalau tidak percaya, lihatlah bahasa Indonesia, begitu banyak menyerap kosa kata Arab yang sebagian besarnya ditularkan oleh Arab Yaman tidak terkecuali dari para Sayid bergelar Habib. Kita pun kenal istilah ane, ente, musyawarah, rakyat, adab, adil, makmur, sifat, dan seterusnya.
Di Sulawesi, ada pekampungan Arab namanya Cikoang, di sini, hingga kini penduduknya semua dari keturuan arab muarrab, mereka telah berdiam berabad-abad, menikah dengan penduduk lokal, kini mukanya sudah sama dengan penduduk setempat. Sebagaimana umumnya orang Bugis-Makassar. Mereka adalah keturunan Arab Yaman.
Prolog di atas bukanlah isapan jempol belaka, sebab sepanjang sejarah Islam, negeri Yaman adalah bagian tak terpisahkan dari islamisasi belahan dunia lainnya termasuk Nusantara. Faris Khoirul Anam, sebagaimana dikutif Republika (5/4/2015) dalam karyanya, “Koloni Indonesia di Hadramaut” menuturkan, bahwa orang-orang Hadramaut-Yaman sudah lama membuka hubungan dengan kerajaan yang ada di Nusantara, bahkan gelombang migrasi orang Arab ke Indonesia terjadi secara masif pada pribode sebelum penjajahan Belanda.
LWC Van Den Berg, seorang Islamolog Belanda yang mengadakan riset tentang “Hadramaut dan Koloni Arab Nusantara” mengungkapkan, para keturunan Arab di Indonesia dapat cepat membaur dengan pribumi. Beberapa kabilah atau etnis Arab di Indonesia dapat kita jumpai di Hadramaut seperti klan, As-Sagaf, Al-Attas, Al-Jufri, bin Syiahab, bin Thalib, Sungkar, Al-Katiri, Al-Bar, dan sebagainya.
Menurut Ensyclopedia Britannica, sebagaimana dikutipRepublika, keluarga para habib termasuk kelompok berpengaruh di Yaman. Nenek moyang para sayid di Yaman pertama kali datang dari Irak selatan lebih dari seribu tahun lampau. Ba ‘Alawi di Hadramaut, Al-Wazir di Sanaa, Al-Shammam di Sa’adah adalah beberapa klan yang masih eksis di Yaman.
Mohammad Al-Asadi dalam artikelnya, From Religius Leaders to Ordinary Citizens: The Changing Role of Sadah in Yamen, yang dipublikasikan majalah The Ambassadors, volume 8, issue 1 (2005) menulis bahwa peneliti tidak menemukan banyak fakta yang mendalam tentang habaib di Yaman dalam buku-buku sejarah dan antropologi lainnya. Ini karena, para sayid tersebut hidup dalam diaspora atau memiliki banyak cabang keluarga di tempat yang berbeda-beda.
Paul Driesch pernah mencoba merangkum asal usul para sayid di Yaman. Menurutnya, kelompk Syiah Zaidiyah pernah mendominasi kota Sanaa dan sekitarnya selama berabad-abad. Inti ajaran dari Syiah Zaidiyah adalah kekuasaan Islam yang sah semestinya diwariskan oleh keturunan Nabi Muhammad melalui alur pernikahan putrinya, Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib. Nama kelompok Zaidiyah sendiri mengacu pada Zaid bin Ali bin Husain bin Ali yang merupakan generasi keempat Nabi Muhammad dari putrinya, Fatimah.
Keturunan Zaid bin Ali itulah yang mula-mula diberi gelar sayid. Kelompok ini didirikan di utara Yaman pada 896 M oleh Imam pertama Syiah Zaidiyah, Al-Hadi. Perlu dicatat bahwa Syiah Zaidiyah kendati dianggap sesat dan menyimpang dari Ahlussunnah, namun secara pemahaman dan praktik, inilah Syiah yang paling dekat dan tidak terlalu bermasalah dengan Ahlussunnah. Bahkan Imam Asy-Syaukani disebut-sebut berpaham Syiah Zaidiyah, namun karya-karyanya antara lain, kitan, “Nailul Authar” menjadi rujukan para Ahlussunnah. Ini pula yang ditangkap oleh Sayyid Ali ibn Ali Al-Zaidi dalam artikelnya, A Short History of the Yemenite Shi’its (2005), menuturkan, sepanjang sejarah abad ke-12 hingga ke-13, kelompok Zaidiyah hanya mengakui imam Syiah dari Yaman tetapi mentang imam-imam Syiah yang ada di Iran.
Namun, Mohammed Asad juga menerangkan bahwa pada 952 M, muncul keluarga sayid lainnya yang didirikan oleh migrasi asal Irak bernama Isa. Berbeda dengan kolompok Zaidiyah yang berpaham Syiah, keluarga sayid ini justru berpaham Ahlussunnah bermazhab Syafi’I. Keluarga sayid inilah yang banyak memainkan peran penting dalam sejarah Yaman dari dulu hingga sekarang.
Dan jika dikorelasikan dengan islamisasi Nusantara, maka keluarga ini yang banyak memiliki kesamaan dalam praktik keagamaan di Indonesia, terutama golongan habib. Para sayid, kendati ada yang berpaham Syiah namun itu tak seberapa dibandingkan yang Ahlussunnah dan bermazhab Syafi’I, walaupun tak dapat dipungkiri sebagain kecil dari mereka, jika terjadi perseteruan dari para Sayid dalam masalah Ahlussunnah versus Syiah, mereka lebih mendahulukan klan ‘sayed-nya’ daripada akidah.
SYIAH HOUTHI
Jika menarik simpul sejarah Islamisasi Yaman, maka awal masuknya Islam ke Yaman bermula pada tahun 630 M, kala itu Rasulullah mengutus saudara sepupu yang juga menantunya, Ali bin Abi Thalib ke Sanaa, dan sekitarnya untuk menyampaikan syiar Islam. Saat itu, Yaman merupakan wilayah penting dan maju di Semenangjung Arabia, Bani Hamdan tercatat sebagai kabilah pertama yang menerima Islam.
Rasulullah juga pernah mengutus Muaz bin Jabal ke Al-Janad atau saat ini dinamakan Taiz, juga untuk berdakwah. Dan mereka pun menerima Islam dengan sukarela, bahkan beberapa suku terkemuka di Yaman, mengirim delegasi ke Madinah antara tahun 630-631 M, untuk menyatakan kesediaan mereka menerima Islam. Kendati demikian, sejumlah orang Yaman sudah ada yang lebih dulu masuk Islam, antara lain, Ammar bin Yasir, Al-Ala’a, Al-Hadrami, dan Miqdad bin Syurahbil.
Delegasi itu meminta Nabi agar mengirim sejumlah guru yang dapat mengajarkan Islam kepada masyarakat Yaman. Untuk memenuhi permintaan tersebut Nabi menugaskan sekelompok sahabat yang berkompeten, lalu menunjuk Muaz bin Jabal sebagai pemimpin.
Selanjutnya, negeri Yaman berada dalam kondisi stabil selama era pemerintahan Khulafa ar-Rasyidun, masyarakatnya pun turun berkontribusi besar dalam perkembangan Islam sepeninggal Rasulullah. “Suku-suku Yaman memainkan peran penting dalam pembukaan negeri Islam di Mesir, Irak, Persia, dan sekitarnya, juga Anatolia, Afrika Utara, Sisilia, hingga Andalusia, ungkap Wilfrerd Madelung dalam “The Succession to Muhammad:A Study of the Early Caliphate”.
Suku-suku Yaman yang menetap di Suriah juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penguatan kekuasaan Dinasti Umayyah pada masa kekuasaan Khalifah Marwan I. Beberapa emirat yang didirikan di Afrika Utara dan Andalusia semasa Umyyah dipimpin orang-orang Yaman.
Negeri yang kita bahas itu, sekrang sedang dalam sakratul maut akibat perang saudara. Bermula ketika pimpinan Syiah, Badruddin al-Hautsi berfaham Syiah Zaidiyyah Jarudiyyah berangkat berguru ke Iran dan menetap di sana, lalu pada tahun 1994 berubah menjadi Syiah Imamiyyah Itsna Asyariyyah atau Rafidhah.
Menurut KH Agus Hasan Bashori, Ideologi para pemberontak Syiah Houtsi ini sama dengan gerakan Syiah yang ada di Iran, Libanon, Irak, Bahrain, dan mayoritas Syiah yang ada di dunia. Bahkan sama dengan yang ada di Indonesia, hanya saja mereka yang ada di Indonesia sering menyebut dirinya dengan sebutan “Ahlulbait” atau “Jamaah Ahlulbait”.
Di antara ideologi mereka adalah, berkeyakinan bahwa kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wajib ditangan Ali bin Abi Thalib, berdasarkan nash (wahyu, wasiat atau pengangkatan langsung oleh Nabi); Menolak Abu Bakar, Umar dan Usman sebagai imam setelah Nabi SAW sebab dalam keyakinan mereka ketiga khalifah sebelum Ali itu adalah tidak sah, zhalim, fasiq, dan kafir. Dengan demikian Syiah pun melaknat mereka bertiga; Mencaci maki sahabat Thalah, Zubair, dan Muawiyah serta para sahabat Nabi yang lain, karena dinilai telah kafir menentang Imam Ali RA.
Mereka juga mengajarkan untuk mencela dan melaknat Ahlulbait Nabi khususnya Ummul Mukminin Aisyah RA; Memprovokasi dan membangkitkan semangat pengikutnya untuk memerangi Ahlussunnah. Karena Ahlussunnah meridhai selain Ali sebagai imam dan khalifah, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA; Meyakini pemerintah yang sah sekarang ini hanyalah pemerintah imam Mahdi yang Ghaib atau pemerintah seorang wali al-faqih yang loyal kepada Imam Mahdi, yang disebut dengan istilah wilayatul faqih. Dan, atu-satunya negara wilayatul faqih adalah Iran.
Akhirnya, Syiah Houthi, mengambil nama deklaratornya, berkembang dan meniru Hizbullah di Lebanon. Mereka membentuk milisi bersenjata bernama Anshar Allah, yang dibiayai oleh Iran dan dikenal degan “Khoutsiyyin”. Inilah yang menjadi penyebab perang terjadi, mereka melakukan pemberonrakan dan berhasil menguasai kota-kota vital di Yaman, termasuk Sanaa sebagai ibu kota negara, bahkan pernah berhasil menyandera presiden Yaman, Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi, walau pada akhirnya Al-Hadi lepas dan meminta bantuan pada negara-negara teluk dengan surat yang begitu menyentuh, menyebut para tetangganya sebagai, akhy.
Isi suratnya, sebagaimana ditulis KH Agus Hasan Basori, bahwa Al-Hadi mengutip piagam PBB tentang  hak pembelaan diri setiap bangsa, dari gangguan yang mengancam keselamatan negara, dan kesepakatan antar-negara Teluk untuk bersama-sama saling melindungi.
Atas dasar ini, beliau mempersilakan para pemimpin negara Teluk untuk segara mengatasi pemberontak Syiah Houthi di Yaman dengan kaffah wasail (semua sarana).
Maka pada hari Rabu malam Kamis, 25 maret 2015, negara-negara Teluk yang dipimpin Saudi Arabia melakukan gempuran terhadap posisi pemberontak Syiah Houtsi. Lalu terjadilah perang hingga hari ini. Para pendukung Syiah di belahan dunia pun berang, tak terkecuali di Indonesia. Padahal, kekejaman Syiah Houthi begitu besar sehingga sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam menolong saudaranya yang dizalimi dan ditindas.
Atas dasar itu pula, Ikatan Ulama Asia Tenggara, termasuk di Indonesia secara sebuat suara mendukung serangan Koalisi Teluk Pimpinan Arab saudi terhadap pemnerontak Syiah Houthi berdasarkan kekejaman, dan kejahatan yang mereka lakukan.
PERNYATAAN SIKAP
Atas Nama Ikatan Ulama seAsia Tenggara mengeluarkan pernyataan bahwa: Negeri Yaman sejak beberapa tahun terakhir dilanda berbagai pergolakan dan tragedi. Hal yang paling memilukan adalah terjadinya pembunuhan kaum muslimin, termasuk ulama dan pelajar yang dilakukan oleh milisi Syi’ah Hautsi.
Mereka juga melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah sehingga keamanan di kawasan tersebut semakin terancam termasuk terhadap dua kota suci Mekkah dan Madinah. Hal mana mengundang Arab Saudi dan negara-negara teluk melakukan operasi militer atas permintaan presiden Yaman yang sah.
Inisiatif negara-negara teluk ini mengundang kontroversi di kalangan ummat dan tokoh-tokohnya, bahkan ada yang tanpa mengetahui duduk masalah di sana telah memberikan vonis atau penilaian negatif atau sinis. Untuk itu demi melaksanakan kewajiban untuk menyampaikan dan membela kebenaran, juga sebagai solidaritas sesama ummat, kami menyampaiakan penjelasan atau risalah ini, dalam poin- poin berikut ini:
Pertama. Mendukung inisiatif Operasi Militer negara-negara teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi untuk melumpuhkan gerakan milisi pemberontak Syi’ah Hautsi dengan beberapa alasan kuat sebagai berikut: a. Untuk menyelamatkan rakyat Yaman dari pemberontak Syi’ah Houtsi yang telah melakukan serangan dan pembunuhan terhadap kaum muslimin dan para ulama serta pelajar, termasuk pelajar Indonesia di Yaman; b. Untuk mencegah gangguan keamanan dikawasan tersebut dan menyelamatkan dua kota suci dari ancaman pemberontak Houtsi dan negara atau pihak yang mendukungnya; c. Inisiatif operasi militer tersebut adalah atas permintaan dari presiden yang konstitusional yang dipilih oleh mayoritas rakyat Yaman; d. Operasi ini telah disetujui dan didukung penuh oleh Liga Arab yang terdiri dari 28 negara Arab; e. Operasi ini juga didukung oleh Negara-negara Islam lainnya seperti: Turki, Pakistan dan Malaysia.
Kedua. Meminta agar kiranya serangan ini betul-betul diarahkan pada pusat pusat kekuatan pemberontak Houtsi dan menghindari obyek sipil yang tidak ada kaitannya dengan milisi Houtsi atau orang-orang yang tak berdosa, dimana kami berkeyakinan bahwa para pimpinan dan panglima operasi telah memperhitungkan hal itu secara cermat.
Ketiga. Mengingatkan kepada para pemimpin Islam dan rakyat Yaman agar berhati- hati terhadap pemanfaatan pihak-pihak musuh yang anti Islam, yang senantiasa berusaha mengail di air keruh memanfaatkan situasi ini untuk kemaslahatan mereka dan kemudharatan kaum muslimin.
Keemoat. Meminta Pemerintah Indonesia dan pemimpin negara Islam lainnya untuk membantu rakyat Yaman memperoleh keamanan dan tegaknya konstitusi mereka bersama dengan negara-negara teluk dan liga Arab. Sebab bila operasi penyelamatan ini berlansung lama dan pemberontak Syiah Houtsi tetap eksis maka dapat mengganggu keamanan di kawasan tersebut, termasuk pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Juga dapat menjadi tempat yang subur bagi berkembangnya gerakan gerakan radikal, yang tentu saja dapat melebar keberbegai penjuru dunia termasuk Indonesia.
Kelima. Mengingatkan pemerintah Indonesia dan kaum muslimin di Indonesia pada umumnya agar mewaspadai tumbuh dan berkembangnya gerakan seperti pemberontak Hautsi tersebut yang merupakan sempalan dari syi’ah Zaidiyah setelah pendiri kelompok tersebut menganut faham Syi’ah Imamiyah. Kita hendaknya tidak memandang remeh dengan adanya sekolompok kecil Syi’ah di Indonesia saat ini yang telah mulai mengalami perkembangan pesat, di mana mereka telah berani menunjukan kekerasan dan serangan serta ancaman mereka kepada para da’i dan ulama, bahkan para tokoh Ahlussunnah. Mereka juga begitu getol mencaci dan melaknat sahabat serta istri Nabi kita tercinta Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau keadaan ini terus berlanjut dan jumlah serta prosentasi mereka semakin banyak maka dapat menyebabkan perang saudara dan terancamnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (wana’uzu billahi min zalik).
Keenam. Mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk mengupayakan perlindungan WNI di Yaman dan memulangkan mereka yang terancam keselamatannya sebagai bentuk nyata eksistensi negara yang melindungi warga dan rakyatnya. Kami pun mengharapkan apabila keamanan di Yaman telah pulih, kiranya pemerintah dapat memberikan bantuan bagi kembalinya mereka ke sana untuk melanjutkan pendidikan dan menuntut ilmu yang sangat bermanfaat bagi ummat dan bangsa Indonesia kelak insya Allah. []

Setu-Bekasi, 15 April 2015